Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK NORMALISASI SUNGAI BANJIR KANAL BARAT TERHADAP

BENCANA BANJIR DI KOTA SEMARANG

Muhammad Afwan Maulana


Universitas Negeri Semarang
*Email: muh.afwanmaulana24@gmail.com

Abstrak. Sungai atau aliran air yang menyediakan kemudahan hidup bagi masyarakat di
sekitarnya juga bisa menjadikan masyarakat tadi menghadapi risiko bencana tahunan
akibat banjir. Permasalahan yang dihadapi sungai – sungai di Indonesia pada umumnya
adalah tingginya laju sedimentasi sebagai akibat dari meningkatnya laju erosi permukaan
maupun erosi tebing di daerah hulu atau daerah pengairan sungainya. Normalisasi Banjir
Kanal Barat merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengurangi dampak banjir
yang ada di Kota Semarang dan sekitarnya. Normalisasi dilakukan dengan pembangunan
turap beton pada sisi kanan dan kiri sungai untuk mengalirkan air langsung menuju laut.
Dalam perkembangannya, pengelolaan Banjir Kanal Barat berjalan tidak optimal sehingga
sedimentasi dan penurunan fungsi banjir kanal tidak terhindarkan. Tingginya sedimentasi
ini mungkin masih dapat dipahami karena penanganan sedimen masih berkutat di Sungai
Kreo dengan pembangunan Waduk Jatibarang. Sistem drainase yang buruk menjadi
penyebab utama banjir di Kota Semarang Dari enam kecamatan langganan banjir,
sebagan besar disebabkan karena saluran air tidak ada, saluran tersumbat sampah dan
alat bangunan yang meneganggu saluran.

Kata Kunci: Normalisasi, sedimentasi, dan banjir.

Abstract. Rivers or waterways that provide ease of life for the surrounding community can
also make the community face the risk of annual disasters due to flooding. The problem
faced by rivers in Indonesia in general is the high rate of sedimentation as a result of the
increased rate of surface erosion and cliff erosion in the upstream or river basin areas.
The normalization of Banjir Kanal Barat is one way to reduce the impact of flooding in the
city of Semarang and its surroundings. Normalization is done by constructing concrete
sheet piles on the right and left sides of the river to flow water directly into the sea. In its
development, the management of Banjir Kanal Barat is not running optimally so that
sedimentation and decline in flood function canals are inevitable. This high sedimentation
may still be understood because sediment management is still struggling in the Kreo River
with the construction of the Jatibarang Reservoir. Poor drainage systems are the main
cause of flooding in the city of Semarang. Of the six subdistricts that are flooded, the
majority are due to non-existent waterways, blocked drains and building equipment that
disturb the canals.

Keywords: Normalization, sedimentation, and flood.

1. PENDAHULUAN
Sungai atau aliran air yang menyediakan kemudahan hidup bagi masyarakat di
sekitarnya juga bisa menjadikan masyarakat tadi menghadapi resiko bencana tahunan
akibat banjir. Banjir didefinisikan sebagai tergcnangnya suatu tempat akibat meluapnya
air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian
fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman yang
terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah
33 | P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n G e o g r a f i U h a m k a T a h u n
2020
sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak
merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007).
Permasalahan yang dihadapi sungai – sungai di Indonesia pada umumnya adalah
tingginya laju sedimentasi sebagai akibat dari meningkatnya laju erosi permukaan
maupun erosi tebing di daerah hulu atau daerah pengairan sungainya. Pengelolaan lahan
secara intensif yang mengabaikan aspek konservasi dalam upaya pemenuhan kebutuhan
akibat bertambahnya penduduk dapat mengakibatkan laju erosi yang semakin tinggi.
Erosi tidak hanya menurunkan tingkat kesuburan tanah karena hilangnya lapisan humus
di daerah yang tererosi, tetapi juga menimbulkan dampak negatif di daerah hilir yaitu
timbulnya masalah sedimentasi yang dapat merugikan tempat – tempat tertentu seperti
pendangkalan sungai, waduk, pantai dan muara – muara sungai serta terjadinya banjir di
daerah hilir. Banjir adalah suatu kejadian sungai dimana kapasitas aliran airnya (debit)
tidak dapat ditampung oleh palung sungai. Pada dasarnya sedimentasi yang terjadi
merupakan hasil erosi tanah pada daerah tangkapan air dan sepanjang aliran sungai oleh
karena itu upaya pengendalian sedimen juga merupakan upaya pengendalian proses
erosi di daerah sumber penghasil bahan sedimen.
Banjir merupakan salah satu masalah yang dihadapi Pemerintah Kota Semarang
sebagian daerah yang berada di wilayah hilir atau wilayah pesisir rawan banjir. Sungai
Banjir Kanal Barat merupakan sungai lanjutan dari Sungai Garang yang menuju ke laut
Jawa. Sumber genangan air yang menyebabkan banjir di Kota Semarang, dapat
dibedakan menjadi 3 jenis, sebagai berikut: 1). Banjir kiriman yaitu aliran banjir yang
berasal dari arah hulu di luar kawasan yang tergenang Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi
di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya atau banjir
kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan. 2). Banjir Lokal yaitu genangan air yang
disebabkan hujan yang jatuh di daerah itu sendiri. Hal ini dapat terjadi kalau hujan yang
terjadi melebihi kapasitas tamping daerah tersebut. Pada banjir lokal ketinggian genangan
air antara 0.2 – 0.7 m dan lama genangan antara 1-8 jam. Terdapat pada daerah rendah,
wilayah yang sering tergenang meliputi kecamatan Semarang Utara, Semarang Timur,
Semarang Barat, Semarang tengah, Genuk dan Gayamsari. Dan 3). Banjir ROB yaitu
banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang dan/atau air balik dari saluran
drainase akibat terhambat oleh air pasang . banjir pasang merupkan banir rutin akibat air
laut pasang yang tejadi pada wilayah kecamatan Semarang Utara dan sebagian
Kecamatan Semarang Barat, ketinggian genangan antara 0,20 – 0,70 m dengan alam
genangan antatra 3 hingga 6 jam.
Normalisasi Sungai adalah upaya rekayasa yang dilakukan untuk mengembalikan
kapasistas tampung sungai atau dengan kata lain normalisasi sungai merupakan proses
pengembalian fungsi ekosistem sungai. Normalisasi sungai dilakukan untuk menambah
daya tampung sungai karena pada bagian hulu tidak terdapat bangunan penampung air,
sehingga ketika curah hujan di daerah aliran sungai tinggi (Hulu dan Hilir) air yang
dikonversikan menjadi debit akan dapat tertampung kedalam sungai tersebut, normalisasi
dilakukan agar aliran air yang ada tidak menumpuk pada titik tertentu sehingga sebisa
mungkin akan dialirkan langsung menuju muara. Hal ini akan berbeda jika terdapat
beberapa fenomena hujan ekstrim dan air pasang maka akan terjadi pertemuan kedua
arus yang mengakibatkan naiknya muka air sungai.
Sungai Banjir Kanal Barat Kota Semarang dibangun pada periode waktu yang
berdekatan dengan Banjir Kanal Timur Semarang. Kedua kanal penanggulangan banjir
ini dibangun sekitar awal abad ke 20 oleh Pemerintah Belanda untuk mengantisipasi
kejadian banjir sungai yang sering terjadi di Semarang di Abad ke 19 dan awal Abad ke
20 (Purwanto, 2005). Banjir Kanal Barat dibuat dengan menyodet Kali Garang dan
membuat aliran baru yang lurus langsung menuju Laut Jawa, tepat di Barat Laut Bukit
Bergota. Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai terbesar di Kota Semarang.
Sungai ini mempunyai banyak fungsi yaitu selain sebagai drainase, pembuangan limbah
34 | P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n G e o g r a f i U h a m k a T a h u n
2020
rumah tangga dan limbah pabrik di sisi lain sebagai tempat pemancingan dan
penangkapan ikan. Sungai ini ditetapkan oleh Pemerintah Kota Semarang sebagai lokasi
wisata air. Banjir kanal barat dibangun dimulai dari ujung sungai garang di daerah
simongan kearah laut jawa melewati sisi barat Kota Semarang sepanjang 5,3 km (dihitung
dari bendungan simongan ke muara sungai). Lebar banjir kanal barat berkisar kurang
lebih 50 meter. Namun kurangnya pengelolaan dan fenomena alam yang berupa pasang
surut dapat mempengaruhi kualitas air di Sungai Banjir Kanal Barat yang secara langsung
mempengaruhi kondisi fitoplankton sebagai produsen dalam rantai makanan. Banjir Kanal
Barat dalam ilmu tata ruang dapat dijadikan sebagai ruang publik. Berbagai fasilitas telah
dibangun antara lain Jogging Track, Tribune, Perahu Penyeberangan, dan fasilitas
lainnya.
Normalisasi Banjir Kanal Barat merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk
mengurangi dampak banjir yang ada di Kota Semarang dan sekitarnya. Normalisasi
dilakukan dengan pembangunan turap beton pada sisi kanan dan kiri sungai untuk
mengalirkan air langsung menuju laut. Dalam perkembangannya, pengelolaan Banjir
Kanal Barat berjalan tidak optimal sehingga sedimentasi dan penurunan fungsi banjir
kanal tidak terhindarkan. Tingginya sedimentasi ini mungkin masih dapat dipahami karena
penanganan sedimen masih berkutat di Sungai Kreo dengan pembangunan Waduk
Jatibarang. Sistem drainase yang buruk merupakan salah satu penyebab utama banjir di
Kota Semarang.Dari enam kecamatan langganan banjir, sebagian besar disebabkan
karena saluran air tidak ada, saluran tersumbat sampah dan alat bangunan yang
meneganggu saluran.
Normalisasi sungai merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas dari pengaliran
dari sungai itu sendiri. Penanganan banjir dengan cara ini dapat dilakukan pada hampir
seluruh sungai di bagian hilir. Faktor-faktor yang perlu pada cara penanganan ini adalah
penggunaan penampang ganda dengan debit dominan untuk penampang bawah,
perencanaan alur yang stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi dasar sungai
maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir. Normalisasi sungai Kaligarang dan Banjir
kanal Barat Semarang merupakan satu paket megaproyek penanggulangan banjir di Kota
Semarang bersama dengan pembangunan waduk Jatibarang dan pembenahan drainase.
Pengerjaan proyek BKB ini dimulai pada tahun 2010 dan ditargetkan selesai pada 2013.
Proyek yang mendapat pinjaman dari JBIC ini menelan biaya sebesar Rp 288 miliar.
Normalisasi sungai sepanjang sekitar 9,2 Km, dari Sungai Kaligarang, Tugu Suharto
hingga muara laut ini juga akan dilengkapi dengan sarana wisata dan olahraga.
Sepanjang kanan-kiri Sungai Banjir Kanal Barat ini nantinya akan dilengkapi dengan
fasilitas jogging track sepanjang 7,3 km dengan lebar 3 meter. Ada juga panggung teater
dengan pelataran terbuka dan dibuat trap berundak disebelah utara jembatan Banjir Kanal
Barat yang bisa digunakan untuk tempat kegiatan hiburan dan kesenian. Di muara Banjir
kanal Barat yang kini terdapat monumen ketenangan jiwa (Japanese Memorial Park) juga
bakal dibuat sebuah taman. Selain itu, juga akan dibuat wisata air dan olahraga air seperti
ski air, dayung, kano, dan macam-macam. Pengelolaan Sungai Banjir Kanal Barat untuk
wisata air tersebut, akan dioptimalkan pada 2014 dan diproyeksikan sebagai loka wisata
air di Kota Semarang.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Sungai Banjir Kanal Barat Kota Semarang. Secara
administrasi Sungai Banjir Kanal Barat berada di wilayah Kota Semarang. Sungai Banjir
Kanal Barat melewati beberapa kelurahan padat penduduk di Kota Semarang. Data yang
diperoleh melalui observasi lapangan dan dari beberapa literatur pendukung. Data yang
diperoleh akan dianalisis dengan analisis deskriftif kualitatif.

35 | P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n G e o g r a f i U h a m k a T a h u n
2020
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan kajian literatur, bahwa penyebab banjir dapat di sebabkan oleh dua
kategori yaitu akibat alam dan aktivitas manusia. Penyebab banjir alami bisa dikarenakan
curah hujan, keadaan morfologi, sedimentasi, kapasitas sungai, drainase, erosi, dan pasang
surut. Sedangkan banjir yang disebabkan oleh aktivitas manusia Sedangkan banjir akibat
aktivitas manusia yaitu perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), Samsampah,
rusaknya hutan/vegetasi, kawasan pemukiman bantaran sungai, rusaknya sistem drainase,
kesalahan dalam system pengendalian banjir, dan lain lain.
Bencana banjir di Kota Semarang berasal dari meningkatnya debit banjir dari daerah
tangkapan airnya dan pengaruh fluktuasi muka air laut akibat pasang surut, oleh karena itu,
pengendalian banjir di Kota Semarang pada dasarnya terdiri dari 3 pendekatan, yaitu :
1. Pengendalian banjir berasal dari Hulunya
2. Pengendalian Banjir Lokal
3. Pengendalian banjir rob (pasang surut air laut)
Untuk menanggulangi banjir yang sering terjadi di Kota Semarang Pemerintah
melakukan perbaikan sistem drainase dengan progam Normalisasi Banjir Kanal Barat
berlangsung sejak tahun 2010. Dalam berjalannya waktu pengelolaan Banjir Kanal Barat
kurang berjalan optimal sehingga sedimentasi dan penurunan fungsi banjir kanal tidak
terhindarkan. Pemulihan sedimentasi Banjir Kanal Barat menurut Prasetyo etal (2015) dapat
menghabiskan biaya sebesar kurang lebih 32 Milyar Rupiah. Selain kerugian tadii belum
dihitung pulakerugian akibat pencemaran dan degradasi kualitas air untuk berbagai
keperluan di Banjir Kanal Barat. Penurunan fungsi sungai ini yang mengakibatkan tidak
optimalnya penanganan banjir, sehingga banjir yang terjadi di Kota Semarang tetap tinggi
dan menyebabkan berbagai kerugian yang tidak sedikit baik material maupun non material
pada Banjir besar Tahun 1990 yang terjadi akibat meluapnya Banjir Kanal Barat telah
menyebabkan kerugian sekitar 8 Milyar Rupiah saat itu. Selain itu belum dihitung juga
kerugian yang muncul akibat banjir besar yang terjadi pada periode 1973 dan 1988. Pada
lahan terbangun terdapat ketinggian kepadatan dan aktivitas ekonomi di Banjir Kanal Barat
sebelum adanya normalisasi sungai yang mengakibatkan kerugian mencapai lebih dari 300
miliyar rupiah.
Strategi pengurangan banjir berupa kombinasi antara revitalisasi Banjir Kanal Barat
dan pembangunan Waduk Jatibarang tampaknya sejauh ini cukup optimal dengan tidak
ditemuinya kejadian banjir sungai di Kota Semarang dalam 5 tahun terakhir. Banjir di Kota
Semarang saat ini didominasi banjir akibat rob yang memerlukan pendekatan dan juga
penanganan yang berbeda. Namun demikian, sedimentasi di Sungai Banjir Kanal Barat
tergolong tinggi karena tingkat erosi di bagian hulu yang tinggi yang mengakibatkan
pengerukan sedimentasi dengan alat berat yang cukup intens (Gambar 1), material tersebut
nantinya dapat dijadikan bahan bangunan. Tingginya sedimentasi ini mungkin masih dapat
dipahami karena penanganan sedimen yang masih terfokus di Sungai Kreo ditandai dengan
pembangunan Waduk Jatibarang. Sungai yang bergilir di Sungai Banjir Kanal Barat yaitu
Sungai Kripik dan Sungai Garang tampaknya belum mendapatkan penanganan yang baik
di daerah hulu yang mengakibatkan tingkat sedimentasi masih tergolong tinggi. Berkaca
dari pengalaman pemerintah dapat membangun waduk di daerah Sungai Kripik agar
sedimentasi di Sungai Banjir Kanal Barat lebih mudah dikendalikan, sehingga biaya
pengerukan sedimen yang dilakukan setiap tahunnya dapat dihemat dan anggaran
tersalurkan dengan baik.

36 | P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n G e o g r a f i U h a m k a T a h u n
2020
Gambar 1. Proses Pengerukan Sedimentasi Menggunakan alat Berat
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Progam normalisasi Sungai Banjir Kanal Barat kurang lebih sepanjang 9,2 km, dari
sungai Kaligarang Tugu Suharto hingga muara laut arah Bandara Jendral Ahmad Yani,
dimana proyek ini mendapat pinjaman dana dari JBIC (Japan Bank for Internasional
Cooperation) menelan biaya hingga Rp 288 miliar dimulai pada tahun 2010 dan selesai
tahun 2013. Progam ini tidak hanya fokus pada sungai sebagai pengendali banjir namun
juga dibangun sarana wisata seperti taman Banjir Kanal Barat, Track lari, dan wisata terbaru
Bridge Fountain Semarang yang merupakan airmancur menari dengan keindahan
permainan lampunya.
Selain itu, progam normalisasi dan revitalisasi Sungai Banjir Kanal Barat tampaknya
membawa dampak ikutan yang bersifat positif dari segi ekonomi. Keberadaan fasilitas
umum dan wisata di bantaran Banjir Kanal Barat memungkinkan untuk diadakan berbagai
kegiatan sosial dan pariwisata, seperti misalnya festival Banjir Kanal Barat yang diadakan
setiap tahun sejak dimulainya normalisasi. Strategi terpadu hulu dan hilir dengan upaya
kreatif dalam pemanfaatan Sungai Banjir Kanal Barat akan mendatangkan keuntungan
ekonomi yang besar bagi Kota Semarang. Dalam perkembangan sejarah Kota Semarang
yang menunjukan perhatian untuk dijadikan suatu pusat kegiatan karena berada di wilayah
pesisir Laut Jawa dengan topografi yang relative datar yang tentunya memberikan
kemudahan dari segi aksesbilitas dan perekonomian. Kondisi pantai yang mengalami
pengendapan pada saat itu adalah dimana kondisi topografi yang terjadi secara alami,
dimana belum merasakan perasa bahan terkait banjir dan genangan. Dengan kondisi
seperti ini pemerintah kolonial Belanda berusaha merebut dan menguasai Kota Semarang
yang notabene adalah kota pelabuhan. Usaha Belanda menguasai Indonesia adalah
dengan cara menguasai kota di Indonesia yang letaknya sangat strategis untuk
kepentingan perdagangan dan strategi perang, mengingat transportasi baik untuk distribusi
dan perang melalui jalur laut. Permasalahan di Negara Belanda terkait infrastruktur
pengelolaan sumber daya menjadi pengalaman yang berharga ketika pemerintah kolonial
Belanda harus membangun infrastruktur di Kota Semarang, salah satu yang diperhatikan
adalah pembangunan saluran air dengan salah satu buktinya adalah Sungai Banjir Kanal
Barat.
Sistem drainase yang buruk menjadi penyebab utama banjir di Kota Semarang Dari
enam kecamatan langganan banjir, sebagan besar disebabkan karena saluran air tidak
ada, saluran tersumbat sampah dan alat bangunan yang meneganggu saluran Dan
penyebab banjir tersebut, faktor sistem drainase yang buruk memben kontribusi terbesar
Sistem drainase yang buruk inilah yang menyebabkan banjir lokal di Semarang Sistem
drainase yang buruk menyebabkan aliran air tidak lancar sehingga terjadi genangan setiap
37 | P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n G e o g r a f i U h a m k a T a h u n
2020
tali hujan deras (sumber Puslitbang Kimpraswil Kota Semarang 2002). Normalisasi banjir
kanal barat nantinya akan dilhat apakah masih relevansi normalisasi banjir kanal barat
terhadap beberapa jenis kegiatan Fungsi banjir kanal barat sebagai penanggulangan banjir
transportasi kegiatan ekonomi, kegiatan sosial budaya dan penggunaan sumber daya air.
Sungai Banjir Kanal Barat mempunyai beberapa pintu air yang berada di kelurahan
antara lain: 1). Bendan Duwur, 2). Sampangan, 3). Manyaran, 4). Bulustalan, 5). Cabean,
6). Petompon, 7). Barusari, 8). Pindrian Lor, 9). Bulu Lor, 10). Tawang Mas. Dan
mempunyai 6 pompa air yang berada di kelurahan Tawangmas dan Panggung Lor. Dari
kejadian bencana banjir di Kota Semarang yang disebabkan aliran sungai di Banjir Kanal
Barat tampaknya progam normalisasi cukup efektif dengan rincian kejadian genangan
banjir pertahunnya yang berdampak pada aktivitas masyarakat (Tabel 1).

Tabel 1. Kejadian Bencana Banjir disebabkan Aliran Sungai Banjir Kanal Barat
NO TAHUN JUMLAH KEJADIAN
1 2013 1
2 2014 2
3 2015 2
4 2016 0
5 2017 0
6 2018 0
Sumber : BPBN Kota Semarang

Dari data tersebut bisa dikatakan progam Normallisasi sudah berjalan sebagaimana
mestinya. Tinggal bagaimana upaya untuk memperbaiki sistem drainase dan konsistensi
dalam melaksanakan progam normalisasi sungai ini. Maka permasalahan lain yang yang
ada di Sungai Banjir Kanal Barat baik segera ditangani seperti sedimen, bendungan, dan
masalah lainnya menggunakan trobosan – trobosan jitu yang dampaknya bisa dirasakan
warga Semarang.

Gambar 2. Kondisi Sungai Banjir Kanal Barat Saat Ini


Sumber : Dokumentasi Pribadi

38 | P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n G e o g r a f i U h a m k a T a h u n
2020
4. KESIMPULAN
Bencana banjir merupakan suatu masalah yang sering dating apabila musim penghujan
tiba di Kota Semarang. Penyebab banjir sendiri bisa melalui alam dan aktivitas manusia.
Sumber genangan banjir di Kota Semarang dibedakan 3 macam yaitu banjir akibat kiriman
dari hulu, banjir lokal, dan banjir pasang air laut (ROB). Normalisasi terhadap Banjir Kanal
Barat yang bertujuan untuk menanggulangi banjir dan perbaikan terhadap sistem drainase
memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap masalah tersebut. Strategi pengurangan
banjir berupa kombinasi antara revitalisasi Banjir Kanal Barat dan pembangunan Waduk
Jatibarang cukup optimal dengan tidak ditemuinya kejadian banjir sungai di Kota
Semarang. Sektor lain yang turut merasakan dampak positif normalisasi Banjir Kanal
Barat adalah sektor ekonomi yang bisa menjadi daya tarik tersendiri dengan adanya
progam normalisasi Sungai Banjir Kanal Barat. Masalah yang dapat mempengaruhi
tingkat keberhasilan progam normalisasi sungai adalah tingkat sedimentasi yang tinggi,
harapannya pemerintah dapat mencanangkan progam yang tepat untuk penanggulangan
masalah bencana banjir di Kota Semarang.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay, 2002, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

BBWS Pemali Juana. 2014. Laporan Pekerjaan Kajian Daerah Sempadan Sungai Banjir
Kanal Barat Kota Semarang 9,5 KM. Semarang : Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.

Jannah, Wardatul dan Itratip. (2017). Analisis Penyebab Banjir dan Normalisasi Sungai
Unus Kota Mataram. Jurnal Ilmiah Mandalika Education, 3(1), 242-249.

Wismarini, Dwiati dan Dewi, Handayani U.N. (2010). Analisis Sistem Drainase Kota
Semarang Berbasis Sistem Informasi Geografi dalam Membantu Pengambilan
Keputusan bagi Penanganan Banjir. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, XV(1), 41-
51.

Rosyidie, Arief. (2013). Banjir: Fakta dan Dampaknya, Serta Pengaruh dari Penggunaan
Lahan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 24(3), 241-249.

39 | P r o s i d i n g S e m i n a r N a s i o n a l P e n d i d i k a n G e o g r a f i U h a m k a T a h u n
2020

Anda mungkin juga menyukai