Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
DHF

PENGAMPU :

Ns. Indra Tri Astuti, M,Kep., Sp.Kep.An

Disusun oleh :
1. Riski Widiastutik (30901800149)
2. Senja Candra Erfiana (30901800157)
3. Silviana Riska Anggitasi (30901800163)
4. Siti Arum Suwanda (30901800165)
5. Siti Ulfatun Nadziroh (30901800172)
6. Sofa Nova Saris (30901800173)
7. Tutik Dhakiroh (30901800183)
8. Yunita Marina (30901800202)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang DHF
( Dengue Hemoragic Fever ).

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Dengan
terselesaikannya makalah ini, tidak lupa berkat bantuan, selaku dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Anak, dan teman-teman seperjuangan yang telah memberikan bantuan
tenaga, pikiran sehingga makalah dapat terselesaikan.

Apabila dalam penulisan makalah ini masih ditemukan kekeliruan, Kami mengharap kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 24 Srptember 2020

( Kelompok 04 )
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut


sebagai demam berdarah. Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai
penyakit (terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus Dengue
dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan
spontan seperti; bintik merah pada kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah
disertai muntah atau BAB berdarah.

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)


adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,d engan
genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan
manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit
DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien DHF
(Dengue Haemorraghic Fever).

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan :


1.    Definisi penyakit DHF
2.    Etiologi penyakit DHF
3.    Manifestasi klinik penyakit DHF
4.    Patofisiologi penyakit DHF
5.    Komplikasi penyakit DHF
6.    Klasifikasi penyakit DHF
7.    Pemeriksaan Penunjang DHF
8.    Penatalaksanaan penyakit DHF
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI.

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).

Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari
kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat


pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk
pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

B. ETIOLOGI.

1. Virus Dengue.

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam


Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor.

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor


yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita;
2000;420).

Ciri-ciri nyamuk demam berdarah Aedes aegypti ini adalah sebagai


berikut:

 Memiliki tubuh berwarna hitam dengan loreng-loreng putih


(belang-belang warna putih) di sekujur tubuh nyamuk.
 Memiliki kemampuan terbang hingga radius 100 meter dari tempat
nyamuk menetas.
 Memerlukan darah setiap dua hari sekali.
 Menghisap darah sebanyak dua kali yaitu pada pagi hari dan sore
hari.
 Memiliki kemampuan bertahan hidup selama 2-3 bulan dengan
rata-rata selama 2 minggu.
 Ketika menggigit posisi tubuh nyamuk rata dengan permukaan
kulit
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di
sekitar rumah bukan di air keruh (ada tananhnya) seperti
got/comberan, contohnya pada bak mandi, tampayan, vas bunga,
tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun
virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).
C. PATOFISIOLOGI.
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti
demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa
denopati. Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan
virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi
ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator
anafilatoksin C 3a dan C5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin
dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah (plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma melalui
endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat akan
menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi
dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan
akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir
terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini
maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin
Degradation Product (FDP).
D. MANIFESTASI KLINIS INFEKSI VIRUS DENGUE
1. Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan
ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat
(Ngastiyah, 1995 ; 349)
3. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun
pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar
mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk.

E. KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu
1. Derajat I.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet
positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt),  tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun,
(120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
4. Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt),
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1. HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal    :          - HB                =          L : 12,0 – 16,8 g/dl.
                                                                   P : 11,0 – 15,5 g/dl.
-    PCV /Hm     =          L : 35 – 48 %.
                                                                        P : 34 – 45 %.
2. Trombosit menurun  100.000 / mm3.
Nilai normal    :           L          : 150.000 – 400.000/mm3.
P          : 150.000 – 430.000/mm3.
3. Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal    :           L/P      : 4.600 – 11.400/mm3.
4. Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal    :           1 – 5 menit.
5. Waktu protombin memanjang.
Nilai normal    :           10 – 14 detik.

G. PENATALAKSANAAN.
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan
beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminopen.
7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-
tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan
pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20  30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan
12  48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah
teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg,
kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi
darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan
yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan
Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum
yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan
melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila.
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.

H. PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu
1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2. Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
cupang).
3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

I. DIAGNOSA BANDING
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1. Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas
400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2. Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif,
adanya leukopenia, limfositosis relatif.
3. Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam
timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan
pansitopenia
4. Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang,
tidak terjadi hemokonsentrasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak
dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama
terjadi pada saat  musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan
2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai
keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami
serangan ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
d. Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi
yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang
e. Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju
dikamar).
4. Acitvity Daily Life (ADL)
a. Nutrisi                            : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
b. Aktivitas                        : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi,
kepala, ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas
sehari-hari.
c. Istirahat, tidur                :  Dapat terganggu karena panas, sakit kepala
dan nyeri.
d. Eliminasi                        :  Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai
anuria.
e. Personal hygiene            :  Meningkatnya ketergantungan kebutuhan
perawatan diri.
5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :
Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan
klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik
dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui
normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan
fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan
menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising
usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai
berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai
berikut :
1) Grade I            : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II          : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3)   Grade III         : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
4) Grade IV         : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah     : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut      : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang-kadang) sianosis.
3) Hidung   : Epitaksis
4) Tenggorokan                  : Hiperemia
5) Leher      : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.
c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi             : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi            : Suara paru pekak.
Auskultasi       : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah
d. Abdomen (Perut).
Palpasi       : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment
point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi                        : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri                         : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah
Stadium I              : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III    : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV           : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada
jari tangan dan kaki.
g. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
1) Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
2) Trambositopenia (≤100.000/ml).
3) Leukopenia.
4) Ig.D. dengue positif.
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
6) Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
7) Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
8) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
B. DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat
timbul pada klien dengan DHF adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme. Ditandai oleh :
a. Konvulsi
b. Kulit kemerahan.
c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
d. Kejang.
e. Takikardi.
f. Takipnea.
g. Kulit terasa hangat.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
a. Perubahan status mental.
b. Penurunan tekanan darah.
c. Penurunan tekanan nadi.
d. Penurunan volume nadi.
e. Penurunan turgor kulit.
f. Penurunan turgor lidah.
g. Pengeluaran haluaran urine.
h. Penurunan pengisian vena.
i. Membrane mukosa kering.
j. Kulit kering.
k. Peningkatan hematokrit.
l. Peningkatan suhu tubuh.
m. Peningkatan frekuensi nadi.
n. Peningkatan konsentrasi urine.
o. Penurunan berat badan tiba-tiba.
p. Haus.
q. Kelemahan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
a. Kram abdomen.
b. Nyeri abdomen.
c. Menghindari makanan.
d. Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
e. Kerapuhan kapiler.
f. Diare.
g.   Kehilangan rambut berlebihan.
h. Bising usus hiperaktif.
i. Kurang makanan.
j. Kurang informasi.
k. Kurang minat pada makanan.
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
m. Kesalahan konsepsi.
n. Kesalahan informasi.
4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
a. kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri,
pembengkakan kaki.
b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan
sumber informasi.
c. Perilaku hiperbola.
d. Ketidakakuratan mengikuti perintah.
e. Ketidakakuratan melakukan tes.
f. Perilaku tidak tepat.
g. Pengungka
C. INTERVENSI.
Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan
yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme.
Tujuan Rencana Rasional
  Mempertahankan suhu a.       Ukur tanda-tanda vital a.       Suhu 38,90C-41,10C
tubuh normal. (suhu). menunjukkan proses
  KH : b.      Berikan kompres hangat. penyakit infeksi akut.
         Suhu tubuh antara 36 –c.       Tingkatkan intake cairan.b.      Kompres hangat akan
370C. terjadi perpindahan panas
         Membrane mukosa konduksi.
basah. c.       Untuk mengganti cairan
         Nyeri otot hilang. tubuh yang hilang akibat
evaporasi.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


Tujuan Rencana Rasional
  Kebutuhan cairan a.       Observasi tanda-tanda a.       Penurunan sirkulasi darah
terpenuhi. vital paling sedikit setiap dapat terjadi dari
  KH : tiga jam. peningkatan kehilangan
b.      Observasi dan cata intake
         Mata tidak cekung. cairan mengakibatkan
dan output.
         Membrane mukosa c.       Timbang berat badan. hipotensi dan takikardia.
tetap lembab. d.      Monitor pemberian cairanb.      Menunjukkan status
         Turgor kulit baik. melalui intravena setiap volume sirkulasi, terjadinya
jam. / perbaikan perpindahan
cairan, dan respon terhadap
terapi.
c.       Mengukur keadekuatan
penggantian cairan sesuai
fungsi ginjal.
d.      Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Tujuan Rencana Rasional
  Kebutuhan nutrisi a.       Berikan makanan yang a.       Mengganti kehilangan
adekuat. disertai dengan suplemen vitamin karena
  KH : nutrisi untuk malnutrisi/anemia.
meningkatkan kualitas
Berat badan stabil atau b.      Porsi lebih kecil dapat
intake nutrisi.
meningkat. b.      Anjurkan kepada orang meningkatkan masukan.
tua untuk memberikan c.       Mengawasi penurunan
makanan dengan teknik berat badan.
porsi kecil tapi sering d.      Mulut yang bersih
secara bertahap. meningkatkan selera
c.       Timbang berat badan makan dan pemasukan
setiap hari pada waktu
oral.
yang sama dan dengan
skala yang sama. e.       Jelaskan pentingnya
d.      Pertahankan kebersihan intake nutrisi yang adekuat
mulut klien. untuk penyembuhan
e.       Jelaskan pentingnya penyakit.
intake nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan
penyakit.

4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan


Tujuan Rencana Rasional
  Perfusi jaringan perifer a.       Kaji dan catat tanda-tanda
a.       Penurunan sirkulasi darah
adekuat. vital. dapat terjadi dari
  KH : peningkatan kehilangan
b.      Nilai kemungkinan
         TTV stabil. cairan mengakibatkan
terjadinya kematian hipotensi.
jaringan pada ekstremitas b.      Kondisi kulit dipengaruhi
oleh sirkulasi, nutrisi, dan
seperti dingin, nyeri,
immobilisasi.
pembengkakan kaki.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi
Tujuan Rencana Rasional
  Klien mengerti dan a.       Tentukan kemampuan dan
a.       Adanya keinginan untuk
memahami proses kemauan untuk belajar. belajar memudahkan
penyakit dan b.      Jelaskan rasional penerimaan informasi.
pengobatan. pengobatan, dosis, efek b.      Dapat meningkatkan
samping dan pentingnya kerjasama dengan terapi
minum obat sesuai resep. obat dan mencegah
c.       Beri pendidikan kesehatan penghentian pada obat dan
mengenai penyakit DHF. atau interkasi obat yang
merugikan.
c.       Dapat meningkatkan
pengetahuan pasien dan
dapat mengurangi
kecemasan.

D. IMPLEMENTASI.
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
(Perry & Potter, 2005).
1. Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan
mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang
tenang, mengompres hangat saat klien demam.
2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan
anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama
yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
E. EVALUASI.
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi
kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien.
Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau
kemajuan dalam diagnosa keperawatan (Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan
yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah
dengue sebagai berikut :
Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
a. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
c. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien
terpenuhi.
d. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
e. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan
tanda vital dalam batas normal.
f. Infeksi tidak terjadi.
g. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
h. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat
tentang proses penyakitnya.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF
adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk
memutuskan rantai penyakit:
1. Tanpa insektisida:
a. Menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b. Menutup penampungan air rapat- rapat
c. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
2. Dengan insektisida:
a. Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan
fogging/pengasapan.
b. Abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada
bejana- bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram
Abate SG 1% per 10 liter air.

B. SARAN
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada anak/bayi dengan
DHF ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan
praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk
tindakan proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika.
Jakarta.

Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.

http://kumpulanasuhankeperawatanlengkap.blogspot.co.id/2013/06/askep-dhf-demam-
berdarah_7.html

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2008/01/16/epidemilogi-dbd-dan-pelayanannya/

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/search?q=askep+anak+dengan+DHF
.

Anda mungkin juga menyukai