Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

DHF (Dengue Haemoragic Fever)

DOSEN PENGAMPU :

Ns. Eny Erlinda W, M.Kep., Sp.Kep.MB

DISUSUN OLEH :

1) NURYANTI (201440124)
2) YUHANA (201440138)
3) YULIKA DISTI HAPSARI (201440139)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLTEKES KEMENKES PANGKAL PINANG TAHUN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
DHF ( Dengue Hemoragic Fever ). Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Medah I di Poltekkes Pangkalpinang

Dengan terselesaikannya makalah ini, tidak lupa berkat bantuan, bimbingan Ibu Eny
Erlinda W. selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I, dan teman-
teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan tenaga, pikiran sehingga makalah dapat
terselesaikan.

Apabila dalam penulisan makalah ini masih ditemukan kekeliruan, Kami mengharap
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Pangkalpinang, 19 Agustus 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DHF adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Penyakit ini dapat menyerang semua
orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama anak serta sering menimbulkan
wabah. (Suriadi, 2006: 57). Sampai sekarang penyakit demam berdarah dengue masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit dengue hemorrhagic fever
tercatat pertama kali di Asia pada tahun di 1954, sedangkan di Indonesia penyakit demam
berdarah dengue pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya mencatat 58 kasus
DHF dengan 24 kematian (CFR: 41,5%) dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di
Indonesia. ( Soegijanto, 2006)

B. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan yang benar pada pasien Dengue
Hemorrhagic Fever.
2. Agar dapat digunakan sebagai wacana dan pengetahuan tentang perkembangan ilmu
keperawatan, terutama kajian penyakit Dengue Hemorrhagic Fever.
3. Untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman tentang perawatan
penyakit Dengue Hemorrhagic Fever.

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ?
2. Apa penyebab dari penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ?
3. Bagaimana cara mencegah penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada
anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada
dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
B. Patofisiologi
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam,
nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus
dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan
menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi
komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi. Terdapatnya komplek
antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C
3a dan C5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator
kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma –
Leakage), dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak
diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan
mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat
terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen
akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).
Pada penderita DBD, terdapat kerusakan pada sistem vaskuler yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah. Plasma
dapat menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit, dari mulai demam
hingga klien mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat menurun hingga 30%. Hal
inilah yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami gagal sirkulasi. Adanya
kebocoran plasma ini jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan hipoksia jaringan,
asidosis metabolik yang pada akhirnya akan mengakibatkan kematian.
Viremia juga menimbulkan agregasi trombosit dalam darah sehingga
menyebabkan trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan darah.
Perubahan fungsioner pembuluh darah akibat kebocoran plasma yang berakhir pada
perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkan tanda
seperti munculnya purpura, ptekie, hematemesis ataupun melena.

C. Tanda dan Gejala


1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri
tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyertainya.
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan
pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat
terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson,
1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat
(Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepametogali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati
teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.

D. Diagnosa Banding
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1. Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas
400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2. Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif,
adanya leukopenia, limfositosis relatif.
3. Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam
timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
4. Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang,
tidak terjadi hemokonsentrasi.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan
yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda
vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien
dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander
atau dekstran sebanyak 20  30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma
maupun elektrolit dipertahankan 12  48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan
telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20
mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi
darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi
pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara
klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam
24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus
diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.

F. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2. Biologis
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
cupang).
3. Kimiawi
Pengendalian kimiawi antara lain :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai
batas waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong
air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue, vektor (nyamuk aedes aegypti,
nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan berperan) maupun host.
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF
adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk
memutuskan rantai penyakit:
1. Tanpa insektisida:
a. Menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b. Menutup penampungan air rapat- rapat.
c. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang memungkinkan
nyamuk bersarang.
2. Dengan insektisida:
a. Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan
fogging/pengasapan.
b. Abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana- bejana
tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter
air.
B. Saran
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada anak/bayi
dengan DHF ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan
praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan
proses keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai