DISUSUN OLEH
RETNO SETIOWATI
NIRA 33020019561
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus
yang dibawa melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Biasanya ditandai
dengan demam yang bersifat bifasik selama 2-7 hari, ptechia dan adanya
manifestasi perdarahan. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai
saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk.
Penyakit DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) tercatat pertama kali
menjadi endemik pada tahun 1779-1780 di Asia, Afrika dan Amerika
Utara dan terjadi secara hampir bersamaan dengan tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa penyebaran
penyakit ini sudah sangat luas sejak lebih dari 200 tahun lalu dan
merupakan penyakit yang cukup membahayakan. Saat inipun penyakit ini
masih merupakan masalah serius di bidang kesehatan umumnya di daerah
tropis dan subtropis dengan tingkat ekonomi dan kesehatan yang rendah.
Di Indonesia, jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD)
dari 1 Januari -10 Agustus 2005 di seluruh Indonesia mencapai 38.635
orang, sebanyak 539 penderita diantaranya meninggal dunia. Menurut
catatan Dinas Kesehatan Sumsel, jumlah kasus DBD di Sumsel sebanyak
286 kasus pada Januari, dan 159 kasus pada awal sampai pertengahan
Februari 2005. Jumlah penderita sejak Januari 2005 mencapai 445 kasus.
Palembang merupakan kota dengan jumlah penderita DBD terbanyak,
yaitu 192 orang pada Januari, dan 57 orang pada Februari 2005.
Prinsip penanganan pada pasien DHF terfokus pada penyakitnya
karena infeksi virus maka belum ada obat spesifik untuk mengatasinya.
Perawatan yang diberikan hanya berupa penanganan secara
simtomatik saja berupa perbaikan keadaan umum penderitanya dan
menjaga jangan sampai dehidrasi (kekurangan cairan). Oleh karena itu
dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan terkait perawatan terhadap
pasien DHF melalui proses keperawatan yang tepat.
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah:
a. Mengetahui pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
pengkajian, dan pemeriksaan penunjang pada DHF.
b. Membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
DHF.
c. Mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada kasus dengan
DHF.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ;
341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat
gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapagt menyebabkan kematian. (Rohim dkk, 2002 ; 45)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan
biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
2. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan
dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika
berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan
pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954. Virus dengue berbentuk
batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan
natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe
yang paling banyak beredar.
3. Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan
terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang
terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit
(petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
(Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20
%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan)
plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam
rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah
pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya
edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan
yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika
renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita
DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti
di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
4. Tanda Dan Gejala
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF
dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari.
Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot
dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala
dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital.
Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar
mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot
sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada
awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di
muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak
diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk
makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian
timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan
dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke
normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang
terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih
lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa
hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia,
purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang
biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan
ke-7 dengan tanda: anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung
teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan
darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
5. Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara
klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji
tourniquet , trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat
lain.
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari (tanda-tanda dini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.
6. Pemeriksaan Penunjang
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik
berbentuk undiffereintiated fever, demam dengue, demam berdarah
dengue atau sindroma renjatan dengue. Gambaran klasik demam berdarah
dengue ditandai oleh 4 gejala utama yaitu: demam tinggi, manifestasi
perdarahan, hepatomegali tanpa atau disertai renjatan, dan dua kelainan
laboratorium utama yaitu trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1986:
Kriteria klinis :
a. Panas dengan onset yang akut, tinggi dan menetap selama 2-7 hari
b. Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple
leed).
c. Pembesaran hepar.
d. Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah
menurun, akral dingin dan sianosis, dan gelisah.
Kriteria laboratorium:
a. Trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/ mm3)
b. Hemokonsentrasi : terdapat kenaikan hematokrit lebih atau sama
dengan 20% pada masa akut dibandingkan dengan masa
penyembuhan.
Menurut pedoman tersebut diagnosis klinis demam berdarah
dengue sudah dapat ditegakkan bila ditemukan dua gejala klinis disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit. Bila
ditemukan anemia atau perdarahan hebat, efusi pleura dan atau adanya
hipoalbuminemi, menandakan adanya kebocoran plasma.
Syok dengan hematokrit yang tinggi (kecuali pada penderita dengan
perdarahan berat) dan trombositopenia yang nyata menunjang diagnosis
demam berdarah dengue/ sindrom renjatan dengue.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut:
a. Tirah baring atau istirahat baring.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis,
sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal
yang paling penting bagi penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif
dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila
tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau
dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik
plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan
teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo
nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya
dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada
pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian
transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara
klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang
mencolok. Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu
1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan
melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan
apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.
8. Pengkajian
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian
yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode
atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian :
wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi,
konsultasi.
a.Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau
keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut
Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)Lemah.
2.)Panas atau demam.
3.)Sakit kepala.
4.)Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.)Nyeri ulu hati.
6.)Nyeri pada otot dan sendi.
7.)Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.)Konstipasi (sembelit).
b.Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas
kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF
antara lain :
1)Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2)Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3)Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,
ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4)Hiperemia pada tenggorokan.
5)Nyeri tekan pada epigastrik.
6)Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7)Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas
dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1)Ig G dengue positif.
2)Trombositopenia.
3)Hemoglobin meningkat > 20 %.
4)Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5)Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia,
aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil.
1)SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2)Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3)Waktu perdarahan memanjang.
4)Asidosis metabolik.
5)Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
9. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agen injury biologi
b. Hipertermia b.d proses penyakit
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan memasukkan makanan (nausea)
d. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pencegahan dan
pengobatan b.d kurangnya informasi.
e. PK Perdarahan
a. PK Infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
DISUSUN OLEH :
RETNO SETIOWATI
OKTOBER 2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN
DHF
DI RUANG CEMPAKA RSUD BANYUMAS
A. PENGKAJIAN
Tanggal : 19 Oktober 2018
Pukul : 08.20 WIB
1. Identitas
Nama : NY. D
Usia : 35 th
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : :Karangdadap Kalibagor
No.RM : 467010
Diagnosa Medis: Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh demam dan mual.
b. Keluhan tambahan
Kepala sedikit pusing.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke IGD dalam keadaan dysfagia, demam, menahan nyeri,
nyeri ulu hati sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Setelah dirawat
3 hari di rumah sakit, dysfagia dan nyeri ulu hati berkurang, namun
badan masih demam dan perut terasa mual.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah masuk rumah sakit dengan diagnosa thypoid 4 bulan yang
lalu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan diantara anggota keluarga tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama dan tidak ada yang memiliki penyakit seperti
hipertensi, DM, dan jantung.
7) Ekstremitas
Inspeksi: terpasang infus RL pada tangan kiri, oedema (-), varises (-), kekuatan
motorik :
5 5
KM
5 5
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b.d. proses penyakitnya.
2. Nausea b.d iritasi pada sistem gastrointestinal.
3. Kurang pengetahuan b.d kurang paparan informasi tentang proses penyakit.
D. NCP
No. Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
DP keperawatan
1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam NIC :
berhubungan akan tercapai: Fever treatment
dengan proses NOC : Thermoregulation Monitor suhu sesering mungkin
penyakitnya Kriteria Hasil : Monitor warna dan suhu kulit
Suhu tubuh dalam rentang normal (4) Monitor tekanan darah, nadi dan
Nadi dalam rentang normal (4) RR
RR dalam rentang normal (5) Monitor WBC, Hb, dan Hct
Tidak ada perubahan warna kulit (5) Monitor intake dan output
Tidak ada pusing (4) Berikan anti piretik
Hb dbn (5) Berikan pengobatan untuk
Hct dbn (5) mengatasi penyebab demam
WBC dbn (5) Selimuti pasien
Kolaborasi pemberian cairan
Skala : intravena
1 : tidak ada Kompres pasien pada lipat paha
2 : jarang dan aksila
3 : kadang-kadang Berikan pengobatan untuk
4 : sering mencegah terjadinya menggigil
5 : selalu
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
Berikan anti piretik jika perlu
3. Kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Pembelajaran : proses penyakit
pengetahuan b.d maka pengetahuan klien meningkat dengan kriteria hasil: - Kaji tingkat pengetahuan klien
kurang paparan 1. Pengetahuan : proses penyakit tentang penyakit
informasi tentang - Mengenal nama penyakit (5) - Jelaskan patofisiologi penyakit
proses penyakit - Deskripsi proses penyakit (3) dan bagaimana kaitannya dengan
- Deskripsi faktor penyebab atau faktor pencetus (3) anatomi dan fisiologi tubuh
- Deskripsi tanda dan gejala (4) - Deskripsikan tanda dan gejala
- Deskripsi cara meminimalkan perkembangan umum penyakit
penyakit (4) - Identifikasi kemungkinan
- Deskripsi komplikasi penyakit (4) penyebab
- Deskripsi tanda dan gejala komplikasi penyakit (5) - Berikan informasi tentang kondisi
- Deskripsi cara mencegah komplikasi (4) klien
Skala : - Berikan informasi tentang hasil
1 : tidak ada pemeriksaan diagnostik
2 : sedikit - Diskusikan tentang pilihan terapi
3 : sedang - Instruksikan klien untuk
4 : luas melaporkan tanda dan gejala
5 : lengkap kepada petugas
E. IMPLEMENTASI
Tgl/Jam No. Implementasi Evaluasi
Paraf
DP
18 Oktober 1 S: Pasien mengatakan panas dan pusing berkurang.
2018 Mengkaji keluhan pasien O: TD: 120/80mmHg, S: 37,1oC, RR: 20x /menit, N: 85x/menit.
08.00 Mengukur TTV Warna kulit tidak kemerahan, turgor kulit normal. Makan habis 6
08.30 Memberikan kompres sendok dan mulai mau makan makanan ringan. Infus RL 40 tetes per
08.35 hangat pada aksila pasien menit. WBC: 2,3 (103/uL) Normal: 4-11 , Hb: 14,7 g/dL
Menyelimuti paisen Normal:13,2-17,3, Ht: 43,2 Normal: 40-50.
08.37 Memberikan obat
09.00 paracetamol 500 mg A: Masalah teratasi sebagian
Retno
Memonitor tetesan infus.
10.00 Mengecek WBC, Hb, dan P: Intervensi dilanjutkan
Hct. - Monitor TTV
11.00 Memonitor intake makanan - Berikan kompres hangat dan parasetamol 500 mg jika demam
dan cairan. - Monitor Hb, Ht, dan WBC
12.30 Mengukur TTV. - Monitor intake makanan dan cairan
13.00
19 Oktober 1 S: Pasien mengatakan panas dan pusing berkurang.
2018 Mengkaji keluhan pasien O: TD: 120/80mmHg, S: 36,9oC, RR: 20x /menit, N: 80 x/menit.
21.00 Mengukur suhu (S: 37,8oC) Warna kulit tidak kemerahan, turgor kulit normal. Makan habis 6
21.20 Mengukur suhu (S: 39,9oC) sendok. Infus RL 40 tpm. WBC: 2,7 (103/uL) Normal: 4-11 , Hb:
22.20 Memberikan kompres 13,5 g/dL Normal:13,2-17,3, Ht: 40,2 Normal: 40-50.
22.30 hangat pada aksila pasien
Menyelimuti paisen A: Masalah teratasi sebagian
22.35 Memberikan obat
22.50 paracetamol 500 mg P: Intervensi dilanjutkan
Memonitor tetesan infus. - Monitor TTV
23.00 Mengukur TTV. - Berikan kompres hangat dan parasetamol 500 mg jika demam
Memonitor intake makanan - Monitor Hb, Ht, dan WBC
05.30 dan cairan. - Monitor intake makanan dan cairan
07.00
19 Oktober 1 S: Pasien mengatakan sudah tidak panas, sedikit pusing. Retno
2018 Mengkaji keluhan pasien O: TD: 120/80mmHg, S: 36,8oC, RR: 20x /menit, N: 83 x/menit.
14.10 Mengukur suhu (S: 36,8oC) Warna kulit tidak kemerahan, turgor kulit normal. Makan habis 7
14.30 Memonitor tetesan infus. sendok. Infus RL 40 tpm.
15.00 Memonitor intake makanan
dan cairan. A: Masalah teratasi
18.30 Mengukur TTV.
P: Intervensi dilanjutkan
19.00 - Monitor TTV
- Berikan kompres hangat dan parasetamol 500 mg jika demam
- Monitor Hb, Ht, dan WBC
- Monitor intake makanan dan cairan
19 Oktober 2. S: Pasien mengatakan mualmasih tetap Retno
2018 Mengkaji keluhan pasien O: makan habis 5 sendok dan mulai mau makan makanan ringan.
08.00 Memberikan injeksi IVFD RL 40 tpm, minum 4 gelas. TD: 120/80mmHg, S: 37,1oC,
08.05 ondansetron 4 mg RR: 20x /menit, N: 85x/menit.
Mengukur TTV
08.30 Memantau intake makanan A: Masalah teratasi sebagian
09.00 dan minum
Mendorong pasien untuk P: Intervensi dilanjutkan
08.37 makan dalam keadaan - Kaji adanya mual
13.00 hangat, sedikit tapi sering. - Monitor TTV
- Berikan injeksi ondansetron 3 x 4 mg
- Pantau intake makanan dan minum.
- Motivasi klien untuk meningkatkan makan
14.00
F. EVALUASI
TGL/JAM No. DP EVALUASI PARAF
21 Oktober 2018 1 S: Pasien mengatakan sudah tidak panas, sedikit pusing. Retno
21.00 WIB O: TD: 120/80mmHg, S: 36,8oC, RR: 20x /menit, N: 83 x/menit. Warna kulit
tidak kemerahan, turgor kulit normal. Makan habis 7 sendok. Infus RL 40
tpm.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Monitor TTV
- Berikan kompres hangat dan parasetamol 500 mg jika demam
- Monitor Hb, Ht, dan WBC
- Monitor intake makanan dan cairan
21 Oktober 2018 2 S: Pasien mengatakan mual berkurang Retno
21.00 WIB O: makan habis 7 sendok. IVFD RL 40 tpm, minum 3 gelas. TD:
120/80mmHg, S: 36,8oC, RR: 20x /menit, N: 83 x/menit.
P: Intervensi dilanjutkan
- Kaji adanya mual
- Monitor TTV
- Berikan injeksi ondansetron 3 x 4 mg
- Pantau intake makanan dan minum.
- Motivasi klien untuk meningkatkan makan
P: Intervensi dihentikan