Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No.

1 Maret 2017
8

HUBUNGAN POLA MAKAN KARBOHIDRAT, PROTEIN , LEMAK,


DENGAN DIABETES MELLITUS PADA LANSIA
1
Dwi Suprapti
1
STIKes Borneo Cendekia Medika Pangkalan Bun
Email : dwi.suprapti99@gmail.com

ABSTRAK

Lanjut usia dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
seorang manusia. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu jenis penyakit degeneratif
yang mengalami peningkatan setiap tahun di seluruh dunia. Kejadian DM di Indonesia
mengalami peningkatan, pada tahun 2007 sebesar (5,7%) menjadi (6,9%) pada tahun
2013. DM pada lansia di Indonesia merupakan masalah yang penting untuk dilakukan
tindakan pencegahan dan pengendalian DM. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
faktor hubungan pola makan karbohidrat, lemak, protein nabati, protein hewani
dengan DM pada lansia terhadap risiko kejadian DM lansia. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih secara purpossive
berdasarkan kriteria usia 60-90 tahun, tidak memiliki komplikasi penyakit lain, masih
mampu berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi responden, yakni sejumlah 165
subjek. Teknik pengumpulan data menggunakan angket atau wawancara. Analisis
menggunakan univariat, bivariat menggunakan uji Chi-square dan multivariat
menggunakan Regresi logistic sederhana dengan menggunakan program komputer.
Distribusi frekuensi berdasarkan kejadian DM sebesar (53,3%), pola makan
karbohidrat sering (>3x/hari) (58,2%), pola makan lemak sering (>3x/hari) (55,8%),
pola makan protein hewani jarang (<3x/hari) (53,9%), pola makan protein nabati
jarang (<3x/hari) (61,8%), umur lanjur (52,1%), dan jenis kelamin perempuan
(67,3%). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna pola makan
lemak dan umur dengan status diabetes mellitus. Pola makan karbohidrat menjadi
variabel yang dominan dengan kejadian DM pada lansia (p-value 0.006, OR 2.250).
Artinya pola makan karbohidrat sering >3x/hari memiliki peluang risiko terkena DM
sebanyak 2 kali lebih tinggi dibandingkan pola makan karbohidrat yang jarang
<3x/hari. Sehingga lansia diharapkan agar dapat meningkatkan kesadaran terhadap
kesehatan dirinya dengan cara melakukan pemeriksaan kadar gula darah setiap bulan,
mengubah pola hidup yang kurang sehat menjadi pola hidup yang sehat, seperti
mengatur pola makan yang seimbang dengan mengurangi konsumsi karbohidrat,
lemak serta meningkatkan makanan yang banyak mengandung serat seperti: sayur -
sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan kacang-kacangan. Untuk penderita DM yang
baru terdiagnosis perlu secara rutin berkonsultasi pada ahli gizi agar program diet
dapat terlaksana dengan baik, melakukan olahraga ringan, mengikuti promosi
kesehatan mengenai diabetes mellitus yang diberikan oleh tenaga kesehatan, berobat
rutin bagi lansia yang sudah terdiagnosa diabetes mellitus guna mengurangi risiko
terkena diabetes mellitus.

Kata Kunci : Pola makan, aktivitas fisik, stres, lansia.


Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 9

THE RELATIONSHIP OF CARBID HYDRAULIC, PROTEIN, FAT, DIABETES


MELLITUS DIABETES IN ELDERLY

ABSTRACT

Old age can be said to be the final stage of development in a human's life cycle.
Diabetes mellitus (DM) is a type of degenerative disease that has increased every year
throughout the world. The incidence of DM in Indonesia has increased, in 2007 by
(5.7%) to (6.9%) in 2013. DM in the elderly in Indonesia is an important issue for DM
prevention and control. The purpose of this study was to analyze the relationship
factors of carbohydrate, fat, vegetable protein, and animal protein diets with DM in
the elderly to the risk of the incidence of elderly DM. This type of research is
quantitative with a cross sectional approach. The sample was selected purposively
based on the criteria of age 60-90 years, had no complications of other diseases, was
still able to communicate well, was willing to be a respondent, ie a number of 165
subjects. Data collection techniques using questionnaires or interviews. Analysis using
univariate, bivariate using Chi-square test and multivariate using simple logistic
regression using a computer program. Frequency distribution based on DM incidence
(53.3%), frequent carbohydrate diet (> 3x / day) (58.2%), frequent fat diet (> 3x / day)
(55.8%), protein diet rare animal (<3x / day) (53.9%), rare vegetable protein diet
(<3x / day) (61.8%), longevity (52.1%), and female gender (67.3 %). The results
showed a significant relationship between fat diet and age with diabetes mellitus
status. Carbohydrate diet became the dominant variable with the incidence of DM in
the elderly (p-value 0.006, OR 2.250). This means that carbohydrate diets often> 3x /
day have a 2 times higher risk of developing DM compared to carbohydrate diets that
are rarely <3x / day. So that the elderly are expected to be able to increase awareness
of their health by checking blood sugar levels every month, changing unhealthy
lifestyles into healthy lifestyles, such as regulating a balanced diet by reducing the
consumption of carbohydrates, fats and increasing foods that contain lots of fiber such
as: vegetables - fruits, grains and nuts. For newly diagnosed DM sufferers, it is
necessary to routinely consult a nutritionist so that the diet program can be carried
out well, doing light exercise, following health promotion regarding diabetes mellitus
provided by health workers, regular treatment for the elderly who have been
diagnosed with diabetes mellitus in order to reduce the risk of getting affected diabetes
mellitus.

Keywords: Eating patterns, physical activity, stress, elderly.

PENDAHULUAN dijumpai pada usia lanjut dan


Diabetes Mellitus yang umum mengalami peningkatan setiap tahun
dikenal sebagai kencing manis adalah nya di negara-negara seluruh dunia.
penyakit yang ditandai dengan Menurut International of Diabetic
hiperglikemia (peningkatan kadar gula Federation (IDF, 2015) tingkat
darah) yang terus-menerus dan prevalensi global penderita DM pada
bervariasi, terutama setelah makan [1]. tahun 2014 sebesar (8,3%) dari
Diabetes melllitus masuk sebagai salah keseluruhan penduduk di dunia dan
satu penyakit degeneratif yang sering mengalami peningkatan pada tahun
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 10

2015 menjadi 387 juta kasus. Data dari obat secara tepat pada orang lanjut usia.
World Health Organization (WHO), UU No. 13 tahun 1998 tentang
sekitar 347 juta orang di seluruh dunia kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
menderita diabetes, dan diperkirakan adalah seseorang yang telah mencapai
bahwa kematian akibat diabetes akan usia 60 tahun ke atas [4 ]. Menurut UU
meningkat dua pertiga kali antara tahun No. 4 tahun 1995 lansia adalah
2008 dan 2030. Beban diabetes seseorang yang telah mencapai usia 55
meningkat secara global, khusunya di tahun, tidak berdaya mencari nafkah
negara berkembang [2]. sendiri untuk keperluan hidupnya
Pada tahun 2011, Indonesia sehari-hari dan menerima nafkah dari
menempati urutan ke-10 jumlah orang lain maupun dari keluarga.
penderita DM terbanyak di dunia Hasil survei dari Dinas
dengan jumlah 7,3 juta orang dan jika Kesehatan Kota Pangkalan Bun tahun
hal ini berlanjut diperkirakan pada 2014 terdapat jumlah penderita
tahun 2030 penderita DM dapat Diabetes Mellitus usia 50-70 tahun
mencapai 11,8 juta orang. Angka sejumlah 2.147 lansia diabetes
kejadian DM menurut data Riskesdas mellitus, total jumlah lansia di
(2013) terjadi peningkatan dari 5,7% di puskesmas Semanggang sejumlah
tahun 2007 meningkat menjadi 6,9 % 3.461 lansia sehat maupun yang sakit,
di tahun 2013 dari keseluruhan sedangkan lansia yang menderita
penduduk sebanyak 250 juta jiwa. penyakit diabetes mellitus di wilayah
Prevalensi data penderita DM di kerja Puskesmas Semanggang
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 sejumlah 214 lansia. Berdasarkan
mengalami peningkatan dari 14,96% survei awal pada tanggal 28 September
menjadi 16,69% pada tahun 2015. 2016 di Puskesmas Semanggang
Peningkatan prevalensi data penderita terdapat 6 dari 10 pasien lansia positif
DM di atas yakni mencapai 152.075 diabetes mellitus, dan selanjutnya perlu
kasus. Jumlah penderita DM tertinggi diteliti faktor-faktor yang berhubungan
5.919 jiwa di Kota Semarang (Profil dengan kejadian diabetes mellitus pada
Kesehatan Jawa Tengah, 2011). Data lansia.
Depkes RI (2012) menunjukkan rata-
rata kasus penderita DM di Jawa
Tengah sebanyak 4.216 kasus. METODE PENELITIAN
Diabetes mellitus di picu oleh Penelitian ini merupakan
faktor-faktor seperti kurang gerak, penelitian kuantitatif dengan desain
makan yang berlebihan, kehamilan, cross sectional. Penelitian ini
kekurangan produksi hormon insulin, dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas
dan penyakit hormon yang kerjanya Semanggang. Populasi nya adalah
berlawanan dengan insulin [3]. Gaya seluruh lansia yang di Puskesmas
hidup perkotaan dengan pola diit yang Semanggang dengan kriteria usia 60-
tinggi lemak, garam, dan gula secara 90 tahun, tidak memiliki komplikasi
berlebihan mengakibatkan berbagai penyakit lain, masih mampu
penyakit termasuk diabetes mellitus. berkomunikasi dengan baik, dan
Dan hampir 50% pasien diabetes sampel berjumlah 165 responden.
mellitus berusia 65 tahun ke atas. Usia Tehnik pengumpulan data
secara kronologis hanya merupakan menggunakan kuesioner FFQ (Food
suatu determinan dari perubahan yang Frequency Questionnaire), dengan
berhubungan dengan penerapan terapi menanyakan dan mencatat jenis
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 11

makanan apa saja yang terakhir di (52,1%), dan jenis kelamin perempuan
konsumsi satu minggu yang lalu oleh sebesar (67,3%).
responden serta seberapa sering 2. Analisis Bivariat
frekuensi nya. Di beri kode 0 dengan
kategori sering jika frekuensi >3x/hari,
dan kode 1 dengan kategori jarang jika
frekuensi <3x/hari.
Data diambil oleh peneliti dan
dibantu oleh perawat dan kader
posyandu lansia Wilayah Kerja
Hasil analisis pada tabel 2
Puskesmas Semanggang. Data dan
hubungan pola makan karbohidrat
informasi yang terkumpul dianalisis
dengan kejadian diabetes mellitus
secara bertahap menggunakan
didapatkan nilai hitung Odss ratio (OR)
univariat, bivariat (Chi square) dan
sebesar 5.950 dengan nilai p=0.001 ;
multivariat (regresi logistic sederhana).
CI(95%)= 3.010-11.769. Persentase
pola makan karbohidrat jarang sebesar
(41.8%) dan pola makan karbohidrat
HASIL
sering sebesar (58.2%), beda
1. Analisis Univariat
proporsinya sebesar (16.4%). Lansia
yang memiliki pola makan karbohdirat
sering >3x/hari memiliki peluang
risiko terkena diabetes mellitus 6 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan
lansia yang memiliki pola makan
karbohidrat jarang <3x/hari. Hal ini
menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan pola makan karbohidrat
dengan kejadian diabetes mellitus.

Sebagian besar yang DM


sebesar (53.3%), pola makan
karbohidrat sering >3x/hari (58.2%),
pola makan lemak sering >3x/hari
(55.8%), pola makan protein hewani
jarang <3x/hari sebesar (53.9%), pola
makan protein nabati jarang
<3x/hari (61.8%), umur lanjut sebesar
Lansia yang memiliki pola makan
Hasil analisis pada tabel 3 lemak sering >3x/hari memiliki
hubungan pola makan lemak dengan peluang risiko terkena diabetes
kejadian diabetes mellitus didapatkan mellitus 2 kali lebih tinggi
nilai hitung Odss ratio (OR) sebesar dibandingkan dengan lansia yang
2.445 dengan nilai p=0.005 ; CI(95%)= memiliki pola makan lemak jarang
1.303-4.590. Persentase pola makan <3x/hari. Hal ini menunjukkan terdapat
lemak jarang sebesa (44.3%) dan pola hubungan yang signifikan pola makan
makan lemak sering sebesar (55.7%), lemak dengan kejadian diabetes
beda proporsinya sebesar (11.4%). mellitus.
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 12

dibandingkan dengan lansia yang


memiliki pola makan protein hewani
jarang <3x/hari. Hal ini menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan pola
makan protein hewani dengan kejadian
diabetes mellitus.

Hasil analisis pada tabel 4


hubungan pola makan protein nabati
dengan kejadian diabetes mellitus
didapatkan nilai hitung Odss ratio
(OR) sebesar 2.737 dengan nilai
p=0.002 ; CI(95%)= 1.432-5.231. Hasil analisis pada tabel 6
Persentase pola makan protein nabati hubungan umur dengan kejadian
jarang sebesar (62%) dan pola makan diabetes mellitus, didapatkan nilai
protein nabati sering sebesar (38%), hitung Odss ratio (OR) sebesar 2.019
beda proporsinya sebesar (24%). dengan nilai p=0.026 ; CI(95%)=
Lansia yang memiliki pola makan 1.085-3.758. Persentase umur lanjut
protein nabati jarang <3x/hari memiliki (60-75th) sebesar (52%) dan umur tua
peluang risiko terkena diabetes (76-90th) sebesar (48%), beda
mellitus 3 kali lebih tinggi proporsinya sebesar (4%). Lansia usia
dibandingkan dengan lansia yang lanjut (60-75th) memiliki peluang
memiliki pola makan protein nabati risiko terkena diabetes mellitus 2 kali
sering >3x/hari. Hal ini menunjukkan lebih tinggi dibandingkan dengan
terdapat hubungan yang signifikan pola lansia usia tua (76-90). Hal ini
makan protein nabati dengan kejadian menunjukkan terdapat hubungan yang
diabetes mellitus. signifikan antara umur dengan kejadia
diabetes mellitus.

Hasil analisis pada tabel 5


hubungan pola makan protein hewani Hasil analisis pada tabel 7
dengan kejadian diabetes mellitus hubungan jenis kelamin dengan
didapatkan nilai hitung Odss ratio kejadian diabetes mellitus, didapatkan
(OR) sebesar 2.869 dengan nilai nilai hitung Odss ratio (OR) sebesar
p=0.001 ; CI(95%)= 1.522-5.407. 2.393 dengan nilai p=0.009 ; CI(95%)=
Persentase pola makan protein hewani 1.229-4.659. Persentase kelamin
jarang sebesar (46%) dan pola makan perempuan sebesar (67%) dan jenis
protein hewani sering sebesar (54%), kelamin laki-laki sebesar (33%), beda
beda proporsinya sebesar (8%). Lansia proporsinya sebesar (34%). Lansia
yang memiliki pola makan protein yang berjenis kelamin perempuan
hewani sering >3x/hari memiliki memiliki peluang risiko terkena
peluang risiko terkena diabetes diabetes mellitus 2 kali lebih tinggi
mellitus 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 13

berjenis kelamin laki-laki. Hal ini responden sebanyak 148 (89,7%)


menunjukkan terdapat hubungan yang dengan frekuensi terbanyak adalah
signifikan antara umur dengan kejadia >3x/hari sebanyak 112 responden
diabetes mellitus. (68%). Dalam satu centong nasi (100 g)
URT terdapat (27,9 g) karbohidrat
dengan indeks glikemik 86 tergolong
makanan yang memiliki indeks
glikemik tinggi, semakin sering
responden mengkonsumsi makanan
yang memiliki indeks glikemik tinggi,
dapat mengakibatkan kenaikkan kadar
gula dalam darah secara cepat.
Hasil secara statistik
menunjukkan adanya hubungan antara
Hasil analisis pada tabel 8 akhir pola makan dengan kejadian DM pada
multivariat diketahui nilai OR paling lansia dengan p-value sebesar 0.001 (p-
tinggi yaitu terdapat pada variabel value <0.005), dengan nilai OR =
karbohidrat, maka faktor dominan dari 5.950. Artinya lansia yang memiliki
kejadian diabetes mellitus adalah pola pola makan karbohidrat sering >3x/hari
makan karbohidrat setelah di kontrol mempunyai peluang risiko 6 kali lebih
oleh variab tinggi untuk menderita diabetes
el jenis kelamin. Variabel pola mellitus dibanding dengan lansia yang
makan protein hewani merupakan memiliki pola makan karbohidrat
variabel confounding karena p-value jarang <3x/hari. Hasil penelitian ini
>0.005. Kemudian dari hasil analisis sesuai dengan hasil penelitian yang
multivariat diperoleh variabel yang dilakukan oleh Schulze et al, (2004)
berhubungan dan bermakna dengan yang menyatakan bahwa ada hubungan
status diabetes mellitus adalah variabel asupan karbohidrat dengan
pola makan lemak dan umur. Hasil peningkatan kadar gula darah, sehingga
analisis didapatkan OR paling tinggi menyebabkan timbulnya penyakit DM
pada variabel pola makan karbohidrat tipe II.
2.250 artinya pola makan karbohidrat Asupan makanan merupakan
sering >3x/hari memiliki peluang faktor risiko yang diketahui dapat
risiko terkena DM sebanyak 2 kali menyebabkan DM salah satunya
lebih tinggi dibandingkan pola makan asupan karbohidrat. Semakin
karbohidrat yang jarang <3x/hari. berlebihan asupan makanan, besar
kemungkinan terjangkitnya DM tipe II.
Mekanisme hubungan asupan
karbohidrat dengan kejadian DM tipe II
PEMBAHASAN dimana Karbohidrat akan dipecah dan
Hubungan pola makan karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida,
dengan Kejadian DM Pada Lansia terutama gula. Penyerapan gula
Sebagian besar lansia dengan menyebabkan peningkatan kadar gula
frekuensi pola makan karbohidrat darah dan meningkatkan sekresi
sering (>3x/hari) dengan DM yaitu insulin. Konsumsi karbohidrat yang
sebesar (70,8%), nasi adalah jenis berlebihan menyebabkan lebih banyak
makanan pokok yang persentase nya gula di dalam tubuh, pada penderita
paling tinggi di konsumsi oleh DM tipe II jaringan tubuh tidak mampu
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 14

menyimpan dan menggunakan gula, tandai dengan adanya peningkatan


sehingga kadar gula darah dipengaruhi kadar kolesterol darah, LDL dan
oleh tingginya asupan karbohidrat yang penurunan HDL ataupun peningkatan
dimakan. Pada penderita DM tipe II kadar trigliserida dalam darah yang
dengan asupan karbohidratnya tinggi merupakan faktor independen terhadap
melebihi kebutuhan, memiliki resiko penyakit jantung [7].
12 kali lebih besar untuk tidak dapat Hasil secara statistik
mengendalikan kadar glukosa darah menunjukkan hubungan yang
dibandingkan dengan penderita yang signifikan pola makan lemak dengan
memiliki asupan karbohidrat sesuai kejadian diabetes mellitus. Dengan
dengan kebutuhan [5]. nilai p=0,005 dan Odss ratio (OR)
Hubungan pola makan lemak sebesar 2.445,Lansia yang memiliki
dengan kejadian DM pada lansia pola makan lemak sering >3x/hari
Sebagian besar lansia dengan memiliki peluang risiko terkena
frekuensi pola makan lemak sering diabetes mellitus 2 kali lebih tinggi
(>3x/hari) dengan DM yaitu sebesar dibandingkan dengan lansia yang
(55,7%), dan jenis makanan memiliki pola makan lemak jarang
cemilan/jajanan yang sering <3x/hari. Dan hal ini tidak sejalan
dikonsumsi oleh responden adalah dengan penelitian yang dilakukan oleh
donat sebanyak 65 responden (39,39%) Diah Ayu Apritasari Mahendri tentang
dengan frekuensi dua kali perminggu hubungan antara konsumsi karbohidrat
sebesar (16,36%). Dalam satu buah dan kolesterol terhadap kadar glukosa
donat diameter 5 cm (100 g) darah pada penderita diabetes mellitus
mengandung (61,12 g) karbohidrat, tipe II rawat jalan di RSUD Dr.
(10,33 g) lemak, dan (6,85 g) protein, Moewardi menyatakan bahwa tidak
dengan indeks glikemik 76 tergolong ada hubungan antara konsumsi
pada makanan yang memiliki indeks karbohidrat dengan kadar glukosa
glikemik tinggi . Jika tempat darah GDP dan GD2JPP dan tidak ada
penyimpanan gula sudah penuh yakni hubungan antara konsumsi kolesterol
otot atau hati, gula akan di simpan di dengan kadar glukosa darah GDP tetapi
dalam sel lemak dan di dalam sel lemak ada hubungan antara konsumsi
gula akan di ubah menjadi lemak [5]. kolesterol dengan kadar glukosa darah
Lemak merupakan sumber energi GD2JPP.
terbesar yang dapat menyebabkan Konsumsi lemak dalam
obesitas. Pada orang yang obesitas sel - makanan berguna untuk memenuhi
sel lemak tersebut akan menghasilkan kebutuhan energi, membantu
beberapa zat yang digolongkan sebagai penyerapan vitamin A, D, E dan K serta
adipositokin. Zat tersebut menambah lezatnya makanan [8].
menyebabkan resistensi terhadap Perbanyak konsumsi makanan yang
insulin. Akibat resistensi insulin, gula mengandung lemak tidak jenuh, baik
darah sulit masuk ke dalam sel tunggal maupun rangkap dan hindari
sehingga gula di dalam darah tinggi konsumsi lemak jenuh. Asupan lemak
atau hiperglikemi[6]. Pada penderita berlebih merupakan salah satu
Diabetes mellitus terjadinya resistensi penyebab terjadinya resistensi insulin
insulin yang menyebabkan dan kelebihan berat badan. Oleh karena
peningkatan kadar glukosa darah, itu, hindari pula makanan yang
tekanan darah, hiperinsulinemia dan digoreng atau banyak mengggunakan
ketidaknormalan fungsi lemak yang di minyak. Lemak tidak jenuh tunggal
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 15

(monounsaturated) yaitu lemak yang tempe mudah didapat dan harganya


banyak terdapat pada minyak zaitun, terjangkau oleh seluruh lapisan
buah avokad dan kacang-kacangan. masyarakat. Dalam satu potong tempe
Lemak ini sangat baik untuk penderita URT (25 g) mengandung (3,2 g)
DM karena dapat meningkatkan HDL karbohidrat, protein (20,8 g), dan
dan menghalangi oksidasi LDL. Lemak lemak (8,8 g). Menurut Suyono (2007),
tidak jenuh ganda (polyunsaturated) berkurangnya aktivitas insulin pada
banyak terdapat pada telur, lemak ikan diabetes dapat menghambat sintesis
salem dan tuna [8]. protein. Hasil secara statistik
menunjukkan ada hubungan antara
Hubungan pola makan protein pola makan protein nabati dengan
nabati dengan kejadian diabetes kejadian DM dengan p-value 0,002 dan
mellitus OR 2.737. Artinya lansia yang
Sebagian besar lansia dengan mengonsumsi protein nabati jarang
frekuensi pola makan protein nabati (<3x/hari) memiliki risiko 3 kali lebih
jarang (<3x/hari) dengan DM sebesar tinggi dibandingkan dengan lansia
(62,7%). Makanan sumber protein yang mengonsumsi protein nabati
dibagi menjadi dua, yaitu sumber sering ( >3x/hari). Penelitian ini tidak
protein nabati dan sumber protein sejalan dengan penelitian yang
hewani. Protein nabati adalah protein dilakukan oleh Kunthi Wandansari
yang didapatkan dari sumber - sumber (2013) tentang hubungan pola makan
nabati. Sumber protein nabati yang dengan dan aktivitas fisik dengan
baik dianjurkan untuk dikonsumsi kejadian diabetes mellitus di RSUD Dr.
adalah dari kacang - kacangan, di Moewardi Surakarta, mengatakan
antaranya adalah kacang kedelai bahwa tidak ada hubungan antara pola
(termasuk produk olahannya, seperti makan mengonsumsi karbohdirat,
tempe, tahu, susu kedelai dan lain- konsumsi protein hewani, konsumsi
lain), kacang hijau, kacang tanah, protein nabati, konsumsi buah-buahan,
kacang merah dan kacang polong [9]. konsumsi makanan jajanan, konsumsi
Selain berperan membangun dan fast food dengan kejadian DM tipe 2
memperbaiki sel-sel yang sudah rusak, sedangkan yang berhubungan dengan
konsumsi protein juga dapat kejadian DM adalah variabel aktivitas
mengurangi atau menunda rasa lapar fisik. Protein merupakan sumber asam
sehingga dapat menghindarkan amino yang dibutuhkan tubuh untuk
penderita diabetes dari kebiasaan proses pertumbuhan serta sumber
makan yang berlebihan yang memicu energi bersama karbohidrat dan lemak.
timbulnya kegemukan. Makanan yang Protein terdiri dari 2 jenis yaitu protein
berprotein tinggi dan rendah lemak hewani dan protein nabati. Protein
dapat ditemukan pada ikan, daging nabati adalah protein yang didapatkan
ayam bagian paha dan sayap tanpa dari sumber-sumber nabati. Sumber
kulit, daging merah bagian paha dan protein nabati yang baik dianjurkan
kaki, serta putih telur [9]. untuk dikonsumsi adalah dari kacang-
Sumber protein nabati yang kacangan, di antaranya adalah kacang
paling sering dikonsumsi dan memiliki kedelai (termasuk produk olahannya,
persentase paling tinggi adalah tempe seperti tempe, tahu, susu kedelai dan
sebanyak 105 responden (63,7%) lainlain), kacang hijau, kacang tanah,
dengan frekuensi tiga kali sehari kacang merah dan kacang polong [9].
sebesar (45,5%). Hal ini dikarenakan
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 16

Pada masyarakat Indonesia (62,42%) dengan frekuensi empat kali


sumber utama protein berasal dari jenis perminggu sebesar (27,3%). Hal ini
nabati yang bersumber pada beberapa dikarenakan responden merasa terlalu
kacang-kacangan karena mudah mahal jika membeli daging sapi
didapat dan harganya relatif murah. maupun ayam, sebagai gantinya maka
Fungsi utama protein adalah untuk responden mengonsumsi telur ayam.
pertumbuhan dan mengganti sel-sel Dalam satu butir telur ayam terdapat
yang rusak. Protein akan digunakan (0,77 g) karbohidrat, lemak (9,94 g),
sebagai sumber energi apabila dan (12,58 g) protein [6]. Asupan
ketersediaan energi dari sumber lain protein sebesar 0,8 g/kg BB ideal dapat
yaitu karbohidrat dan lemak tidak mempertahankan protogenesis, dengan
mencukupi melalui proses catatan 50% daripadanya harus berasal
glikoneogenesis. Hal tersebut sesuai dari protein hewani.
dengan yang dikemukakan oleh Hasil secara statistik
Almatsier (2003) dan Djojosoebagio menunjukkan adanya hubungan antara
(1996) bahwa pencernaan protein pola makan protein hewani dengan
menghasilkan asam amino dan kejadian DM pada lansia dengan p-
sebagian besar asam amino digunakan value sebesar 0.001 (p-value <0.005),
untuk pembangunan protein tubuh. dengan nilai OR = 2.869. Artinya
Bila tidak tersedia cukup karbohidrat lansia yang memiliki pola makan
dan lemak untuk kebutuhan energi protein hewani sering >3x/hari
maka sebagian dari asam amino mempunyai peluang risiko 3 kali lebih
dipecah melalui jalur yang sama tinggi untuk menderita diabetes
dengan glukosa untuk menghasilkan mellitus dibanding dengan lansia yang
energi. Hal tersebut juga dikemukakan memiliki pola makan protein hewani
oleh: Asdie (2000) bahwa pada jarang <3x/hari. Hal ini tidak sejalan
pengidap diabetes yang tidak dengan hasil penelitian Tri Lasmawati
terkendali protein tubuh akan dipecah (2013) tentang hubungan asupan
menjadi asam amino yang akan energy, protein dan zinc terhadap kadar
digunakan sebagai substrat untuk gula darah pasien DM Tipe 2 di Klub
proses glikoneogenesis sehingga kadar Persadia RSU Santo Antonius Kota
glukosa darah pengidap diabetes Pontianak menyatakan bahwa tidak ada
semakin meningkat. Almatsier (2003), hubungan antara asupan energy,
protein dalam jumlah yang berlebihan protein dan zinc terhadap kadar gula
akan diubah menjadi lemak dan darah pasien DM Tipe 2 di Klub
disimpan dalam tubuh yang juga akan Persadia RSU Santo Antonius Kota
menjadi substrat untuk proses Pontianak.
glikoneogenesis. Selain berperan membangun dan
Hubungan pola makan protein memperbaiki sel-sel yang sudah rusak,
hewani dengan kejadian diabetes konsumsi protein juga dapat
mellitus mengurangi atau menunda rasa lapar
Sebagian besar lansia dengan sehingga dapat menghindarkan
frekuensi pola makan protein hewani penderita diabetes dari kebiasaan
(>3x/hari) dengan DM sebesar makan yang berlebihan yang memicu
(62,7%). Sumber protein hewani yang timbulnya kegemukan. Makanan yang
paling sering dikonsumsi dan memiliki berprotein tinggi dan rendah lemak
persentase paling tinggi adalah telur dapat ditemukan pada ikan, daging
ayam sebanyak 103 responden ayam bagian paha dan sayap tanpa
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 17

kulit, daging merah bagian paha dan perempuan adalah 11,5 %


kaki, serta putih telur [9]. (dibandingkan dengan 8,7% pada laki-
Hubungan Umur dengan Kejadian laki), sedangkan prevalensi DM pada
DM pada Lansia perempuan adalah 6,4% (dibandingkan
Sebagian besar umur lansia dengan 4,9% pada laki-laki).
dengan DM adalah pada umur lanjut Secara prevalensi, wanita dan
(60-90 tahun) yaitu sebesar 61,6%. pria mempunyai peluang yang sama
Hasil penelitian menunjukkan terkena diabetes. Hanya saja, dari
hubungan umur yang secara statistik faktor risiko, wanita lebih berisiko
signifikan antara umur lansia dan risiko mengidap diabetes karena secara fisik
lansia untuk mengalami Diabetes wanita memiliki peluang peningkatan
Mellitus dengan p-value 0.026 dan indeks masa tubuh yang lebih besar.
nilai Odds Ratio 2.019. Lansia yang Sindroma siklus bulanan (premenstrual
memiliki umur lanjut akan mudah syndrome), pasca-menopouse yang
untuk terkena DM sebanyak 2 kali membuat distribusi lemak tubuh
lebih tinggi daripada lansia yang menjadi mudah terakumulasi akibat
memiliki umur tua. Hal ini sejalan proses hormonal tersebut sehingga
dengan penelitian yang dilakukan oleh wanita berisiko menderita diabetes
Dita Garnita (2012) tentang faktor melitus tipe 2. Selain itu pada wanita
risiko diabetes mellitus di Indonesia yang sedang hamil terjadi
(Analisis Data Sakerti 2007), yang ketidakseimbangan hormonal
menyatakan bahwa terdapat hubungan progesteron tinggi, sehingga
yang signifikan antara setiap kategori meningkatkan sistem kerja tubuh untuk
umur dengan kejadian Diabetes merangsang sel-sel berkembang
Mellitus, dan kelompok umur yang (termasuk pada janin), tubuh akan
mempunyai risiko terbesar untuk memberikan sinyal lapar dan pada
mengalami diabetes adalah diatas usia puncaknya menyebabkan sistem
50 keatas. metabolisme tubuh tidak bisa
Hubungan Jenis Kelamin dengan menerima langsung asupan kalori dan
Kejadian DM pada Lansia menggunakannya secara total sehingga
Sebagian besar jenis kelamin terjadi peningkatan kadar gula darah
lansia dengan DM adalah lansia dengan saat kehamilan [10].
jenis kelamin perempuan yaitu sebesar
60,4%. Hasil penelitian menunjukkan
ada hubungan dan secara statistik KESIMPULAN DAN SARAN
signifikan antara jenis kelamin dengan Terdapat hubungan yang
risiko lansia untuk mengalami Diabetes bermakna antara pola makan
Mellitus dengan p-value0.009 dan nilai karbohidrat, pola makan lemak, pola
Odds Ratio 2,393. Lansia yang berjenis makan protein nabati, pola makan
kelamin perempuan akan mengalami protein hewani, umur dan jenis kelamin
DM 2.393 kali lebih tinggi daripada denga kejadian diabetes mellitus pada
lansia yang berjenis kelamin laki-laki. lansia. Bagi lansia diharapkan agar
Hal ini sejalan dengan hasil Riset dapat meningkatkan kesadaran
Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan terhadap kesehatan dirinya dengan cara
bahwa prevalensi TGT dan DM melakukan pemeriksaan kadar gula
menurut pemeriksaan gula darah darah setiap bulan serta, mengubah
perempuan lebih tinggi dibandingkan pola hidup yang kurang sehat menjadi
dengan laki-laki. Prevalensi TGT pada pola hidup yang lebih baik dan sehat,
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 18

seperti mengatur pola makan yang ADA (American Diabetes Association)


seimbang dengan mengurangi 2004. Diagnosis and
konsumsi karbohidrat serta Classification of DM.
meningkatkan makanan yang banyak Diabetes Care, vol 27.
mengandung serat seperti: sayur - Available from: http:// care.
sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan diabetesjournals. org/ content/
kacang-kacangan. Untuk penderita DM 27/suppl_1/s5.full.pdf+html[1
yang baru terdiagnosis perlu secara 9 Februari 2016].
rutin berkonsultasi pada ahli gizi agar Andrani, dewi. (2014). Pengetahuan
program diet dapat terlaksana dengan dan Motivasi Perawat dengan
baik, sehingga kadar gula darah dapat Keamanan Pemberian Terapi
dikendalikan. Serta melakukan Obat. Diakses pada tanggal 24
olahraga ringan, mengikuti promosi February 2016.
kesehatan mengenai diabetes mellitus Susanto, T. 2013. Diabetes deteksi,
yang diberikan oleh tenaga kesehatan, pencegahan, pengobatan.
dan berobat rutin bagi lansia yang Buku pintar. Yogyakarta.
sudah terdiagnosa diabetes mellitus United States Departement of
guna mengurangi risiko terkena Agriculture (USDA), (2007).
diabetes mellitus. Nutrient Database for
Standard Reference. RI.
Almatsier, S. (2005). Penuntun Diet
RUJUKAN Edisi Baru, Jakarta, PT
Bilous R, dan Richard D. (2014). Buku Gramedia Pustaka Umum.
Pegangan Diabetes Edisi Ke Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar
4. Jakarta : Bumi Medika. Ilmu Gizi. PT.Gramedia
World Health Organization. (2011). Pustaka Utama. Jakarta.
Diabetes. Available From: Damayanti, A. (2010). Prevalensi dan
http://www.who.int/mediacen Faktor Risiko Kejadian
tre/factsheets/fs312/en/index. Diabetes Melitus di Daerah
html. [Accessed Desember Urban Indonesia. Jakarta :
2016]. Tesis FKMUI.
Brown, Judith E. et al. (2005). Depkes RI. (2012), Profil Kesehatan
Nutrition Through the Life Indonesia Tahun 2011.
Cycle. (2nded). Wadsworth: Jakarta : Departemen
USA. Kesehatan RI.
Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Dinkes Jateng. (2011). Profil
Mengenal Usia Lanjut dan Kesehatan Jawa Tengah.
Perawatannya. Jakarta: Semarang : Depkes Jateng.
Salemba Medika. DKK semarang (2014). Profil
Paruntu, Olga Lieke. 2012. Asupan Kesehatan Kota Semarang
Gizi dengan Pengendalian 2013 Semarang; Dinas
Diabetes Pada Diabetisi Tipe Kesehatan Kota Semarang.
II Rawat Jalan di BLU Prof. Garnita, Dita.(2012). “Faktor Risiko
Dr. R. D. Kandou Poltekkes Diabetes Melitus di Indonesia
Manado. (Analisis Data Sakerti 2007)”.
Kariadi, Sri Hartini KS. 2009. Diabetes Depok: Universitas Indonesia.
? Siapa Takut! Bandung: International Diabetic Federation,
Penerbit Qanita. (2015), IDF Diabetes Atlas,
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 19

http://www.idf.org/atlasmap/a
tlasmap, 03 Oktober 2016.
Balitbang Kemenkes RI. (2013). Riset
Kesehatan Dasar;
RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.
Balitbang Kemenkes RI. (2007). Riset
Kesehatan Dasar;
RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.
Supariasa. (2014). Penilaian Status
Gizi. Penerbit EGC. Jakarta.
Jiang R. Schulze MB, Rifai N, et al .
(2004) Non-HDL Cholestrol
and apolipoprotein B predict
cariovasculer disease events
among men with type 2.
diabetic care 2004; 1991-7.
Ayu, Dyah. (2015). Hubungan Antara
Konsumsi Karbohidrat dan
Kolesterol Terhadap Kadar
Glukosa Darah pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe II
Rawat Jalan di RSUD Dr.
Moewardi.
Wandansari, Kunthi. (2013).
Hubungan pola makan dan
aktivitas fisik dengan kejadian
DM Tipe 2 di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Skripsi:
Prodi kesehatan masyarakat
fakultas ilmu kesehatan
universitas muhammadiyah
Surakarta.
Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio.
(1996). Fisiologi Nutrisi.
Edisi Kedua. UI-Press. Jakarta
Ahmad H.Asdie. (2000). Diagnosis dan
klasifikasi diabetes melitus.
Dalam : Patogenesis dan
terapi diabetes melitus tipe 2.
Edisi 1. Yogyakarta :
MEDIKA. Fakultas
Kedokteran UGM. Hal : 1.
Jurnal Borneo Cendekia Vol. I No. 1 Maret 2017 20

Anda mungkin juga menyukai