Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam tifoid atau Thypus Abdominalis merupakan penyakit

infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

serotype typhi yang termasuk dalam family Enterobacteriaciae. Bakteri ini

menyerang saluran pencernaan yang ditandai dengan demam lebih dari 7

hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran, masyarakat

mengenal penyakit ini dengan nama Tipes atau thypus. (Amini, R dan

Meta, V, 2015)

Badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization ) tahun

2010, memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di

seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.

Insidens rate demam tifoid di Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk

China pada tahun 2010 rata-rata 1000 - 100.000 per tahun. ( Apriadi, E

dan Sarwili, I, 2018)

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2010, demam tifoid

masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap dengan

jumlah pasien 41.081 jiwa dan yang meninggal dunia sebanyak 274 jiwa.

(Kemenkes RI, 2011)


Di Sulawesi tengah pada tahun 2014 telah terjadi KLB Suspek

Demam Tifoid di Kabupaten Parigi Moutong. Jumlah KLB sebanyak 58

kasus dengan 2 kematian. (Dinkes Sulteng, 2014)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah

Madani Palu pada pengambilan data awal jumlah penderita demam tifoid,

pada tahun 2015 sebanyak 35 jiwa yang terbagi atas laki-laki 48 jiwa dan

perempuan 35 jiwa, pada tahun 2016 meningkat menjadi 213 jiwa yang

terdiri dari laki-laki 89 jiwa dan perempuan 124 jiwa, kemudia pada tahun

2017 meningkat sebanyak 273 yang terbagi atas laki-laki 108 jiwa dan

perempuan 273 jiwa. Pada tahun 2018 penderita demam tipoid terus

meningkat menjadi 383 jiwa yang terdiri dari laki-laki 142 jiwa dan

perempuan 241 jiwa. (RSUD Madani Palu, 2018).

Demam merupakan tanda adanya masalah yang menjadi

penyebab, bukan penyakit. Demam umumnya terjadi karena adanya

gangguan pada hipotalamus akibat dari suatu infeksi virus ataupun bakteri,

dan tidak terjadi dengan sendirinya. Demam merupakan salah satu tanda

dan gejala dari tifoid. Demam dapat menyebabkan dehidrasi, perforasi

usus, kejang, penurunan kesadaran, dan dapat menimbulkan akibat buruk

bagi kesehatan pasien bahkan dapat menyebabkan kematian apabila tidak

ditangan dengan segera.

Menurunkan atau tepatnya mengendalikan dan mengontrol demam

dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara

kompres. Selama ini kompres dingin menjadi kebiasaan yang di terapkan


di kalangan umum untuk menurunkan demam. Namun menggunakan

kompres dingin sudah tidak di anjurkan karena pada kenyataannya demam

tidak turun. Oleh karena itu, kompres menggunakan air hangat lebih

dianjurkan. Hal ini dilakukan juga karena kompres hangat lebih mudah

dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu,

kompres hangat juga memungkinkan pasien atau keluarga tidak terlalu

tergantung pada obat antipiretik.

Di Rumah Sakit Umum Daerah Madani Palu, tindakan kompres

hangat menjadi salah satu intervensi mandiri perawat yang dapat

dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh, kompres hangat umumya

dilakukan atas indikasi pasien dengan kenaikan suhu tubuh abdnormal

atau hipertemi, pasien dengan pembengkakkan, atau pasien yang

mengalami nyeri disuatu tempat.

Berdasarkan hasil penelitian Mohamad, F 2014. Ada perbedaan

penurunan suhu tubuh setelah dilakukan kompres hangat. Hasil analisis

peneliti menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu tubuh responden sebelum

dilakukan tindakan kompres hangat yaitu sebesar 38,4 ± 0,7ºC. Sedangkan

suhu tubuh responden setelah dilakukan tindakan kompres hangat sebesar

37,7 ± 1.0ºC. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan kompres hangat efektif

dalam menurunkan suhu tubuh pada anak demam tifoid di RSUD Prof. Dr.

H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama dinas dirumah sakit-

rumah sakit yang ada di Kota Palu. Peneliti belum mendapatkan penerapan
tindakan kompres hangat yang pada dasarkan tindakan tersebut adalah

salah satu tindakan mandiri perawat. Pada umumnya perawat lebih sering

menggunakan antipiretik sebagai cara menurunkan demam.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik

melakukan penelitian tentang “ penerapan tindakan kompres hangat pada

asuhan keperawatan pada kasus demam tifoid di RSUD Madani Palu”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah

penerapan tindakan kompres hangat pada asuhan keperawatan pada kasus

demam tifoid di RSUD Madani Palu?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pelaksanaan kompres

air hangat pada asuhan keperawatan pasien demam tifoid di RSUD

Madani Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian pada asuhan keperawatan pasien

demam tifoid di RSUD Madani Palu.

b. Menentukan diagnosa pada asuhan keperawatan pasien demam

tifoid di RSUD Madani Palu.

c. Menentukan perencanaan pada asuhan keperawatan pasien demam

tifoid di RSUD Madani Palu.


d. Mengimplementasikan tindakan kompres hangat pada asuhan

keperawatan pasien demam tifoid di RSUD Madani Palu.

e. Menentukan evaluasi pada asuhan keperawatan pasien demam

tifoid di RSU Anutapura Palu.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat untuk Rumah Sakit Umum Daerah Madani Palu

Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan

instansi terkait dalam menentukan prioritas perencanaan program

kebijakan dalam menanggulangi masalah penyakit demam tifoid.

2. Manfaat untuk Institusi

Sebagai bahan masukan dalam bidang ilmu pengetahuan

khususnya mengenai masalah penyakit demam tifoid dan merupakan

bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.

3. Manfaat bagi peneliti lain.

Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang sangat berharga dan

menambah dan mengasah wawasan peneliti tentang penyakit demam

tifoid.

Anda mungkin juga menyukai