Anda di halaman 1dari 64

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN DHF PADA AN.

A
DENGAN TEPID SPONGE DALAM MENURUNKAN PANAS
ANAK DI RUANG NUSA INDAH BAWAH RSUD DR SLAMET
GARUT

KIA

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Akhir Pada Program Profesi Ners


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut

YUSRIL MUCHTAR FADIL


NIM : KHGD21031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XI
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus dan family

Flaviviridae. Demam berdarah dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk dari

genus Aedes, terutama Aedes Aegypti . Lebih lanjut DHF merupakan peyakit

infeksi arbovirus akut yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti yang menyerang anak, remaja dan dewasa yang ditandai dengan demam

(Kristina, 2020).

Diperkirakan 500.000 orang dengan DHF dirawat di rumah sakit setiap

tahunnya dengan jumlah terbanyak adalah anak-anak dan diketahui bahwa demam

berdarah denguemerupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di Asia

Tenggara dengan 57% dari total kasus demam berdarah dengue di Asia Tenggara

terjadi di Indonesia, sekitar 2,5% dari penderita DHF tersebut meninggal (WHO,

2017).

Menurut data dari Kemenkes (2019), dari awal tahun 2018 hingga 29

Januari 2019, jumlah penderita DHF yang dilaporkan mencapai 13.683 orang

diseluruh Indonesia. Kemenkes mencatat, jumlah kasus penderita DHF dari tahun

2018 hingga awal tahun 2019 meningkat dengan signifikan. Pada Januari 2018,

hanya menerima laporan kasus 6.800 kasus dengan angka kematian 43 orang.

1
2

Jumlah penderita kasus DHF di Indonesia yang tertinggi yaitu Jawa Timur

dengan jumlah penderita 2.657 kasus DHF dan jumlah kematian 47 kasus, Jawa

Barat dengan jumlah penderita 2.008 kasus dan jumlah kematian 11 kasus, NTT

dengan jumlah penderita 1.169 kasus dan jumlah kematian 14 kasus, Jawa Tengah

dengan jumlah penderita 1,027 kasus dan jumlah kematian 8 kasus, Sulawesi Utara

dengan jumlah penderita 980 kasus dan jumlah kematian 13 kasus, Lampung

dengan penderita 827 kasus, DKI Jakarta dengan jumlah penderita sebanyak 613

kasus (Kemenkes, 2019).

Saat ini angka kematian karena penyakit DHF semakin meningkat, tidak

hanya pada kasus anak tetapi juga remaja bahkan dewasa. Penderita DHF akan

mengalami panas tinggi yang disebabkan masuknya virus dengue ke dalam tubuh

yang dapat menimbulkan tanda dan gejala seperti penderita akan mengalami

demam tinggi selama 2-7 hari, suhu tubuh lebih dari 37ºC, mukosa bibir kering,

mata terlihat cekung (Kristina, 2020).

Masalah keperawatan yang bisa muncul karena DHF, yaitu hipertermia dan

kekurangan volume cairan. (Sodikin, 2012). Menurut (Poter & perry., 2010)

pengertian dari hipertermia yaitu ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan

panas maupun mengurangi produksi panas akibat dari peningkatan suhu tubuh.

Terjadinya hipertermia pada anak dengan DHF disebabkan oleh adanya virus di

dalam aliran darah (Suwiyanto, 2019).

Demam memerlukan perawatan lebih lanjut, yaitu dengan menjaga agar

demam yang terjadi tidak meningkat, sehingga kemungkinan anak mengalami

kejang demam dan dehidrasi dapat dihindari. Terapi non farmakologi untuk demam
3

menggunakan metode yang meningkatkan pengeluaran panas melalui evaporasi,

konduksi, konveksi, dan radiasi. Secara tradisional perawat telah menggunakan

mandi tepid water sponge, yaitu dengan menggunakan air hangat. Perawatan anak

demam dilakukan dengan berbagai tindakan, seperti pemberian obat penurun panas

(farmakologi), pemberian cairan air yang lebih banyak dari biasanya (manajemen

cairan), penggunaan pakaian yang menyerap keringat, dan melakukan tepid water

sponge (Emy Mulyani, 2020).

Padasaat pemberian tepid water sponge, otak akan menyangka bahwa suhu

diluar panas, sehingga otak akan segera memproduksi dingin dan terjadilah

penurunan suhu tubuh. dengan kompres hangat pada daerah vaskuler yang banyak,

maka akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang

kuat pada kulit akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh

kekulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak (Emy Mulyani, 2020).

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi kasus

mengenai Pengaruh Tepid Sponge Dalam Menurunkan Panas Anak Dengan DHF

di Ruang Nusa Indah Bawah RSUD dr. Slamet Garut.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Analisis Asuhan

Keperawatan Dhf Pada An. A Dengan Tepid Sponge Dalam Menurunkan Panas

Anak Di Ruang Nusa Indah Bawah RSUD dr Slamet Garut”.


4

1.3. Tujuan Penlisan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Asuhan

Keperawatan Dhf Pada An. A Dengan Tepid Sponge Dalam Menurunkan

Panas Anak Di Ruang Nusa Indah Bawah RSUD dr Slamet Garut”.

1.3.2. Tujuan Khusus

1) Mampu memahami Konsep Dasar Keperawatan Anak

2) Mampu memahami Konsep Dasar Penyakit DHF

3) Mampu memahami Konsep Tepid Sponge

4) Mampu melakukan pengkajian pada anak DHF

5) Mampu membuat analisa data, menetukan prioritas masalah keperawatan

dan merumuskan masalah dengan diagnosa Keperawatan pada Anak DHF

6) Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada Anak DHF berbasis

evidence based practice.

7) Mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan dengan terapi tepid

sponge pada pasien DHF dengan hipertermia

8) Mampu mengevaluasi hasil akhir dari tindakan keperawatan yang telah

dilakukan pada pasien anak DHF dengan hipertermia

9) Mampu melakukan pendokumentasian pada anak DHF

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Rumah Sakit


5

Bagi rumah sakit bermanfaat sebagai bahan masukan untuk peningkatan

mutu pelayanan keperawatan Pemberian Terapi Tepid Sponge untuk

Mengatasi Hipertermi pada Anak DHF di Ruang Nusa Indah Bawah RSUD

dr. Slamet Garut.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan referensi di perpustakaan bagi mahasiswa mahasiswi di

Stikes Karsa Husada Garut.

1.4.3. Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman yang nyata dalam mengaplikasikan dan

mengimplementasikan terapi tepid sponge untuk mengatasi hipertermi.

1.5. Sistematika Penulisan

Metode penyusunan penelitian ini disusun menggunakan metode deskriptif

dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data digunakan secara langsung dan

tidak langsung.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Tepid Sponge

2.1.1. Definisi Tepid Sponge

Tepid sponge merupakan suatu metode pemandian tubuh yang

dilakukan dengan cara mengelap sekujur tubuh dan melakukan kompres pada

bagian tubuh tertentu dengan menggunakan air yang suhunya hangat untuk

jangka waktu tertentu. Pada saat pemberian tepid sponge otak akan menyangka

bahwa suhu diluar panas, sehingga otak akan segera memproduksi dingin dan

terjadilah penurunan suhu tubuh. dengan kompres hangat pada daerah vaskuler

yang banyak, maka akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi.

Vasodilatasi yang kuat pada kulit akan memungkinkan percepatan perpindahan

panas dari tubuh kekulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak (Emy Mulyani,

2020).

Terapi tepid sponge adalah suatu tindakan dimanana dilakukan

penyekaan keseluruh tubuh dengan menggunakn air hangat dengan suhu 32℃

sampai 37℃, yang bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh yang di atas normal

yaitu 37,5℃ (Suwiyanto, 2019).

Berdasarkan uraian diatas, tepid sponge merupakan suatu tindakan

pemandian tubuh dengan cara mengelap atau melakukan kompres air hangat

dengan suhu 32℃ sampai 37℃ pada daerah vaskuler yang banyak, maka akan

memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi.

6
7

2.1.2. Tujuan Tepid Sponge

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suwiyanto (2019), menyebutkan

bahwa tujuan dari tepid sponge yaitu:

1) Memberikan pelepasan panas tubuh melalui cara evaporasi konveksi

2) Memberikan efek vasodilatasi pada pembuluh darah

3) Memberikan rasa nyaman pada anak

2.1.3. Indikasi

Menurut Suwiyanto (2019), anak yang di berikan terapi tepid sponge adalah

anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh di atas normal yaitu lebih dari

37,5℃.

2.1.4. Kontraindikasi

Kontraindikasi pada terapi tepid sponge menurut Suwiyanto (2019) adalah:

1) Tidak ada luka pada daerah pemberian terapi tepid sponge

2) Tidak diberikan pada neonates

2.2. Konsep Hipertermi

2.2.1. Definisi Hipertermi

Hipertermia adalah suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

Hipertermia merupakan gejala yang paling sering muncul pada anak dengan

Dengue Haemoragic Fever (DHF) (PPNI, 2018). Hipertermia dapat

didefinisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat

peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Pada anak yang mengalami

demam peningkatan suhu ringan kisaran 37,5℃-38℃ (Novianti, 2021).


8

2.2.2. Etiologi

Menurut PPNI (2018), penyebab hipertermia yaitu dehidrasi, terpapar

lingkungan panas, proses penyakit (infeksi dan kanker), ketidak sesuain

pakaian dengan lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon trauma,

aktivitas berlebihan, dan penggunaan incubator.

2.2.3. Tanda Gejala

Menurut PPNI (2018), gejala dan tanda mayor objektifnya yaitu suhu

tubuh diatas nilai normal yaitu di atas 37,5oC. Sedangkan, gejala tanda minor

objektifnya kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat.

2.2.4. Dampak

Ketika suhu tubuh sangat tinggi sampai 40℃ dapat menyebabkan kejang

demam. Saat fase demam mulai berkurang dan klien tampak seakan sembuh, hal

ini perlu diwaspadai sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari

demam. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, klien dapat

meninggal dalam waktu 12-24 jam (Suwiyanto, 2019).

Dampak yang dapat ditimbulkan jika demam tidak ditangani adalah bisa

menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok,

epilepsi, retardasi mental atau ketidakmampuan belajar (Novianti, 2021).

2.3. Konsep Anak

2.3.1. Definisi Anak

Anak adalah individu yang selalu mengalami perubahan yaitu dimulai

dari bayi hingga remaja. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan, anak
9

tidak selalu dalam kondisi kesehatan yang optimal tetapi juga berada pada

rentang sehat sakit. Anak merupakan dambaan setiap keluarga. Selain itu setiap

keluarga mengharapkan anaknya kelak bertumbuh kembang optimal (sehat

fisik, mental/kognitif, dan social), dapat dibanggakan, serta berguna untuk

bangsa sebagai asset bangsa, anak harus mendapat perhatian sejak mereka

masih didalam kandungan sampai mereka menjadi manusia dewasa (Kristina,

2020).

2.3.2. Kebutuhan Dasar Anak

Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum

digolongkan menjadi kebutuhan fisik biomedis (asuh) yang meliputi pangan

atau gizi, perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang layak, sanitasi,

sandang, kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan emosi atau kasih sayang

(asih), pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra atau

dan selaras antara ibu atau pengganti ibu dengan anak merupakan syarat yang

mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental

maupun psikososial. Kebutuhan akan stimulus mental (asah), stimulasi mental

merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidkan dan latihan ) pada anak

(Kristina, 2020).

2.3.3. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan

Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh

masa atau waktu kehidupan anak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Kristina (2020), secara umum terdiri atas masa prenatal dan postnatal.

1) Masa prenatal
10

Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu embrio dan fase fetus. Pada

masa embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8

minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum menjadi

suatu organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi sejak usia

9 minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi

peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan

terutama pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan

otot.

2) Masa postnatal

Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah, masa

sekolah dan masa remaja.

a. Masa neonatus

Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali

dengan masa neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi kehidupan yang

baru di dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi semua system

organ tubuh.

b. Masa bayi

Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap

pertama (antara usia 1-12 bulan) pertumbuhan dan perkembangan pada

masa ini dapat berlangsung terus menerus, khususnya dalam peningkatan

susunan saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun) kecepatan pertumbuhan

pada masa ini mulai menurun dan terdapat percepatan pada

perkembangan motoric.
11

c. Masa usia prasekolah

Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih

terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada

aktivitas fisik dan kemampuan kognitif. Pada usia prasekolah anak

berada pada fase inisiatif dan rasa bersalah (initiative and guilty). Pada

masa ini, rasa ingin tahu dan adanya imajinasi anak berkembang,

sehingga anak banyak bertanya mengenai segala sesuatu disekelilingnya

yang tidak diketahuinya. Pada masa usia prasekolah anak mengalami

proses perubahan dalam pola makan dimana pada umumnya anak

mengalami proses perubahan dalam pola makan dimana pada umumnya

anak mengalami kesulitan untuk makan. Proses eliminasi pada anak

sudah menunjukkan proses kemandirian dan perkembangan kognitif

sudah mulai menunjukkan perkembangan, anak sudah mempersiapkan

diri untuk memasuki sekolah.

d. Masa sekolah

Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan

fisik dan kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah e.Masa

remaja Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada

perempuan dan laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat

untuk masuk ke dalam tahap remaja/pubertas dibandingkan dengan anak

laki-laki dan perkembangan ini ditunjukkan pada perkembangan

pubertas.
12

2.4. Konsep DHF

2.4.1. Definisi DHF

DHF (Dengue Hemoragic Fever) adalah penyakit demam akut yang

disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala

klinis yaitu terjadinya hipertermia, manifestasi perdarahan, hepatomegaly, dan

tanda kegagalan sirkulasi sampai timbul renjatan (sindrom renjatan dengue)

sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian

(Suwiyanto, 2019).

Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dan termasuk golongan Arbovirus (arthropod-

borne virus) ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypty dan Aedes

albopictus serta penyebarannya sangat cepat (Kristina, 2020).

Demam berdarah adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan

penularan melalui gigitan nyamuk aedes. Mereka biasanya menggigit manusia

dan hanya menyebabkan ruam kecil, namun, beberapa gigitan dapat

menyebabkan infeksi serius. Dalam beberapa kasus orang mengalami syok dan

perdarahan, yang bisa berakibat fatal. Pasien biasanya menderita lonjakan

demam selama 48 sampai 96 jam. Demam akan mereda selama beberapa hari

tapi kembali tinggi. Ketika ini terjadi, ruam biasanya muncul di atas anggota

badan pasien (Novianti, 2021).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF

(Dengue Hemoragic Fever) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dan penularan melalui gigitan nyamuk aedes. Mereka biasanya menggigit


13

manusia dan hanya menyebabkan ruam kecil, namun, beberapa gigitan dapat

menyebabkan infeksi serius, ditandai dengan empat gejala klinis yaitu

terjadinya hipertermia, manifestasi perdarahan, hepatomegaly, dan tanda

kegagalan sirkulasi sampai timbul renjatan. Pasien biasanya menderita lonjakan

demam selama 48 sampai 96 jam. Demam akan mereda selama beberapa hari

tapi kembali tinggi.

2.4.2. Manifestasi Klinis

Menurut Suwiyanto (2019), dalam penelitiannya menyebutkan

manifestasi klinis pada anak DHF adalah:

1) Meningkatnys suhu tubuh di atas 37,5℃

2) Nyeri pada otot seluruh tubuh

3) Suara serak

4) Batuk

5) Epistaksis

6) Disuria

7) Nafsu makan menurun

8) Muntah

9) Ptekie

10) Ekimosis

11) Perdarahan gusi

12) Muntah darah


14

2.4.3. Etiologi

Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari

genus Flavivirus, family Flaviviridae. DHF ditularkan ke manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi virus dengue. Virus dengue penyebab

Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock

Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod virus Arbovirosis

yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviride, dan

mempunyai 4 jenis serotip, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Di

Indonesia pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di

beberapa rumah sakit menunjukkan keempat serotype ditemukan dan

bersikulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang

dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang

berat (Kesehatan, 2019).

2.4.4. Klasifikasi

Menurut Kristina (2020), dalam penelitiannya menyebutkan klasifikasi

DHF yaitu:

1) Derajat I : Demam dengan uji tourniquet positif

2) Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya dikulit atau

perdarahan lain

3) Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai

hepatomegaly dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi

nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)/ hipotensi

disertai ekstremitas dingin, dan anak gelisah


15

4) Derajat IV : Demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai

hepatomegaly dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak teraba

dan tekanan darah tak terukur).

2.4.5. Komplikasi

Adapun komplikasi dari dengue haemoragic fever menurut Kristina

(2020), yaitu:

a. Perdarahan

Perdarahan pada dengue haemoragic fever disebabkan adanya

perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan koagulopati dan

trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda dalam

sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan

terlihat pada uji tourniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran

cerna, hematemesis, melena.

b. Kegagalan Sirkulasi

Dengue syok syndrome (DSS) biasanya sesudah hari ke 2-7 disebabkan oleh

peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma,

efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,

hemokonsentrasi dan hipovolemik yang mengakibatkan berkurangnya

aliran balik vena, preload, miokardium, penurunan volume sekuncup dan

curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan

penurunan perfusi organ. Dengue syok syndrome juga disertai dengan

kegagalan homeostatis mengakibatkan aktifitas dan integritas system

kardiovaskuler, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah


16

terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara

progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien

akan meninggal dalam waktu 12-24 jam.

c. Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan

nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobules hati dan sel-sel

kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limfosit yang lebih besar dan

lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody.

d. Efusi Pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan

ekstravasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dapat dibuktikan dengan

adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi

dyspnea.

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah

dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom

syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun.

Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba; tekanan nadi

menurun menjadi 20mmHg atau sampai nol; tekanan darah menurun 80mmHg

atau sampai nol; terjadi penurunan kesadaran; sianosis disekitar mulut dan kulit

ujung jari; hidung, telinga dan kaki teraba dingin dan lembap; pucat dan oliguria

atau anuria.
17

2.4.6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suwiyanto (2019), pada pemeriksaan darah pasien DHF

sebagia berikut:

1) Hb dan PCV meningkat (>20%)

2) Trombositopenia (<100.000/ml)

3) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)

4) IgD dengue positif

5) Urin dan pH darah mungkin meningkat

6) Asidosis metabolik

7) SGOT/SGPT mungkin meningkat

2.5. Konsep Dasar Keperawatan

2.5.1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisa sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, social, maupun spiritual

dapat ditemukan. Pengkajian dengan penyakit infeksi dengue haemorhagic

fever menurut Kristina (2020) adalah:

1) Identitas Klien

Meliputi umur (pada anak dengue haemorrhagic fever sering menyerang

anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,

pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orangtua.
18

2) Keluhan Utama

Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien demam berdarah dengue untuk

datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigi, dan

saat demam keadaan komposmentis. Turunnya panas antara hari ke 3 dan

ke 7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan

batuk,mual, muntah, nyeri telan, anoreksia diare atau konstipasi, nyeri ulu

hati serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit dan gusi.

4) Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada demam berdarah dengue anak

bisa mengalami serangan ulang demam berdarah dengue dengan tipe virus

yang lain.

5) Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan tubuh yang baik, maka kemungkinan

akan timbulnya komplikasi dapat dihindari.

6) Riwayat Gizi

Status anak yang menderita demam berdarah dengue dapat bervariasi.

Semua anak dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko,

apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak dengan demam berdarah

dengue sering mengalami keluhan mual, muntah dan napsu makan meurun.
19

7) Kondisi Lingkungan

Sering terjadi didaerah padat penduduknya dan lingkungan yang kurang

bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).

8) Pola Kebiasaan

a. Pola nutrisi

Nafsu makan, frekuensi makan, jenis makanan, kebiasaan sebelum

makan, berat badan klien saat ini.

b. Pola Eliminasi

Fekuensi urine yang keluar, dorongan untuk terus berkemih Defekasi:

frekuensi, waktu BAB, warna konsistensi, keluhan saat BAB,

konsistensi.

c. Personal Hygine

Frekuensi mandi, frekuensi oral hygine, frekuensi cuci rambut dan

menggunting kuku.

d. Istirahat dan Tidur

Frekuensi kebiasaan saat tidur sehari-hari, apakah ada kesulitan saat

mau tidur.

e. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sedikit sakit serta upaya

untuk menjaga kesehatan.

9) Pemeriksaan Fisik

a. Berdasarkan tingkatan (grade) dengue haemorrhagic fever keadaan

umum adalah sebagai berikut:


20

1. Grade I: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-

tanda vital dan nadi lemah.

2. Grade II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada

perdarahan spontan ptekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi

lemah, kecil dan tidak teratur.

3. Grade III: keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi

lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.

4. Grade IV: kesadaran koma tanda-tanda vital, nadi tidak teraba, tensi

tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin

berkeringat dan kulit tampak sianosis.

b. Kepala dan leher

a) Wajah: kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,

lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.

b) Mulut : mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-

kadang) sianosis.

c) Hidung: epitaksis

d) Tenggorokan: hyperemia

Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah

servikal posterior.

c. Dada

Bentuk simetris dan terkadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat

adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura)

biasanya terjadi pada grade III dan IV.


21

d. Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegaly) dan asites.

e. Ekstremitas

Akral dingin serta nyeri otot, sendi maupun tulang.

10) Pemeriksaan laboratorium

a. Hb dan PCV meningkat (lebih dari 20%)

b. Trombositopenia (kurang dari 100.000/ml)

c. Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)

d. Ig M dan Ig G positif

e. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia

dan hiponatremia.

f. Urin dan pH darah mungkin meningkat.

g. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

2.5.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Kristina (2020) adalah:

1) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

4) Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia

5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual muntah

6) Resiko syok berhubungan dengan kebocoran plasma darah


22

2.5.3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi: Suhu tubuh asuhan keperawatan diharapkan 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
meningkat di atas masalah klien teratasi dengan lingkungan panas penggunaan incubator)
rentang normal tubuh kriteria: 2. Monitor suhu tubuh
(PPNI, 2018). 3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urine
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Longgarkan atau lepaskan pakaian
7. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
10. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
11. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
12. Batasi oksigen, jika perlu
23

Edukasi
13. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
14. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
2. Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Observasi:
cairan asuhan keperawatan diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.frekuensi nadi
Definisi: Peningkatan masalah klien teratasi dengan meningkat, nadi teraba lemah, tekanandarah menurun, tekanan
volume cairan kriteria: nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa, kering,
intravaskular, volume urinmenurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
interstisial, dan / atau 2. Monitor intake dan output cairan
intraselular (PPNI, Terapeutik
2018). 3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan posisi modified trendelenburg
5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis. Nacl, RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
Nacl 0,4%)
24

10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)


11. Kolaborasi pemberian produk darah
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi: Nyeri akut asuhan keperawatan diharapkan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
adalah pengalaman masalah klien teratasi dengan intensitas nyeri
sensorik atau kriteria: 2. Identifikasi skala nyeri
emosional yang 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
berkaitan dengan 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
kerusakan jaringan 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
actual atau fungsional, 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
dengan onset 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
mendadak atau lambat 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
dan berintensitas 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
ringan hingga berat Terapeutik
yang berlangsung 10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
kurang dari tiga bulan (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
(PPNI, 2018). terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
25

13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi


meredakan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definsi: Berisiko asuhan keperawatan diharapkan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
mengalami kehilangan masalah klien teratasi dengan 2. Monitor nilai hematokrit/homoglobin sebelum dan setelah
darah baik internal kriteria: kehilangan darah
(terjadi di dalam tubuh) 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
maupun eksternal 4. Monitor koagulasi (mis. Prothombin time (TM), partial
(terjadi hingga keluar thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradsi fibrin dan atau
tubuh) (PPNI, 2018). platelet)
Terapeutik
5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
6. Batasi tindakan invasif, jika perlu
26

7. Gunakan kasur pencegah dikubitus


8. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
9. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
10. Anjurkan mengunakan kaus kaki saat ambulasi
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
12. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
13. Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
14. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian obat dan mengontrol perdarhan, jika perlu
16. Kolaborasi pemberian prodok darah, jika perlu
17. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
5. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Observasi
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan diharapkan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan tubuh masalah klien teratasi dengan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Definisi: Asupan kriteria: 3. Identifikasi makanan yang disukai
nutrisi tidak cukup 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
untuk memenuhi 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
kebutuhan 6. Monitor asupan makanan
27

metabolisme (PPNI, 7. Monitor berat badan


2018). 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
9. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
17. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
6. Resiko syok Setelah dilakukan tindakan Observasi
asuhan keperawatan diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi
28

Definisi: Beresiko masalah klien teratasi dengan meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
mengalami kriteria: nadi menyempit,turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
ketidakcukupan aliran volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah)
darah ke jaringan 2. Monitor intake dan output cairan
tubuh, yang dapat Terapeutik
mengakibatkan 3. Hitung kebutuhan cairan
disfungsi seluler yang 4. Berikan posisi modified trendelenburg
mengancam jiwa 5. Berikan asupan cairan oral
(PPNI, 2018). Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian produk darah
29

2.5.4. Implementasi

Menururt Mufidaturrohmah (2017), implementasi merupakan tindakan

yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan

mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan

mandiri merupakan aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau

keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas

kesehatan lain.

Bentuk-bentuk implementasi keperawatan antara lain:

1) Pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau

mempertahankan masalah yang ada.

2) Pengajaran atau pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu

menambah pengetahuan tentang kesehatan.

3) Konseling klien untuk memutuskan kesehatan klien

4) Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk

memecahkan masalah kesehatan

5) Membantu klien dalam melakukan aktivitas sendiri

6) Konsultasi atau diskusi dengan tenaga kesehatan lainnya.

2.5.5. Evaluasi

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sudiasih (2020), menyebutkan

evaluasi merupakan suatu perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari

hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui perawatan yang diberikan dapat

dicapai dan memberikan umpan balik terhadap perawatan dapat dicapai dan

memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.


30

Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari

evaluasi formatif adalah hasil dari umpan balik selama proses keperawatan

berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan

setelah proses keperawatan selesai dilaksanakan dan memperoleh informasi

efektifitas pengambilan keputusan.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DAN PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
Tanggal masuk RS : 8 Desember 2021
Tanggal pengkajian : 9 Desember 2021
No. RM : 01295819
a. Identitas Klien
Nama : An. A
Tempat Tgl Lahir : 3 tahun 5 bulan 30 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kp. Ciojar, Mekarjaya, Tarogong Kaler
Diagnosa Medik : DHF
b. Identitas Orang Tua
Nama : Tn. D
Usia : 37 tahun
Pendidkan : SD
Pekerjaan : Sopir
Agama : Islam
Alamat : Kp. Ciojar, Mekarjaya, Tarogong Kaler

2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit, klien BAB darah sudah
1 bulan, demam naik turun disertai dengan gelisah dan tidak merespon
ketika diajak bicara.

31
32

b. Riwayat Kesehatan Sekarang.


Pada saat dikaji ibu klien mengatakan klien demam, dengan suhu tubuh
37,8ºC.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu klien mengatakan An. A pernah mengalami jatuh pada usia 4 bulan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki
penyakit turunan, namun kakak klien pernah mengalami DHF sebelumnya.

3) Riwayat Kehamilan dan Peralinan


a. Riwayat Prenatal
Ibu klien mengatakan saat mengandung An. A selalu memeriksakan
kandungannya ke posyandu. Kenaikan BB selama hamil 8 kg, imunisasi
TT, golongan darah B.
b. Riwayat Intranatal
Ibu klien mengatakan An. A dilahirkan secara spontan di bidan.
c. Riwayat Postnatal
Ibu klien mengatakan pada saat lahiran anaknya menangis spontan.
d. Riwayat Imunisasi
Klien sudah diimunisasi lengkap: BCG, DPT III, Polio, Campak, dan
Hepatitis.

4) Riwayat Tumbuh Kembang


a. Riwayat Pertumbuhan
BB (sebelum ke RS) : 15,5 kg
BB (saat ini) : 14 kg
TB : 111 cm
LK : 50 cm
LLA : 18 cm
LD : 59 cm

32
33

b. Riwayat Perkembangan
Ibu klien mengatakan An. A mulai berguling usia 5 bulan, duduk 6 bulan,
merangkak 7 bulan, berjalan 9 bulan, mulai berbicara 9 bulan, bisa
berpakaian sendiri umur 2 tahun.

5) Riwayat Nutrisi
Ibu klien mengatakan An. A diberikan ASI eksklusif dengan cara pemberian
terjadwal 2 jam sekali, lama pemberian 1,5 tahun. An. A diberikan MPASI pada
umur 7 bulan, dan deiberi nasi pada umur 1 tahun.

6) Kebutuhan Nutrisi
a. Kebutuhan Nutrisi
a) BB ideal anak 1-10 tahun:
BBI: (umur tahun x 2) + 8 = (3 tahun x 2) + 8 = 14 kg = 14.000 gram
b) IMT:
BB Kg: (TB x TB (meter)) = 14 : (1,11 x 1,11 meter) = 11,3627
(kategori sangat kurus) = <17
c) Metode Batas Ambang:
Keb. EMB (AMB) 1 Kal x BB ideal x 24 jam = A Kalori
AMB = Akivitas AMB (tabel) x A kalori = B kalori
Fisik
Kebutuhan Energi perhari = B kalori

Keb EMB (AMB) 1 Kal x 14 x 24 jam = 336 kal


AMB + Aktivitas 1,30 kal x 336 kal = 436,8 kal
Fisik
Tambahkan kalori kenaikan BB = 437 kal
Kebutuhan energi per hari = 873,8 kal
Ket: Kalori yang dibutuhkan adalah 873,8 kal

33
34

b. Kebutuhan Cairan
Menggunakan rumus Darrow
BB<3 Kg 175 cc/KgBB/hr
BB 3-10 Kg 105 cc/KgBB/hr
BB 10 – 15 Kg 85 cc/KgBB/hr
BB > 15 Kg 65 cc/KgBB/hr
BB 10 – 15 = 85cc/KgBB/hari
= 85 cc/14Kg/hari
= 1190 cc/hari
Tetesan Mikro = (1990 cc x 15) : (24 x 60)
= 29.850 cc : 1.440
= 21 tts/mnt
IWL = (14 x 15) : 24 jam
= (14 x 15) : 24 jam
= 210/24 jam = 8,75
Penentuan
= (((10% x CM) x jumlah kenaikan suhu) = IWL normal) : 24 jam
= (((10% x 1190 cc) x (37,7℃ - 37,5℃) + 210) : 24 jam
= ((119 cc x 0,2) + 84) : 24 jam
= (23,8 cc) : 24 jam
= 0,99 cc/jam
Balance cairan = intake – (output + IWL)
= 1.190 cc – (23,8 cc)
= 1.166 cc/24 jam

c. Kebutuan Transfusi
𝑃𝑅𝐶 = (𝐻𝑏 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 − 𝐻𝑏 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑖)𝑥 𝐵𝐵 𝑥 4
𝑃𝑅𝐶 = (10 − 8,2)𝑥 14 𝑥 4
= (1,8)𝑥 14 𝑥 4 = 126 𝑚𝑙

34
35

7) Pola Aktivitas Sehari-hari


Tabel 3.1. Pola Aktivitas Sehari-hari
No. Pola Aktivitas Sebelum Dirawat Saat Dirawat
1. Pola Nutrisi
a. Makan Nasi Makanan uang
dihaluskan
Frekuensi 3x/hari Tidak ada alergi
Jenis Porsi
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. Minum Air mineral Ciran infus
Frekuensi 4 – 5x/hari
Keluhan Tidak ada Tidak ada
2. Pola Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 2x/hari Belum BAB
Warna Kuning
Konsistensi Lembek
Keluhan Tidak ada
b. BAK
Frekuensi 4 – 5x/hari 4 – 5x/hari
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Bau Khas Khas
Keluhan Tidak ada Tidak ada
3. Pola Istirahat
Tidur
a. Lama tidur siang 1-2 jam 1 jam
b. Lama tidur malam 7-8 jam 5 - 6 jam
c. Keluhan Kalau sesak Demam
terganggu tidurnya

35
36

4. Personal Hygiene
a. Mandi 2x/hari Hanya spon
b. Ganti baju 2x/hari 2x/hari
c. Keramas 2x/hari Belum
d. Gunting kuku Setiap panjang Setiap panjang
e. Keluhan Tidak ada Tidak ada

8) Pemeriksaan fisik
BB: 14 kg
TB: 1,11 m
a. Keadaan Umum
a) Keadaan umum : Lemah
b) Kesadaran : Somnolen, GCS 9
b. Tanda-tanda Vital
a) Suhu : 37,8℃
b) Pernafasan : 60 x/m
c) Nadi : 112 x/m
d) Tekanan darah : 100/80 mmHg
e) SpO2 : 97%
c. Persistem
a) Sistem penginderaan dan pendengaran
Posisi telinga simetris, kondisi telinga bersih, tidak ada lesi, fungsi
pendengaran baik, tidak ada benjolan.
b) Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, mata dapat mengikuti pergerakan tangan perawat,
reaksi pupil mengecil saat diberi cahaya.
c) Sistem pernafasan
Lubang hidung simetris, bersih, tidak ada nyeri tekan, bentuk dan
pergerakan dada simetris, suara dada rinkhi kanan dan kiri.

36
37

d) Sistem kardiovaskular
Nadi 112 x/menit.
e) Sistem pencernaan
Bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering, bentuk abdomen sekung,
BU 16 x/m.
f) Sistem perkemihan
Klien berjenis kelamin laki-laki, tidak ada nyeri tekan di daerah
kendung kemih.
g) Sistem integumen
CRT<2 detik, warna kulit putih, rambut hitam.
h) Sistem muskuloskeletal
Ekstremitas atas dan bawah dapat digerakkan, kekuatan otot 2 pada
semua bagian ektremitas.
i) Sistem endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
j) Sistem neurologis
1) Nervus olfaktorius (saraf sensorik untuk penciuman)
Alat ukur : -
Hasil :-
2) Nurvus optikus (saraf sensorik untuk penglihatan)
Alat ukur :
Hasil : Klien dapat melihat orang-orang disekitarnya seperti
ibu dan neneknya
3) Nervus okulomotorius (saraf motorik untuk mengangkat kelopak
mata keatas, kontraksi pupil)
Alat ukur : Pulpen
Hasil : Bola mata mengikuti arah pergerakan pensil
4) Nervus troklearis (saraf motorik, gerakan mata kebawah dan
kedalam)
Alat ukur : Pulpen

37
38

Hasil : Dapat menggerakan mata kebawah dan keatas


mengikuti gerakan pulpen.
5) Nervus abdusen (saraf motorik, deviasi mata kelateral)
Alat ukur : Penlight
Hasil : Pupil miosis terhadap rangsangan cahaya, reflek pupil
baik.
6) Nervus pasialis (saraf motorik untuk ekspresi wajah)
Alat ukur : Pemberian obat IV
Hasil : Merintih
7) Nervus vestibuklearis (saraf sensorik, motorik untuk pendengaran)
Alat ukur : Perawat
Hasil : Acuh saat dipanggil
8) Nervus glassofaringes (saraf sensorik motorik untuk sensasi rasa)
Alat ukur : -
Hasil :-
9) Nervus vagus (saraf sebsorik, motorik, reflek muntah, dan
menelan)
Alat ukur : -
Hasul :-
10) Nervus asesoris (saraf motorik, gerak)
Alat ukur : Menggelitiki telapak kaki
Hasil : Tidak merespon
11) Nervus hipoglosus (saraf motorik)
Alat ukur : -
Hasil : Klien belum bisa menyebutkan kata-kata

9) Data Penunjang
Nama : An. A
Tanggal :09-12-21
No. RM : 01295819

38
39

Tabel 3.2. Pemeriksaan Laboratorium


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
Hemoglobin 8,2 11,5 – 13,6 g/dL Rendah
Hematokrit 11 34 – 40% Rendah
Lekosit 5,930 3,000 – 14,500 /mm3 Normal
Trombosit 93,000 150,000 – 440,000 /mm3 Rendah
Eritrosit 3,58 3,95 – 5,25 juta/mm3 Normal

Nama : An. A
Tanggal : 10-12-2021
No. RM : 01295819
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
Hemoglobin 9,7 11,5 – 13,6 g/dL Rendah
Hematokrit 33 34 – 40% Rendah
Lekosit 6,770 3,000 – 14,500 /mm3 Normal
Trombosit 38,000 150,000 – 440,000 /mm3 Rendah
Eritrosit 4,81 3,95 – 5,25 juta/mm3 Normal

Tabel 3.3. Pemeriksaan Radiologi


Nama Uraian Kesan
Diagnosa Klinis Hasil Pemeriksaan
Tindakan Pemeriksaan
Thorax AP Cord an Pulmo 1. Cor tidak membesar
tampak normal 2. Sinus dan diafragma normal
3. Pulmo:
- Tidak ada corakan
bronkhovaskuler
- Tidak ada bercak lunak di
kedua medial paru

39
40

10) Terapi Obat


Tabel 3.4. Terapi Obat
No. Jenis Dosis Jalur Pemberian
1. Cefotaxime 2 x 700 mg IV
2. Ceftriaxone 2 x 500 mg IV
3. Metronidazole 3 x 150 mg Pernafasan
4. Paracetamol Infus 3 x 140 mg IV
(apabila demam)
5. Ranitidine 2 x 20 IV
6. Omeprazole 1 x 20 mg IV

11) Analisa Data


Tabel 3.5. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS: Ibu klien mengatakan Nyamuk mengandung virus Hipertermi
anaknya demam naik dengue
turun ↓
DO: Menggigit
TD: ↓
N: 112 x/m Virus masuk ke aliran darah
S: 37,8 ↓
- Badan teraba panas Viremia
- Terpasang NGT ↓
(tampak darah Masuk ke pembuluh darah otak
berwarna hitam dan sehingga mempengaruhi
hijau) hipotalamus

Suhu tubuh meningkat
(hipertermi)

40
41

2. DS: Ibu klien mengeluh Viremia Intoleransi


anaknya tidak ↓ aktivitas
memberikan respon Pelepasan peptida
ketika diajak berbicara ↓
DO: Klien hanya Peningkatan permeabilitas
berespon saat diberi dinding pembuluh darah
rangsangan ↓
TD: Kebocoran plasma
N: 112 x/m ↓
S: 37,8 Perdarahan ekstra seluler
Hb: 8,2 ↓
Hb turun

Tubuh lemas

Intoleransi aktivitas
3. DS: - Viremia Resiko syok
DO: ↓
- Hipoksia Pelepasan peptida
- Hipertermi ↓
- Kekurangan volume Peningkatan permeabilitas
cairan dinding pembuluh darah
- Sepsis ↓
Kebocoran plasma

Perdarahan ekstra seluler

Resiko syok

41
42

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hipertermi b.d infeksi virus
2) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
3) Resiko syok b.d peningkatan perdarahan ekstra seluler

3. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 3.6. Rencana Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Hipertermi b.d infeksi virus Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermi (L15506)
keperawatan selama 3x 24 jam, Observasi
diharapkan masalah klien teratasi 1. Identifikasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi,
dengan kriteria hasil: terpapar lingkungan panas)
- Suhu tubuh dalam batas 2. Monitor suhu tubuh
normal 3. Monitor kadar elektrolit
- Kulit merah (menurun) 4. Monitor haluaran urin
- Takikardi (menurun) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermi
Terapeutik
6. Sediakan lingkungan yang dingin
7. Longgarkan atau lepaskan pakaian

42
43

8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh


9. Berikan cairan oral
10. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hydrolisis (keringat berlebih)
11. Lakukan pendinginan eksternal
12. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
Edukasi
13. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
kelematan keperawatan selama 3x 24 jam, 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
diharapkan masalah klien teratasi, mengakibatkan kelelahan
dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola dan jam tidur
- Pergerakan ekstremitas 3. Monitor kelelahan fisik dan emosional
meningktat Edukasi
- Kekuatan otot meningkat 4. Anjurkan tirah baring
- Rentang gerak meningkat 5. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

43
44

- Nyeri menurun Terapeutik


6. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulasi
7. Letakkan melakukan latihan rentang gerak pasih
dan aktif
8. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
9. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.
11. Transfusi PRC
3. Resiko syok b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
peningkatan perdarahan keperawatan selama 3x 8 jam, 1. Monitor status kardiopulmonal
ekstra seluler diharapkan pola tidur klien baik, 2. Monitor status oksigen ASI
dengan kriteria hasil: 3. Monitor status cairan
- Tidak sulit tidur 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
- Tidak terjaga malam hari 5. Periksa riwayat alergi
- Pola tidur normal

44
45

- Kemampuan beraktivitas Terapeutik


normal 6. Berikan O2 untuk mempertahankakn saturasi O2
lebih dari 94 %
7. Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik, jika
perlu
8. Pasang jalur IV, jika perlu
9. Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
10. Melakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
11. Jelaskan penyebab dan faktor resiko syok
12. Jelaskna tanda dan gejala awal syok
13. Anjurkan melaporkan jika menemukan tanda dan
gejala syok
14. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
16. Kolaborasi pemberian pemberian transfusi darah
jika perlu
17. Kolaborasi pemberian anti inflamasi, jika perlu.

45
46

4. IMPLEMENTASI
Tabel 3.7. Implementasi
No. Diagnosa Implementasi
1. Hipertermi b.d infeksi virus Tanggal 9 desember 2021
Jam 08.20
1. Memonitor TTV pasien
2. Mengidentifikasi penyebab hipertermi
3. Memonitor suhu tubuh
4. Menganjurkan memberikan cairan oral
5. Memberikan O2
6. Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV dan terapi paracetamol drip
140 mg

Tanggal 9 desember 2021


Jam 14.30
1. Memonitor TTV pasien
2. Mengidentifikasi penyebab hipertermi
3. Memonitor suhu tubuh

46
47

4. Menganjurkan memberikan cairan oral


5. Memberikan O2
6. Melakukan kolaborasi pemberian cairan IV dan terapi paracetamol drip
140 mg
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan Tanggal 9 desember 2021
Jam 08.20
1. Memonitor pola dan jam tidur
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional
3. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan (pemasangan NGT)
4. Melakukan transfusi PRC 126ml
3. Resiko syok b.d peningkatan perdarahan Tanggal 9 desember 2021
ekstra seluler Jam 08.20
1. Memonitor status O2 ASI
2. Memonitor tingkat kesadaran dan respon pupil (GCS 9 = somnolen)
3. Memberikan O2 untuk mempertahankan saturasi O2 lebih dari 94%
4. Memasang Jalur IV
5. Melakukan kolaborasi pemberian transfusi

47
48

5. EVALUASI
Tabel 3.8. Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi
1. Hipertermi b.d infeksi virus Tanggal 9 desember 2021
Jam 10.00
S: Ibu klien mengatakan klien demamnya sudah turun
O:
- TD : 90/60 mmHg
- N:
- R:
- 37◦C
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

Tanggal 9 desember 2021


Jam 21.00
S: Ibu klien mengatakan An. A demamnya turun

48
49

O:
- N: 91 x/m
- R: 49 x/m
- S: 36,5◦C
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan Tanggal 9 desember 2021
Jam 21.00
S: Ibu klien mengatakan An. A masih terlihat lemas, namun adaa
peningkatan dalam respon
O: Klien masih terlihat lemas
Hb: 9,7
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
3. Resiko syok b.d peningkatan perdarahan ekstra Tanggal 10 desember 2021
seluler Jam 08.00
S: Ibu klien mengatakan klien masih terlihat lemas namun ada
peningkatan dalam respon
O:

49
50

- Klien meringis saat diberi rangsang nyeri


- Hb 11,6
- Ht 33 %
- Trombosit 38,000
A: Masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi

Tanggal 12 desember 2021


Jam 08.00
S: Ibu klien mengatakan An. A sudah mulai merespon jika diajak
berbicara
O:
- Hb 12,3 g/dL
- Ht
- Trombosit

50
51

Analisis Jurnal

Nama
Judul
No. Penulis, Populasi dan Sampel Jenis Penelitian Data Temuan Penting Nama Jurnal
Penelitian
Tahun
1. Heriaty Pengaruh Populasi: anak yang Penelitian ini adalah Diketahui hasil penelitian dengan Jurnal
Berutu Kompres Tepid mengalami hipertermia studi kasus keenam subyek mengalami Kesehatan
(2019) Water Sponge yang di rawat inap di Dengan demam sebelum dilakukan Bukit Barisan
Terhadap RSU Daerah menggunakan kompres Tepid Water Sponge
Penurunan Suhu Sidikalang desain penelitian dengan suhu pada subyek I yaitu
Tubuh Pada Sampel: sampel yang quasi eksperimen 39ºC subyek II dengan suhu
Anak Yang digunakan pada dengan pendekatan 38,6ºC, subyek III dengan suhu
Mengalami penelitian ini yaitu 6 one group 38ºC, subyek IV dengan suhu
Hipertermi Di responden. pre post test design. 37,8ºC, subyek V dengan suhu
Ruang Melur 37,8ºC, subyek VI dengan suhu
Rumah Sakit 38ºC sementara setelah dilakukan
Umum Daerah kompres Tepid Water Sponge
Sidikalang pada keenam subyek maka
terdapat penurunan suhu yaitu
pada subyek I turun menjadi 37ºC,
subyek II menjadi 37,3ºC, subyek
III menjadi 37ºC, subyek IV
menjadi 37ºC, subyek V menjadi

51
52

36,5ºC, subyek VI menjadi 37ºC.


Hal ini membuktikan bahwa
kompres tepid water sponge ada
pengaruh untuk menurunkan
2. Sri Pengaruh Populasi: populasi pada Penelitian ini Pada penelitian yang dilakukan Jurnal
Haryani, Kompres Tepid penelitian ini yaitu menggunakan terhadap dua pasien dengan Kesehatan
Syamsul Sponge Hangat pasien di ruang rawat desain eksperimen gangguan oksigenasi Tugerejo
Arif Terhadap inap anak RSUD semu one group pre (Tuberculosis), penelitii
(2017) Penurunan Suhu Tugurejo Semarang. test post test mendapatkan hasil bahwa setelah
Tubuh Pada Sampel: sampel yang di lakukan pemberian posisi Semi
Anak umur 1 – digunakan dalam Fowler dapat menurunkan
20 Tahun penelitian ini yaitu produksi sekret serta membantu
Dengan sebanyak 36 orang. mengatasi masalah pernafasan.
Hipertermi
3. Emy Efektifitas Tepid Populasi: populasi pada Penelitian ini Hasil penelitian ini menunjukkan Jurnal
Mulyani, Water Sponge penelitian ini yaitu menggunakan bahwa tindakan TWS mampu Keperawatan
Nur Eni Terhadap pasien di ruang rawat desain quasi mengatasi masalah hipertermia Terpadu
Lestari Penurunan Suhu inap anak RS PMI eksperimen atau pada anak. Hasil ini diharapkan
(2020) Tubuh Pada Bogor. dengan rancangan dapat menjadi studi kasus
Anak Dengan pretest dan post test manajemen hipertermia pada anak
control grup yang kemudian dapat

52
53

Masalah Sampel: sampel dalam dikembangkan menjadi penelitian


Keperawatan penelitian ini yaitu dan landasan manajemen
Hipertermi sebanyak 2 respnden. hipertermia pada anak.
4. Anggraeni Efektivitas Populasi: populasi Jenis penelitian Water tepid sponge disimpulkan Jurnal
Beti Dwi Water Tepid dalam penelitian ini yang digunakan lebih efektif menurunkan demam Keperawatan
Lestari, Sponge Suhu sebanyak 60 responden dalam penelitian ini daripada kompres hangat dilihat Mersi
Bambang 37°C Dan Sampel: sampel dalam adalah kuantitatif dari hasil mean rank water tepid
Sarwono, Kompres Hangat penelitian ini yaitu dengan desain sponge yang hasil nya 22,82°C
Adi Isworo Suhu 37°C sebanyak 30 responden penelitian pre sedangkan hasil penurunan
(2019) Terhadap eksperimen dengan kelompok kompres hangat
Penurunan Suhu rancangan hasilnya 38,18°C yang artinya
Pada Anak penelitian yang penurunan water tepid sponge
Dengan digunakan adalah lebih banyak sehingga dapat
Hipertermia two group pretest disimpulkan jika water tepid
dan post test. sponge lebih efektif untuk
menurunkan demam pada anak
daripada tindakan kompres hangat.
5. Dana Gambaran Populasi: pasien anak Penelitian ini Hasil studi kasus pada kedua klien Jurnal
Kristina Asuhan DHF yang di rawat di merupakan metode didapatkan penurunan suhu tubuh Keperawatan
Yusniani Keperawatan ruang Anggrek RSUD deskriptif analitik setelah diberikan terapi tepid STIKes Hang
Siagian, Pemberian Kota Tanjungpinang dengan pendekatan sponge.

53
54

Meily Terapi Tepid Sampel: sampel dalam proses asuhan Kesimpulan pada studi kasus ini Tuah
Nirmasari Sponge Untuk penelitian ini yaitu keperawatan bahwa terapi tepid sponge pada Tanjungpinang
(2020) Mengatasi sebanyak 2 orang asuhan keperawatan Anak DHF
Hipertermi Pada dengan hipertermi dapat
Anak DHF Di menurunkan suhu tubuh.
Ruang Anggrek
RSUD Kota
Tanjungpinang

54
55

PEMBAHASAN

Pembahasan berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus

yang disajikan untuk menjawab tujuan khusus. Setiap temuan perbedaan diuraikan

dengan konsep. Pembahasan disusun sesuai dengan tujuan khusus. Pembahasan

diantaranya berisi

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan baik

saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di

rumah sakit

Pada tinjauan kasus, data subjektif pengkajian yang dilakukan pada An.

A yang mengalami DHF didapatkan adanya hipertermi. Penyebab hipertermia

pada An. A dikarenakan Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita

akan menimbulkan viremia, hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat

pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat

bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu (Fitriani,

2020).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kristina (2020) menyebutkan

bahwa keluhan utama pada klien DHF yang menonjol adalah panas tinggi dan

anak lemah. DHF adalah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh

empat serotype virus dengue dengan ditandai dengan empat gejala klinis yaitu

terjadi hipertermia, manifestasi perdarahan, hepatomegaly dan tanda kegagalan

sirkulasi sampai timbul renjatan sebagai akibat dari kebocoran plasma yang

dapat menyebabkan kematian. Data An. A yang didapat pada saat pengkajian
56

yaitu ibu klien mengatakan SMRS klien BAB darah sudah 1 bulan, demam naik

turun disertai dengan gelisah dan tidak merespon ketika diajak bicara. Tanda-

tanda vital: suhu: 37,8℃, rerespirasi: 60 x/m, nadi: 112 x/m, tekanan darah:

100/80 mmHg, dan SpO2: 97%.

Terlihat dari beberapa perubahan pada nilai laboratorium pada An. A,

yaitu terjadi penurunan trombosit. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Fitriani (2020) bahwa trombositopenia terjadi akibat dari

penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus.

Trombositopenia dapat terjadi akibat sumsum tulang pada hari ke-4 mengalami

hiposelular dengan hambatan pada semua sistem hemopoesis sehingga

menyebab penurunan trombosit pada DHF.

Penurunan trombosit diduga karena trombopoesis yang menurun, destruksi

trombosit dalam darah meningkat, serta gangguan fungsi trombosit.

Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai

agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh retikuloendotetial

sistem. Ketika jumlah trombosit <100.000 mm3, fungsi trombosit dalam

hemostasis terganggu sehingga intergritas vaskuler berkurang dan

menyebabkan kerusakan vaskular. Kemudian muncul manifestasi perdarahan

yang dapat menyebabkan syok dan memperberat derajat DHF.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya, baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan


57

bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan

komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2018).

Diagnosa keperawatan yang diangkat ada tiga, yaitu hipertermia,

intoleransi aktivitas, dan resiko syok. Berikut pembahasan diagnosa yang

muncul sesuai teori pada data kasus klien 1 dan klien 2 yaitu:

1) Hipertermi berhubungan dengan infeksi virus ditandai dengan suhu tubuh

diatas nilai normal.

Pada An. A penegakkan diagnosa keperawatan menurut PPNI

(2018) yaitu hipertermi berhubungan dengan proses penyakit virus dengue

dan berdasarkan SDKI (2017) untuk penegakan diagnosa hipertemia yang

ditandai dengan suhu tubuh diatas normal. Berdasarkan SDKI (2018)

terdapat gejala dan tanda mayor 80-100% untuk validasi diagnosis dan

terdapat tanda minor: suhu tubuh diatas nilai normal. Sedangkan gejala dan

tanda minor subjektif: demam naik turun disertai dengan gelisah dan tidak

merespon ketika diajak bicara dan data objektif: kulit merah, takikardi,

takipnea, dan kulit terasa hangat.

Menurut analisa data peneliti muncul diagnosa hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas

nilai normal pada An. A berdasarkan data di pengkajian Ibu klien

mengatakan SMRS klien BAB darah sudah 1 bulan, demam naik turun

disertai dengan gelisah dan tidak merespon ketika diajak bicara. Keadaan

umum: lemah, kesadaran: somnolen, GCS 9,suhu: 37,8℃, respirasi 60 x/m,

nadi: 112 x/m, TD: 100/80 mmHg, spO2: 97%.


58

b) Risiko syok ditandai dengan peningkatan perdarahan ekstra seluler.

Penegakkan diagnosa keperawatan yang kedua pada An. A yaitu

Resiko syok berhubungan dengan peningkatan perdarahan ekstra seluler

SDKI (2017) untuk penegakan diagnose risiko syok yaitu risiko syok

ditandai dengan kekurangan volume cairan. Berdasarkan SDKI (2018)

untuk penegakan diagnosa Risiko syok terdapat factor risiko yaitu,

hipoksia dan hipertermi.

Risiko syok merupakan suatu kondisi dimana berisiko untuk

mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat

mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa (PPNI, 2018).

3. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018). Intervensi asuhan

keperawatan yang telah dilakukan pada AN. A menggunakan standar intervensi

keperawatan indonesia (SIKI) dan standar luaran keperawatan indonesia

(SLKI). Adapun tindakan pada standar intervensi keperawatan Indonesia terdiri

atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (PPNI, 2018).

Rencana keperawatan atau intervensi keperawatan adalah bagian dari

fase peroganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk

mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,

memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien. Intervensi yang

diberikan terhadap diagnosa utama adalah melakukan terapi tepid sponge yang
59

bertujuan utuk membuat pembuluh darah tepi melebar dan mempermudah

vasodilatasi sehingga pori-pori akan membuka dan mempermudah pengeluaran

panas (Fitriani, 2020).

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan

intervensi keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses

keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam

rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan

dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan

kesehatan (Fitriani, 2020).

Implementasi keperawatan pada An. A sudah sesuai dengan dengan

intervensi yaitu mengkaji hipertermia dan melakukan terapi tepid sponge.

Terapi tepid sponge pada klien dilakukan selama 2 hari. Pada saat melakukan

terapi tepid sponge An. A mengalami demam dengan suhu 37,8℃, selanjutnya

dilakukan terapi tepid sponge pada hari pertama selama 20 menit pada pukul

8.20 dan 20 menit selanjutnya pada pukul 14.30 dan mengalami penurunan

suhu tubuh menjadi 37ºC. Pada hari kedua dilakukan terapi tepid sponge selama

20 menit pada pukul 8.30 dan mengalami penurunan suhu tubuh dengan suhu

36,5ºC.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah

tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi

suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh
60

diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah tercapai

(Fitriani, 2020).

Pada keluarga klien mengatakan bahwa terapi tepid sponge ini dapat

menurunkan demam sehingga keluarga dapat menerapkan dirumah. Pada hari

pertama sampai hari kedua penulis melakukan implementasi keperawatan dan

evaluasi yang diharapkan dan didapatkan oleh penulis yaitu : Evaluasi yang

ditemukan setelah dilakukan perawatan selama 2 hari pada An. A, masalah

hipertermi berhubungan dengan infeksi virus teratasi pada hari kedua, sesuai

dengan kriteria perencanaan tanda-tanda vital dalam batas normal.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Pengkajian

Berdasarkan hasil penelitian, penerapan asuhan keperawatan dengan penyakit

Dengue Hemorragic Fever (DHF), pengkajian dilakukan pada tanggal 9

Desember 2021. Pada kasus ditemukan demam naik turun disertai dengan

gelisah dan tidak merespon ketika diajak bicara.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas yaitu hipertermi.

3. Intervensi

Perencanaan yang digunakan dalam kasus ini semua intervensi setiap diagnosa

dapat sesuai dengan kebutuhan klien

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada kasus ini dilaksanakan sesuai dengan

intervensi keperawatan yang sudah dibuat, sesuai diagnosa yang ditegakkan

dan sesuai dengan analisa data dengan kebutuhan klien dengan DHF.

5. Evaluasi

Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan

yang di berikan. Pada evaluasi yang di lakukan yaitu berdasarkan kriteria yang

peneliti susun terdapat 3 diagnosa keperawatan yang telah teratasi dengan baik
62

sesuai rencana yaitu ipertermi b.d infeksi virus dengan masalah teratasi,

intoleransi aktivitas b.d kelemahan dengan masalah teratasi sebagian, dan risiko

syok b.d peningkatan perdarahan ekstra seluler dengan masalah belum teratasi

4.2.Saran

1) Bagi penulis

Hasil penelitian yang peneliti dapatkan bisa menjadi bahan acuan dan menjadi

bahan pembanding pada peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian pada

klien dengan menggunakan acuan SDKI, SIKI, dan SLKI. Pada Asuhan

Keperawatan pada Klien Anak dengan Dengue Hemorragic Fever (DHF).

2) Bagi perawat ruangan

Studi kasus ini yang peneliti lakukan tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien

Anak Dengan DHF dapat menjadi acuan bagi perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan secara professional dan komprehensif.

3) Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Menambah keluasan ilmu dalam keperawatan pada klien dengan DHF

berkembang setiap tahunnya dan juga memacu pada peneliti selanjutnya

menjadikan acuan dan menjadi bahan pembandingan dalam melakukan

penelitian pada klien dengan DHF.

4) Bagi masyarakat

Untuk lebih memperhatikan perilaku kesehatan atau kebiasaan sehari-hari

karena merupakan pengaruh penting dalam penularan dan penyebaran penyakit

DHF.
DAFTAR PUSTAKA

Berutu, H. (2019). Pengaruh K Tepid Water Sponge Terhadap Penurunan Suhu


Tubuh Pada Anak Yang Mengalami Hipertermi Di Ruang Melur Rumah Sakit
Umum Daerah Sidikalang Heriaty. Jurnal Kesehatan Bukit Barisan, III, 32–38.
Beti Dwi Lestari, A., Sarwono, B., & Isworo, A. (2019). Efektivitas Water Tepid
Sponge Suhu 37°C Dan Kompres Hangat Suhu 37°C Terhadap Penurunan Suhu
Pada Anak Dengan Hipertermia. Jurnal Keperawatan Mersi, VIII, 50–55.
Emy Mulyani, N. E. L. (2020). Efektifitas Tepid Water Sponge Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Masalah Keperawatan Hipertermia: Studi
Kasus. Jurnal Keperawatan Terpadu, 2(1), 16. http://jkt.poltekkes-
mataram.ac.id/index.php/home/article/view/49/63
Fitriani, T. R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Jurnal
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenentrian Kesehatan Kalimantan
Timur, 44(8), 1–9.
Kesehatan, K. (2019). Kasus DBD di Indonesia. kemkes.go.id
Kristina, D. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi Tepid Sponge
Untuk Mengatasi Hipertermia Pada Anak Dengan DHF Di Ruang Anggrek
RSUD Kota Tanjungpinang. Jurnal Keperawatan STIKes Hang Tuah
Tanjungpinang. https://repository.stikesht-
tpi.com/index.php?p=show_detail&id=205
Mufidaturrohmah. (2017). Dasa-dasar Keperawatan. Giva Media.
Novianti, N. P. E. (2021). Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penanganan
Hipertermi Pada Anak DHF di Banjar Taman Tempek Palekan Puskesmas
Sukawati II Tahun 2021. Jurnal Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Denpasar.
PPNI, P. D. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.
Sri Haryani, S. A. (2017). Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia. Jurnal
Kesehatan Tugurejo, 22(3–4), 94–98.
Sudiasih, N. N. A. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sesi I: Mengenal Perilaku Kekerasan
Untuk Mengatasi Resiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.
Suwiyanto, I. K. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi Tepid
Sponge Untuk Mengatasi Hipertermia Pada Anak Dengan Dhf Di Ruang
Cilinaya Rsud Mangusada Badung Tahun 2019. Jurnal Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Denpasar. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2315/
WHO. (2017). Pencegahan dan pengendalian demam dengue dan demam berdarah
dengue.

63

Anda mungkin juga menyukai