Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi yang terjadi pada

usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan

pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguang kesadaran yang

disebabkan oleh salmonella typi (S.Typhi). Bakteri tersebut terkait dengan

bakteri samonella yang menyebabkan keracunan makanan S.typhi biasanya

hidup pada tubuh manusia dan ditularkan melalui kotoran seseorang ( feses)

atau air kencing (urine) (Mendri, 2018)

Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut dan

ditandai dengan bacterimia perubahan pada sistem retikuloendotelial yang

bersifat difus, serta pembentukan micro abses dan ulserasi nodus peyer pada

distal ileum (Mardallena, 2017)

Demam Typoid adalah suatu infeksi system yang ditandai dengan

demam , sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradicardi, kadang-kadang

pembesaran hati, limpa, atau keduanya. Ini adalah suatu penyakit pada usus

yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan olehsalmonella

typosatipe A,B,C penularan dapat terjadi secara fecal atau oral melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi (Ida, 2017)


Di indonesia, diperkirakan kejadian penyakit ini adalah 300-810

kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi ditemukan pada

anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh

sendiri dan menjadi resisten. Kejadian pasien berusia 12 tahun keatas

adalah 70-80% pasien berusaha antara 12 dan 30 tahun adalah 10 -20%

pasien antar 30-40 tahun adalah 50-10% dan hanya 50-10% di atas 40

tahun. Menurut data WHO ( World Heart Organization) memperkirakan

terdapat 17 kasus demam tifoid diseluruh dunia dengan insiden kematian

tiap tahun Case Fataliti Rate (CFR) 3,5% berdasarkan laporan dikjen

pelayanan medis departemen kesehatan RI. Demam typoid menempati

urutan ke 2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap dirumah sakit

indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3.15 % (Depkes RI,

2016)

Kejadian demam thypoid didunia sekitar 21,6 juta kasus dan

terbanyak di Asia, Afrika dan Amerika Latin dengan angka kematian

sebesar 200.000. Setiap tahunnya, 7 juta kasus terjadi di Asia Tenggara,

dengan angka kematian 600.000 orang. Hingga saat ini penyakit demam

tifoid masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis

termasuk Indonesia dengan angka kejadian sekitar 760 sampai 810 kasus

pertahun, dan angka kematian 3,1 sampai 10,4% (WHO, 2004).Sedangkan

data World Health Organization (WHO) tahun (2009), memperkirakan


terdapat sekitar 17 juta kasus demam thypoid di seluruh dunia dengan

insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.(Depkes RI, 2016)

Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun

2015, demam thypoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak

pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116

dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah

kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD

dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01%. (Depkes RI, 2015).

Demam thypoid adalah penyakit infeksi yang lazim didapatkan di

daerah tropis dan subtropis dan sangat erat kaitannya dengan sanitasi yang

jelek di suatu masyarakat. Penularan penyakit ini lebih mudah terjadi di

masyarakat yang padat seperti urbanisasi di negara yang sedang

berkembang dimana sarana kebersihan lingkungan dan air minum bersih

belum terpenuhi dan oleh karena itu penyakit demam thypoid mudah

menyebar melalui makanan dan minuman yang tercemar melalui lalat, dan

serangga. Sumber utamanya hanyalah manusia. Penularan terjadi melalui

air atau makanan yang tercemar kuman salmonella secara langsung maupun

tidak langsung (dari orang yang sakit maupun dari ‘’carrier’’) yang erat

kaitannya dengan kebersihan lingkungan dan perorangan. Demikian juga

cara mencuci bahan makanan (segala macam makanan) dengan air yang

tercemar akan mempermudah penularan demam thypoid apabila tidak

dimasak dengan baik. (Ranuh, 2015)


Komplikasi yang dapat muncul akibat demam thypoid tidak segera

ditangani adalah dapat terjadi perdarahan dan perforasi usus, yaitu sebanyak

0,5 – 3% yang terjadi setelah minggu pertama sakit. Komplikasi tersebut

dapat ditengarai apabila suhu badan dan tekanan darah mendadak turun dan

kecepatan nadi meningkat. Perforasi dapat ditunjukkan lokasinya dengan

jelas, yaitu di daerah distal ileum disertai dengan nyeri perut,

tumpah-tumpah dan adanya gejala peritonitis. Selanjutnya gejala sepsis

sering kali timbul. Sekitar 10% pneumonia dan bronchitis ditemukan pada

anak-anak dan komplikasi yang lebih berat dengan akibat fatal adalah

apabila mengenai jantung (myocarditis) dengan arrhytmiasis, blok

sinoarterial, perubahan ST-T pada elektrokardiogram atau cardiogenic

shock. Prognosa tergantung dari pengobatan yang tepat dan cepat. (Ranuh,

2015)

Pada tahun 2016, penyakit thypoid menduduki peringkat ke 5

terbanyak di Sumatera Barat yakni 4.641 kasus. Berdasarkan data yang

diperoleh dari RSUD Kota Pariaman pada tahun 2017 ditemukan 105 kasus

thypoid, sebanyak 175 kasus adalah menyerang anak-anak. Dari bulan

Januari sampai dengan Mei 2018 didapatkan kasus demam thypoid

sebanyak 75 anak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kasus demam

thypoid masih sangat tinggi.

Melihat kompleksnya masalah yang timbul dari penderita typhoid

membutuhkan peranan perawat dalam penanggulangan demam typhoid di


rumah sakit. Peran perawat pada pasien dengan demam typhoid mencakup

aspek biologis,psikologis,sosial dan spritual.dari aspek biologis/fisologis

peran perawat harus memenuhi kebutuhan fisiologi pasien seperti ruangan

angat,udara bersih,bebas dari bau-bauan,tempat tidur pasien harus bersih

dan nyaman untuk mendukung pemulihan kesehatan pasien.dari aspek

psikologis dan spritual peran perawat yaitu menjaga rangsangan fisik

pasien,karna pada anak-anak gampang untuk mengalami stres dan

meningkatkan rasa optimis pasien terhadap penyembuhan penyakit yang

dialaminya,dari aspek sosial yaitu memfasilitasi lingkungan bermain anak

sesuai dengan tingkat usia dan perkembangan,agar anak tidak mengalami

gangguan hospitalisasi.

Selain itu perawat diharapkan dapat mensosialisasikan

pencegahan typhoid dengan beberapa aspek yaitu aspek promotif, preventif,

kuratif, rehabilitatife. Peran perawat sebagai promotif yaitu memberikan

penyuluhan atau pengarahan atau pengarahan pada keluaraga tentang cara

mengatasi demam typhoid dengan menjelaskan pengrtian, tanda dan gejala

serta akibat dari demam typhoid, atau menganjurkan klien/keluarga klien

mencuci tangan sebelum atau sesudah makan, mengolah makan hingga

matang dan menutup makanan, pola makan yang teratur,mengurangi

makanan yang pedas dan asam, serta istirahat yang cukup,peran perawat

sebagai preventif yaitu melakukan pencegahan terhadap demam typhoid

yaitu dengan cara bila anak demam kompres dengan air hangat,berikan
pakaian yang tipis pada anak dan berikan anak banyak minum air

putih,peran perawat sebagai kuratif yaitu memberikan pengobatan dengan

asuhan keperawatan tetapi biasanya dalam memberi pengobatan perawat

berkolaborasi dengan tim medis lainya untuk perawatan yang lebih

maksimal,untuk pengobatan tradisionalnya seperti daun jeruk manis yang

besar secukupnya tambahkan cuka encer secukupnya di remas-remas

kemudian kompreskan di kepala,peran perawat yang terakhir sebagai

rehabilitatif proses penyembuhan dari demam typhoid dengan cara menjaga

kesehatan anak dari penyebab demam typhoid.

Berdasarkan keterangan data diatas, maka penulis tertarik untuk

menggali permasalahan tentang penyakit demam thypoid dan membuat

karya tulis ilmiah tentang “Asuhan Keperawatan Demam Thypoid pada

Anak”

B. Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka

penulis melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan

keperawatan demam typoid dengan membuat rumusan masalah sebagai

berikut “Bagaimana asuhan keperawatan pada Anak dengan diagnosa

Demam Thypoid di RSUD Kota Pariaman ?”

C. Tujuan Proposal
1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien

dengan diagnosa Demam Thypoid di RSUD Kota Pariaman

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji klien

dengan diagnosa Demam Thypoid pada anak di RSUD Kota

Pariaman.

b. Merumuskan

diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa Demam

Thypoid pada anak di RSUD Kota Pariaman.

c. Merencanakan

asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa Demam

Thypoid pada anak di RSUD Kota Pariaman.

d. Melaksanakan

asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa Demam

Thypoid pada anak di RSUD Kota Pariaman.

e. Mengevaluasi

klien dengan diagnosa Demam Tifoid pada anak di RSUD

Kota Pariaman.

f. Mendokumentasi

kan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa

Demam Thypoid pada anak di RSUD Kota Pariaman.


3. Manfaat Proposal Bagi Mahasiswa

Mampu menerapkan ilmu yang telah didapatkan mahasiswa

selama proses belajar sehingga memberikan pengalaman bagi

mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan dengan

mengaplikasikan teori yang telah diperoleh dibangku perkuliahan

sehingga bisa memberikan pengetahuan pada anak dengan demam

typoid dan sebagai sarana untuk memperdalam agar mahasiswa

lebih berkompeten dan bertanggung jawab atas apa-apa saja ilmu

yang sudah didapat bagi mahasiswa, untuk menerapkan asuhan

keperawatan pada anak demam typoid

a. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil proposal ini diharapkan sebagai bahan bacaan

perpustakaan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi

mahasiswa yang bersangkutan dan bagi mahasiswa di STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang, dan dapat dijadikan sebagai

masukan akademi untuk pengembangan pembelajaran mata kuliah

Anak selanjutnya.

b. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan yang diperlukan untuk pelaksanaan

praktek pelayanan keperawatan khususnya pada asuhan

keperawatan pada anak demam typoid

c. Bagi pasien dan keluarga


Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang

perawatan pasien demam typoid dan masukan dalam pengembangan

ilmu keperawatan dimasa yang akan datang, juga dapat memberikan

kepuasan bagi keluarga klien atas asuhan keperawatan yang

dilakukan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Demam Thypoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik

yang terutama disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tifoid merupakan

jenis terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah
demam paratifoid yang disebabkan oleh S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri

(semula S. Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii (semula S. Paratyphi C).

Demam tifoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam

enterik yang lain (Widagdo, 2011, hal: 197). Menurut Ngastiyah (2005, hal:

236) Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi

akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan demam lebih dari

satu minggu, gangguan pada pencernaan,dan gangguan kesadaran.

Menurut Soedarto (2009, hal: 128) Penyakit infeksi usus yang

disebut juga sebagai Tifus abdominalis atau Typhoid Fever ini disebabkan

oleh kuman Salmonella typhiatauSalmonella paratyphi A, B, dan C.

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia

maupun di daerahdaerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Beberapa

definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit demam tifoid atau tifus

abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia

khususnya pada saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan

oleh kuman salmonella typhi yang masuk melalui makanan atau minuman

yang tercemar dan ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari satu

minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih diperburuk dengan

gangguan penurunan kesadaran.

B. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan


(Sumber : Suriadi, 2015)

a. Mulut

Merupakan organ yang pertama dari saluran pencernaan yang

meluas dari bibir sampai istmus tausium yaitu perbatasan antara mulut dan

faring.mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan.bagian

dalam mulut dilapisi oleh selaput lendir.dasar mulut sebagian besar

dibentuk oleh anterior lidah dan lipatan balik membran mukosa.sisi lidah
pada gusi diatas mandibula. Dalam mulut terjadi proses

motong-memotong yang di lakukan oleh gigi belakang(monolar geraham)

menjadi bagian kecil yang lebih mudah dicerna.

b. tenggorokan

merupakan bagian saluran pencernaan yang terletak di belakang

hidung,mulut,dan laring.faring merupakan organ yang menghubungkan

rongga mulut dengan kerongkongan yang panjangnya kira-kira 12cm,

terbentang tegak lurus antara basis krani setinggi vertebrae servikalis VI,

Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjer limfe

yang banyak mengandung kelenjer limfosit dan merukapan pertahanan

terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan dan jalan

makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan

ruas tulang belakang kerongkongan (esofagus).

Esofagus merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan

faring.panjangnya kira kira 25cm. Sebagian besar esofagus terletak di

thorak dan menembus diafragma untuk menyatu dengan lambung di

rongga abdomen beberapa sentimeter dibawah diagfragma.

Sekresi esofagus bersifat mukoid, berfungsi memberi pelumas

untuk pergerakan makanan melalui esofagus, pada permulaan esofagus

banyak terdapat kelenjer mukosa komposita. Bagian badan utama dibatasi

oleh banyak kelenjer mukosa simpleks, mobilitas yang berkaitan dengan


faring dan esofagus adalah menelan, dalam proses menelan yang

sebenarnya mengacu pada keseluruhan proses pemindahan makan dari

mulut melalui esofagus lalu kedalam lambung.

c. Lambung

Lambung adalah sebuah kantong muskuler yang letaknya anatara

esofagus dan usus halus,sebelah kiri abdomen,dibawah diagfarma bagian

depan pankreas dan limpa.lambung merupakan saluran yang dapat

mengembag karena adanya gerakan peristaltik terutama di daerah

epigaster.

Dalam lambung terdapat aspek motilitas lambung yaitu:

1) pengisian lambung

2) penyimpanan lambung

3) pencampuran lambung

4) pengosongan lambung

D. Usus Halus(ileum)

Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan

yang berpangkal pada pilorus berakhir pada sekum.panjangnya kira kira 6

meter,merupakan saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat

proses pencernaan absorpsi pencernaan.


Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar

pencernaan dan penyerapan.setelah itu lumen meninggalkan usus

halus,maka tidak terjadi lagi pencernaan,walaupun usus besar dapat

menyerap sejumlah kecil garam dan air.

E. Usus Besar

Usus besar adalah saluran pencernaan berupa usus berpenampang

luas atau berdiameter dengan panjang kira kira 1,5-1,7 meter dan

penampang 5,5cm.usus besar membantu dalam menjaga keseimbangan

cairan darah.

F. Rektum

Rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang

menghubungkan investinum mayor dengan anus sepanjang 12cm,dimulai

dari pertengahan sakrum dan berakhir pada kanalis anus.rektum terletak

pada rongga palvie di depan os sekrum dan os cocxigis.

G. Anus

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,dimana

bahan limbah keluar dari tubuh.sebagian anus terbentuk dari permungkaan

tubuh(kulit)dan sebagian lainya dari usus.suatu cincin berotot(sfingter

ani)menjaga anus agar tetap tertutup.

B. Etiologi
Salmonella tyohi menyebabkan infeksi invasif ditandai oleh demam ,

tokesemia, nyeri perut, konstipasi, diare.

Jenis-jenis yang menyebabkan gejala-gejala tersebut antara lain:

1. Salmonella typosa, basil gram negatif yang mempunyai

sekurangnya- kurangnya tiga macam antigen, yaitu antigen O (terdiri

dari zat kompleks oligoporisakarida), antigen H,dan protein

membrane hialin

2. Salmonella paratyphy A, B dan C merupakan bagian dari virus

Salmonella yang dapat ditentukan adanya pemeriksaan laboratorium

. Feses dan urine dari penderita Typus ( Ida Mardalena, 2018)

Thypoid adalah Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang

tergolong dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak,

berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan

kimia, tahan beberapa hari / minggu pada suhu kamar, bahan limbah,

bahan makanan kering, bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada

suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella

mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen dinding sel dari

lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H (flagelum) adalah

protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S. Dublin dan

S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul. (Rita Yulianii,

2015)
C. Patofisiologi

Penyakit typoid abdominalis bisa disebabkan oleh basil salmonella

typhosa. Penularan dapat terjadi melalui mulut lewat makanan yang

tercemar kemudian kuman mengadakan penetrasi ke usus halus dan

jaringan limfoid kemuadian berkembang biak. SElanjutnya kuman masuk

kealiran darah dan mencapai retikuloendotelial pada hati dan limpa ,

sehingga organ-organ tersebut membesar disertai rasa nyeri dan

perabaan( Ida, 2018)

Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel

retikuloendetial melepaskan kuman kedalam darah. Kuman-kuman

selanjutnya masuk kedalam beberapa organ tubuh terutama kelenjer

lmpoid usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada

mukosa diatas plak peyer. Tukak dapat menyebabkan pendarahan dan

perofasi usus. (Ida, 2018)

Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan

dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian kuman lagi masuk ke usus

halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang usus halus.

Kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan

mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ lainnya.Proses

ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo

endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan


bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa

jaringan organ tubuh terutama limpa, usus, dan kandung empedu (Suriadi

&Yuliani, 2006, hal: 254).

Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player. Ini

terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis

dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu

keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.

Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus.

Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala

demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran

pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi &Yuliani,

2006, hal: 254).

D. Manifestasi Klinik

Menurut Ngastiyah (2005, hal: 237) Gambaran klinik demam tifoid

pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa

tunasnya 10-20 hari, tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan.

Sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa

inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak


badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan

berkurang. Gambaran klinik yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah

(2005, hal: 237) adalah :

1. Demam Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu,

bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama

seminggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,

biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari

dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam

keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun

dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas

berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecahpecah (ragaden), lidah

tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya

kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan

keadaan perut kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar

disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi

tetapi juga dapat terjadi diare atau normal.

3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun

walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi

sopor, koma atau gelisah kecuali penyakitnya berat dan terlambat

mendapatkan pengobatan. Di samping gejala tersebut mungkin

terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat


ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli

basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu

pertama yaitu demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi

dan epitaksis pada anak dewasa

4. Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus

abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat.

Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali,

terjadinya sukar diterangkan. 10 Menurut teori relaps terjadi karena

terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat

dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin terjadi

pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan

dengan pembentukan jaringan fibrosis.

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suriadi & Yuliani (2006, hal: 256) pemeriksaan

penunjang demam tifoid adalah:

1. Pemeriksaan darah tepi Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia,

anemia, trombositopenia.

2. Pemeriksaan sumsum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif

sumsum tulang.

3. Biakan empedu Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan

tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak


didapatkan basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka

pasien dinyatakan betulbetul sembuh.

4. Pemeriksaan widal Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah

1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun

tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis

karema titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau

bila penderita telah lama sembuh..

F. WOC

KUMAN SALMONELLA TYPHI YANG LOKASI DARI ASAM LAMBUNG


MASUK KESALURAN GASTROENTETINAL

DIMUSNAHKAN OLEH ASAM LAMBUNG


BAKTERI MASUK KEUSUS HALUS
PEMBULUH LIMFE

MASUK RETIKULA ENDHOTHELAL


PEREDARAN DARAHBAKTERIMIA
(RES)TERUTAMA HATI DAN LIMFAa
PRIMER)

BERKEMBANG BIAK DIHATI DAN LIMFA MASUK KEALIRAN DARAH (BAKTERIMIA


SEKUNDER)

EMPEDU ENDOKTOKSIN

RONGGA USUS PADA KEL.LIMFOID TERJADI KRUSAKAN SEL


HALUS

PEMBESARAN HATI PEMBESARAAN LIMFA MERANGSANG MELEPAS ZAT


EPIROGN OLEH LEOKOSIT

LASE PLAK PAYER


HEPATOMEGALI SPLENOMEGALI
PENURUNAN/PENINGKATAN MEMPENGARUHI PUSAT
KETIDAKEFEKTIFAN
MOBILITAS USUS THERMOGULATOR
TERMOGREGULATOR DIHIPOTALAMUS

RESIKO KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN

PENURUNAN/PENINGKA
EROSI TAN PERISTLATIC USUS
NYERI KONSTIPASI DIARE PENINGKATAN ASAM LAMBUNG

ANOREKSIA MUAL MUNTAH


PERDARAHAN MASIF

KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI
KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH

KOMPLIKASI PERFORASI DAN


PERDARAHAN USUS

Menurut Widagdo (2011, hal: 220-221) Komplikasi dari demam tifoid

dapat digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal.

1. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :

a. Perdarahan Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah

minggu pertama dengan ditandai antara lain oleh suhu yang

turun disertai dengan peningkatan denyut nadi.


b. Perforasi usus 11 Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu

pertama didahului oleh perdarahan berukuran sampai beberapa

cm di bagian distal ileum ditandai dengan nyeri abdomen yang

kuat, muntah, dan gejala peritonitis.

2. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :

a. Sepsis Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobik

b. Hepatitis dan kholesistitis Ditandai dengan gangguan uji fungsi

hati, pada pemeriksaan amilase serum menunjukkan

peningkatan sebagai petunjuk adanya komplikasi pankreatitis

c. Pneumonia atau bronkhitis Sering ditemukan yaitu kira-kira

sebanyak 10 %, umumnya disebabkan karena adanya

superinfeksi selain oleh salmonella

d. Miokarditis toksik Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial,

dan perubahan segmen ST dan gelombang T, pada miokard

dijumpai infiltrasi lemak dan nekrosis

e. Trombosis dan flebitis Jarang terjadi, komplikasi neurologis

jarang menimbulkan gejala residual yaitu termasuk tekanan

intrakranial meningkat, trombosis serebrum, ataksia serebelum

akut, tuna wicara, tuna rungu, mielitis tranversal, dan psikosis

f. Komplikasi lain Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum

tulang, nefritis, sindrom nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis,

limfadenitis, osteomilitis, dan artritis.


G. Penatalaksanaan

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalksanaan demam tifoid, yaitu :

1. Pemberin antibiotik untuk menghentikan dan memusnakan penyebaran

kuman

2. Istirah dan perawatan profesional

Istirahat dan perawatan profesional bertujuan mencegah komplisa dan

mempercepat penyembuhan . pasien harus tirah baring absolut sampai

minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selam 14 hari.

Mobilisasi dilakukkan bertahap ,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien

. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan pribadi, kebersihan tempat

tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien.

Kesadaran pasien dapat menurun sehingga posisi tidurnya perlu

diubah-ubah untuk mencegah dekubitus , dan pneumonia hipostatik. DEfekasi

dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi optipasi

dan retensi urin.

3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif)

Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan

akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun, beberapa penelitian

menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa ( pantang sayur dengan serat kasar) dapat diberikan

dengan aman . Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup

H. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,

agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, dan lain-lain

b. Keluhan utam. Pasien typoid biasanya mengeluhkan mual dan kembung,

nafsu makan menurun, panas, dan demam.

c. Riwayat keehatan sekarang. Pada umumnya gejala pada pasien typoid

adalah demam,anoreksia, mual, diare, perasaan tidak enak diperut,

pucat(anemia)nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tympoid(kotor), dan

gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

d. Riwayat kesehatan sebelumnya. Periksa jika pasien pernah mengalami

penyakit yang sama seperti sebelumnya, dan apabila tidak tanyakan

kepada pasien ataupun keluarga pasien apakah pasien pernah dirawat

seblumnya dengan penyakit berbeda.

e. Riwayat kesehatan keluarga. Periksa jika ada anggota keluarga yang

menderita penyakit sama atau sakit yang lainnya, dari orangtua, dan

orang yang berada didalam lingkungan rumah.


f. Riwayat Psikososial, Secara intrapersonal , cari tahu perasaan yang

dirasakan pasien (cemas/sedih)bagaimana perasaan pasien pada saat itu ,

selain cemas apa yang paling spesifik apakah marah, atau pun yang

lainya. Dan sedangkan secara interpersonal , cari tahu hubungan dengan

orang lain bagaiman lingkungan pasien apakah saling berbaur satu sama

teman sebaya, atau pun hanya mengurung diri.

g. Pola fungsi kesehatan

1. Pola nutrisi dan metabolisme. Biasanya nafsu makan pasien berkurang

adanya mual, muntah selama sakit, lidah kotor, dan tersa pahit sewaktu

makan. Status nutrisi terpengaruh akibat gangguan pada usus halus dan

bahkan pasien akan menglami diare

2. Pola nutrisi dan tidur . Pasien tidak dapat beristirahat pola tidur pasien

akan terganggu dikarenakan peningkatan suhu tubuh, dan pasien

mengalami kekurangan cairan dan membuat pasien tidak nyaman,

sehingga pola istirahat pasien teganggu bahkan tidak teratur.

3. Pola persepsi dan tatalaksanaan kesehatan. Perubahan penatalaksaan

kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatanya

dikarenakan pasien menglami penurunan dalam kesehatanya

4. Pola aktifitas dan latihan. Pasien akan terganggu aktifitasnya dan akibat

kelemahan fisik atau keterbatasan gerak dikarenakan pasien kurangnya


nutrisi pola istirahat terganggu mengakibatkan tenaga yang biasa

dihasilkan berkurang dari sebelumnya

5. Pola eliminasi, kebiasaan dalam buang air besar menunjukan referensi

bila terjadi rehidrasi akibat demam,karena penigkatan suhu tubuh, dan

nutri kurang dari kebutuhan tubuh

6. Pola persepsi dan pengetahuan , perubahan kondisi kesehatan dan gaya

hidup akan mepengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat

diri

a) Identitas

1) Identitas anak

Nama anak, umur, no MR, jenis kelamin, alamat,

agama, riwayat alergi, tanggal masuk rumah sakit, dan cara

masuk rumah sakit.

2) Identitas ibu

Nama, umur, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.

b) Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum anak

Tingkat kesadaran : Biasanya compos mentis.

Tinggi badan : Biasanya tinggi normal

2) Kepala
Rambut : Biasanya rambut hitam, bersih, tidak ada

ketombe.

Wajah : Biasanya wajah pucat

Mata : Biasanya mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterik, dan penglihatan klien

normal.

Telinga : Biasanya telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada

serumen, fungsi pendengaran baik.

Hidung : Biasanya keadaan hidung bersih, tidak ada

peradangan, tidak ada polip, tidak ada secret atau cairan.

Mulut : Biasanya mukosa bibir kering, gigi lengkap, gigi

bersih, tidak ada caries dentis.

3) Leher : Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

dan getah bening.

4) Dada

Inspeksi: Biasanya pergerakan dada simetris kiri dan kanan,

pernapasan teratur, tidak ada retrasi iga.

Perkusi : Biasanya sonor.

Palpasi : Biasanya fremitus sama kiri dan kanan.

Auskultasi : Biasanya vesikuler.

5) Jantung

Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak telihat.


Palpasi : Biasanya pekak

6) Abdomen

Perkusi : Biasanya tympani

Palpasi : Biasanya tidak ada pembesaran hepar

Auskultasi : Biasanya bising usus menurun.

7) Genitalia : Biasanya warna urin kuning

8) Ekstremitas : Biasanya tidak ada oedem.

9) Pola Psikologis

Biasanya terjadi perubahan psikologis pada klien

berupa perasaan cemas ataupun stress karena terjadi

perubahan

J. POLA KEBIASAAN SEHARI – HARI

SEBELUM SESUDAH
NO JENIS KEBUTUHAN
MASUK RS MASUK RS

A. NUTRISI

a. Makanan yang di sukai Sejenis Makanan Tidak ada nafsu

b. Makanan yang tidak di sukai ringan makan

c. Makanan Pantangan

d. Nafsu Makan ikan Permen, minyak

e. Porsi Makan yang di habiskan Selaera makan Anoreksia


f. Alat Makan yang di pakai ada Tidak ada nafsu

sikit, tapi sering makan

Piring, Tangan Piring, di sulang

oleh ibu nya

B. Minuman

a. Jumlah Minuman dalam sehari 4 gelas sehari Input cairan 3

b. Minunam Kesukaan Minuman gelas sehari

c. Hal –hal yang menghambat yang tidak

dalam pemenuhan cairan streril (X-tea,

montea dan

sebagai nya)

Kurang minum

C. Pola Tidur

a. Tidur siangjam 5 jam Tidak tentu

b. Tidur malamjam 8 jam Pola tidur

terganggu

c. Kebiasaan tidur Sering ngigau Gelisah karena

badan panas

D. Kebersihan Diri

a. Mandi 2x sehari Belum ada

1. Mandi 3x/hari Sabun Air hangat


2. Peralatan mandi yang dipakai (menyeka)

3. Dibantu oleh keluarga/ Ibunya Belum ada sama

perawat/ mandiri sekali

b. Rambut

 Cuci rambut 2x sehari Tidak ada

 Pakai shampoo Jhonson kid Tidak ada

c. Sikat Gigi

 3x/ hari 2x sehari Tidak ada

 Memakai odol Pepsoden Tidak ada

d. Mengganti pakaian

3x/ hari 2x sehari 1x


E. Eliminasi

a. BAB

1. Berapa kali sehari Tidak teratur Belum ada BAB

2. Warna BAB Coklet Belum ada BAB

3. Konsistensi kehitaman Belum ada BAB

4. Bau Padat, sedikit

mengejan Belum ada BAB

b. BAK Khas

1. Berapa kali sehari

2. Warna BAK Sering Sering

3. Bau Kuning Kuning

Khas Khas

F. Pola Aktifitas Bermain Bermain bola, Tidak ada

(Sesuai umur) motor – motoran, aktifitas

canda dan tawa

sama ibu dan

ayahnya

H. Pengetahuan orang tua Kurang Kurang

Kesehatan pengetahuan pengetahuan

tentang penyakit tentang penyakit

pada anaknya pada anaknya


J. Data Penunjang

 Laboratorium

 Radiologi

K. Terapi/ Obat – obatan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Neri berhubungan dengan proses peradangan

2. Gangguan keseimbangan cairan ( kurang dari kebutuhan)

berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (

mual/muntah)

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh

4. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu

lingkungan proses penyakit

5. Diare berhubungan dengan proses infeksi ,inflamis, iritasi diusus

(Nanda, 2013)

Anda mungkin juga menyukai