Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam thypoid pada anak membutuhkan suatu manajemen

demam yang tersendiri bila dibandingkan dengan orang dewasa,

karena jika tindakan yang dilakukan tidak tepat dan lambat akan

menganggu pertumbuhan dan perkembangan anak serta komplikasi

yang membahayakan nyawa anak (Ulfa & Handayani, 2018).

Komplikasi tersebut seperti kejang dan penurunan kesadaran (Rosa &

Ria, 2020). Komplikasi lain yang dapat terjadi pada demam thipoid anak

adalah syok hipovolemik dan bahkan kematian (Trismiyana & Agung,

2020).

Demam thypoid pada anak dengan suhu tubuh 41°C memiliki

risiko terjadinya kematian mencapai 17%, dan pada suhu 43°C akan

mengalami penurunan kesadaran atau koma dengan risiko terjadinya

kematian mencapai 70% (Ulfa & Handayani, 2018). sedangkan pada

suhu 45°C risiko terjadinya kematian mencapai angka 90-98% atau

dengan kata lain akan menimbulkan kematian dalam beberapa jam

(Syahniar et al., 2020; Ulfa & Handayani, 2018).

World Health Organization (WHO) (2018) menyatakan bahwa

salah satu masalah kesehatan utama pada anak di negara yang

beriklim tropis adalah penyakit menular seperti demam thypoid, yang

disebabkan oleh Salmonella Typhosa. (World Health Organization,

1
2018). Demam thypoid banyak ditemukan dalam kehidupan

masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Menurut standar diagnosa keperawatan indonesia masalah

keperawatan yang utama pada anak dengan kasus medik demam

thypoid adalah ganguan termoregulasi seperti hipertemi dan ganguan

rasa aman (Miftahudin, 2021; SDKI, 2016). Masalah keperawatan

tersebut membutuhkan suatu penyusunan rencana, pelaksanaan

implementasi,dan evaluasi keperawatan dan yang berkesinambungan

dan komprehensif baik secara biologi, psikologi, sosial, spritual dan

culutural (Asmi, 2020; Pratamawati, 2019).

Intervensi keperawatan dalam menangani kasus medik demam

thypoid dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan

farmakologis yang tertuang dalam intervensi keperawatan kolaboratif

dan pendekatan non farmakologi yang tertuang dalam intervensi

observasi, pendidikan kesehatan dan intervansi terapeutik (Izazi, 2018;

SDKI, 2016). Salah satu intervensi keperawatan terapeutik yang dapat

dilakukan pada kasus demam thypoid anak adalah kompres hangat

(Apriany & Cahyati, 2021; Firmansyah, Andan, 2021).

Kompres hangat adalah salah satu metode fisik untuk

menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. Pemberian

kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya

memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar

menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawah oleh darah ini

2
menuju hipotalamus akan merangsang preoptik mengakibatkan

pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan

terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak melalui dua

mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat(Potter

& Perry, 2018).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sakarya, 2018)

menyatakan bahwa tindakan keperawatan kompres di nilai mampu

menurunkan suhu tubuh yang tinggi melalui proses evaporasi, kompres

hangat dapat di lakukan di daerah yang memiliki pembuluh darah besar

kemudian mengalami vasodilasi yang menyebabkan pori-pori kulit

terbuka, melebar dan mempermudah pengeluaran panas sehingga

suhu tubuh akan turun, tidak hanya di daerah itu kompres hangat juga

bisa dilakukan di daerah aksila,dahi bahkan di selangkangan.

Penelitian (Nofitasari & Wahyuningsih, 2019) juga menjelaskan bahwa

ada pengaruh dalam pemberian Kompres hangat efektif menurunkan

demam thypoid yaitu dengan pemberian kompres hangat pada

pembuluh darah yang besar sehingga dapat memberikan sinyal ke

hipotalamus melalui sum-sum tulang belakang. Saat reseptor yang

peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor

mengeluarkan sinyal melalui keringat dan vasodilator perifer.

Terjadinya vasodilator menyebabkan pembuangan panas melalui

keringat dan dapat menurunkan suhu tubuh.

3
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan insidensi

kasus demam thypoid yang tinggi yaitu 81 kasus per 100.000 populasi

setiap tahunnya. Prevalensi demam thypoid di Indonesia lebih sering

terjadi pada anak dengan kelompok usia sekolah yaitu yaitu 62.0% dari

total kejadian, dan lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki yaitu

57.6% (Kemenkes RI, 2018; Rachman, 2017).

Berdasarakan data riskesdas Sulawesi Tenggara angka kejadian

demam thypoid sebanyak 28,28% dan untuk wilayah kota kendari

kasus demam thyfoid menempati peringkat ke7 dari penyakit terbesar.

Studi pendahuluan di RSUD Kota Kendari diperoleh data angka

kejadian demam tifoid anak pada tahun 2020 sebesar 16 kasus dan

pada tahun 2021 meningkat menjadi 41 kasus. Hasil wawancara

terhadap 3 orang perawat yang bertugas di ruang perawatan anak

RSUD Kota Kendari menyatakan bahwa selain masalah keperawatan

hipertermi, masalah keperwatan utama lainnya yang selalu dialami oleh

semua pasien anak dengan diagnosa medis demam thypoid adalah

gangguan rasa aman.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk

menyusun suatu laporan studi kasus dengan judul "Asuhan

Keperawatan demam thypoid dengan gangguan rasa aman (hipertermi)

pada anak di RSUD Kota Kendari?”.

4
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,

maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Asuhan Keperawatan

demam thypoid dengan gangguan rasa aman (hipertermi) pada anak di

RSUD Kota Kendari?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan melaporkan

penerapan Asuhan Keperawatan demam thypoid dengan gangguan

rasa aman (hipertermi) pada anak di RSUD Kota Kendari.

1.4. Manfaat Studi Kasus

1.4.1. Manfaat Bagi Keilmuan

Sebagian tambahan pengetahuan dan wawasan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada gambaran

studi pemberian kompres hangat terhadap penurunan suhu

tubuh pada anak penderita demam thypoid di RSUD Kota

Kendari.

1.4.2. Manfaat Bagi Pemerintah

Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemgambilan

kebijakan atau keputusan khusus pada gambaran studi kompres

hangat terhadap penurunan panasi pada pasien penderita

demam thypoid di RSUD Kota Kendari.

5
1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat

Diharapkan menjadi bahan referensi dalam menerapkan

hasil peneliti sehingga bisa menerapkan terapi sesuai standar

operasional prosedur.

1.4.4. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang

akan melakukan peneliti serupa.

6
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1. Tinjaun Tentang Demam Thypoid
2.1.1. Defenisi

Demam Thypoid (Tifus abdominalis, enteric fever) artinya

penyakit infeksi akut yg umumnya terdapat di saluran cerna

dengan tanda-tanda demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa

gangguan kesadaran (Idrus, 2020). Demam thypoid pula pada

definisikan sebagai penyakit infeksi sistemik bersifat akut di usus

halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi

(Salmonella typhosa) (Naffiah, 2018).

Demam thypoid ialah gerombolan penyakit yg mudah

menular serta bisa menyerang banyak orang sebagai akibatnya

bisa menimbulkan wabah (Punjabi & Ravi, 2019). berdasarkan

putra demam thypoid merupakan penyakit infeksi yang terlihat

menggunakan adanya bakterimia,perubahan pada sistem

retikulo endotelial yg bersifat difus,pembentukan mikro

abses,serta ulserasi plaque peyeri di distal ileum (Darmawati,

2021).

2.1.2. Etiologi

Penyakit ini disebabkan sang infeksi kuman Salmonella

typhosa/Eberthella typhosa/Salmonella typhi yg merupakan ku

7
mangram negatif, berkecimpung menggunakan rambut getar

serta tidak membuat spora (Idrus, 2020). Kuman ini dapat

tumbuh di semua media serta di media yg selektif, bakteri ini

memfermentasi glukosa dan manosa, namun tidak dapat

memfermentasi laktosa, menggunakan waktu inkubasi berkisar

tiga hari hingga satu bulan (Darmawati, 2021).

Asal penularan primer demam thypoid artinya penderita itu

sendiri serta karier yang dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman

salmonella typhi dalam tinja, dan tinja inilah yg menjadi sumber

penularan (Naffiah, 2018). Bakteri ini bisa hidup hingga

beberapa minggu pada alam bebas mirip pada dalam air, es,

sampah dan debu. Bakteri ini bisa mangkat menggunakan

pemanasan (suhu 60°C) selama 15 – 20 mnt, pasteurisasi,

pendidihan, dan khlorinisasi (Idrus, 2020).

2.1.3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari penyakit demam tifoid menurut

Darmawati (2021) adalah sebagai berikut:

1. Masa tunas 10 – 20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi

terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman

yang terlama 30 hari.

2. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal.

Gejala tersebut adalah perasaan tidak enak badan, lesu,

8
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan

kurang.

3. Demam

Di kasus yang spesial demam berlangsung tiga minggu,

bersifat febris remiten serta suhu tidak tinggi sekali. Selama

minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap

hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi

pada sore dan malam hari. pada minggu kedua pasien terus

berada pada keadaan demam, pada minggu ketiga suhu

berangsur turun serta normal pulang pada akhir minggu

ketiga.

4. Gangguan pada saluran pencernaan.

Pada mulut ada nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden). lidah tertutup selaput putih kotor

(coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan.

5. Gangguan kesadaran

Biasanya kesadaran pasien menurun walaupun tak dalam

yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor atau

koma (kecuali penyakitnya berat serta terlambat menerima

pengobatan).

6. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola.

Roseola adalah bintik-bintik kemerahan karena emboli basil

9
dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu

pertama demam.

2.1.4. Patofisiologi

Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. akibat diserap

diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam

peredaran darah hingga diorgan-organ lain, terutama hati dan

limfa (Idrus, 2020). akibat yg tidak dihancurkan berkembang biak

pada hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan

membesar (hipertropi) disertai nyeri di perabaan, lalu basil

masuk balik kedalam darah (bakteremia) dan menyebar

keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus,

sebagai akibatnya menimbulkan tukak berbentuk oval di mukosa

diatas plak peyeri (Darmawati, 2021). Tukak tadi bisa

menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. tanda-tanda

demam disebabkan sang endotoksin,sedangkan gejala pada

saluran pencernaan disebabkan sang kelainan di usus (Naffiah,

2018).

2.1.5. Komplikasi

Menurut Idrus (2020), Komplikasi demam thypoid dibagi dalam

dua kelompok yaitu sebagai berikut :

a. Komplikasi Intestinal

1. Pendarahan usus

2. Perforasi usus

10
3. Ileus paralitik

b. Komplikasi ektra-intestinal

1. Komplikasi kardiovaskuler Kegagalan sirkulasi perifel

(renjata sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

2. Komplikasi darah Anemia hemolitik, trombositoperia dan

sidroma uremia hemolitik.

3. Komplikasi paru pneumonia, emfiema, dan pleuritis

4. Komplikasi hepair dan kandung empedu Hepatitis dan

kolesistitis

5. Komplikasi ginjal Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis,

dan arthritis

6. Komplikasi neuropsikiatrik Delirium, meningismus,

meningistis, polyneuritis perifer, sindrom, katatoni.

2.1.6. Penatalaksanaan

Terapi di demam typhoid adalah buat mencapai keadaan

bebas demam serta gejala, mencegah komplikasi, dan

menghindari kematian. Eradikasi total bakteri buat mencegah

kekambuhan serta keadaan karier artinya hal yg krusial buat

dilakukan (Idrus, 2020). Trilogi penatalaksanaan demam typhoid

yg dimaksut artinya sebagai berikut :

11
a. Istirahat dan perwatan.

Tirah baring menggunakan perawatan sepenunhnya pada

kawasan mirip makan, minum, mandi, buang air mungil, dan

buang air akbar akan membantu serta mempercepat masa

penyembuhan. dalam perawatan, perlu dijaga kebersihan

kawasan tidur, sandang, dan perlengkapan yg dipakai. Posisi

pasien perlu diawasi buat mencegah dekubitus dan

pneumonia (Darmawati, 2021).

b. Diet dan terapi penunjang

Penatalaksanaan ini cukup krusial sebab kuliner yang kurang

akan menurunkan keadaan awam dan gizi penderita akan

semakin turun serta proses peyembuhan akan menjadi

usang. terdapat pendapat bahwa usus wajib diistirahatkan

serta buat menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna

atau perforasi usus maka diberikan bubur saring. namun

beberapa peneliti memberikan bahwa hadiah makan padat

dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa

(menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat

diberikan dengan aman pada pasien demam typhoid (Idrus,

2020).

c. Pemberian antimikroba

Antimikroba yang acapkali digunakan adalah Kloramfenikol,

Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisilin dan Amoksisilin,

12
Sefalo sporin Generasi ketiga, Golongan fluorokuinolon, dan

Kortikosteroid. Antibiotik golongan fluoroquinolone

(ciprofloxa cin, ofloxacin, dan pefloxacin) merupakan terapi

yang efektif buat demam thypoid yg ditimbulkan isolate tidak

resisten terhadap fluoroquinolone menggunakan nomor

kesembuhan klinis sebesar 98%, saat penurunan demam 4

hari, dan angka kekambuhan serta fecal karier kurang asal

2%.Fluoroquinolone memiliki penetrasi kejaringan yg sangat

baik, bisa membunuh Salmonella typhi intraseluler pada pada

monosit/makrofag, dan mencapai kadar yang tinggi pada

kandung empedu dibandingkan antibiotik lain (Darmawati,

2021).

2.2. Tinjauan Umum Asuhan Keperawatan Demam Thypoid Pada


Anak
2.2.1. Pengkajian

Pengkajian adalah termin awal asal proses keperawatan

serta adalah proses yg sistematis dalam pengumpulan data

berasal berbagai sumber data buat mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan pasien (Atik & Eko, 2016).

Pengkajian adalah pemikiran dasar berasal proses keperawatan

yang bertujuan buat mengumpulkan gosip atau data ihwal

pasien, agar bisa mengidentifikasi, mengenali duduk perkara

persoalan, kebutuhan kesehatan serta keperawatan pasien, baik

fisik, mental, sosial serta lingkungan (Nadirawati, 2019).

13
Pengkajian pada anak dengan demam thyfoid adalah

sebagai berikut (Marni, 2016):

a. Identitas

1. Pengkajian identitas anak berisitentang : nama, anak

yang ke, tanggal lahit/ umur, jenis kelamin dan agama.

2. Pengkajian identitas Orang tua berisi tentang : nama,

umur, pekerjaan, pendidikan, agama dan alamat.

b. Alasan Dirawat

1. Keluhan utama Seperti perasaan tidak enak badan, lesu,

pusing, nyeri kepala dan kurang bersemangat, serta nafsu

makan menurun (terutama pada saat masa inkubasi).

2. Riwayat Penyakit

a) Apakah anak pernah mengalami sakit sebelumnya.

b) Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang

bersifat menular dan menurun.

3. Riwayat Anak

a) Perawatan anak dalam masa kandungan.

b) Perawatan pada waktu kelahiran.

4. Kebutuhan Bbo-psiko-sosial-spiritual dalam kehidupan

sehari-hari :

a) Pernapasan

14
Bagaimana suara nafas anak, ada tidaknya kesulitan

bernafas yang dialami oleh anak, serta keluhan lain

yang dirasakan anak.

b) Pola nutrisi (makan dan minum) tanyakan pada pasien

atau keluarga berapa kali makan dan minum dalam

satu hari.

c) Eliminasi (BAB/BAK)

Kaji pola BAB dan BAK pad anak. Pada BAB tinjau

konsistensi, warna, bau dan ada atau tidaknya darah.

Pada BAK tinjau volume, warna, bau.

d) Aktifitas

Kaji permainan yang paling disukai pada anak, dan

kapan waktu bermainnya.

5. Rekreasi

Kemana dan kapan biasanya anak diajak berekreasi.

6. Istirahat dan tidur

Kaji pola tidur anak pada siang dan malam hari dan

berapa lama. Ada tidaknya kesulitan tidur yang dialami

oleh anak.

7. Kebersihan diri

Kaji berapa kali anak mandi dalam sehari, ada membantu

atau tidak. Bagaiman dengan kebersihan kuku atau

rambut.

15
8. Pengaturan suhu tubuh

Suhu anak diukur apakah normal, hipotermi ataukah

mengalami hipertermi.

9. Rasa nyaman

Kaji kondisi dan keadaan anak saat mengobrol dengan

orang lain.

10. Rasa aman

Kaji lingkungan tempat anak bermain, apakah sudah

aman dari benda-benda tajam dan berbahaya.

Bagaimana pengawasan orang tua ketika anak sedang

bermain.

11. (anak dan orang tua)

Kaji pengetahuan orang tua dalam merawat dan mendidik

anak.

12. Prestasi

Kaji bagaimana pencapaian dan kemampuan anak

mengenai tingkah laku social, gerak motorik harus,

bahasa, dan perkembangan motoric kasar.

13. Hubungan social anak.

16
Kaji bagimana hubungan anak dengan orang tua,

keluarga lain serta teman-temannya. Siapakah orang

yang paling dekat dengan anak.

14. Melaksanakan ibadah (norma, donasi yg diharapkan

terutama ketika anak sakit). Apa kepercayaan yang dianut

dan bagaimana pelaksanaan ibadah yg dilakukan sang

anak.

c. Pengawasan Kesehatan

1. Status Imunisasi Anak(1-5 tahun)

Status imunisasi anak adalah dimana anak pernah

menerima imunisasi seperti BCG, difteri, pertussis,

tetanus, polio serta campak atau tambahan imunisasi

lainnya yg dianjurkan oleh petugas.

a. Penyakit yang pernah diderita di poin ini yang perlu

dikaji adalah jenis penyakit, akut atau kronis, menular

atau tak, umur ketika sakit, lamanya serta pertolongan.

b. Kesehatan lingkungan Kaji bagaimana keadaan

lingkungan tempat tinggal anak tentang ketersediaan

air bersih dan sanitasi/ jendela rumah.

d. Perkembangan anak (0-6 tahun)

Mengkaji keadaan perkembangan anak usia 1 bulan –

72 bulan, bisa dilakukan dengan memakai Kuisioner Pra

17
Skrining Perkembangan (KPSP), buat menilai pada 4 sektor

perkembangan di anak yg mencakup: motorik kasar, motorik

halus, bicara/ bahasa serta sosialisasi/ kemandirian.

Interprestasi yang akan terjadi KPSP bisa dihitung dengan

cara menghitung jumlah “Ya‟ yaitu dengan cara: 1. Jumlah

jawaban “Ya‟=9 atau 10, perkembangan anak sinkron

dengan termin perkembangannya. dua. Jumlah jawaban

“Ya‟=7 atau 8, perkembangan anak mencurigai. tiga. Jumlah

jawaban “Ya‟=6 atau kurang, perkembangan anak

mewaspadai.

e. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaa numum yang meliputi suhu, nadi, pernafasan,

tekanan darah, warna kulit, tonus otot, turgor kulit, udema.

2. Pemeriksaan Head to Toe

a) ketua: kaji tentang bentuk kepala, ada tidaknya lesi,

kebersihan kulit kepala, jenis rambut, tekstur rambut,

warna rambut dan pertumbuhan rambut.

b) Mata : kaji bentuk bola mata, pergerakan, keadaan

pupil, konjungtiva, keadaan kornea, sclera, bulu mata,

ketajaman penglihatan dan reflex kelopak mata.

c) Hidung: kaji mengenai kebersihan, adanya secret,

warna mukosa hidung, pergerakan/ nafas cuping

hidung, juga adanya gangguan lain.

18
d) Telinga: Kaji kebersihan, keadaan alat pendengaran,

dan kelainan yang mungkin ada.

e) Mulut: terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta

bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput

kotor yang biasanya berwarna putih, sementara ujung

tepi lidah berwarna kemerahan.

f) Leher: kaji adanya pembesaran kelenjar/pembuluh

darah, kaku kuduk, pergerakan leher.

g) Thoraks: kaji mengenai bentuk dada, irama

pernafasan, tarikan otot bantu pernafasan, serta

adanya suara nafas tambahan.

h) Jantung: kaji bunyi serta pembesaran jantung pada

anak.

i) Persarafan: kaji reflek fisiologi sata ureflek patologis

yang dilakukan oleh anak.

j) Abdomen: dapat ditemukan keadaan perut kembung.

Bisanya terjadi konstipasi, atau diare dan bahkan bias

saja normal, kulit teraba hangat dan kemerahan.

k) Ekstremitas: kaji tentang pergerakan, kelainan bentuk,

reflex lutut dan adanya edema.

l) Pemeriksaan Genetalia

m) Alat kelamin: kaji mengenai kebersihan dan adanya

lesi.

19
n) Anus: kaji mengenai keadaan dan kebersihan, ada

tidaknya lesi dan ada tidaknya infeksi.

3. Antropometri (ukuran pertumbuhan) Pengukuran

antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar

kepala, lingkar dada, dan lingkar lengan.

f. PemeriksaanPenunjang

1. Pemeriksaan darah

2. Pemeriksa widal tes

3. Hasil biakan bakteri salmonella thyphosa dapat

ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama

sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine

dan faeces.

2.2.2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua asal proses

keperawatan yang mendeskripsikan penilaian klinis ihwal respon

individu, famili, kelompok juga warga terhadap permasalahan

kesehatan baik aktual juga potensial (Nadirawati, 2019).

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yg jelas, singkat

serta sempurna wacana masalah pasien yang konkret dan

penyebabnya bisa dipecahkan atau diubah melalui tindakan

keperawatan (Marni, 2016).

20
Berdasarkan baku Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI),

2016 diagnosa keperawatan pasien anak dengan diagnosa

medik demam tifoid artinya sebagai berikut:

Hipertermi berhubungan menggunakan dehidrasi,

terpaparlingkungan panas, proses penyakit (mis,infeksi,

kanker),ketidaksesuaian pakean dengan suhu

lingkungan,peningkatan laju metabolisme serta aktivitas

berlebih, ditandai menggunakan suhu tubuh di atas nilai

normalkulit merah,kejang,takikardi, takipnea serta kulit terasa

hangat.

2.2.3. Intervensi

Perencanaan keperawatan artinya suatu proses pada

dalam pemecahan problem yg merupakan keputusan awal

tentang sesuatu apa yg akan dilakukan, bagaimana dilakukan,

kapan dilakukan, siapa yang melakukan asal seluruh tindakan

keperawatan (Marni, 2016). Perencanaan keperawatan adalah

rencana tindakan keperawatan tertulis yg mendeskripsikan

dilema kesehatan pasien, yang akan terjadi yang akan

dibutuhkan, tindakantindakan keperawatan dan kemajuan

pasien secara khusus (Atik & Eko, 2016). Perencanaan

keperawatan merupakan bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan menjadi panduan buat mengarahkan

21
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,

memecahkan persoalan atau buat memenuhi kebutuhan pasien.

Tabel 2.1 Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperwatan


Keperawatan Kriteria Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1 Hipertermi Setelah Manajemen Hipertermia
berhubungan dilakukan
Observasi
dengan proses Tindakan
penyakit (infeksi keperawatan a. Monitorsuhutubuh.
bakteri selama 3x24 Teraputik
salmonella jam diharapkan
b. Sediakan lingkungan
typhosa) termoregulasi
yang dingin.
ditandai dengan membaik
c. Longgarkan atau
suhu tubuh di dengan kriteria
lepaskan pakaian.
atas nilai hasil:
d. Basahi dan kipasi
normal,kulit a. Menggigil
permukaan tubuh.
merah, menurun.
e. Berikan cairan oral.
kejang,takikardi, b. Kulit merah
f. Anjurkan tirah baring
takipnea dan menurun.
Kolaborasi
kulit terasa c. Pucat
hangat. menurun. g. Kolaborasi pemberian
Suhu tubuh cairan dan elektrolit
membaik. intravena.
d. Suhu kulit
membaik..
Sumber, SLKI, SIKI, (2018)

2.2.4. Implementasi

22
Implementasi ialah pengelolaan serta perwujudan berasal

planning keperawatan yang telah disusun pada tahap

perencanaan (Pratamawati, 2019). Implementasi ialah tahap

proses keperawatan di mana perawat memberikan intervensi

keperawatan eksklusif dan tidak pribadi terhadap klien

(Nadirawati, 2019).

2.2.5. Evalusai

Evaluasi ialah langkah proses keperawatan yang

memungkinkan perawat buat memilih apakah hegemoni

keperawatan telah berhasil menaikkan kondisi klien (Apriany &

Cahyati, 2021). penilaian ialah langkah terakhir pada proses

keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana

tujuan dari planning keperawatan tercapai atau tak (Nadirawati,

2019). penilaian artinya termin akhir dari proses keperawatan yg

ialah perbandingan yang sistematis serta terjadwal antara hasil

akhir yg teramati dan tujuan atau kriteria akibat yang dirancang

di termin perencanaan (Marni, 2016).

2.3. Tinjauan Umum Kompres Hangat

1.4.1. Defenisi

23
Kompres hangat merupakan keliru satu terapi non

farmakologi yg terbukti efektifitas dilakukan pada penangan

demam di pasien demam thypoid. Tindakan kompres hangat

ialah tindakn yang relatif efektif pada menurunkan demam.

Kompres hangat bisa dilakukan selama 20 mnt sesering

mungkin diadaptasi deng an kondisi tubuh pasein dengan

wilayah pengompresan disarankan pa da area tubuh dengan

poly pembuluh darah mirip dahi. (Purwanti,2018).

Kompres hangat artinya metode buat menurunkan suhu

tubuh. Pemberian kompres hangat pada wilayah lipatan ketiak

lebih efektif 24 sebab di wilayah tadi banyak ada pembuluh

darah besar dan banyak ada kelanjar keringat apokrin yg

memiliki banyak vaskuler sehingga akan memperluas wilayah

yang mengalami vasodilatasi yg akan memungkinkan

percepatan perpindahan panas dari dalam tubuh ke kulit hingga

delapan kali lipat lebih poly. aplikasi kompres hangat menjadi

keliru satu tindakan mandiri buat menangani demam. (Ayu, dkk

2018).

1.4.2. Indikasi

Indikasi kompres hangat adalah sebagai berikut (Gabriel F. J,

2018) :

a. Klien yang kedinginan(suhu tubuh yang rendah).

b. Klien dengan perut kembung.

24
c. Klien yang mempunyai penyakit peradanga, seperti

persendian.

d. Spasme otot. Adanya abses, hematoma.

1.4.3. Kontra indikasi

Kontra indikasi dari tindakan kompres hangat adalah

sebagai berikut :

a. Cedera atau trauma berat, rasa panas pada kompres dapat

menimbulkan efek vasodilatasi sehingga dapat

meningkatkan pendarahan dan pembengkakkan bagian

tubuh yang dikompres (Askara,2020).

b. Pendarahan yang masih aktif karena rasa panas pada

kompres hangat yang dapat menyebabkan pelebaran 25

pembuluh darah dan akan meningkatkan terjadinya

perdarahan. Gangguan pada kulit atau iritasi, rasa panas

tersebut dapat membakar ataukan menyebabkan

kerusakan kulit lebih jauh (Askara,2020).

1.4.4. Mekanisme Kerja Secara Fisiologis

Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh dan

dapat memperlebar pembuluh darah sehingga aliran darah dan

suplai oksigen lebih mudah mencapai daerah yang sakit. Dan

akan membantu relaksasi dari otot dan mengurangi nyeri.

Kompres dengan suhu hangat juga akan mengurangi kekakuan

dan meningkatkan rentang gerak gerak bagian tubuh yang

25
nyeri. Kompres hangat merupakan metode yang tepat untuk

membantu menurunkan demam, pembuluh darah yang

melebar akibat suhu hangat bias membantu pengeluaran

panas dari subuh. (Nugraha,2017).

1.4.5. Prosedur Kerja

Standar operasional prosedur (SOP) pada kompres

hangat yait sebagai berikut (Antia,2019):

a. Tujuan kompres hangat Untuk menurunkan demam 26

b. Persiapan alat Kom, kain, handkun, air hanga(43-46°𝐶)

termometer suhu air, termometer suhu badan,alat tulis

lembar observasi.

c. Tahap pra interaksi

1) Memperkenalkan diri

2) Mencuci tangan

3) Menggunakan handskun

4) Menempatkan alat didekat pasien dengan benar

d. Tahap orientasi

1) Memberikan salam

2) Menjelaskan maksud dan tujuan

3) Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien

e. Tahap kerja

1) Menjaga privat

2) Memintah keluaraga klien untuk mengisi lembar biodata

26
3) Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

4) Mengisi kom dengan air hangat

5) Mengukur suhu air dengan thermometer suhu(43-46℃)

6) Masukan kain dalam hangat lalu diperas sampai lembab

27

7) Meletakan kain pada bagian lipatan ketiak anak selama

2 menit

8) Ulang langkah selama 6 kali

9) Angkat kain

f. Tahap terminasi

1) Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan

2) Membersikan alat

3) Mencuci tangan

4) Mencatat kegiatan dalam lembar observasi

2.4. Tinjauan Tentang Hipertermi

2.5.1. Defenisi

Hipertermi adalah keadaan menaikkan suhu tubuh diatas

rentang normal tubuh.(Tim pokja SDKI DPP PPNI,2016).

Hipertermi keadaan pada mana individu mengalami atau

berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh >37,8℃ atau 38,8℃

sifatnya menetap karena factor eksternal (Capenito, 2018).

2.5.2. Etiologi

27
Hipertermi dapat disebabkan sang beberapa hal.pada

pasien demam, hipertermi ditimbulkan sang sebab adanya

proses penyakit(infeksi virus dengue(virema)) didalam tubuh

yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti (Tim Pokja SDKI

DPP PPNI,2016)

2.5.3. Manifestasi Klinis

Hipertermia terdiri dari gejala dan tanda mayor,dan gejala dan

tanda minor. Adapun gejala dan tanda mayor,dan gejala dan

tanda tanda minor,yaitu :

a) Gejala dan tanda mayor

1) Suhu tubuh diatas nilai normal Suhu tubuh diatas nilai

normal yaitu >37,8℃ - 38,8℃

b) Gejala dan tanda minor

1) Kulit merah Kulit merah terdapat bintik-bintik merah

2) Kejang Kejang merupakan suatu kondisi dimana otot-

otot tubuh berkontraksii secara tidak terkendali akibat

dari adanya peningkatan tempratur yang tinggi.

3) Takikardia Takikardia adalah suatu kondisi yang

menggambarkan dimana denyut jantung yang lebih

cepat dari pada denyut jantung normal.

4) Takipnea Takipnea adalah suatu kondisi yang

menggambarkan dimana pernapasan yang cepat dan

dangkal. 29

28
5) Kulit terasa hangat Kulit dapat terasa hangat terjadi

karena adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga

kulit menjadi hangat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2016).

2.5. Kajian Empiris

1. berdasarkan penelitian yang di lakukan sang Dwi Setiawan tahun

2016 dengan judul perbandingan kompres hangat serta

tepidsponge terhadap penurunan suhu tubuh anak yang

mengalami demam mengatakan yang akan terjadi penelitian

disimpulkan bahwa kompres hangat menurunkan suhu tubuh.

2. sesuai penelitian yg dilakukan oleh Fira Septia Ningsih di tahun

2020 menggunakan judul studi literature efektifitas kompres

hangat terhadap penurunan suhu pada demam thypoid

mengatakan yang akan terjadi penelitian disimpulkan bahwa

kompres hangat terbukti membantu reaksi fisiologis tubuh yaitu

pelebaran darah besar untuk menguluarkan keringat

menggunakan menaikkan evaporasi yg ada asal sensasi hangat di

kompres.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mawar Saron

Simangungsong di tahun 2021 dengan judul studi perkara kompres

hangat pada menurunkan suhu tubuh pada anak menggunakan

demam thypoid pada tempat tinggal sakit Taman Kanak-kanak II

Putri Hijau Medan mengungkapkan hasil penelitian disimpulkan

bahwa sesudah dilakukan tindakan 30 keperawatan terhadap

29
pasien dengan hadiah kompres hangat efektif pada menurunkan

suhu tubuh.

4. berdasarkan penelitian yg dilakukan oleh Dian Nurma Kusumarini

pada tahun 2021 dengan judul literature review terapi pemberian

kompres hangat terhadap penuruan suhu tubuh pada pasien

demam thypoid menyampaikan akibat penelitian disimpulkan

bahwa ada imbas kompres hangat terhadap penurunan demam di

pasien demam thypoid.

5. sesuai penelitian yang dilakukan oleh Della Lisia Putri pada tahun

2021 dengan judul hegemoni kompres hangat di pasien hipertermi

dengan diagnosis thypoid fever menyampaikan akibat penelitian

disimpulkan bahwa pemberian kompres hangat di nilai lebih efektif

pada penurunan suhu tubuh.

30
BAB III

METODE STUDI KASUS

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan desain studi kasus dengan

pendekatan deskriptif observasional.

3.2. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

3.2.1. Lokasi

Penelitian ini telah dilaksakan di Ruang Rawat Inap RSUD Kota

Kendari.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 – 25 Maret tahun 2022.

3.3. Subjek Studi Kasus

Subyek studi kasus ini berjumlah 1 orang pasien di RSUD Kota

Kendari. Subyek studi kasus ini ditentukan dengan menggunakan

criteria inklusi dan eksklusi, yaitu:

3.3.1. Kriteria Inklusi

Adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Hidayat,

2018). Kriteria inklusi pada studi kasus ini adalah :

a. Pasien pada anak batas usia di bawah 10 tahun

b. Pasien anak dengan diagnosa medik demam thypoid

c. Bersedia menjadi responden

3.3.2. Kriteria Eksklusi

31
Adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang tidak terjangkau dan tidak akan diteliti

(Hidayat, 2018). Kriteria eksklusi pada studi kasus ini adalah

a. Pasien berusia 10 tahun keatas

b. Pasien anak yang memiliki alergi terhadap air hangat

3.4. Fokus Studi

Fokus utama pada studi kasus ini yaitu asuhan keperawatan

demam thypoid pada anak dengan pemberian kompres hangat dalam

pemenuhan kebutuhan rasa aman di RSUD Kota Kendari.

3.4.1. Definisi Operasional Fokus Studi

a. Demam thypoid yang dimaksud dalam studi kasus ini

adalah demam akibat mikroorganisme salmonella thyposa

dan telah didiagnosa oleh dokter.

b. Hipertermi adalah keadaan meningkatkan suhu tubuh

diatas rentang normal tubuh. Hipertermi keadaan di mana

individu mengalami atau berisiko mengalami kenaikan suhu

tubuh >36,5℃ atau 37,5℃ sifatnya menetap karena factor

eksternal

c. Kompres hangat adalah salah satu metode fisik untuk

menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam.

Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh darah

besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada

area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh.

32
d. Gangguan rasa aman adalah keadaan bahaya dalam

demensi fisik dan lingkungan bahkan sampai mengancam

nyawa.

e. Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses

keperawatan. Tahap ini dalam menentukan tahap-tahap

selanjutnya. Data yang komperehensif dan valid akan

menentukan penetapan diagnosis keperawatan dengan

tepat dan benar, serta selanjutnya akan berpengaruh dalam

perencanaan keperawatan.

f. Diagnosa keperawatan adalah penentuan masalah

keperawatan dari hasil perumusan data subyektif dan data

obyektif klien. Berdasarkan penjelasan mengenai diagnosa

keperawatan maka penelitian menemukan diagnose

keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses

penyakit. Hipertermi adalah keadaan dimana meningktanya

suhu tubuh anak di atas rentang normal tubuh.

g. Intervensi keperawatan adalah rencana asuhan atau

tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh klien.

Berdasarkan penjelasan mengenai intervensi keperawatan

di atas maka penelitian mengambil intervensi manajemen

hipertemia.

h. Implementasi keperawatan adalah serangkai kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah

33
status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang

lebih baik yang menggambarkan criteria hasil yang

diharapkan. Dari penjelasan mengenai implementasi

keperawatan di atas maka penelitian melakukan

implementasi yaitu kompres hangat yang efektif untuk

menurunkan suhu tubuh anak demam thypoid yaitu dengan

cara pemberian kompres hangat pada pembuluh darah

yang besar sehingga dapat memberikan sinyal ke

hipotalamus melalui sum-sum tulang belakang.

i. Evaluasi adalah proses penilaian atau observasi yang

dilakukan oleh peneliti terhadap perkembangan status

kesehatan klien. Adapun evaluasi keperawatan yang

diharapkan pada pasien dengan hipertermi yaitu mengigil

menurun, kulit merah membaik, suhu tubuh membaik

(dalam rentang normal 36,5℃ − 37,5℃), suhu kulit

membaik.

3.5. Instrumen Studi Kasus

Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data adalah

format asuhan keperawatan dan beberapa alat sebagai berikut:

a. Kom/ Baskom Kecil

b. kasa steril/ kain yang menyerap air

c. handskun

d. air hangat

34
e. termometer suhu air

f. alat tulis

g. lembar observasi

h. termometer suhu badan

3.6. Pengumpulan Data

3.6.1. Metode Pengumpulan Data

1. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang

digunakan adalah melakukan observasi asuhan

keperawatan pada anak dengan demam thypoid.

2. Langkah pengumpulan data Penulisan Proposal ini

memerlukan data objektif dan relavan dengan melakukan

pengumpulan data dengan menggunakan teknik

pengumpulan data yaitu:

a. Studi kepustakaan Mempelajari isi literatur yang

berkaitan dengan proposal ini.

b. Studi kasus Menggunakan pendekatan proses

perawatan pada klien dan keluarga yang meliputi

pengkajian data, penerapan diognosa keperawatan,

penyusuhan tindakan keperawatan, pelaksaan tindakan

dan evaluasi asuhan keperawatan. Untuk melengkapi

data/informasi dalam pengkajian menggunakan teknik :

1) Wawancara Mengadakan tanya jawab langsung

kepada kien dan keluarga.

35
2) Observasi Mengadakan pengamatan langsung pada

klien dengan cara melakukan pemeriksaan yang

berkaitan dengan perkembangan dan keadaan klien.

3) Pemeriksaan fisik Melakukan pemeriksaan terhadap

klien melalui : inpeksi,palpasi,auskultasi dan perkusi.

4) Dukomentasi Mendokumentasian hal-hal yang

berhubungan dengan keadaan klien termasuk hasil

pemeriksaan diagnostik test.

36
3.7. Penyajian Data

a. Analisis Data Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif.

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan

cara mendeskripsikan data yang terkumpul untuk membuat suatu

kesimpulan (Hidayat, 2018).

b. Penyajian Data Setelah dilakukan pengolahan data dan

didapatkan hasil studi kasus, maka data atau hasil studi kasus

akan disajikan dalam bentuk teks dan tabel.

3.8. Etika Studi Kasus

Pertimbangan etik dalam pelaksanaan studi kasus ini adalah

sebagai berikut (Hidayat, 2018):

a. Lembar Persetujuan Penelitian (Informed Concent) Lembar

persetujuan dibagikan sebelum penelitian dilaksanakan agar

responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika

responden bersedia diteliti maka harus menandatangani

persetujuan tersebut. Jika tidak peneliti harus menghormati hak-

hak responden.

b. Tanpa Nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan identitas

responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek pada

lembar pengumpulan data. Data tersebut akan diberi kode

tertentu.

37
c. Kerahasiaan (Confidentiality) Informasi yang telah dikumpulkan

dan subyek dijamin kerahasiaannya. Hanya kelompok data

tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil riset.

d. Tidak Merugikan (Non Maleficence) Prinsip ini berarti tidak

menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada responden.

e. Kejujuran (Veracity) Peneliti hendaknya mengatakan secara jujur

dan jelas apa yang akan dilakukan terhadap responden serta

akibat yang akan terjadi.

f. Keadilan (Justice) Dalam penelitian ini, peneliti berlaku adil dan

sana terhadap responden agar tercapai hasil yang maksimal.

38
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL STUDI KASUS


4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis
RSUD Kota Kendari terletak di Jl. Brigjen Z.A Sugianto

No.39 Kendari. RSUD Kota Kendari dibangun oleh

pemerintah Belanda pada tahun 1927. Awalnya RS ini

bernama RSUD Abunawas Kota Kendari pada tahun 2003

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kendari No.17 Tahun

2001, namun pada tahun 2015 namanya berubah menjadi

RSUD Kota Kendari berdasarkan Surat Keputusan Walikota

Kendari No. 16 Tahun 2015. RSUD Kota Kendari adalah

Rumah Sakit Umum Kelas C berdasarkan Keputusan Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor

188/1807/Yankes Dinkes tentang Operasional RSUD Kelas

C. Dengan batas atas administrasi sebagai berikut :

1. Sebelah utara : berbatasan dengan kecamatan Baruga

2. Sebelah barat : berbatasan dengan kecamatan

Ranomeeto 38

3. Sebelah selatan : berbatasan dengan kecamatan Konda

4. Sebelah timur : berbatasan dengan kecamatan poasia

39
b. Sumber Daya Manusia

Jumlah tenaga kerja yang ada di RSUD Kota Kendari

pada tahun 2021 sebanyak 671 terdiri dari 265 PNS dan 406

Non PNS, meliputi :

1. Tenaga Medis

2. Tenaga Kesehatan dengan berbagai profesi

3. Tenaga Administrasi Umum RSUD Kota Kendari saat ini

memiliki sarana gedung sebagai berikut :

1) Gedung Private Medical Care Centre (PMCC) 3 lantai

di lengkapi dengan :

a. Ruang poli umum, poli anak, poli okupasi terapi,

poli mata, poli obsgyn

b. Ruang IGD Ponek

c. Ruang Perinatologi

d. Ruang Instalasi Farmasi

e. Gedung Kantor

f. Ruang Komite

g. Ruang PPI 39

h. Dilengkapi dengan fasilitas Lift menuju lantai 2 dan

i. ATM

j. Pojok Menyusui

k. Ruang Membaca

40
l. Taman Bermain Anak

2) Gedung Anthurium ( Poli Interna, Poli TB, Poli VCT

HIV)

3) Gedung Bougenville ( Poli Gigi, Poli Orthopedi, Poli

THT, Poli Saraf, Poli Jantung, Poli Rehab Medik, Poli

Gizi )

4) Gedung IGD

5) Gedung Matahari ( Radiologi )

6) Gedung Anyelir ( IBS )

7) Gedung Gladiol ( ICCU dan ICU )

8) Gedung Teratai ( Rawat Inap Orthopedi dan THT )

9) Gedung Lavender ( Rawat Inap penyakit dalam )

10) Gedung Mawar ( Rawat Inap Anak )

11) Gedung Melati ( Rawat Inap Bedah )

12) Gedung Tulip (Rawat Inap Saraf & THT)

13) Gedung Anggrek ( Rawat Inap Kls I)

14) Gedung Sakura ( Rawat Inap VIP )

15) Gedung Instalasi Gizi 40

16) Gedung Loundry

17) Gedung Laboratorium

18) Gedung Kamar Jenazah

19) Gedung Instalasi Farmasi

20) Gedung Central Sterile Supply Departent (CSSD)

41
21) Gedung Amarilis / Infection Center (IC)

4.1.2. Gambaran Umum Responden

a. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Responden berinisial MY, berjenis kelamin laki-

laki, berusia 3 tahun. Ditetapkan sebagai subjek

pengukuran penurunan demam thypoid berdasarkan

kriteria penelitian dimana yang bersangkutaan bersedia

menjadi responden. Identitas pengangung jawab adalah

Ny. R berusia 24 tahun. Pendidikan terakhir SMA,

bekerja sebagai IRT, alamat kendari punggolaka,

hubungan dengan pasien adalah ibu.

2. Keluhan Utama

Ibu klien menggatakan anaknya demam sejak 4

hari sebelum masuk ke rumah sakit. Ibu klien

menggatakan demam anaknya naik menjelang malam.

3. Riwayat Keluhan Utama

Saat dikaji An. MY Nampak menangis, Ny. R

sebagai ibu menjadi respoden mewakili An. MY karena

masih kategori anak-anak belum bisa mengemukakan

dengan jelas. Ibu klien mengatakan anaknya gelisah,

rewel dan badanya lemas serta nafsu makan

berkurang serta ketidaknyaman anak sering dialami.

42
Ny. R juga menggtakan dalam sehari bias terjadi

kenaikan suhu badan dari suhu tubuh awal sehingga

klien di bawah di RSUD KOTA KENDARI

4. Riwayat penyakit terdahulu

Dari hasil pengkajian Ny. R mengatakan baru

pertama kali anaknya dirawat di rumah sakit. Dan

tidak ada alergi apapun.

5. Riwayat Imunisasi

Dari pernyataan Ny. R selaku ibu klien

mengemukakan bahwa imunisasi An. MY sampai

pada imunisasi campak.

6. Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh

peneliti pada hari Rabu, 23 Maret 2022 didapatkan

badan terasa hangat, kulit kemerahan, takikardi,

konjungtiva anemis, bentuk kepala normochepal, tidak

ada distensi abdomen, mukosa bibir kering, bentuk

telingan simetris, bentuk hibung simetris, tidak ada

pembesaran kelenjar tiorid, dada dan paru- paru saat di

inspeksi bentuk normal, pergerakan dinding dada

simetris, respirasi spontan tanpa alat bantu, jantung BJ1

dan BJ2 normal, keadaan ekstremitas dan

muskoloskeletal normal, kebersihan diri baik, tidak ada

43
peradangan ataupun luka terbuka dan tertutup dan juga

di peroleh hasil pemeriksaan TTV (TD : 110/90 mmhg, R

: 24x/menit, S : 37,9°c, N: 91x/menit).

7. Terapi saat ini

Pada saat dilakukan pemeriksaan An. MY diberikan

pengobatan adalah terapi infuse 20 tpm, paracematol

4x150 mg, infus RL 20 tpm, ceftriaxone 40 mg/ 6 jam dan

dexamethasone 3mg/6 jam dan pantoprazole 40

mg/6jam kemudian ranitidine ½ ampul per 12 jam.

8. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan Laboratorium pada pemeriksaan

diagnostik yaitu pemeriksaan imunoserologi pada tes

widal salmonella thypi O didapatkan hasil 1/320.

b. Diagnosa Keperawatan

Data Etiologi Masalah

Data Subektif Makanan yang Hipertermia


- Ibu Klien berkontaminasi
mengatakan salmonella thypi
anaknya demam
sejak 4 hari Masuk kedalam
sebelum masuk aliran darah
rumah sakit
- Ibu Klien
mengatakan Bakteri melepas
demam klien naik endotoksin

44
menjelang malam
hari
Data Objektif
Merangsang sintesa
- Keadaan Umum
dalam pelepasan
sedang
zat pytrogen oleh
- S : 37, 9 ̊ C
leukosit pada
- Akral teraba
jaringan yang
hangat
meradang
- Mukosa bibir
kering

Infeksi disampaikan
hypotalamus bagian
termoregulator
melalui ductus
toracius ke pusat
termoregulasi

Peningkatan suhu
tubuh

45
46
c. Intervensi (Perencanaan Keperawatan)

Diagnosa Standar Luaran Intervensi


(SDKI) (SLKI) Keperawatan (SIKI)

Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen


berhubungan tindakan Hipertermia
dengan proses keperawatan Observasi
penyakit selama 3x/24 jam 1. Identifikasi
(infeksi) bakteri diharapkan penyebab
Salmonella termoregulasi hipertermia
Thyphi) membaik dengan 2. Monitor suhu
kriteria hasil : tubuh
Terapeutik
1. Menggigil
Menurun (5) 1. Longgarkan
2. Kulit merah atau lepaskan
menurun (5) pakaian
3. Suhu tubuh 2. Berikan cairan
membaik (5) oral
4. Suhu kulit 3. Lakukan
membaik (5) pngendalian
suhu tubuh
eksternal(
kompres
hangat)
4. Basahi dan
kipas
permukaan
tubuh
Edukasi

1. Anjurkan Tirag
baring
Kolaborasi

47
1. Kolaborasi
Pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu

48
d. Implementasi Dan Evaluasi

Diagnosa Waktu Implementasi Evaluasi

Hipertermia Rabu, 23 1. Mengidentifikasi penyebab S: Ibu klien mengata-kan


berhubunga Maret 2022 hipertermia anaknya masih demam
n dengan 09.10 Hasil : penyebab dari O:KU Lemah
proses WITA kenaikan suhu tubuh adalah Akral terasa hangat
penyakit karena proses penyakit yaitu TTV :
(infeksi) infeksi bakteri salmonella R: 20x/m
bakteri thypi S: 36,8℃
Salmonella 2. Memonitor suhu tubuh N:91x/m
09.20
Thyphi) Hasil : Pemeriksaan suhu
A:Masalah Belum
WITA sebelum dilakukan kompres
Teratasi
hangat 37,9℃
3. Melonggarkan atau P: Intervensi
09.30 lepaskan pakaian Dilanjutkan
WITA Hasil : pakaian An. MY
sudah dilepaskan.

48
4. Membasahi dan kipas
09.40 permukaan tubuh.
WITA Hasil : tubuh An. MY sudah
dibasahi dengan air hangat.
5. Melakukan pengendalian
suhu tubuh eksternal
09.50 Hasil : dilakukan tindakan
WITA kompres air hangat.
6. Menganjurkan tirah baring
Hasil : sudah dianjurkan.
7. Melakukan kolaborasi
10.00 pemberian cairan dan
WITA elektrolit intravena, jika perlu
10.10 Hasil : kolaborasi pemberian
WITA cairan Rl(20tpm)

49
Hipertermia Kamis,24 1. Memonitor suhu tubuh S:Ibu klien mengatakan
berhubunga Maret 2022 Hasil : pemeriksaan suhu anaknya masih demam
n dengan JAM : 10.00 tubuh sebelum dilakukan O:KU Lemah
proses WITA Akral terasa hangat

50
penyakit(inf 10.10 implementasi ke 2 adalah Nampak gelisah
eksi bakteri WITA 38,2 ̊ C TTV :
Salmonella 2. Melonggarkan atau R:20x/m
Thyphi) lepaskan pakaian S: 37,8℃
10.20 Hasil : pakaian An. MY N:91x/m
WITA sudah dilepaskan.
A:Masalah Belum
3. Membasahi dan kipas
Teratasi
permukaan tubuh.
10.30 Hasil : tubuh An. MY sudah P:Intervensi Dilanjutkan
WITA dibasahi dengan air hangat.
4. Melakukan pengendalian
suhu tubuh eksternal
10.40 Hasil : dilakukan tindakan
WITA kompres
10.50 air hangat.
WITA 5. Menganjurkan tirah baring
Hasil : sudah dianjurkan.

51
6. Melakukan kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
Hasil : kolaborasi pemberian
cairan Rl(20tpm)
Hipertermi Jum’at,25 1. Memonitor suhu tubuh S: Ibu klien mengatakan
berhubunga Maret 2022 Hasil : pemeriksaan suhu demam anaknya telah
n dengan 09.40 WITA tubuh sebelum dilakukan membaik
proses implementasi adalah 36,7̊C O:Ku sedang
penyakit(inf 09.50 2. Melonggarkan atau Akral membaik
eksi bakteri WITA lepaskan pakaian TTV ( S: 36 ̊ C)
Salmonella Hasil : pakaian An. MY
A:Masalah Teratasi
Thyphi) sudah dilepaskan.
10.10 3. Membasahi dan kipas P:Intervensi Dihentikan
WITA permukaan tubuh.
Hasil : tubuh An. MY sudah
dibasahi dengan air hangat.
10.20 4. Melakukan pengendalian
WITA suhu tubuh eksternal

52
Hasil : dilakukan tindakan
kompres hangat.
10.30 5. Menganjurkan tirah baring
WITA Hasil : sudah dianjurkan.
10.40 6. Melakukan kolaborasi
WITA pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
Hasil : Kolaborasi pemberian
cairan RL(20tpm)

53
4.1.3. Gambaran Hasil Pengukuran Penurunan Demam Thypoid Pada Anak

Gambaran hasil pengukuran penurunan demam thypoid sebelum dan

sesudah pemberian kompres hangat dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel 4. 1 Distribusi frekuensi penurunan panas demam thypoid anak

sebelum dan sesudah di kompres hangat

Responden

Tanggal Waktu Tempat

23/03/2022 Pagi, Pukul 09:10 Sebelum = 37,9 ̊ C

Pagi, Pukul 09:35 Sesudah = 36,8 ̊ C

24/03/2022 Pagi, Pukul 10:00 Sebelum = 38,2 ̊ C

Pagi, Pukul 10:20 Sesudah = 37,8 ̊ C

25/03/2022 Pagi, Pukul 09:37 Sebelum = 36,7 ̊ C

Pagi, Pukul 09:51 Sesudah = 36 ̊ C

Sumber : Data primer, 2022


Responden sebelum dilakukan pemberian kompres hangat, sering

mengalami kenaikan suhu badan, kurangnya nafsu makan, gelisah, rewel,

badan lemas dan perasaan yang gelisah, serta ketidaknyaman anak sering

dialami pada anak. Setelah pemberian kompres kepada anak dengan siklus

waktu pemberian 2 menit sekali selama 6 kali berturut-turut selama 3 hari

pengukuran, dihari pertama terlihat penurunan panas anak dari panas tubuh

awal anak, pasien mengalami perasaan emosional yang cenderung stabil

dilihat dari kondisi awal yang gelisah, serta nafsu makan yang sudah mulai

ada.

54
4.2. Pembahasan

Ibu klien menggatakan anaknya demam sejak 4 hari sebelum masuk ke

rumah sakit. Ibu klien menggatakan demam anaknya naik menjelang malam.

Saat dikaji An. MY Nampak menangis, Ny. R sebagai ibu menjadi

respoden mewakili An. MY karena masih kategori anak-anak belum bisa

mengemukakan dengan jelas. Ibu klien mengatakan anaknya gelisah, rewel

dan badanya lemas serta nafsu makan berkurang serta ketidaknyaman anak

sering dialami. Ny. R juga menggtakan dalam sehari bias terjadi kenaikan suhu

badan dari suhu tubuh awal sehingga klien di bawah di RSUD Kota Kendari.

Pengkajian pola kebutuhan rasa aman secara fisiologis suhu tubuh An.

MY terus meningkat hasil pemeriksaan TTV saat dikaji oleh peneliti adalah

37,8’c, selain itu pengkajian pola aktivitas dan istirahat tidur An. MY tidak

terpenuhi An. MY nampak anemis karena sering rewel dan terbangun gelisah

karena suhu tubuh meningkat selain itu aktivitas terbatas dibantu oleh orang

tua karena masih berumur 3 tahun.

Diagnosis Keperawatan yang muncul yaitu hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit dimana suatu keadaan naiknya suhu tubuh seseorang

yang diakibatkan terserangnya berbagai bakteri yang menyerang sel darah

putih atau leukosit sehingga menyebabkan sel darah putih yang berperan

sebagai antibody tidak mampu untuk menjalani perannya dan intervensi dari

hipertermi yaitu manajemen hipertermia dan implementasi tindakan observasi

yaitu mengidentifikasi penyebab hipertermi, monitor suhu tubuh pada tindakan

terapeutik yaitu longgarkan atau lepaskan pakean, membasahi dan kipasi

55
permukaan tubuh serta berikan cairan oral, dan tindakan edukasi anjurkan tirah

baring serta kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena jika perlu.

Evaluasi yang dilakukan penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan

fasilitas yang ada jadi metode evaluasi yang digunakan yaitu metode SOAP

(subyektif, obyektif, analisa, planning).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sakarya

(2018) menyatakan bahwa tindakan keperawatan kompres di nilai mampu

menurunkan suhu tubuh yang tinggi melalui proses evaporasi, kompres

hangat dapat di lakukan di daerah yang memiliki pembuluh darah besar

kemudian mengalami vasodilasi yang menyebabkan pori-pori kulit terbuka,

melebar dan mempermudah pengeluaran panas sehingga suhu tubuh akan

turun, tidak hanya di daerah itu kompres hangat juga bisa dilakukan di daerah

aksila,dahi bahkan di selangkangan. Penelitian Nofitasari & Wahyuningsih,

(2019) juga menjelaskan bahwa ada pengaruh dalam pemberian Kompres

hangat efektif menurunkan demam thypoid yaitu dengan pemberian kompres

hangat pada pembuluh darah yang besar sehingga dapat memberikan sinyal

ke hipotalamus melalui sum-sum tulang belakang. Saat reseptor yang peka

terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan

sinyal melalui keringat dan vasodilator perifer. Terjadinya vasodilator

menyebabkan pembuangan panas melalui keringat dan dapat menurunkan

suhu tubuh.

Menurut asumsi peneliti keberhasilan pemberian kompres hangat dengan

metode asuhan keperawatan selama 3x24 jam efektif menurunkan suhu tubuh

56
pada anak. Pemberian kompres air hangat pada An.MY dengan demam

Thypoid selama 3 hari pengelolaan efektif karena mampu menurunkan suhu

tubuh An.MY dari 37,9°c menjadi 36°c.

4.3. Keterbatasan Penelitian

1. Keterbatasan dalam penelitian ini peniliti tidak dapat mendampingi respoden

sepenuhnya dalam mengontrol pola aktivitas dan istrahat respoden.

57
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan, maka dapat di tarik

kesimpulan hasil pengkajian keluhan utama pasien dinyatakan oleh Ibu pasien

karena pasien masih anak-anak umur 3 tahun dari hasil pernyatakan Ibu

pasien mengatakan An. MY rewel, gelisah, badan terasa panas, nafsu makan

berkurang, dari hasil pemeriksaan TTV diperoleh suhu tubuh An. MY yaitu

37,9’c. Diagnosa keperawatan An.MY adalah hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit. Perencanaan untuk diagnosa hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit ada manajamen hipertermi yang

dilakukan selama 3x24 jam adalah melakukan pemeriksaan TTV terlebih

dahulu, lalu melonggarkan pakaian An.MY, serta memberikan kompres hangat

dan menganjurkan tirah baring dan berkolaborasi dengan dokter dan tim

medis. Impelementasi yang dilakukan pada hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit adalah kompres hangat yaitu dengan cara merendam kain di

wadah yang berisi air dengan suhu suam-suam kuku lalu meletakkan kain

tersebut di dahi An. MY. Hasil evaluasi pada hari terakhir, pada diagnosa

keperawatan hipertermia berhubungan proses penyakit adalah suhu tubuh

An.MY sudah normal yaitu 36°c dan An.MY sudah tidak rewel dan nafsu akan

sudah membaik serta ketidaknyaman sudah mulai berkurang. Sehingga

masalah teratasi dan intervensi dihentikan.

5.2. Saran

58
a. Bagi Ilmuan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan

wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya untuk

pemberian kompres hangat pada demam thypoid pada anak.

b. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan

kebajikan atau keputusan dibidang kesehatan dalam terapi pemberian kompres

hangat pada demam thypoid pada anak.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dalam menerapkan hasil

penelitian sehingga bisa menerapkkan terapi sesuai standar operasional

prosedur.

d. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitii

selanjutnya yang akan melakukan penelitian serupa.

DAFTAR PUSTAKA

AAtik, & Eko. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Sehat Berkebutuhan Khusus. Pustaka
Baru Press.

Anita, (2019) . Sop Kompres Air Hangat. Universitas Esa Unggul

Askara, M. (2020) . Kompres hangat sebagai penurunan demam anak. Jurnal Kesehatan
Anak Nusantara,

59
Ayu, dkk, 2019 . Jenis kompres dan Aturan pakainya(Online), Tersedia.
http://www.alodokter.com/jenis-kompres-dan-aturan-pakainya(18 Februari 2019)

Darmawati, S. (2021). Mengenal Karakter Molekuler Dan Imunogenesitas Flagella


Salmonella Typhi Penyebab Demam Tifoid. Deepublish.

Firmansyah, Andan, D. (2021). Studi Kasus Implementasi Evidence-Based Nursing:


Water Tepid Sponge Bath Untuk Menurunkan Demam Pasien Tifoid. Jurnal
Kesehatan.

Harmoko, & Sujono. (2016). Standar Operasional Procedure Dalam Praktik Klinik
Keperawatan Dasar. Pustaka Pelajar.

Hidayat, A. (2018). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisi Data Edisi
Pertama. salemba medika.

Ida Rahmawati, & Doby Purwanto (2020). Efektivitas PEerbedaan Kompres Hangat Dan
Dingin Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Anak Di RSUD DR. M. Yunus
Bengkulu. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .8, No.2, 2020, hal 246-255.

Idrus, H. . (2020). The Secret of Tyfoid Fever. Scholars’ Press International Book Market
Service Ltd.

Izazi, A. (2018). Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Utama Demam Thypoid. Jurnal
Kesehatan. https://doi.org/10.24252/kesehatan.v11i2.6137

Kemenkes RI. (2018). Angka Kejadian Penyakit Menular Indonesi Tahun 2018.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Marni. (2016). Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Tropis. Erlangga

Miftahudin, H. (2021). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran


Keperawatan Indonesia (SLKI), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Journal of Nursing.

Mustofa, F. L., Rafie, R., & Salsabilla, G. (2020). Karakteristik Pasien Demam Tifoid pada
Anak dan Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.372

Nadirawati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan (Teori dan Aplikasi). In PT. Refika
Aditama.

Naffiah, F. (2018). Kenali Demam Tifoid dan Mekanismenya. Deepublish.

Nugraha, T. (2017). Manfaat terapi kompres hangat. Graha Ilmu.

60
Oktiawati, A., Khodijah, S, I., & Rizky, C. . (2017). Teori dan konsep Keperawatan
Pediatrik. Trans Info Media.

Permatasari, K. I., Hartini, S., & Bayu, M. A. (2013). Perbedaa Efektivitas Kompres Air
Ha Da Kompres Air Biasa Terhadap Pe Suhu Tubuh Pada a De Demam Di Rsud
Tugurejo Semara. Ejurnal Stikes Telogorejo, 34

Potter & Perry , 2018 . Anak Demam Perlu Kompres. www, Bali Post, Co,id. Minggu
Umanis, 7 September 2003.

Pratamawati, M. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang Mengalami Demam


Tifoid Dengan Masalah Hipertermia Dirumah Sakit Panti Waluya Malang. Journal
of Chemical Information and Modeling.

Punjabi, N. ., & Ravi, N. (2019). Pendekatan Komprehensif Demam Tifoid Paratifoid dan
Infeksi Salmonelosis Lain. IDAI.

Purwanti, 2018 Kompres hangat , hhtp://nursingbegin.com/komprhangat/. Diakses 11


Februari 2012

Rachman, Y. N. (2017). Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Anak Di Rsud
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. In CNR-ISTI technical report.

Rosa, N. S., & Ria, R. . (2020). Faktor Risiko Yang Memengaruhi Kejadian Demam Tifoid
Di Wilayah Kerja Puskesmas Binakal Kabupaten Bondowoso. Medical Technology
and Public Health Journal. https://doi.org/10.33086/mtphj.v4i2.1689

SDKI, T. P. S. D. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Setiawan, D. (2014). Keperawtan Anak & Tumbuh Kembang Pengkajian & Pengukuran.
Nuha Medika.

Syahniar, R., Fikri, K., Arumdini, M., & Rayhana, R. (2020). Profil Hematologi Pasien
Anak Dengan Thypoid Serta Korelasinya Terhadap Lama Rawat Inap. Media
Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar.
https://doi.org/10.32382/medkes.v15i1.1210

Talango, S. R. (2020). Konsep Perkembangan Anak Usia Dini. Early Childhood Islamic
Education Journal. https://doi.org/10.54045/ecie.v1i1.35

Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2016

Trismiyana, E., & Agung, L. Y. (2020). Kebersihan makanan dan hand hygiene sebagai
faktor resiko demam tifoid di Bandar Jaya, Lampung. Holistik Jurnal Kesehatan.
https://doi.org/10.33024/hjk.v14i3.1601

61
Ulfa, F., & Handayani, O. W. K. (2018). Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Pagiyanten. HIGEIA (Journal of Public Health
Research and Development). https://doi.org/10.15294/higeia.v2i2.17900

Wiwit, T. (2016). penatalaksanaan demam thypoid anak. Cempaka Putih.

World Health Organization. (2018). Infectious diseases in the tropics. WHO, 23–26.

World Health Organization. (2018). Infectious diseases in the tropics. WHO, 23–26.

Wowor, M. S., Katuuk, M. E., & Kallo, V. D. (2017). Efektivitas Kompres Air Suhu
Hangat Dengan Kompres Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak
Demam Usia Pra-Sekolah Di Ruang Anak Rs Bethesda Gmim Tomohon. E-
Journel Kperawatan (eKp), 5(2), 8

62

Anda mungkin juga menyukai