Anda di halaman 1dari 33

KEPERAWATAN MEDIKAL

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DENGUE


HAEMORAGIC FEVER (DHF) DI RUANG DAHLIA BRSU TABANAN
TANGGAL 1 MARET S/D 6 MARET 2021

OLEH:
I KADEK SUABUDI ANTIKA
NIM. 2014901240

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DENGUE
HAEMORAGIC FEVER (DHF)

A. TINJAUAN KASUS DHF


1. Pengertian
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut
yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes
aegypty (Suriadi. 2010). Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit
yang menyerang anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus
dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan
sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus)
yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes
Albopictus (Titik Lestari, 2016).
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
terdapat pada anak – anak dan orang dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama dan apabila timbul rejatan (flek) angka kematian akan cukup
tinggi (Junadi, 1992 dalam Ridha, 2014).
Dengue Hemorhagic Fever (DHF) merupakan suatu penyakit
infeksi yang disebabkan virus dengue dan termasuk golongan
Abovirus (arthropod – borne virus) yang disebarkan oleh nyamuk
Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus yang disebarkan secara cepat
(Marni, 2016).
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak
manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam
berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk (Prasetyono 2012).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus
dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa
ruam.
2. Klasifikasi
Menurut WHO dalam buku Nurarif (2013) membagi
DengueHaemorhagic Fever (DHF) menjadi 4 derajat, yaitu sebagai
berikut:
1. Derajat I:
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif, trombositopeni dan
hemokonsentrasi.
2. Derajat II :
Seperti derajat I namun di sertai perdarahan spontan di kulitdan
atau perdarahan lain.
3. Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun (kurang dari 20 mmHg) atau
hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan gelisah.
4. Derajat IV :
Renjatan berat dengan nadi tidak teratur dan tekanan darah yang
tidak dapat diukur.
3. Penyebab
Empat virus dengue yang berbeda diketahui menyebabkan
demam berdarah. Demam berdarah terjadi ketika seseorang digigit
oleh nyamuk yang terinfeksi virus. Nyamuk Aedes aegypti adalah
spesies utama yang menyebar penyakit ini. Ada lebih dari 100 juta
kasus baru demam berdarah setiap tahun di seluruh dunia. Sejumlah
kecil ini berkembang menjadi demam berdarah. Kebanyakan infeksi di
Amerika Serikat yang dibawa dari negara lain. Faktor risiko untuk
demam berdarah termasuk memiliki antibodi terhadap virus demam
berdarah dari infeksi sebelumnya (Vyas, et al, 2014).
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae
terdapat 4 serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4,
keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain. Seseorang yang
tinggal di daerah epidermis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Hardhi, 2015).
4. Pathofisiologi
Virus Dengue adalah anggota dari group B Arbovirus yang
termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Dikenal ada 4
jenis serotipe virus Dengue yaitu virus Dengue tipe 1 (DEN-1), virus
Dengue tipe 2 (DEN-2), virus Dengue tipe 3 (DEN-3), dan virus
Dengue tipe 4 (DEN-4) ditularkan ke manusia melalui vektor nyamuk
jenis Aedes Egypty dan Aedes Albopictus. Virus yang masuk ke tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus
Dengue selanjutnya akan beredar dalam sirkulasi darah selama periode
sampai timbul gejala demam dengan masa inkubasi 4 – 6 hari
(minimal 3 hari sampai maksimal 10 hari) setelah gigitan nyamuk
yang terinfeksi virus Dengue. Pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada
DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit. DHF
dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali,
mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus
antibodi) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibodi dalam
sirkulasi darah mengakibatkan pembentukan aktivasi sistem
komplemen, agregasi trombosit dan aktivasi koagulasi. Kompleks
virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat
dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a, histamin dan serotinin yang
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan
yang amat berperan dalam terjadinya renjatan timbulnya agregasi
trombosit menyebabkan pelepasan trombosit oleh sistem
retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat sehingga
terjadi koagulapati atau gangguan fungsi trombosit yang menimbulkan
renjatan/syok. Renjatan yang berkepanjangan dan berat menyebabkan
diseminated intravaskuler coagulation (DIC) sehingga perdarahan
hebat dengan prognosis buruk dapat terjadi. Terjadinya aktivasi faktor
Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan
intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen
akan menjadi Plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin
dan penghancuran fibrin. Disamping itu akan merangsang sistem kinin
yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah. Hal ini berakibat mengurangnya volume plasma,
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat
permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan.
Renjatan hipovolemia bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Manifestasi klinis yang
mungkin muncul pada DHF adalah demam atau panas, lemah, sakit
kepala, anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan, nyeri ulu hati, nyeri
otot dan sendi, pegal – pegal pada seluruh tubuh, mukosa mulut
kering, wajah kemerahan (flushing), perdarahan gusi, lidah kotor
(kadang-kadang), petekie (uji turniquet (+), epistaksis, ekimosis,
hematoma, hematemesis, melena, hiperemia pada tenggorokan, nyeri
tekan pada epigastrik. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah,
hipotensi, ekstrimitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pada DHF sering dijumpai pembesaran hati (hepatomegali), limpa
(splenomegali), dan kelenjar getah bening yang akan kembali normal
pada masa penyembuhan. Adapun komplikasi dari penyakit DHF
adalah Hipotensi, Hemokonsentrasi, Hipoproteinemia, Efusi dan
Renjatan / Syok hipovolemia .(H.Akhasin Zulkoni,2011, Herdman,
2012).
5. WOC/Pathway
Terlampir
6. Tanda Gejala
Diagnosis penyakit DHF bisa ditegakkan jika ditemukan tanda
dan gejala seperti: (Masriadi, H., 2017).
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan:
1) Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler
meningkat. Dinyatakan positif apabila terdapat >10 petechie
dalam diameter 2,8cm (1 inchi persegi) dilengan bawah bagian
volar termasuk fossa cubiti.
Cara melakukan uji Rumple leede
a) Melakukan pengukuran tekanan darah pasien dan dicatat.
b) Nilai tekanan sistolik dan diastolik ditambahkan dan
dibagi dua. Misalnya jika tekanan darah 100/70 mmHg,
maka (100+70) ÷2=85 mmHg.
c) Kemudian diberikan tekanan sesuai jumlah yang didapat
dari penghitungan, menggunakan manset alat pengukur
tekanan darah selama 5 menit. Bila pengukuran dihentikan
sebelum 5 menit, misalnya karena dianggap terlalu lama
atau dihentikan karena anak rewel akibat kesakitan, hasil
tes tidak dapat dijadikan acuan karena dianggap tidak
akurat.
d) Manset kemudian dikempeskan kembali dan tunggu hasil
pemeriksaan selama 2 menit. Bila jumlah petekie sudah
dihitung sebelum 2 menit dikhawatirkan hasil pengukuran
tidak akurat.
e) Pemeriksaan dilanjutkan dengan menghitung jumlah
petekie dibawah fossa antecubiti.
f) Pemeriksaan dinyatakan positif bila ditemukan 10 atau
lebih petekie dalam area dengan diameter 2,5 cm

2) Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan


hematemesis.
3) Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3,
biasanya ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
4) Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan
indikator yang peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu
dilaksklienan penekanan berulang secara periodik. Kenaikan
hematocrit 20% menunjang diagnosis klinis DHF.
7. Komplikasi
Menurut Tjokroprawiro, (2015) komplikasi Dengue
Haemoragic Fever (DHF) biasanya berhubungan dengan syok yang
berat dan memanjang, perdarahan berat. Pemberian cairan yang
berlebihan selama fase kebocoran plasma efusi masif, yang berujung
pada gagal nafas, dapat terjadi gangguan elektrolit atau metabolik atau
hipoklikemia.
Komplikasi Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut
Smeltzer dan Bare (2013) adalah perdarahan, kegagalan sirkulasi,
Hepatomegali, dan Efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan
vaskuler,penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)
<100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan
dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang
dan pendeknya masa hiduptrombosit. Tendensi perdarahan terlihat
pada uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari
ke 2–7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler
sehingga terjadikebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga
pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan
hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena
(venous return), prelod, miokardiumvolume sekuncup dan curah
jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan
penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan kegagalan
hemostasis mengakibatkan perfusi miokard dan curah jantung
menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan
dan kerusakan fungsi sel secara progresifdan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam
12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang
berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada
lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan
limposit yang lebih besardan lebih banyak dikarenakan adanya
reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila
terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Langkah - langkah pemeriksaan diagnostik/penunjang yaitu:
1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang
yaitu menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri
dari hemoglobin, PCV, dan trombosit. Pemeriksaan
menunjukkan adanya tropositopenia (100.000 / ml atau
kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematoksit pada masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan
timbulnya renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat
menjadi diagnosis pasti pada DHF dengan dua kriteria
tersebut ditambah terjadinya trombositopenia,
hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria). (Vasanwala, 2012)
Sumsum tulang pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian
menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi
dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua sistem.

3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura.
Umumnya posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi
kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan
posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USGPemeriksaan
USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena
tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa
sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan
cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai
alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih
berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung
empedu dan penebalan pankreas.
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI).
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis,
sifatnya sensitif namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat
menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI
bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun) sehingga uji ini
baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk
diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer
serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum akut atau
konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+) atau diduga keras
positif infeksi dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk.
2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF).
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya
rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen
fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).

c. Uji Neutralisasi.
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan
biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test
(PNRT) (Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA).
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5
infeksi virus dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan
diikuti IgG. Bila IgM negatif maka uji harus diulang. Apabila
sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai negatif.
IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah
adanya infeksi (Vasanwala dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus. Cara diagnostik baru dengan reverse
transcriptase polymerasechain reaction (RTPCR) sifatnya
sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil
cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat
mendeteksi virus RNA dari specimenyang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia, dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).
9. Penatalaksanaan
Penatalaksamaam medis menurut Murwani Arita, (2011) meliputi:
a. Penatalaksanaan penderita DHF adalah :
1) Tirah baring atau istirahat baring.
2) Diet makanan lunak.
3) Minum banyak 50ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama dapat
berupa : susu, teh manis, sirup, jus buah, dan oralit,
pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,
memberikan cairan rumatan 80 – 100 ml/kg BB dalam 24
jam berikutnya.
4) Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan
dilakukan bila pasien terus menerus muntah sehingga tidak
mungkin diberikan makanan per oral atau didapatkan nilai
hematokrit yang bartendensi terus meningkat (>40 vol
%). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa
5% dalam 1/3 larutan Nacl 0,9%.
5) Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume
dengan cepat mencakup berikut ini :
a) Kristaloid.
Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam larutan
RL (D5/RL), larutan Ringer Asetat (RA) atau dektrose 5%
dalam larutan asetat (D5/RA), larutan garam faali
(D5/GF).
b) Koloid.
Dekstran 40 dan plasma.
6) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi,
pernapasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap
jam.
7) Periksa HGB, HCT dan trombosit setiap hari.
8) Pemberian obat antipiretik.
9) Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum,
perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan
laboratoriurn yang memburuk.
10) Monitor tanda-tanda pendarahan lebih lanjut.
11) Pemberian antibiotika bila terdapat kekhwatiran infeksi
sekunder.
12) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi
dengan dokter).
b. Penatalaksanan Penderita DHF berdasarkan derajat keparahan
a) Penanganan DHF deraja I atau derajat II tanpa peningkatan
hematokrit
Pasien masih dapat minum.
(1) Beri minum banyak 1-2 liter/hari.
(2) Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu.
(3) Bila suhu > 380C beri parasetamol.
(4) Bila kejang beri antikonvulsif.
(5) Monitor gejala klinis dan laboratorium.
(6) Perhatikan tanda syok.
(7) Palpasi hati setiap hari.
(8) Ukur diuresis setiap hari.
(9) Awasi perdarahan.
(10) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam.
(11) Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium pasien
diijinkan untuk pulang.
Pasien tidak dapat minum
(1) Jika pasien muntah terus-menerus maka lakukan
kolaborasi pemasangan IVFD NaCl 0,9% : Dekstrosa 5%
(1:3), tetesan rumatan sesuai berat badan.
(2) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam, jika HCT
naik atau trombosit turun maka pemasangan IVFD NaCl,
0,9% berbanding dekstrosa 5% diganti dengan ringer
laktat dengan tetesan disusaikan.
b) Penanganan DHF derajat I dengan peningkatan HCT>20%.
(1) Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCI 0,9% atau
RL/DS/NaCl 0,9% + D5, 6-7 ml/kg BB/jam.
(2) Setelah itu monitor tanda-tanda vital/nilai HCT dan
tromboosit tiap 6 jam
(a) Jika ada perbaikan maka ada menunjukkan tanda-
tanda : tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil,
diuresis cukup(12m/kg BB/jam), HCT turun (2 kali
pemeriksaan).
(3) Jika sudah menunjukkan perbaikan tetesan dikurangi
menjadi 5ml/kg BB/jam.
(4) Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masi
menunjukan perbaikan maka tetesan di sesuaikan
menjadi 3 ml/kgBB/jam
(5) Setelah itu IVFD di stop pada 24-48 jam, bila tanda
vital/ HCT stabil, diuresis cukup.
(6) Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg
BB/jam kemudian ditemukan tanda vital memburuk dan
HCT meningkat maka tetesan dinaikkan 10-15ml/kg
BB/jam tetesan dinaikkan secara bertahap. Kemudian
lakukan evaluasi 12-24 jam jika pada saat evaluasi
ditemukan tanda vital tidak stabil dengan tanda adanya
distres pernapasan dan HCT naik maka segera berikan
koloid 20-30m1/kgBB dan jika HCT menurun maka
lakukan transfusi darah segera 10ml/kgBB.
(7) Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan dari
pengurangan tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya. Jika
tidak ada perbaikan yang ditunjukkan dengan tanda-
tanda: gelisah, distres pernapasan, frekwensi nadi
meningkat, tekanan nadi < 20 mmHg, diuresis kurang/
tidak ada.
(8) Jika tidak menunjukkan adanya perbaikan maka tetesan
akan dinaikkan 10-15ml/kgBB/jam secara bertahap.
(9) Kemudian dilakukan evaluasi 12-24 jam.
(10) Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital tidak
Stabil yang di tunjukan dengan adanya distres pernapasan
dan peningkatan HCT, maka segera berikan koloid 20-30
ml/kgBB dan jika HCT menurun maka lakukan transfusi
darah segera 10 ml/kgBB.
(11) Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan dari
pengurangan dari tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya.
c) Penangan DHF derajat III dan IV
(1) Lakukan oksigenasi.
(2) Penggantian volume (cairan kristaloid isotonik) Ringer
Laktat/NaCl 0,9 % 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam
30 menit).
(3) 30 menit kemudian lakukan evaluasi untuk mengetahui
apakah syok sudah teratasi.
(4) Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan catat
balance cairan intravena.
(5) Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan tanda-
tanda:
(a) Kesadaran membaik.
(b) Nadi teraba kuat.
(c) Tekanan nadi>20 mmHg.
(d) Tidak sesak napas atau sianosis.
(e) Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam.
Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan
10ml/kgBB/jam, setelah itu lakukan evaluasi ketat,
misalnya ukur tanda vital, tanda perdarahan, diuresis,
HGB, HCT, trombosit. Jika dalam 24 jam sudah
stabil, maka berikan tetesan 5ml/kgBB/jam kemudian
lanjutkan tetesan 3ml/kgBB/jam. Infus dihentikan
tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Jika syok
tidak teratasi yang ditunjukkan dengan tanda-tanda :
kesadaran menurun, nadi lambat/tidak teraba, tekanan
nadi<20 mmHg, ditress pernapasan/sianosis, kulit
dingin dan lembab, ekstremitas dingin dan periksa
kadar gula darah, kemudian lanjutkan
pemberian cairan 20ml/kgBB/jam, setelah itu
tambahkan koloid/plasma, dekstran 10-20 (maksimal
30) ml/kgBB/jam. Kemudian lakukan koreksi
asidosis, setelah 1 jam lakukan evaluasi untuk
mengetahui apakah syok sudah teratasi atau belum.
Jika syok belum teratasi yang ditunjukkan dengan
penurunan HCT atau HCT tetap tinggi/naik, maka
berikan koloid 20 ml/kgBB, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian transfusi darah segar 10 ml/kgBB
diulang sesuai kebutuhan. Jika syok sudah teratasi
maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi ketat
tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, HGB, HCT,
trombosit dan tindakan seterusnya.

B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN DHF


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien (Setiadi,2012).
Pengkajian dengan Penyakit infeksi demam berdarah dengue
menurut (Nurarif & Hardhi, 2015), meliputi:
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama, pendidikan,
dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada klien Demam Berdarah
Dengue untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan klien
lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil, dan saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan klien semakin lemah.
Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri uluh hati, dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya manisfestasi perdarahan pada kulit, gusi
(grade 3 dan 4), melena, atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Demam Berdarah
Dengue, klien bisa mengalami serangan ulangan Demam Berdarah
Dengue dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat gizi
Status gizi klien yang menderita Demam Berdarah Dengue dapat
bervariasi. Semua klien dengan status gizi baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Klien yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan
napsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka klien
dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
menjadi kurang.
f. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan
baju di kamar).
g. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, napsu
makan berkurang, napsu makan menurun.
2) Eliminasi atau buang air besar. Kadang-kadang klien mengalami
diare atau konstipasi. Sementara Demam Berdarah Dengue pada
grade III-IV bisa terjadi melena.
h. Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering
kencing sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada Demam
Berdarah Dengue grade IV sering terjadi hematuria.
i. Tidur dan istirihat. Klien sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan
kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
j. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersikan tempat
sarang nyamuk Aedes Aegypti.
k. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
l. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan
tingkatan atau (grade) Demam Berdarah Dengue, keadaan fisik
klien adalah sebgai berikut:
1) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
dan perdarahan spontan petekie, perdarahan gusi
dan telinga, serta nadi lemah, kecil dan tidak
teratur.
3) Grade III: kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum
lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi
menurun.
4) Grade IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital yang mana nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak
teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit
tampak biru.
m. Sistem Integument
Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab.
1) Kuku sianosis/tidak
2) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam
(flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan
(epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri
telan. Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing
(pada Grade II, III, IV).
3) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto
thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
sebelah kanan (efusi pleura), rales (+), Ronchi (+), yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
4) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali),
asites.
5) Ekstremitas
6) Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
Analisa Data
a. Data subyektif
Pada pasien DHF data subyektif yang sering ditemukan adalah:
1. Lemah
2. Panas atau demam
3. Sakit kepala
4. Anoreksia (tidak mafsu makan, mual, sakit saat makan)
5. Nyeri ulu hati
6. Nyeri pada otot dan sendi
7. Pegal-pegal pada seluruh tubuh
8. Konstipasi
b. Data obyektif
Data obyektif yang dijumpai pada penderita Dengue Haemoragic
Fever adalah:
1. Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
2. Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor
3. Tampak bintik merah pada kulit (ptekie) uji tournikuet
positif, epistaksis, (perdarahan pada hidung), ekimosis,
hematoma, hematemesis, melena.
4. Nyeri tekan pada epigastrik
5. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa
6. Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas
dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Setelah
mengumpulkan data-data klien yang relevan, informasi tersebut
dibandingkan dengan ukuran normal sesuai umur klien, jenis kelamin,
tingkat perkembangan, latar belakang sosial dan psikologis. Diagnosa
keperawatan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(PPNI, 2017):
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-
faktor pembekuan darah (trombositopeni)
4. Defisien volume cairan berhubungan dengan dehidrasi karena
peningkatan suhu tubuh.
5. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan
yang berlebih
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Intervensi/Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis
untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018).

1) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses


infeksi virus dengue

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Tujuan: 1. Observasi tanda-tanda 1. Tanda vital merupakan


Setelah diberikan askep vital setiap 6 jam. acuan untuk mengetahui
selama 3 x 24 jam diharapkan 2. Kaji kharateristik demam keadaan umum pasien.
tidak terjadi peningkatan suhu 3. Anjurkan pasien banyak 2. Untuk mengidentifikasi
tubuh dengan minum 2400-2500 per terjadinya demam
kriteria hasil: hari 3. Peningkatan suhu tubuh
4. Beri kompres hangat pada mengakibatkan penguapan
1. Pasien mengatakan dahi, ketiak dan lipatan tubuh meningkat sehingga
badanya tidak panas paha. perlu diimbangi dengan
lagi. 5. Rencana dalam pemberian asupan cairan yang banyak
2. Suhu tubuh 36-37,50C obat paracetamol 3x500 untuk mengganti cairan
3. Badan pasien teraba mg tubuh yang hilang
tidak panas 4. Kompres hangat mem-
bantu untuk menurunkan
panas
5. Dapat membantu
menurunkan suhu tubuh
dan dapat mencegah infeksi
sekunder.

2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


kebocoran plasma darah.
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Kaji tanda vital, warna 1. Memberikan informasi
Setelah diberikan kulit, nadi ferifer, dan tentang kulit atau
tindakan keperawatan CRT keadekuatan perfusi
….x24 Jam diharapkan 2. Tinggikan kepala tempat jaringan dan juga adanya
sirkulasi darah ke perifer tidur sesuai toleransi bunyi afas adventisius
normal dengan kriteria 3. Monitor laboratorium (bunyi nafas yang tidak
hasil: (Hb, hmt) normal)
4. Kolaborasi pemberian 2. Meningkatkan ekspansi
a) Tekanan sistol dan anti platelet atau anti paru dan memaksimalkan
diastole dalam rentang perdarahan ekspansi paru dan
yang diharapkan. memaksimalkan
b) Tidak ada ortostastik oksigenasi untuk
hipertensi. kebutuhan
c) Tidak ada TIK 3. Nilai laboratorium dapat
d) Mampu berkomunikasi menunjukan komposisi
dengan jelas darah
menunjukan perhatian 4. Meminimalkan adanya
konsentrasi dan bekuan dalam darah
orientasi

3) Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Tujuan: 1. Kaji perkembangan nyeri 1. Membantu dalam evaluasi
Setelah diberikan asuhan secara kompresif meliputi gejala nyeri, penggunan
keperawatan selama….x lokasi, karakteristik, skala rentang membantu
24 jam diharapkan nyeri durasi, frekuensi, kualitas, pasien dalam mengkaji
yang dirasakan pasien dan factor predisposisi. tingkat nyeri
dapat teratasi dengan 2. Pantau TTV 2. Nyeri yang berkelanjutan
kriteria hasil: 3. Ajarkan teknik relaksasi dapat berdampak pada
a) Pasien mampu nafas dalam, teknik tanda – tanda vital.
mengontrol nyeri. diktraksi. 3. Membantu merelaksasi
b) Nyeri berkurang. 4. Delegatif penggunaan pasien menurunkan stress
c) Skala nyeri 0 analgetik dan ketegangan otot dan
d) Tanda – tanda vital meningkatkan koping
dalam batas normal pasien.
4. Menurunkan dan
mengontrol nyeri serta
menurunkan rangsangan
sistem saraf simpatis.

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Jelaskan tentang 1. Untuk menambah
Setelah dilakukan pentingnya nutrisi pengetahuan pasien
tindakan keperawatan 2. Berikan makanan dalam 2. Dapat meningkatkan
selama …x 24 jam klien porsi sedikit dengan masukan meskipun nafsu
menunjukkan tanda-tanda frekuensi sering makan mungkin lambat
kebutuhan nutrisi yang 3. Berikan makanan dalam untuk kembali
adekuat. keadaan hangat dan 3. Untuk menambah nafsu
Kriteria hasil: menarik makan pasien
1. Pasien mengatakan 4. Anjurkan pasien tetap 4. Memungkinkan makanan
mengetahui tentang memaksimalkan ritual yang disukai pasien akan
pentingnya nutrisi. makan yang disukai klien memampukan pasien
2. Klien makan habis 1 selama di RS untuk mempunyai pilihan
porsi, tidak terjadi 5. Timbang BB setiap hari terhadap makanan yang
mual, muntah, dan atau sesuai indikasi dapat dimakan dengan
anoreksia. 6. Observasi intake dan lahap.
3. Klien mengalami output makanan 5. Memberikan informasi
kenaikan berat 7. Berikan kebersihan oral tentang kebutuhan diet
badan sesuai tingkat 8. Kolaborasi dengan ahli atau keefektifan terapi
perkembangan atau gizi untuk menentukan 6. Mengidentifikasi
BB klien stabil jumlah kalori dan nutrisi kekurangan makanan dan
(tidak mengalami yang dibutuhkan pasien kebutuhan
penurunan). 7. Mulut yang bersih dapat
4. Nafsu makan meningkatkan rasa
bertambah mampu makanan
mengidentifikasi 8. Suplemen dapat
kebutuhan nutrisi. memainkan peran penting
5. Membran mukosa dalam mempertahankan
tidak pucat masukan kalori dan
6. Bising usus normal protein
7. Tidak ada kram
abdomen

5) Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor


pembekuan darah (trombositopeni)

Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Tujuan: 1. Monitor tanda-tanda 1. Penurunan trombosit


Setelah dilakukan selama penurunan trombosit yang merupakan tanda adanya
…x24 jam di harapkan disertai tanda klinis. kebocoran pembuluh darah
pasien tidak terjadi 2. Anjurkan pasien untuk yang pada tahap tertentu
perdarahan lebih lanjut banyak istirahat (bedrest) dapat menimbulkan tanda-
3. Kolaborasi, monitor tanda klinis seperti
Kriteria hasil: trombosit setiap hari epistaksis, ptekie
4. Antisipasi adanya 2. Aktifitas pasien yang tidak
1. Pasien mengatakan perdarahan: gunakan sikat terkontrol dapat
mengetahui tentang gigi yang lunak, pelihara menyebabkan terjadinya
akibat dari kebersihan mulut, berikan perdarahan.
penurunan trombosit. tekanan 5-10 menit 3. Dengan trombosit yang
2. Pasien mengatakan 5. Lindungi pasien dari dipantau setiap hari, dapat
mau membantu trauma yang dapat diketahui tingkat
aktivotas yang dapat menyebabkan perdarahan kebocoran pembuluh darah
menyebabkan 6. Kolaborasi, monitor dan kemungkinan
terjadinya trombosit setiap hari perdarahan yang dialami
perdarahan. pasien
3. Pasien mengatakan 4. Mencegah terjadinya
mampu mencegah perdarahan lebih lanjut
jika adanya 5. Untuk mengurangih resiko
perdarahan. perdarahan pada pasien
4. Tidak ada perdarahan 6. Dengan trombosit yang
5. Tidak ada distensi dipantau setiap hari, dapat
abdominal diketahui tingkat
6. Tidak ada hematuria kebocoran pembuluh darah
dan hematemesis dan kemungkinan
7. Hemoglobin dan perdarahan yang dialami
hematroktit dalam pasien
batas normal

6) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi karena


peningkatan suhu tubuh.

Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional


Tujuan: 1. Kaji keadaan umum 1. Mengetahui ada tidaknya
Setelah dilakukan pasien dan TTV penyimpangan dari
tindakan keperawatan 2. Anjurkan pasien untuk keadaan normal.
selama … x 24 jam di banyak minum 2,5 liter 2. Asupan cairan sangat
harapkan pasien dapat per hari diperlukan untuk
menunjukkan tanda 3. Catat intake dan out put menambah cairan dalam
cairan terpenuhi. cairan tubuh.
Kriteria hasil: 4. Pantau hasil pemeriksaan 3. Memberi informasi
1. Pasien mengatakan lab (PLT, HCT, HB, tentang keadekuatan
mengetahui tentang WBC), setiap 24 jam. volume cairan
dampak yang timbul 5. Kaji tanda-tanda 4. Untuk mengetahui tingkat
jika kekurangan dehidrasi (mukosa bibir keparahan dalam tubuh
cairan. kering, turgor kulit tidak yang dialami pasien dan
2. Keluarga elastis) untuk acuan melakukan
pasien mengatakan 6. Kolaborasi dengan dokter tindakan lebih lanjut.
mau mengevaluasi dalam pemberian IVFD 5. Untuk mengetahui defisit
langsung status RL 20 tetes/ menit, sesuai volume cairan tubuh
cairan pasien. therapy 6. Untuk mempertahankan
3. Pasien mengatakan dan mengganti cairan
mampu memantau dalam tubuh yang hilang
perubahan tanda akibat dari kebocoran
tanda vital pasien. plasma
4. Nadi 80-100x/menit,
suhu tubuh dalam
rentang normal 36,5 -
37°C
5. Tidak ada tanda
dehidrasi, elastis
turgor kulit membaik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan.

7) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas


terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan
Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Tujuan: 1. Kaji frekuensi dan irama 1. Mengetahui frekuensi


Setelah diberikan asuhan pernafasan. pernafasan pasien.
keperawatan …x24 jam 2. Tinggikan kepala dan 2. Meningkatkan inspirasi
diharapkan pola nafas pasien bantu mengubah posisi maksimal dan untuk
efektif dengan kriteria hasil: 3. Ajarkan teknik nafas memperbaiki ventilasi.
a) Menunjukan jalan nafas dalam dan relaksasi. 3. Dapat memberikan
yang paten (klien tidak 4. Kolaborasi dengan dokter pengatahuan pada pasien
merasa tercekik, irama dalam terapi oksigen. tentang teknik nafas dalam.
nafas, frekuensi 4. Meringankan kerja paru
pernafasan dalam rentan untuk memenuhi kebutuhan
normal 18-20 x/menit, oksigen serta memenuhi
tidak ada suara nafas kebutuhan oksigen dalam
abnormal) tubuh.
b) Mampu
mendemonstrasikan
batuk efektif dengan
suara nafas yang bersih.
c) Tidak ada sianosis dan
dsypnue
d) Tanda – Tanda Vital
dalam rentang normal:
- TD : 110/120-80-
90 x/menit
- N : 60-100
x/menit
- S : 36,5-37,50C
- RR : 18-20
x/menit

8) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan

Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah diberikan askep 1. Kaji keluhan pasien 1. Untuk mengidentifikasi


selama 3 x 24 jam 2. Kaji hal-hal yang mampu masalah pasien
diharapkan pasien dapat tidak mampu dilakukan 2. Untuk mengetahui
memenuhi kebutuhan pasien dalam me-menuhi tingkat ketergantungan
ADL secara mandiri kebutuhan pasien dalam memenuhi
dengan kriteria hasil: 3. Bantu pasien untuk kebutuhannya
mandiri dalam memenuhi 3. Dengan melatih keman-
1. Pasien mengatakan ADLnya (makan, minum, dirian pasien (makan,
badannya tidak BAB, BAK. minum, BAB, BAK)
lemas lagi. 4. Libatkan keluarga dalam pasien tidak mengalami
2. Pasien mengatakan aktivitas dan pemenuhan ketergantungan pada
mampu beraktivitas ADL pasien perawat.
secara mandiri 4. Agar ADL pasien dapat
3. ADL pasien terpenuhi
terpenuhi
4. TTV pasien dalam
batas normal:
- S: 36-37,50C
- TD : sistol
110/90mmHg
diastole 90/60
mmHg.
9) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional


Setelah diberikan askep 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengetahui sejauhmana
selama 2x15 mnt, pasien tentang penyakit tingkat pengetahuan
diharapkan pengetahuan DHF pasien tentang penye-bab
pasien tentang penyakit 2. Beri penjelasan kepada dan pencegahan penyakit
bertambah dengan pasien tentang penyebab, DHF
criteria hasil: gejala dan pencegahan 2. Agar pasien mengerti
1. P penyakit DHF tentang penyakit,
asien mengerti tentang 3. Beri kesempatan pada penyebab dan
penyakitnya. pasien untuk pencegahannya
2. P menanyakan hal-hal yang 3. Mengurangi kecemasan
asien tidak bertanya- tidak diketahui dan memotivasi dalam
tanya lagi tentang 4. Lakukan evaluasi setelah perawatan pasien
penyakitnya memberikan penjelasan 4. Untuk mengetahui
3. P pada pasien tentang informasi yang
asien mengatakan 5. Libatkan keluarga dalam telah disampaikan
sudah tahu tentang perawatan pasien apakah benar-benar
penyebab gejala, sudah dimengerti atau
pencegahan dan tidak
pengobatan penyakit 5. Dapat memberi support
DHF dalam proses
4. p penyembuhan pasien
asien kooperatif saat
diberikan asuhan
keperawatan

4. Implementasi/Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah pengelolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Menurut
Wahyuni (2016) implementasi tindakan keperawatan dibedakan
berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara
professional antara lain:
a. Independent yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh
perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga
kesehatan lainnya.
b. Interdependent yaitu suatu kegiatan yang memerlukan suatu
kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga
sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
c. Dependent yaitu pelaksanaan rencana tindakan medis.
Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai
tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
(Efendi & Makhfudli, 2010). Implementasi keperawatan terdiri dari 7
proses yaitu:
a. Bekerja sama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan
Keperawatan.
b. Kolaborasi profesi kesehatan, meningkatkan status kesehatan.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan klien.
d. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksanaan, tenaga
keperawatan dibawah tanggung jawabnya.
e. Menjadi coordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien
tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang
ada.
f. Memberikan pendidikan kepada klien tentang status keluarga
mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu
klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.
g. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
5. Evalusai Keperawatan
Tahap penilaiaan atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan
melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi
adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada perencanaan (Wahyuni,2016).
Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan formatif dengan
menggunakan beberapa metode (Yustiana Olfah, 2016).

a. Evaluasi proses (evaluasi formatif)


Fokus padaevaluasi ini adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
Evaluasi ini harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai
efektifitas intervensi tersebut. Metode pengumpulan data evaluasi
ini menggunakan analisis rencana sduhan keperawatan, open chart
audit, pertemuaan kelompok, wawancara, observasi, dan
menggunakan form evaluasi. System penulisannya dapat
menggunakan system SOAP yaitu:
1) S (Subjektif) yaitu perkembangan keadaan yang didasarkan
pada apa yang di rasakan, dikeluhkan, dan dikemukakan
klien.
2) O (Objektif) yaitu perkembangan yang bisa diamati dan
diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
3) A (Analisis) yaitu penilaian dari kedua jenis data (baik
subjektif maupun objektif) apakah berkembang kearah
perbaikan atau kemunduran.
4) P (Perencanaan) yaitu rencana penanganan klien yang
didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan
perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah
belum teratasi.
b. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)
Fokus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada
perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan pada akhirnya asuhan
keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif,
fleksibel, dan efesien. Metode pelaksanaannya terdiri dari close
chart audit, wawancara pada pertemuan terakhir asuhan, dan
pertanyaan kepada klien dan keluarga.
Daftar Pustaka

Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S.
2012. A di Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan.
Efendi, F., & Makhfudli. (2010). Teori dan Praktik dalam Keperawatn. Jakarta:
Salemba Medika.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012- 2014. Jakarta: EGC
Marni. (2016). Asuhan Keperawatan Anak pada penyakit tropis. Jakarta:
Erlangga.
Masriadi, H. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers, hal:
346 – 353
Murwani, Arita, 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi I.
Yogyakarta
Nurarif & Kusuma, 2015. Buku saku diagnosa keperawatan. Depkes RI. 2009
EGC: Jakarta
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika. Penerbit: FKUI
PPNI, T. P. S. D. (2017). Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Prasetyo, A. (2012) Analisis Spasial Penyebaran Penyakit Demam Berdarah
Dengue RI: Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Sagung Seto
Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Setiadi. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Proses Keperawatan Teori
dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Smeltzer & Bare (2013), Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Titik Lestari, 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Tjokroprawiro, A. dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga.
Vyas, Jatin M, et al. 2014. Dengue Hemorrhagic Fever. Diakses pada hari Senin,
1 Maret 2021 dari https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/
001373.htm.
Yustiana Olfah. (2016). Bahan Ajar Keperawatan Dokumentasi Keperawatan.
Kementerian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai