Disusun oleh :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN D3 KEPERAWATAN BANDUNG
2021
A. Konsep Dasar penyakit
1. Pengertian
Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthopodborn
virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albopictus dan Aedes
aegypti) (Ngastiyah, 2014). DBD adalah penyakit virus yang tersebar luas di seluruh
dunia terutama di daerah tropis. Penderitanya terutama adalah anak-anak berusia di
bawah 15 tahun, tetapi sekarang banyak juga orang dewasa terserang penyakit virus ini.
Sumber penularan utama adalah manusia, sedangkan penularannya adalah nyamuk
Aedes (Soedarto, 2009)
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yng ditandai
dengan empat gejala klinis utama yaitu demam tinggi, pendarahan, hepatomegali, dan
tanda kegagalan sirkulasi sampai tmbul rejatan (sindrom rejatan dangue) sebagai akibat
dari kbocoran plasma yang dapat mnyebabkan kematian(Padila, 2013).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrome renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adal demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Nurarif & Hardhi, 2015).
Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Demam berdarah
dengue/ DBD adalah penyakit infeksi yang sering menyerang pada anak berusia di
bawah 15 tahun, yang disebabkan oleh arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti , ditandai dengan manifestasi klinis demam, malaise, nyeri kepala, mual,
nyeri otot atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam,limfadenopati, trombositopenia dan
ditesis hemoragik.
2. Etiologi
Menurut Soedarto (2012), demam haemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh :
a) Virus dengue
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae terdapat 4 serotipe virus
dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, keempatnya ditemukan di Indonesia
dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
yang memadai terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah epidermis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe
virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Hardhi,
2015).
b) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkn antibodi seumur hidup terhadap serootipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jeniis yang lainnya.
3. Klasifikasi
WHO dalam buku Nurarif (2013) membagi DBD/DHF menjadi 4 derajat, yaitu sebagai
berikut:
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
perdarahan(ujitourniquiet positif).
Derajat II
Seperti derajat I disertai perdaarahan spontan di kulit dan perdarhan lain.
Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan
darah menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin dan
lembab, gelisah
Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur
4. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus antibody,
Virus dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala DF. Pasien akan mengalami gejala
viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia
ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada RES seperti
pembesaran kelenjer getah bening, hati, dan limfa. Reaksi yang berbeda nampak bila
seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Hal ini
disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection of hypothesis.
Re-infeksi akan menyebabkan suatu rekasi anamnetik antibody, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks virus antibody) yang tinggi (Wijaya &
Putri, 2016).
Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system complement. Akibat aktivasi C3 dan C5
akan dilepaskan C3a dan C5a, 2 peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau
terjadinya perembesaran plasma akibat pembesaran plasma terjadi pengurangan volume
plasma yang menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan (Ngastiyah, 2014).
Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan.
Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau
lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma yang tidak
dengan segera diatasi maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
berakhir dengan kematian (Ngastiyah, 2014).
Virmia jga menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan
trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan 15 darah. Terjadinya
trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protrombin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya
perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal DHF.
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran atau
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai hematocrit menjadi penting
untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat
dianjurkan untuk memantau hematocrit darah berkala untuk mengetahuinya. Setelah
pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran
plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika
tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan
yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan
apabila tidak segera ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan kematian.
Sebelumnya terjadinya kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna
menambah semua komponenkomponen di dalam darah yang telah hilang.
5. WOC
6. Manifetasii Klinis
Penyakit DBD ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain
seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung,
sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-
2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang
paling ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau ekimosis), perdarahan gusi,
epistaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena, dan juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014).
Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah
menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin lemah,
ujung – ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut nadi terasa
cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang
(Ngastiyah, 2014).
Menurut Susilaningrum (2013) manifestasi klinis dari DHF adalah :
Demam
Demam tinggi sampai 40 oC dan mendadak, Demam terjadi secara mendadak
berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah.
Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya.
Perdarahan
Uji tourniquet positif h. Perdarahan, petekia, epitaksis, perdarahan massif. Perdarahan
biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan
dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi
vena, petekia ( bintik-bintik merah akibat perdarahan intradermak / submukosa )
purpura ( perdarahan di kulit ), epistaksis ( mimisan ), perdarahan gusi, . Perdarahan
ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis, dan melena ( tinja berwarna hitam karena adanya
perdarahan. Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat.
Anoreksia
Mual muntah
Nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut
Nyeri kepala
Nyeri otot dan sendi
Trombositopenia (< 100.000/ mm3 )
Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasaanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurng gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomgali dan hati teraba
kenyal harus di perhatikan kemuungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, Syok
ditandai dengan nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun ( menjadi 20
mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80
mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi virus dengue adalah :
a) Uji Rumple leed / tourniquet Positif
b) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap
1) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan yang banyak
dan hebat Hb biasanya menurun. (Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL)
2) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi kebocoran
plasma (Nilai normal: 33- 38%)
3) Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia kurang dari
100.000/ml. (Nilai normal: 200.000-400.000/ml)
4) Leukosit mengalami penurunan dibawah norma. (Nilai normal: 9.000-
12.000/mm3)
Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
Pemeriksaan gas darah, biasanya diperiksa :
1) pH darah biasanya meningkat (Nilai normal: 7.35-7.45)
2) Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik mengakibatkan pCO2
menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg) dan HCO3 rendah.
c) Pemeriksaan sample urine
Pada pemeriksaan urin biasanya ditemukan albuminuria
d) Pemeriksaan Rontgen thorak
Pada pemeriksaan rontgen thorak ditemukan adanya cairan di rongga pleura yang
meyebabkan terjadinya effusi pleura. (Wijayaningsih, 2013).
8. Penataklaksanaan
Untuk penderita tersangka DF / DHF sebaiknya dirawat dikamar yang bebas
nyamuk (berkelambu) untuk membatasi penyebaran. Perawatan kita berikan sesuai
dengan masalah yang ada pada penderita sesuai dengan beratnya penyakit.
Derajat I
Terdapat gangguan kebutuhan nutrisi dan keseimbangan elektrolit karena adanya
muntah, anorexsia. Gangguan rasa nyaman karena demam, nyeri epigastrium, dan
perputaran bola mata. Tindakan keperawatan: istirahat baring, makanan lunak (bila
belum ada nafsu makan dianjurkan minum yang banyak 1500-2000cc/hari), diberi
kompre dingin, memantau keadaan umum, suhu, tensi, nadi dan perdarahan,
diperiksakan Hb, Ht, dan thrombosit, pemberian obat-obat antipiretik dan antibiotik
bila dikuatirkan akan terjadi infeksi sekunder
Derajat II
Peningkatan kerja jantung adanya epitaxsis melena dan hemaesis. Tindakan
keperwatan: bila terjadi epitaxsis darah dibersihkan dan pasang tampon sementara,
bila penderita sadar boleh diberi makan dalam bentuk lemak tetapi bila terjadi
hematemesis harus dipuaskan dulu, mengatur posisi kepala dimiringkan agar tidak
terjadi aspirasi, bila perut kembung besar dipasang maag slang, sedapat mungkin
membatasi terjadi pendarahan, jangan sering ditusuk, pengobatan diberikan sesuai
dengan intruksi dokter, perhatikan teknik-teknik pemasangan infus, jangan
menambah pendarahan, tetap diobservasi keadaan umum, suhu, nadi, tensi dan
pendarahannya, semua kejadian dicatat dalam catatan keperawatan, bila keadaan
memburuk segera lapor dokter.
Derajat III
Terdapat gangguan kebutuhan O2 karena kerja jantung menurun, penderita
mengalami pre shock/ shock. Tindakan Perawatan: mengatur posisi tidur penderita,
tidurkan dengan posisi terlentang denan kepala extensi, membuka jalan nafas dengan
cara pakaian yang ketat dilonggarkan, bila ada lender dibersihkan dari mulut dan
hidung, beri oksigen, diawasi terus-meneris dan jangan ditinggal pergi, kalau
pendarahan banyak (Hb turun) mungkin berikan transfusi atas izin dokter, bila
penderita tidak sadar diatur selang selin perhatian kebersihan kulit juga pakaian
bersih dan kering
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue
adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk
membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan
pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan
pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat
penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate
SG 1 % per 10 liter air.
b. Tanpa insektisida
Caranya adalah: Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air
minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari);
Menutup tempat penampungan air rapat-rapat; Membersihkan halaman rumah
dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk
bersarang
Nursalam, DR., susilaningrum, R., utami S. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak
Untuk Perawat Dan Bidan : Salemba Medika
Susilaningrum, R. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan anak untuk Perawat dan Bidan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Wijayaningsih, K.S. 2013. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media
(dalam http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/625/1/KTI%20PUTRI%20ANINGSI.pdf
Diakses pada tanggal 22 Juni 2021, Pukul 08.30)