Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Typhus Abdominalis terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di daerah tropis. Diare dan Typhoid abdominalis (demam thypoid, entric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran, penyebab penyakit ini adalah Salmonela Thyphosa (Ngatsiyah, 236 : 2005) Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam hati dan empedu. Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh meningkat hingga 40oC dengan frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri tekan di perut. Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia < 20 tahun. Kenyataannya sekarang penderita penyakit typhus di Kota Kendarimasih tinggi khususnya pada tahun 20102011 tercatat penderita typhus mencapai 3285 kasus , untuk kasus ini masuk dalam kategori 10 jenis penyakit terbesar. Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever

atau thypus abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus. Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan sumber pencemaran. Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis. B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan surveilans penyakit Typhus Abdominalis di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Kendari pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui pelaksanaan Surveilans yang menyangkut pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interprestasi data penyakit Typhus Abdominalis di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Kendari pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011. Untuk mengetahui distribusi penyakit Typhus Abdominalis berdasarkan orang di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Kendari pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011. Untuk mengetahui distribusi penyakit Typhus Abdominalis berdasarkan waktu di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Kendari pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2011.

C. MANFAAT Manfaat dalam melakukan surveilans praktek lapangan di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu : a. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara

Sebagai masukan dalam perencanaan program kesehatan untuk masyarakat dan penyusunan program untuk mengatasi penyakit typhus sedini mungkin. 2. Bagi Masyarakat Memberikan informasi tentang bahaya terhadap penyakit penyakit typhus 3. Bagi Peneliti Sebagai bentuk pengalaman nyata dalam menerapkan konsep teori dengan riset di lapangan dan sebagai bahan informasi dalam memperluas atau memperkaya wawasan bagi peneliti maupun pembaca/pemerhati kesehatan masyarakat khususnya tentang penyakitpenyakit typhus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. a.

TINJAUAN UMUM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI Pengertian Surveilans Epidemiologi Surveilans epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus-menerus

terhadap suatu penyakit dengan cara pengumpulan (host, agent, environment dan determinan) pengolahan, analisis, interprestasi, sampai dengan desiminasi informasi kepada unit terkait yang membutuhkan untuk mengambil tindakan. b. Ciri-ciri Surveilans

Ciri-ciri surveilans secara garis besar ada 5 yaitu sebagai berikut : a. b. c. d. e. Adanya keteraturandalam pengumpulan dan interprestasi data. Adanya upaya terus menerus. Kesederhanaanartinya mudah didapat dan dikerjakan. Harus ada kemudahan untuk dimengerti. Ada indikator yang dapat mengukur keberhasilan kegiatan surveilans.

c.

Tujuan surveilans epidemiologi

a) b)

Identifikasi kelompok penduduk beresiko tinggi. Menentukan penyakit dan prioritas penanggulangannya.

c)

Untuk bahan evaluasi antara input pada berbagai program kesehatan dengan hasil

luarannya yang berupa insidensi dan prevalensi penyakit dalam masyarakat. d) Untuk memonitor kecenderungan (trend) perkembangan situasi kesehatan maupun penyakit

dalam masyarakat. e) Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan peningkatan System Kewaspadaan Dini (SKD).

B. a.

TINJAUAN UMUM PENYAKIT TYPHUS ABDOMINALIS Pengertian

Typhus merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering menyerang anak. Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa. Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih susu, bagian tepinya merah terang. Bibir kering, dan kondisi fisik tampak lemah, serta nyata tampak sakit. Jika sudah lanjut, mungkin muncul gejala kuning, sebab pada tipus organ hati bisa membengkak seperti gejala hepatitis. Pada tipus limpa juga membengkak. Kuman tipus tertelan lewat makanan atau minuman tercemar. Bisa jadi sumbernya dari pembawa kuman tanpa ia sendiri sakit tipus. Kuman bersarang di usus halus, lalu menggerogoti dinding usus b. Etiologi (Penyebab)

Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A, dan Salmonella paratyphii B. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasan aerob dan

fakultatif anaerob pada suhu 15 41C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 6 8. Lihat pada gambar berikut : Gambar Virus Salmonella typhi c. a) Tanda dan Gejala Demam, Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitens dan

suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setia hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu keempat. b) Gangguan pada saluran pencernaan, Pada mulut terdapat bau nafas tidak sedap (halitosis),

bibir kering dan pecah-pecah (rhagaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar diserta nyeri pada perabaan. c) Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak dalam, yaitu

apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). d) Disamping gejala diatas, pada punggung atau anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu

bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit terutama ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis. ( Ngastiyah, 2005 ). d. Epidemiologi

Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Khususnya di kota kendari didapatkan 3285 kasus selama 2 tahun terakhir pada tahun 2010-2011. Insiden penderita berumur 1-9 tahun adalah 32.38%, 10-19 tahun adalah 33.91%, 20-29 tahun adalah 15.55%, 30-39 tahun adalah 8.43%, 40-49 tahun adalah 5.57%, 5059 tahun adalah 2.49% dan 60 tahun keatas 1.64%.

e.

Patofisologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. f. Faktor Resiko

Penyakit Typhus dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar dengan kuman Typhus. Bila anda sering menderita penyakit ini kemungkinan besar makanan atau minuman yang Anda konsumsi tercemar bakterinya. Hindari jajanan di pinggir jalan terlebih dahulu atau telur ayam yang dimasak setengah matang pada kulitnya tercemar tinja ayam yang mengandung bakteri Typhus , Salmonella typhosa, kotoran, atau air kencing dari penderita Typhus. g. Upaya Pencegahan

Untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini kini sudah ada Vaksin Tipes atau Tifoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun atau dapat dengan cara : Usaha terhadap lingkungan hidup : Penyediaan air minum yang memenuhi Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene Pemberantasan lalat. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.

2.

Usaha Terhadap Manusia

Imunisasi. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi dan personal hygiene. h. 1. a) Pengobatan penggunaan obat : Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam

tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas demam.Penyuntikan kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.Dengan kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari. b) Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan

kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid dapat turun ratarata 5-6 hari.

c)

Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-

trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demam rata-rata turun d setelah 5-6 hari. d) Ampicillin dan Amoxicillin : Dalam hal kemampuan menurunkan demam, efektivitas

ampicillin dan amoxicillin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan Amoxicillin dan Ampicillin, demam rata-rata turun 7-9 hari. e) Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin

generasi ketiga antara lain cefoperazon, ceftriaxon, dan cefotaxime efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti. f) Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian

belum diketahui dengan pasti. 2. a) Perawatan Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap

berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. b) Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan-perubahan posisi berbaring

untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. 3. a) Diet Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari

komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus. b) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk

pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

C. a.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat berdasarkan hasil pengamatan yang nyata di lapangan. b. Waktu dan Tempat Pengambilan Data

Pengambilan data ini dilaksanakan pada tanggal 26 maret 2013 sampai dengan 03 april 2013 di Dinas Kesehatan kota kendari.

c.

Populasi dan Sampel

1.

Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh puskesmas atau rumah sakit yang ada di kota kendari yang menderita penyakit typhus abdominalis tahun 2010-2011. 2. Sampel

Penderita penyakit typhus abdominalis yang berobat di puskesmas atau Rumah Sakit sakit yang ada di kota kendari yang menderita penyakit typhus abdominalis tahun 2010-2011.

d.

Sumber Data

Sumber data berasal dari data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan cara menelaah dokumen seperti mengkopi file surveilans penyakit di dinaskesehatan kota kendari tahun 20102011, dimana data sekunder ini dengan mendukung data data primer. e. Pengolahan dan Penyajian data

Proses pengolahan data dengan menggunakan system koputerisasi dengan program Microsoft Excel. Data yang telah diolah dianalisis secara Deskriptif yaitu penyajian data dalam bentuk tabel dan grafik.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

1.

Pelaksanaan surveilans

Kegiatan tidak berjalan maksimal dikarenakan alokasi anggaran untuk setiap kegiatan sangat minim, alur pengiriman laporan dan informasi kejadian sangat lamban, khususnya RS.Ketepatan laporan tidak akurat masih kurangnya kesadaran dari petugas Puskesmas dan RS untuk aktif melaporkan setiap kasus-kasus penyakit PD3I melalui format W2 atau melalui SMS.Adanya tugas rangkap bagi petugas Surveilans sehingga tugas pokoknya tidak dapat dikerjakan secara maksimal. 2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data tidak menggunakanbuku register,tetapi berdasarkan formatkode C, yaitu kertas resep yang diberikan kepada penderita pada saat pendaftaran di loket.Lembaran tersebut memuat keterangan tentang nomor register, nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat, kunjungan kasus (lama/baru), status kunjungan, tanggal berobat, dokter pemeriksa, pemberi obat,

diagnosa penyakit, dan pengobatannya. Keterangandalam kertas resep ini akan di input ke komputer untuk pengolahan dan analisis. 3. Pengolahan Data

Pengolahan

data

penyakit

di

puskesmas /Rumah

Sakityang

ada

di

kota

kendarimenggunakan komputer progam data base. Data yang telah dikumpulkan kemudian dikompilasi dalam bentuk formulir LB1 sebagai bahan laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kendari.

4.

Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian di analisis berdasarkan karakteristik penderita, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik. Hasil analisis inilah yang digunakan oleh tenaga

surveilans untuk memantau dan mendeteksi adanya peningkatan kasus tipus berdasarkan orang, tempat dan waktu.

5.

Pelaporan data

Data hasil analisis kemudian di kompilasi dalam bentuk formulir LB 1 dan format laporan Penyakit Typhus sebagai laporan bulanan, serta formulir W2 untuk laporan mingguan, yangdilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Kendari.

Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Penyakit Typhus Menurut Tempat DiWilaya Kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari Tahun 2010-2011

NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

PUSKESMAS MATA BENUAS KEMARAYA LABIBIA PUWATU PERUMNAS MEKAR LEPOS POASIA ABELI MOKOAU JATI RAYA WUA-WUA NAMBO

KASUS 2010 KASUS 2011 2010+2011 18 22 0 31 0 26 43 801 889 91 52 56 1 14 43 0 6 0 7 2 534 462 83 88 15 1 0 32 65 0 37 0 33 45 1335 1351 174 140 71 2 0 3285

TOTAL KASUS

Grafik 1 : Distribusi Frekuensi Penderita Typus Menurut Tempat di wilaya Kerja Dinas KesehatanKota Kendari Tahun 2010

Keterangan: Kasus kejadian penderita tipus yang memiliki jumlah kasus tertinggi di wilaya kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun 2010 terjadi pada puskesmas Poasia dann Lepos dengan jumlah kasus 889 kasus dan 801 kasus. Sedangkan yang bebas dari penyakit tipus yaitu Puskesmas Kemaraya dan Puskesmas Puwatu.

Grafik 2 : Distribusi Frekuensi Penderita Typus Menurut Tempat di wilaya Kerja Dinas KesehatanKota Kendari Tahun2011

Keterangan : Kasus kejadian penderita tipus yang memiliki jumlah kasus tertinggi di wilaya kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun 2011 juga terjadi pada Puskesmas Poasia dan Puskesmas Lepos tetapi sudah mengalami penurunan kejadian kasus, pada Puskesmas Poasia dari 889 kasus

menjadi 462 kasus dan pada Puskesmas Lepos dari 81 kasus menjadi 534 kasus. Sedangkan yang bebas dari penyakit tipus yaitu Pukesmas Kemaraya, Puskesmas Puwatu dan Puskesmas Nambo.

Grafik 3 : Distribusi Frekuensi Penderita Typus Menurut Waktu di wilayah Kerja Dinas KesehatanKota Kendari Tahun 2010-2011

Keterangan :

Kasus penyakit tipus pada tahun 2010 puskesmas yang memiliki kasus tertinggi yaitu puskesmas poasia dengan jumlah 889 kasus, kemudian menyusul puskesmas Lepos dengan jumlah 801 kasus. Puskesmas Kemaraya, Puwatu dan Nambo bebas dari penyakit tipus.Pada tahun 2011 Puskesmas Poasia dan Puskesmas Lepos masih memiki kasus tertinggi yaitu puskesmas poasia 462 dan puskesmas lepos 534. Tetapi dari tahun 2010 sampai 2011 puskesmas poasia dan puskesmas lepos mengalami penurunan jumlah kasus, dari 889 kasus menjadi 462 untuk puskesmas poasia, sedangkan puskesmas lepos mengalami penurunan dari 801 menjadi 534 kasus. Puskesmas puwatu, puskesmas Kamaraya, dan Nambo masi bebas dari penyakit tipus.Peningkatan dan penurunaninsiden dan morbiditas penyakit tipus menurut waktu kejadian terkesan mengikuti faktor perubahan lingkungan menjadi lingkungan yang tidak kondusif sehingga seseorang lebih domina menderita penyakit ini.

Tabel 2: Distribusi Frekuensi Penyakit Typhus Mennurut Golongan Umur DiWilaya Kerja Dinas Tahun Golongan Umur 19thn 2010 2011 Total 601 463 1019thn 726 388 2029thn 341 170 3039thn 208 69 4049thn 103 80 5059thn 30 52 21 33 2030 3266 3285 >60thn jumlah

KesehatanKota Kendari Tahun 2010-2011

Grafik 4 : Distribusi Penderita Tipus Menurut Golongan Umur di wilayah KerjaDinas KesehatanKota Kendari Tahun 2010

Keterangan : Menurut Golongan Umur pada tahun 2010, Golongan Umur yang memiliki jumlah kasus tertinggi yaitu umur 1-9 tahun dan 10-19 tahun dengan jumlah kasus 601dan 726. Sedangkan jumlah kasus terendah berumur >60 tahun dengan jumlah kasus 21.

Grafik 5 : Distribusi Penderita Typhus Menurut Kelompok Umur di wilayah Kerja Dinas KesehatanKota Kendari Tahun 2011

Keterangan : Menurut Golongan Umur pada tahun 2011, Golongan Umur yang memiliki jumlah kasus tertinggi juga terjadi pada umur 1-9 tahun dan 10-19 tahun dengan jumlah kasus 463 dan 388. Sedangkan jumlah kasus terendah berumur > 60 tahun dengan jumlah kasus 33.

Grafik 6 : Distribusi Frekuensi Penyakit Typhus Mennurut Golongan Umur di Wilaya Kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari Tahun 2010-2011

Keterangan : Menurut Golongan Umur pada tahun 2010, Golongan Umur yang memiliki jumlah kasus tertinggi yaitu umur 1-9 tahun dan 10-19 tahun dengan jumlah kasus 601dan 726. Sedangkan jumlah kasus rendah umur >60 tahun dengan jumlah kasus 21. Pada tahun 2011 jumlah kasus yang tertinggi pada tahun 2010 menurun dari 601 kasus menjadi 463 kasus dan 726 kasus menjadi 388 kasus. Tapi pada golongan umur >60 tahun mengalami meningkatan yaitu dari 21 kasus menjadi 33 kasus. Hal ini terjadi karena daya tahan tubuh seseorang berkurang, ditunjang faktor risiko yang dijumpai akan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit tipus, disamping faktor risiko lain seperti makanan yang tercemar juga memegang peranan penting dalam kejadian penyakit tipus.

B.

PEMBAHASAN

1.

Pengumpulan Data

Pengumpulan dilakukan setiap hari dengan cara menginput keterangan pada kertas resep yang telah diisi oleh dokter/tenaga medisyang memeriksa.selain itu,petugas di unit pelayanan mengirimkan laporan surveilans terpadu (formulir W2) ke puskesmas setiapmnggu, jika pada waktu yang ditentukan, laporan mingguan belum juga dikirim ke Dinas Kotamaka petugas

surveilan secara aktif mendatangi unit-unit pelayanan tersebut untuk mengambil data yang dibutuhkan.

2.

Pengolahan data

Hasil pengolahan data dikeluarkan dalam bentuk laporan mingguan, bulanan, dan tahunan. Hasil pengolahan data kesakitan dan kematian disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan chart. Perhitungan frewkuensi penyakit menurut rate, proporsi dan ratio juga dilakukan. Namun demikian pengohana data dengan program software ini masih sangat terbatas, yaitu hanya menampilkan satu atau dua karakteristik penderita saja, misalnya distribusi penderita menurut umur, distribusi penderita menurutbulan kejadian, dan distribusi penderita menurut umur dan bulan kejadian. Sedangkan untuk menampilkan karakteristika lain tidak dapat dilakukan.

3.

Analisa Data

Analisis data penyakit tipus berdasarkan karakteristi orang, tempat dan waktu dapat dilihat pada laporan mingguan, bulanan dan tahunan. Analisis dilakukan dengan melihat jumlah kasus jumlah kasus menurut umur penderita serta jumlah kasus menurut tempat tinggal penderita. Analisis data berdasarkan karakteristik umur , tempat tinggal dan waktu kejadian, serta karakteristik lain-lainnya tidak dapat dilakukan oleh karena pengolahanan data yang masih sangat terbatas.

4.

Distribusi kasus penyakit tipus

1.

Distribusi kasus penyakit tipus menurut waktu.

Kasus penyakit tipus pada tahun 2010 puskesmas yang memiliki kasus tertinggi yaitu puskesmas poasia dengan jumlah 889 kasus, kemudian menyusul puskesmas Lepos dengan jumlah 801 kasus.Puskesmas Kemaraya, Puwatu dan Nambo bebas dari penyakit tipus.Pada tahun 2011 Puskesmas Poasia dan Puskesmas Lepos masih memiki kasus tertinggi yaitu puskesmas poasia 462 dan puskesmas lepos 534. Tetapi dari tahun 2010 sampai 2011 puskesmas poasia dan puskesmas lepos mengalami penurunan jumlah kasus, dari 889 kasus menjadi 462 untuk puskesmas poasia, sedangkan puskesmas lepos mengalami penurunan dari 801 menjadi 534 kasus. Puskesmaspuwatu, puskesmas Kamaraya, dan Nambo masi bebas dari penyakit tipus.Peningkatan dan penurunaninsiden dan morbiditas penyakit tipus menurut waktu kejadian terkesan mengikuti faktor perubahan lingkungan menjadi lingkungan yang tidak kondusif sehingga seseorang lebih domina menderita penyakit ini.

2.

Distribusi Kasus Tipus Menurut Golongan Umur

Menurut Golongan Umur pada tahun 2010, Golongan Umur yang memiliki jumlah kasus tertinggi yaitu umur 1-9 tahun dan 10-19 tahun dengan jumlah kasus 601dan 726. Sedangkan jumlah kasus rendah umur >60 tahun dengan jumlah kasus 21. Pada tahun 2011 jumlah kasus yang tertinggi pada tahun 2010 menurun dari 601 kasus menjadi 463 kasus dan 726 kasus menjadi 388 kasus. Tapi pada golongan umur >60 tahun mengalami meningkatan yaitu dari 21 kasus menjadi 33 kasus. Hal ini terjadi karena daya tahan tubuh seseorang berkurang, ditunjang

faktor risiko yang dijumpai akan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit tipus, disamping faktor risiko lain seperti makanan yang tercemar juga memegang peranan penting dalam kejadian penyakit tipus.

BAB IV PENUTUP

A.

KESIMPULAN

a.

Kesimpulan Surveilans

1.

Kegiatan tidak berjalan maksimal dikarenakan alokasi anggaran untuk setiap kegiatan

sangat minim. 2. 3. 4. Alur pengiriman laporan dan informasi kejadian sangat lamban, khususnya RS. Ketepatan laporan tidak akurat. Masih kurangnya kesadaran dari petugas Puskesmas dan RS untuk aktif melaporkan setiap

kasus-kasus penyakit PD3I melalui format W2 atau melalui SMS. 5. Adanya tugas rangkap bagi petugas Surveilans sehingga tugas pokoknya tidak dapt

dikerjakan secara maksimal.

b.

Kesimpulan Substansi

1.

Tingginya kasus tipusberkaitan dengan keterpaparan penderita terhadap faktor

risiko,

serta perubahan kondisi cuaca dan iklim. 2. 3. Penyakit tipus lebih banyak menyerang kelompok usia 5-9 tahun dan usia 20-44 tahun. Kasus tipus kebanyakan berasal dari Puskesmas Poasia dan Puskesmas Lepos.

4.

Penyakit dapat ditimbulkan dari berbagai factor, dan dapat membahayakan kesehatan

bahkan berakibat kematian. Untuk itu menjaga kebersihan dirasa perlu demi menjaga kesehatan diri dan lingkungan, agar terhindar dari penyakit yang membahayakan kesehatan kita. 5. Penyakit demam thypoid merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dalam

masyarakat dan sampai saat ini masih belum bisa ditangani dan dihentikan. Menjaga diri dan lingkungan masing-masing merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit ini datang.

B.

SARAN

Untuk pelaksanaan surveilans yang lebih baik, kiranya perlu mencari program yang dapat melengkapi program software yang sudah ada di puskesmas, agar analisis data lebih lengkap, dan dapat mencakup semua karakteristik penderita. Diharapkan kerjasama yang baik dari petugas surveilans puskesmas dan RS untuk aktif melaporkan kasus penyakit2 yang berpotensi wabah melalui format W2.

DAFTAR PUSTAKA Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa Julius ES. Binarupa Aksara. Edisi III. Simanjuntak, C H. 1990. Masalah Demam Tifoid di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No.60 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, Mikrobiologi Kedokteran, P.T. Binarupa Aksara, Jakarta, 1993. Staf pengajar FKUNDIP. 1996. Pengendalian Demam Tifoid. Jen. I. Sudibjo, HR, Jurnal Kedokteran YARSI, Vol.4 No. 1 Jakarta, 1996, Januari. Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta : EGC. Soepaman, Sarwono Waspadji. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Jevuska. 2008. Demam Tifoid (Typhoid Fever), <http://www.jevuska.com/2008/05/10-/demamtifoidtyphoid- fever, tanggal akses: 26 September 2009>. Staf Dinkes Kota Kendari . 2013. Data Surveilans Penyakit di Kabupaten Kendari. Kendari : Surveilans Epidemiologi.

Anda mungkin juga menyukai