Oleh :
Klivia Maulani (201553)
Ika Nor Khimaya (201554)
Thiva Laksita (201555)
Nurul Marjanah (201557)
Yona Putri (201558)
Dessi Wulandari (201561)
Salsa Sephiadani (201562)
Eka Budi Pratiwi (201563)
Rifaa Laili Choirun Nisa (201564)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengue Haemoragic Fever (DHF) disebabkan oleh virus Dengue yang
ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Rahayu,
2022). Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau yang biasa disebut dengan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan karena infeksi
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty yang dapat memicu
terjadinya demam atau hipertermi (Erni Nuryanti, 2022).
Sampai dengan saat ini jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD di Indonesia
sebanyak 477 kabupaten/kota atau sebesar 92,8% dari seluruh kabupaten/kota yang ada di
Indonesia. Jumlah ini cenderung meningkat sejak tahun 2010 sampai dengan 2019. Pola
kasus DBD terjadi kecendrungan peningkatan dari tahun 2011 sampai tahun 2016. Di
tahun 2017-2019 kasus DBD cenderung menurun. Kasus paling tinggi terjadi pada tahun
2016 yaitu 204.171 kasus dan paling rendah terjadi pada tahun 2018 yaitu 65.602 kasus
(Arisanti et al., 2021).
Menurut Dinkes DIY, jumlah kasus DHF di DIY pada tahun 2020 ialah sebanyak
3.618 yang mana angka tersebut menjadikan DIY peringkat 9 nasional kasus DHF
tertinggi. dengan IR 94,15 per 100 robu penduduk dan terdapat 13 kematian akibat DBD
dengan angka CFR 0,36 %. Kasus terbanyak ditemukan di Bantul dengan 1.222 kasus .
Kasus terendah di kota dengan 296 kasus (Dinkes DIY, 2021).
Sepanjang tahun 2006-2009 terdapat 852 kasus DBD yang ditangani oleh instalasi
kesehatan anak RSUP Dr.Sardjito, terdiri dari 443 pasien laki-laki (52%) dan 409 pasien
perempuan (48%), sebanyak 51,4% adalah pasien DBD derajat I dimana anak usia 6-10
tahun mengalami angka kesakitan yang paling tinggi (39,9%) (Wibowo, 2010).
Gejala DBD ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, mual, dan
manifestasi perdarahan, seperti mimisan atau gusi berdarah, serta adanya kemerahan di
bagian permukaan tubuh penderita. Umumnya penderita DHF mengalami demam selama
2-7 hari, fase pertama: 1-3 hari ini penderita akan merasakan demam yang cukup tinggi
40.0°C, kemudian pada fase ke dua penderita mengalami fase kritis pada hari ke 4-5,
pada fase ini penderita akan mengalami turunnya demam hingga 37.0°C dan penderita
akan merasa dapat melakukan aktivitas kembali (merasa sembuh kembali). Pada fase
yang ketiga ini akan terjadi pada hari ke 6-7 ini, penderita akan merasakan demam
kembali, fase ini dinamakan fase pemulihan, di fase inilah trombosit akan perlahan naik
kembali normal kembali (Rahayu, 2022).
Terdapat 2 intervensi atau penatalaksanaan bagi penderita DHF yaitu dengan
terapi simptomatik dan suportif. Terapi simptomatik meliputi pemberian paracetamol dan
juga kompres hangat, sedangkan terapi suportif meliputi pemberian terapi cairan,
oksigenasi dan juga transfuse darah jika perlu. Salah satu intervensi DHF tanpa syok
yang dianjurkan ialah dengan memberikan kompres hangat (Rahayu, 2022).
Penggunaan kompres air hangat adalah melapisi permukaan kulit dengan handuk
yang telah dibasahi air hangat. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila sebagai
daerah dengan letak pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan
pada area preoptic hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh (Wowor et al., 2017).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik
melakukan penelitian tentang implementasi kompres hangat pada pasien anak dengan
DHF untuk menurunkan hipertermi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah “Bagaimana
implementasi terapi kompres hangat pada pasien anak dengan DHF untuk menurunkan
hipertermi di bangsal anak RSUD Wonosari Yogyakarta”
C. Tujuan
Mengetahui implementasi terapi kompres hangat pada pasien anak dengan DHF untuk
menurunkan hipertermi di bangsal anak RSUD Wonosari Yogyakarta
D. Manfaat
1. Manfaat praktis
a. Bagi penulis, memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan kompres
hangat pada asuhan keperawatan pasien dengan dhf.
b. Bagi rumah sakit, karya tulis ilmiah ini bisa dijadikan salah satu acuan untuk
meningkatkan pelayanan keperawatan dirumah sakit, terutama kasus dhf.
c. Bagi pengembang ilmu dan teknologi keperawatan, menambah keluasan ilmu
dan tekhnologi terhadap bidang keperawatan dalam pengaruh kompres hangat
untuk menurunkan demam pada pasien dhf.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep DHF
B. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever adalah penyakit yang menyerang anak-anak dan
orang dewasa yang ditularkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, cedera, dan sendi. Dengue adalah infeksi Arbovirus (Artropod Born
Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus
(Rahayu, 2022). Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes sp. Kasus DBD
banyak ditemukan pada musim penghujan ketika muncul banyak genangan air dari
wadah/media yang menampung air hujan menjadi tempat perindukan nyamuk
(Arisanti et al., 2021).
C. Penyebab
Penyebab dari DBD adalah salah satu dari empat serotipe virus dengue).
Empat serotipe virus dengue termasuk dalam genus flavivirus dengan family
flaviviridae . Infeksi dari virus DENV dapat menyebabkan beberapa kondisi
patologis, mulai dari Demam Dengue ringan dan tanpa gejala, Demam Dengue
disertai flu, hingga Demam Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome yang
dapat berakibat fatal. DBD dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis di seluruh
dunia, sebagian besar di daerah perkotaan dan semi perkotaan. Negara Indonesia yang
memiliki iklim tropis sangat cocok untuk pertumbuhan nyamuk seperti Aedes
aegypti. Penularan virus Dengue oleh Aedes aegypti terutama terjadi selama musim
hujan karena penampungan air hujan akan menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk (Ismail, 2019).
D. Tanda gejala
Tanda dan gejala DHF meliputi panas tiba-tiba selama 2-7 hari dengan disertai
dua atau lebih gejala nyeri kepala, nyeri retro-orbital, myalgia/atralgia, rash,
leukopenia. Munculnya satu atau lebih tanda tanda adanya pendarahan seperti tes
tourniquet positif, adanya ptekie, adanya pendarahan pasa mukosa dan haematemesis
atau melena (Endah Sunarto, 2016).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DHF ditujukan untuk mengganti trombosit yang hilang.
Pemberian paracetamol 10-15 mg/kgBB setiap 3-4 jam sekali dapat mengatasi panas
tinggi diatas 38,5°C. Cairan kristaloid dapat mengantisipasi terjadinya syok. Adapun
penatalaksanaan medis maupun keperawatan pada DHF sesuai derajat yang telah
ditentukan menurut (Gultom, 2019), berikut penatalaksanaannya :
1) Derajat I dan II
Pemberian obat oral dan cairan ringer laktat dengan dosis 50,1/kgBB/hari
disertai dengan minum air putih
2) Derajat III
Memberikan infus Ringer Laktat 20ml/kgBB/jam
3) Derajat IV
Infus NaCl 0,9% / Dextrose 5% atau Ringer Laktat. Plasma expender,
apabila shock sulit diatasi. Pemberian cairan ini dipertahankan minimal
12-24 jam maksimal 48 jam setelah shock teratasi
F. Konsep Hipertermi
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas.
Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk
mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39°C. Selain adanya tanda klinis, penentuan
hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu
hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut.
Hipertermi atau suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan berbagai cara,
cara yang paling sering digunakan adalah meminum obat penurun demam seperti
paracetamol, selain itu adalah dengan mengobati penyebab demam, dan apabila ternyata
demamnya karena infeksi oleh bakteri maka diberikan antibiotik untuk membunuh
bakteri. Tetapi obat-obatan saja tidak cukup, sehingga perlu dilakukan kompres untuk
membantu menurunkan suhu tubuh saat demam (Gultom, 2019).
Dengan kompres hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat
sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya
tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan
suhu pengatur tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh darah
tepi dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori kulit akan
membuka dan mempermudah pengeluaran panas, sehingga akan terjadi perubahan
suhu tubuh (Fadli, 2018).
METODE PENULISAN
Studi kasus merupakan penelitian tentang suatu kasus yang setiap prosesnya dilakukan
secara rinci, tajam, dan mendalam. Kasus di sini bisa berupa individu, kelompok,
organisasi, maupun lembaga. Dari penelitian kasus tersebut, diharapkan peneliti akan
mendapatkan pengetahuan mendalam tentang kasus yang diteliti tersebut.
B. Subjek
Subyek yang diambil oleh peneliti pada studi kasus ini ialah 1 (satu) orang anak dengan
diagnose DHF, dengan kriteria inklusi yaitu menderita DHF hari ke-2, usia anak 9 tahun,
mengalami hipertermi dengan suhu 40°C selama 2 hari, nafsu makan turun. Krtiteria
ekslusi yaitu tidak terdiagnosa DHF, tidak mengalami hipertermi, suhu normal dikisaran
36°C.
C. Fokus Studi
Focus studi yang diambil pada studi kasus ini yaitu implementasi kompres hangat pada
pasien dengan diagnose DHF untuk mengatasi hipertermi.
D. Definisi Operasional
Kompres hangat adalah sebuah terapi yang dilakukan untuk mengatasi hipertermi dengan
cara menempelkan kain atau handuk hangat pada permukaan kulit agar panas ditubuh
dapat keluar melalui pori pori kulit dengan cara penguapan.
DHF adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus atau gigitan nyamuk aedes
aegypti. Virus tersebut menginfeksi tubuh melalui gigitan nyamuk yang masuk melalui
aliran darah.
Hipertermi adalah kondisi suhu tubuh yang meningkat diatas batas normal yang mana
mengakibatkan kerusakan pada pengaturan suhu tubuh tidak bekerja secara efektif.
F. Instrumen
Instrument yang digunakan pada penelitian ini meliputi SOP kompres hangat, alat
pengukur suhu tubuh yaitu thermometer.
G. Pengumpulan Data
Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan ialah dengan wawancara, melakukan
intervensi kompres hangat, mengukur suhu tubuh setelah dilakukan kompres hangat,
membandingkan hasil pengukuran suhu tubuh setiap implementasi.
H. Penyajian Data
Penyajian data yang digunakan pada karya tulis studi kasus ini ialah dalam bentuk naratif
dan tabel.
DAFTAR PUSTAKA
Arisanti, M., Hapsari Suryaningtyas, N., Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja Jl
AYani, B. K., Baturaja, K., Ogan Komering Ulu, K., & Selatan, S. (2021). Kejadian
Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Indonesia Tahun 2010-2019.
Ejournal2.Litbang.Kemkes.Go.Id, 13(1), 34–41.
http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/spirakel/article/view/5439
Endah Sunarto, E. (2016). Membangun Tata Kelola Klinis Melalui Clinical Pathway Demam
Berdarah Dengue RSU Rizki Amalia Medika. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen
Rumah Sakit, 5(2), 1–8. https://doi.org/10.18196/jmmr.5114
Erni Nuryanti. (2022). Pengelolaan Hipertermi Anak Dengue Haemoragic Fever. Jurnal Studi
Keperawatan, 3, 3–6.
Fadli, A. H. (2018). Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien
febris. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 7, 1–6.
Fathurrahman, M. (2015). Analisa Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien dengan Dengue
Syok Syndrome di Ruang PICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Karya Ilmiah
Akhir Ners. https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1130/MUHAMMAD
FATHURRAHMAN S.Kep KIAN.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Gultom, C. (2019). Asuhan Keperawatan pada Klien DHF (Dengue Hemoragic Fever) dengan
Hipertermia di Ruang Dahlia RSUD Ciamis. Karya Tulis Ilmia.
http://repository.bku.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/832/CLAUDIA GULTOM
AKX16032 %282019%29-1-50.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Ismail, A. R. (2019). Angka Kejadian Pasien dan Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue
serta Peran Puskesmas dalam Upaya Penyembuhan dan Pencegahan pada Tahun 2018. 1–
5.
Rahayu, S. F. (2022). Penerapan Kompres Hangat Untuk Menurunkan Demam Pada Anak
Dengan Dengue Haemoragic Fever Di Rumah Sakit Martapura. Journal Nursing Army,
3(1), 47–53.
Wibowo, K. (2010). Pengaruh Transfusi Trombosit Terhadap Terjadinya Perdarahan Masif pada
Demam Berdarah Dengue. Tesis Ilmu Kedokteran Klinik.
http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/48702
Wowor, M. S., Katuuk, M. E., & Kallo, V. D. (2017). Efektivitas Kompres Air Suhu Hangat
Dengan Kompres Plester Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia Pra-Sekolah
Di Ruang Anak Rs Bethesda Gmim Tomohon. Jurnal Keperawatan, 5(2), 1–8.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/17872/17393