KEPERAWATAN ANAK
DHF
PENGAMPU :
Disusun oleh :
1. Riski Widiastutik (30901800149)
2. Senja Candra Erfiana (30901800157)
3. Silviana Riska Anggitasi (30901800163)
4. Siti Arum Suwanda (30901800165)
5. Siti Ulfatun Nadziroh (30901800172)
6. Sofa Nova Saris (30901800173)
7. Tutik Dhakiroh (30901800183)
8. Yunita Marina (30901800202)
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang DHF
( Dengue Hemoragic Fever ).
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Dengan
terselesaikannya makalah ini, tidak lupa berkat bantuan, selaku dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Anak, dan teman-teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan
tenaga, pikiran sehingga makalah dapat terselesaikan.
Apabila dalam penulisan makalah ini masih ditemukan kekeliruan, Kami mengharap kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
( Kelompok 04 )
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien DHF
(Dengue Haemorraghic Fever).
2. Tujuan Khusus
PEMBAHASAN
A. DEFINISI.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari
kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).
B. ETIOLOGI.
1. Virus Dengue.
E. KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu
1. Derajat I.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet
positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt), tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun,
(120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
4. Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt),
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1. HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal : - HB = L : 12,0 – 16,8 g/dl.
P : 11,0 – 15,5 g/dl.
- PCV /Hm = L : 35 – 48 %.
P : 34 – 45 %.
2. Trombosit menurun 100.000 / mm3.
Nilai normal : L : 150.000 – 400.000/mm3.
P : 150.000 – 430.000/mm3.
3. Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal : L/P : 4.600 – 11.400/mm3.
4. Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal : 1 – 5 menit.
5. Waktu protombin memanjang.
Nilai normal : 10 – 14 detik.
G. PENATALAKSANAAN.
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan
beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminopen.
7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-
tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan
pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan
12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah
teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg,
kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi
darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan
yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan
Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum
yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan
melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila.
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.
H. PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu
1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2. Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
cupang).
3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
I. DIAGNOSA BANDING
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1. Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas
400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2. Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif,
adanya leukopenia, limfositosis relatif.
3. Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam
timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan
pansitopenia
4. Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang,
tidak terjadi hemokonsentrasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak
dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama
terjadi pada saat musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan
2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai
keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami
serangan ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
d. Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi
yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang
e. Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju
dikamar).
4. Acitvity Daily Life (ADL)
a. Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
b. Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi,
kepala, ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas
sehari-hari.
c. Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala
dan nyeri.
d. Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai
anuria.
e. Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan
perawatan diri.
5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :
Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan
klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik
dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui
normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan
fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan
menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising
usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai
berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai
berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang-kadang) sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.
c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment
point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada
jari tangan dan kaki.
g. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
2) Trambositopenia (≤100.000/ml).
3) Leukopenia.
4) Ig.D. dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
8) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
B. DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat
timbul pada klien dengan DHF adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme. Ditandai oleh :
a. Konvulsi
b. Kulit kemerahan.
c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
d. Kejang.
e. Takikardi.
f. Takipnea.
g. Kulit terasa hangat.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
a. Perubahan status mental.
b. Penurunan tekanan darah.
c. Penurunan tekanan nadi.
d. Penurunan volume nadi.
e. Penurunan turgor kulit.
f. Penurunan turgor lidah.
g. Pengeluaran haluaran urine.
h. Penurunan pengisian vena.
i. Membrane mukosa kering.
j. Kulit kering.
k. Peningkatan hematokrit.
l. Peningkatan suhu tubuh.
m. Peningkatan frekuensi nadi.
n. Peningkatan konsentrasi urine.
o. Penurunan berat badan tiba-tiba.
p. Haus.
q. Kelemahan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
a. Kram abdomen.
b. Nyeri abdomen.
c. Menghindari makanan.
d. Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
e. Kerapuhan kapiler.
f. Diare.
g. Kehilangan rambut berlebihan.
h. Bising usus hiperaktif.
i. Kurang makanan.
j. Kurang informasi.
k. Kurang minat pada makanan.
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
m. Kesalahan konsepsi.
n. Kesalahan informasi.
4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
a. kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri,
pembengkakan kaki.
b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan
sumber informasi.
c. Perilaku hiperbola.
d. Ketidakakuratan mengikuti perintah.
e. Ketidakakuratan melakukan tes.
f. Perilaku tidak tepat.
g. Pengungka
C. INTERVENSI.
Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan
yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme.
Tujuan Rencana Rasional
Mempertahankan suhu a. Ukur tanda-tanda vital a. Suhu 38,90C-41,10C
tubuh normal. (suhu). menunjukkan proses
KH : b. Berikan kompres hangat. penyakit infeksi akut.
Suhu tubuh antara 36 –c. Tingkatkan intake cairan.b. Kompres hangat akan
370C. terjadi perpindahan panas
Membrane mukosa konduksi.
basah. c. Untuk mengganti cairan
Nyeri otot hilang. tubuh yang hilang akibat
evaporasi.
D. IMPLEMENTASI.
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
(Perry & Potter, 2005).
1. Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan
mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang
tenang, mengompres hangat saat klien demam.
2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan
anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama
yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
E. EVALUASI.
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi
kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien.
Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau
kemajuan dalam diagnosa keperawatan (Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan
yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah
dengue sebagai berikut :
Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
a. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
c. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien
terpenuhi.
d. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
e. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan
tanda vital dalam batas normal.
f. Infeksi tidak terjadi.
g. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
h. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat
tentang proses penyakitnya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF
adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk
memutuskan rantai penyakit:
1. Tanpa insektisida:
a. Menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b. Menutup penampungan air rapat- rapat
c. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
2. Dengan insektisida:
a. Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan
fogging/pengasapan.
b. Abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada
bejana- bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram
Abate SG 1% per 10 liter air.
B. SARAN
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada anak/bayi dengan
DHF ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan
praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk
tindakan proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika.
Jakarta.
Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
http://kumpulanasuhankeperawatanlengkap.blogspot.co.id/2013/06/askep-dhf-demam-
berdarah_7.html
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2008/01/16/epidemilogi-dbd-dan-pelayanannya/
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/search?q=askep+anak+dengan+DHF
.