Anda di halaman 1dari 7

2

aliran darah ke otak berkurang, dan kekurangan glukosa. Kejadian kejang

demam yang terus menerus akan mengganggu kerja sel dengan

mengakibatkan retardasi mental (Pasaribu, 2015).

Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2018) menyatakan angka kejadian

demam di seluruh dunia terdapat lebih dari 11-20 juta kasus per tahun

yang mengakibatkan sekitar 128.000-161.000 kematian setiap tahunnya.

Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000 per tahun di amerika

selatan, dan 900/100.000 per tahun di Asia (WHO, 2018). Di Indonesia

kejadian kasus demam diperkirakan rata-rata 900.000 kasus per tahun

(Edi Apyadi, 2018). Dari data Kementerian Kesehatan RI, frekuensi

kejadian demam menjadi 15,4 per 10.000 penduduk (Kemenkes RI,

2017). Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (Dinkes NTB,

2018) menunjukkan prevalensi kejadian demam tinggi pada balita akibat

Pneumonia yang ditemukan tahun 2018 berjumlah 30.884 balita.

Penderita ditemukan dan ditangani sebanyak 20.285 kasus (65,68%).

Proporsi penemuan kasus Pneumonia tahun 2018 meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2017 terdapat kasus

pneumonia pada balita sebanyak 64,29%. Pneumonia merupakan

penyakit yang memiliki gejala salah satunya yaitu panas tinggi, sehingga

memiliki resiko terjadinya kejang akibat suhu tubuh yang tinggi pada balita

(Dinkes NTB, 2018).

Kejadian demam tinggi yang dapat mengakibatkan kejang demam

pada balita juga disebabkan oleh DBD, dengan kasus terbanyak di Kota
3

Mataram sebanyak 131 orang dan terendah di Kabupaten Sumbawa

Barat sebanyak 14 orang. Diketahui kasus DBD tahun 2018 menurun

dibandingkan tahun 2017. Tahun 2017 terdapat 1.605 kasus DBD dan

menurun menjadi 535 kasus pada tahun 2018 dengan incidence rate (IR)

tahun 2017 yaitu sebesar 32,4 % menurun menjadi 10,7% pada tahun

2018 (Dinkes NTB, 2018). Selain disebabkan oleh pneumoni dan DBD,

demam tinggi juga disebabkan oleh demam thypoid. Kejadian demam

thypoid mengalami peningkatan pada tahun 2018 dibandingkan tahun

sebelumnya, yaitu berkisar 250.000-275.000 kasus. Kasus kejadian

demam thypoid pada balita tahun 2018 tertinggi terdapat di kabupaten

Lombok Timur, yaitu 31.958 kasus dan terendah berada di kota bima yaitu

3.365 kasus. Kasus demam thypoid memiliki angka kesakitan 843 per

1.000 penduduk pada balita (Dinkes NTB, 2018).

Berdasarkan data di Puskesmas Sikur kasus kejang demam

merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak pada 1 tahun terakhir,

yaitu menempati urutan ke 4 setelah 3 penyakit lain diantaranya febris,

gastritis dan asma. Di Puskesmas Sikur terdata adanya kasus kejang

demam pada balita berusia 1-5 tahun pada bulan Januari-Desember 2019

berjumlah 83 kasus sedangkan pada tahun 2020 terdata dari bulan

Januari-Desember terdapat 96 kasus. Dari 96 kasus kejang demam pada

tahun 2020 di Puskesmas Sikur, penyebab demam tertinggi pada balita

adalah thypoid yaitu sebanyak 32 kasus, disebabkan oleh pneumonia

sebanyak 38 kasus, dan disebabkan oleh DHF sebanyak 26 kasus.


4

Pasien yang mengalami hipertermi dengan kejang demam akan

dilakukan penanganan secara farmakologis maupun non farmakologis,

seperti pemasangan infus, pemberian stesolid melalui Intra Vena maupun

melalui rektal, pemberian obat penurun demam dan kompres hangat

secara blok (Puskesmas Sikur, 2020). Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan peneliti, walaupun sudah diberikan kompres blok dan obat

penurun demam, pasien masih ada yang mengalami kejang dikarenakan

suhu tubuh pasien masih tinggi.

Kejang demam dapat berdampak pada peningkatan resiko dehidrasi

(kekurangan cairan tubuh). Hal ini terjadi karena peningkatan penguapan

cairan tubuh saat anak demam sehingga anak bisa kekurangan cairan.

Selain itu kejang demam kemungkinan menyebabkan kekurangan

oksigen, tetapi ini biasanya terjadi pada anak yang demam dengan

penyakit paru-paru atau penyakit jantung (Yulianingsih, 2017).

Kejang demam merupakan kasus yang apabila tidak ditangani dengan

cepat maka dapat menimbulkan komplikasi seperti kelumpuhan,

gangguan otak, retardasi mental dan epilepsi. Penanganan terhadap

kejang demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan

non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Kompres adalah salah

satu tindakan non farmakologis untuk menurunkan suhu tubuh bila anak

mengalami demam. Ada beberapa macam kompres yang bisa diberikan

untuk menurunkan suhu tubuh yaitu tepid water sponge dan kompres air

hangat (Dewi, 2016). Tepid sponge bath adalah sebuah teknik kompres
5

hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah

supervisial dengan teknik seka (Alves, 2018).

Pemberian terapi tepid sponge bath disertai antipiretik dapat lebih

menurunkan suhu tubuh pada pasien demam dibandingkan dengan

antipiretik saja. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sugiani dkk. (2019) menunjukan bahwa terjadi penurunan suhu rata-rata

setelah dilakukan tindakan tepid sponge bath. setelah minum antipiretik,

rata-rata penurunan suhu tubuh pada anak penderita demam yang

mendapat antipiretik ditambah tepid sponge bath adalah sebesar 1,3º C.

Sedangkan pada kelompok anak yang hanya minum antipiretik tanpa

pemberian tepid sponge bath, penurunan suhu tubuh rata-rata setelah 30

menit setelah minum antipiretik sebesar 0,63º C. Hal ini menunjukan

bahwa lebih besarnya penurunan suhu tubuh pada anak dengan

pemberian tepid sponge bath.

Pada umumnya penggunaan kain merupakan salah satu cara untuk

melakukan kompres hangat, kain yang akan di sirami air hangat akan

kontak langsung dengan kulit pasien dan tentu saja dapat menimbulkan

risiko terjadinya luka bakar dan suhu panas pada kain akan cepat hilang

dikarenakan terpapar udara langsung, oleh sebab itu peneliti akan

melakukan kompres hangat khususnya untuk di bagian kompres blok

akan menggunakan kain yang sudah disirami air hangat kemudian dilapisi

alumunium foil yang mampu menghalangi kontak langsung antara media

hangat dengan kulit pasien sehingga mampu mengurangi risiko terjadinya


6

luka bakar serta mampu mempertahankan suhu dari kain tersebut karena

sifat dari alumunium foil ini adalah mampu mengunci suhu panas, ia akan

memantulkan suhu panas tersebut sehingga kainnya akan tetap hangat.

Selain berfungsi untuk mengurangi risiko terjadinya luka bakar,

penggunaan alumunium poil mampu menjadikan pasien lebih merasa

nyaman, karena kulit pasien tidak dalam keadaan basah, apalagi untuk

kompres blok diletakkan di bagian lipatan-lipatan, seperti di aksila dan

lipatan paha.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Tepid Sponge Bath Terhadap Suhu Tubuh

Pada Balita Hipertermi Dengan Kejang Demam Di Puskesmas Sikur

Tahun 2021”.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah

penilitian yaitu “Apakah ada pengaruh tepid sponge bath terhadap suhu

tubuh pada balita hipertermi dengan kejang demam di Puskesmas Sikur?”

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian meliputi :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh tepid sponge bath terhadap suhu

tubuh pada balita hipertermi dengan kejang demam di Puskesmas

Sikur tahun 2021.

2. Tujuan Khusus
7

a. Mengidentifikasi suhu tubuh pada balita hipertermi dengan kejang

demam sebelum dilakukan tindakan tepid sponge bath.

b. Mengidentifikasi suhu tubuh pada balita hipertermi dengan kejang

demam setelah dilakukan tindakan tepid sponge bath.

c. Menganalisa pengaruh tepid sponge bath pada balita hipertermi

dengan kejang demam di Puskesmas Sikur tahun 2021.

C. Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada pengaruh tepid sponge bath terhadap suhu tubuh pada

balita hipertermi dengan kejang demam di Puskesmas Sikur tahun

2021.

Ha : Ada pengaruh tepid sponge bath terhadap suhu tubuh pada balita

hipertermi dengan kejang demam di Puskesmas Sikur tahun 2021.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan

mendapat pengalaman penelitian tentang pengaruh tepid sponge bath

terhadap suhu tubuh pada balita hipertermi dengan kejang demam.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi responden

Sebagai salah satu sumber informasi dalam menerapkan tindakan

penurunan suhu tubuh pada balita hipertermi dengan kejang

demam.
8

b) Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan

refrensi atau daftar bacaan bagi mahasiswa keperawatan dalam

proses pembelajaran dan sebagai bahan acuan dalam penurunan

suhu tubuh pada balita hipertermi dengan kejang demam melalui

implementasi keperawatan.

c) Bagi institusi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam

upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada

masyarakat terutama tentang penurunan suhu tubuh pada balita

hipertermi dengan kejang demam melalui implementasi

keperawatan.

d) Bagi peneliti

Untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam

merawat balita hipertermi yang mengalami kejang demam,

khususnya balita hipertermi dengan kejang demam yang diberikan

tindakan tepid sponge bath.

Anda mungkin juga menyukai