Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan Dengue High Fever (DHF)

atau Demam berdarah Dengue (DBD)

A. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian. Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah
sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam
Berdarah Dengue (DBD) (sumarmo dkk , 2008).
Demam berdarah dengue/ DBD (Dengue Haemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/
atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. (Sudoyo Aru dalam
Nurarif, 2015)
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Hidayat, 2006)
B. Etiologi
a. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 2012).
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita, 2009).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan
(rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak
pada genangan Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah
(Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam
potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari
terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.(Soedarto, 2012).
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan
imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi
virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic
Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue
tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2012).
C. Klasifikasi
Klasifikasi derajat DHF menurut WHO :
a. Derajat 1 : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perarahan
adalah uji tornoquet positif
b. Derajat 2 : derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan /atau perdarahan lain.
c. Derajat 3 : ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan
pasien menjadi gelisah.
d. Gejala 4: syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
e. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
D. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan komplemen sehingga terjadi komplek imun Antibodi–
virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo
regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi–virus
juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit,
trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang
jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya
terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma
yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika
tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel
yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein.
Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap
infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang
menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari
ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini
berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi
mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh
darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan
menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan
oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati.
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala
karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi
di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam
pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD
dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin,
histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya
cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan
terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian pada DBD
adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh
aktifasi sistem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat (Mansjoer, Arif . 2009).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DHF hampir sama seperti infeksi virus lain, maka DHF juga
merupakan self limiting infection diseaser yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.
a. Masa inkubasi
Sesudah nyamuk mengigit penderita dan memasukkan virus dengue ke dalam
kulit, berlangsung masa laten selama 4-5 hari diikuti timbulnya gejala demam, sakit
kepala, dan malaise.
Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah
sebagai berikut:
b. Demam
Demam secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari (38 – 40 0C), kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Pada fase awal ditandai dengan demam
mendadak tinggi dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap
pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali). Bersamaan
dengan demam muncul kemerahan di muka, sakit kepala, kehilangan nafsu makan,
muntah, nyeri uli hati. selanjutnya, muncul gejala–gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
lemah. (Soedarmo, 1990). Bila tidak disertai syok maka panas akan turun dan penderita
sembuh sendiri (self limiting).
c. Perdarahan
 Perdarahan disebabkan karena kurangnya trombosit (trombositopeni), biasanya
terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada fungsi vena kulit.
Pada uji torniquet, tampak adanya bintik-bintik merah (purpura) dan petekia
(Soedarto, 1990).
 Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993).
 Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat.
(Ngastiyah, 1995).
 Perdarahan juga dapat mengenai semua organ  echymosis, perdarahan konjungtiva,
epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, hematemesis, melena (buang air besar
berwarna hitam berupa lendir bercampur darah) dan hematuria (darah dalam urin).
d. Hepatomegali
Pada permulaan demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita (Soedarita, 1995).
e. Dengue shock Syndrom (Syok)
Shock Syndrome adalah syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorraghic Fever
(DHF)..
 30-50% penderita DHF mengalami renjatan yang berakhir dengan suatu kematian
terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat (Rampengan dan
Laurentz,1993). Syok pada DBD terjadi karena kebocoran pembuluh darah sehingga
cairan plasma darah dapat merembes keluar dari pembuluh darah dan berkumpul di
rongga-rongga tubuh yaitu ronga perut dan rongga dada. Akibatnya pembuluh darah
menjadi kolaps dan jalan mengatasinya ialah dengan infus (Rampengan dan
Laurentz,1993)
o Fase syok merupakan fase kritis DHF dengan tanda-tanda:
 Suhu badan cenderung turun
 Penderita terlihat lemah dan berkeringat
 Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
 Gelisah dan sianosis disekitar mulut
 Nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba 
 Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang
dari 80 mmHg)
 Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)
f. Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil bersama –
sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat. Peningkatan jumlah
sel lifosit atipikal atau limfosit plasma biru >15 % dapat dijumpai pada hari sakit ketiga,
sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi (Hadinegoro,1990).
g. Trombositopeni: Jumlah trombosit < 150.000 /mm3 dan terjadi pada hari ke 3 sampai ke
7
h. Hemokonsentrasi: Meningkatnya nilai hematokrit diatas 20% dari normal dan merupakan
indikator kemungkinan terjadinya syok.
i. Gejala-gejala lain :
 Mual muntah,
 Sakit perut
 Menggigil
 Kejang
 Sakit kepala
 Muncul bintik merah pada kulit (petechie)
j. Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue,
yaitu:
1. Hari 1 – 3 Fase Demam Tinggi
Demam mendadak tinggi, dan disertai sakit kepala hebat, sakit di belakang mata,
badan ngilu dan nyeri, serta mual/muntah, kadang disertai bercak merah di kulit.
2. Hari 4 – 5 Fase Kritis
Fase demam turun drastis dan sering mengecoh seolah terjadi kesembuhan. Namun
inilah fase kritis kemungkinan terjadinya “Dengue Shock Syndrome”
3. Hari 6 – 7 Fase Masa Penyembuhan
Fase demam kembali tinggi sebagai bagian dari reaksi tahap penyembuhan.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji torniquet
Tes ini dilakukan untuk menguji ketahanan kapiler darah dengan cara
membendung vena dengan toriquet. Dengan pembendungan vena tersebut menyebabkan
menekan kapiler darah, Jika dinding kapilernya kurang kuat akan rusak oleh
pembendungan dan darah dalam kapiler tersebut keluar merembes kedalam jaringan
sekitarnya sehingga sehingga nampak bercak-bercak merah (petechia). Jika ada > 10
petechia, tes baru dianggap positif (Gandasoebrata, 2001).
2. Hemoglobin (Hb)
Kadar Hb dapat ditentukan dengan berbagai cara yaitu sahli dan
sianmethemoglobin (foto elektrik). Dalam laboratorium sianmethemoglobin (foto
elektrik) paling sering digunakan karena hasilnya lebih akurat dan lebih cepat. Nilai
normal pada pria 13-15 gr/dl dan wanita 10-12 gr/dl.
Kadar hemoglobin pada hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun, kemudian
kadanya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan
hematologi paling awal (Rejeki, S, Satari, H. 1999).
3. Hematokrit (Ht)
Hematokrit merupakan nilai semua eritrosit dalam 100 ml darah dengan satuan
persen (%). Nilai normal untuk pria 40-48% dan wanita 37-43%. Nilai hematokrit mulai
meningkat pada hari ketiga. Peningkatan hematokrit merupakan manifestasi
Hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma. Akibat kebocoran ini volume
plasma menjadi berkurang yang dapat menyebabkan syok hipovolemik dan kegagalan
sirkulasi. Namun pada kasus perdarahan berat umunya nilai hematokirt tidak meningkat
tetapi menurun (Rejeki, S, Satari, H. 1999).
4. Trombosit
Trombosit sukar dihitung karena mudah pecah, namun biasanya trombosit turun
sampai 100.000 mm3.
5. Sumsum tulang
Terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai hiperplasi sistem RE dan
terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari bermacam jenis sel
6. Elektrolit:
 Hiponatremi (135 mEq/l) karena adanya kebocoran plasma,anoreksia, keluarnya
keringat, muntah dan intake yang kurang
 Hiperkalemi  asidosis metabolic
 Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun,
 Serum transaminasi meningkat.
7. Pemeriksaan Serologi
Melakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara Haemaglutination
Inhibition Test (HI Test) atau dengan uji pengikatan komplemen (Complement Fixation
Test/CFT). Pada pemeriksaan ini dibutuhkan 2 bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut
atau demam dan pada masa penyembuhan (1-4 minggu setelah awal gejala penyakit).
Untuk pemeriksaan serologi ini diambil darah vena 2-5 ml.
8. Pemeriksaan Diagnosis yang Menunjang
Antara lain foto torax yang mungkin dijumpai adanya pleural efusion pada
pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali.
G. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206
adalah :
a. Hiperpireksia (suhu 400 C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh
diberikan pada :
1) Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.
2) Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
3) Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari.
4) Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
b. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg
atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan
minuman oralit, air bauh susu secukupnya.
c. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya
dan sesering mungkin.
d. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
1) 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
2) 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
3) 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
4) 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
e. Obat-obatan lain :
1) Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain.
2) Antipiretik untuk anti panas.
3) Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
H. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit demam berdarah menurut Suroso, dkk (2004) antara lain:
1. Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Ensefalopati dengue dapat menyebabkan kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat juga disertai kejang. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh
trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak.
Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut
(Hadinegoro,1999).
2. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan
untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat
badan/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan
telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai
acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum
dan kreatinin (Hadinegoro,1990).
3. Oedem paru
Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedem paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih ( kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang
dengan gambaran oedem paru pada foto rontgen dada.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Ginanjar 2008. Demam Berdarah. Yogyakarta: B-fist (PT. Bentang Pustaka)

Hidayat, A. Azis Alimul 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Salemba Medika :
Jakarta

Hockenberry, Wilson 2007. Wong’s Nursing Care Of Infants And Children Eighth Edition.
Mosby Elsevter : Canada.

Mansjoer, Arif & Suprohaita 2009. Kapita Slekta Kedokteran Jilid III. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius : Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius. Jakarta.

Nadesul, Handrawan 2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas : Jakarta.

Soedarmo SSP,dkk 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Jakarta.

Soedarto 2012. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Sagung Seto

Sutaryo 2004. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta.

WHO 2012. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan


Pengendalian (Monica ester, S.Kp, Penerjemah.). Jakarta: EGC

Widoyono 2012. Penyakit Tropis : Epidemologi, Penularan, Pencegahan, Pemberantasan.


Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai