Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN


DIAGNOSA MEDIS DANGUE SYOK SINDROME DI RUANG
PICU RSUD DR SOEKARDJO TASIKMALAYA

Disusun Oleh
Hani Nurhanifah
2306277033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS 2024
A. Pengertian
Demam berdarah dengue (DHF) adalah penyakit demam akut selama
2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi berikut; nyeri kepala, mual,
muntah, ruam kulit, nyeri perut, dll.
Dengue Shock Syndrome (SSD) / Dengue Syok Sindrom (DSS)
adalah kasus deman berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma
syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau
Demam Berdarah Dengue (DBD).
DSS adalah berkurangnya volume plasma akibat dari permeabilitas
dinding kapiler. SSD mencakup semua kriteria DHF ditambah tanda-tanda
kegagalan sirkulasi yang bermanifestasi sebagai nadi cepat dan lemah
tekanan nadi sempit (< atau sama dengan 20 mm Hg), hipotensi sesuai umur,
kulit dingin dan lembab dan gelisah.
Dengue Shok Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan
kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga
merupakan permasalahan klinis. Karena 30 – 50 % penderita demam
berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu
kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat. Penderita
yang datang dengan SSD keadaan umumnya selalu mengkhawatirkan dan
tentunya membuat dokter selalu deg-degan karena perjalanan penyakitnya
yang tidak bisa ditebak.
B. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat
di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis
virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK.
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari. (Soedarto, 1990).
Virus dengue serotipe 1,2,3,dan 4 yang ditularkan melalui vector
nyamuk Aedes Aegypti (betina) yang tergolong arbo virus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlidungan terhadap serotipe lain.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever
(DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya
atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
C. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang
akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi
instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air
sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan
peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan
kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan
Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit,
trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan
berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi
terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis
metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi
perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak
teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya
dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel
trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh
darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas
kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati;
trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000)
D. Manifestasi Klinis
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7
hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah.
Bersamaan dengan berlangsung demam gejala-gejala klinik yang
tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam
dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang
positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia
dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.
(Nelson, 1993). Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului
dengan nyeri perut yang hebat.
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak
sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi
yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki
serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam
maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. Selain tanda dan
gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan
gejala lain adalah :
• Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi
perabaan.
• Asites
• Cairan dalam rongga pleura (kanan).
• Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare
maupun obstipasi dan kejang – kejang.
E. Tanda dan gejala
Gejala dengue syok syndrome (DSS) anatara lain (Ahmadi U.F, 2021):
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari, 38-40 derajat celcius.
2. Tampak bintik-bintik merah pada kulit
3. Pemeriksaan laboratorium ditandai dengan penurunan kadar
trombosit dalam darah
4. Terjadi mimisan, dan gejala klinis lainnya

Fase demam dangue syok syndrome


• Fase demam tinggi hari 1-3, demam mendadak tinggi dan disertai
sakit kepala hebat, sakit di belakang mata, badan terasa ngilu dan
nyeri kadang disertai bercak merah pada kulit.
• Fase kritis hari ke 4-5, fase demam turun drastic, seolah terjadi
kesembuhan. Namun perlu diketahui bahwa inilah fase kritis
kemungkinan terjadinya dengue syok syndrome.
• Fase masa penyembuhan hari ke 6-7, fase demam kembali tinggi
sebagai bagian dari reaksi tahap penyembuhan.
Gejala yang sering terjadi pada pasien DSS adalah :
1. Tekanan darah menurun
2. Kulit basah dan terasa dingin
3. Nafas tidak beraturan
4. Mulut kering
5. Denyut nadi lemah
6. Jumlah urine menurun
Tanda dan gejala DSS ini sejalan dengan hasil penelitian (Podung et
al., 2021) yaitu diantaranya infeksi sekunder, demam ≥ 4 hari sebelum dirawat
di RS, nyeri abdomen, hepatomegaly, oliguria, efusi pleura, perdarahan
spontan, asites, wajah kemerahan, nadi yang tidak terukur dan tekanan sistolik
dan diastolik yang tidak terukur.
F. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :

• Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.

• Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.

• Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik
dibawah 80 mmHg.

• Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil laboratorium
Pada hasil laboratorium biasanya ditemukan hasil :
• Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7
• Hematokrit meningkat 20% atau lebih
• Albumin cenderung menurun
• SGOT, SGPT sedikit meningkat
• Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3
menurun.
• Dengue blat 19m positif 19G positif pada hari ke 6.
• NS 1 positif
2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) :
- Efusi Pleura (PEI ………%)
3. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :
• Asites dan Efusi pleura
• Hepatomegali
H. Komplikasi
Apabila syok tidak segera diatasi, maka penderita dapat mengalami
komplikasi berupa asidosis metabolic dan perdarahan hebat pada
gastrointestinal dan organ lainnya. Jika terjadi perdarahan intrakranial
penderita dapat mengalami kejang hingga, koma, sehingga dapat
menyebabkan penderita meninggal dunia. Syok yang dapat diatasi dalam
waktu 2-3 hari akan menunjukan perbaikan berupa pengeluaran urin dan
peningkatan nafsu makan

I. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang
hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan
peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma.
Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017).
Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase,
dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak
mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV
maka anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk
anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:
1) Berikan banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a. Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.

b. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa


laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam.
c. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai
dengan tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2018), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid
20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan
pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan
transfusi darah atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi
hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap
4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48
jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan
yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Pengkajian Primer (mencakup A,B,C,D)
Berisi data focus pada kegawat daruratan pasien
1. Airway : mencamtumkan data kepatean jalan nafas dan
diagnose yang mungkin muncul
2. Breathing : mencantumkan data pola nafas dan diagnose
yang mungkin muncul
3. Circulation : mencantumkan data pertukaran, status cairan,
fungsi jantung dan diagnose yang sering muncul
4. Disability : mencantumkan data fungsi neurologi, fungsi
sensory motorik dan diagnose yang mungkin muncul
2) Pengkajian Sekunder
Berisi data pengkajian tambahan:
a. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Ditemukan adanya panas mendadak disertai menggil dengan
kesadran komposmentis.
2. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami
serangan ulang DHF.
b. Pemeriksaan fisik (head to toe)
1. Kepala
2. Mata
3. Telinga
4. Hidung
5. Mulut
6. Leher
7. Dada
• Paru-paru
inspeksi: melihat ada retraksi dinding dada atau tidak
Palpasi: membandingkan gerakan dinding dada sewaktu
bernafas, merasakan getaran fremitus suara
Perkusi : membandingkan bunyi perkusi paru kanan-kiri
anterior secara berurutan (hiprsonor, sonor, redup, pekak)
Auskultasi : membandingkan bunyi nafas dasar paru
anterior dan brokial pada pasien (ronchi, wheezing,
vesikular)
• Jantung
Inspeksi : memperhatikan bentuk dan kondisi dada
Palpasi : pemeriksaan untuk melihat kinerja dan kondisi
jantung
Perkusi : diketuk permukaan dada dengan jari tangan
Auskultasi : pemeriksaan menggunakan stetoskop untuk
mendengar bunyi jantung pasien
8. Abdomen
Inspeksi : mengamati bentuk perut secara umum,adanya
retraksi,penonjolan, adanya ketidak simetrisan
Auskultasi : dengarkan bising usus selama 1 menit penuh
(bising usus normal 5-30 kali permenit)
Perkusi : jika perkusi timpani berarti perkusi dilakukan
diatas organ yang berisi udara, jika terdengar pekak berarti
perkusi mengenai organ padat.
Palpasi : untuk mengetahui adanya masa dan respon nyeri
tekan.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi penyakit


(D.0130)

2. Resiko syok berhubungan dengan hipoksemia (D.0039)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

4. Hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler d.d kebocoran


plasma darah.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Manajement Hipertermi (I.15506)
behubungan keperawatan diharapkan
Observasi
masalah teratasi dengan
dengan proses
k riteria hasil (L.14134) : - Identifikasi penyebab
infeksi penyakit
1. Suhu tubuh dalam batas hipertermia
(D.0130
normal - Monitor suhu tubuh
2. Tidak ada sianosis di
ektermitas - Monitor kadar
3. Takikardi membaik elektrolit
4. Takipnea membaik - Monitor peluaran
5. Tidak terjadi bradikardi urin
- Monitor komplikasi
akibat hipertermia

Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang
dingin
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian.
- Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan
eksternal (selimut, dan
kompres dingin di bagian
lipatan tubuh)
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena jika perlu
2 Resiko syok Setelah Pencegahan Syok (I.02068)
berhubungan dilakukan Observasi
dengan tindakan keperawatan - Monitor status kardiopulmona
hipoksemia diharapkan masalah (frekuensi dan kecepatan nadi,
(D.0039) keperawatan teratasi frekuensi napas, TD, MAP)
dengan criteria hasil
(L.030032) : - Monitor saturasi oksigen

1. Kekuatan nadi dalam (oksimetri, nadi)

rentan normal - Monitor status cairan (tugor


2. Tingkat kesadaran
kulit CRT)
baik composmentis
3. Saturasi oksigen - Monitor tingkat kesadaran dan

normal respon pupil

- Periksa riwayat alergi

Terapeutik

- Berikan oksigen untuk


mempertahankan saturasi
oksigen

- Berikan intubasi dan ventilasi


mekanis jika perlu

- Pasang jalur IV, jika perlu

- Pasang kateter urine untuk


menilai produksi urine

- Lakukan skin test untuk


mencegah reaksi alergi

Edukasi
- Jelaskan faktor dan penyebab
resiko syok

- Jelaskan tanda dan gejala awal


syok

- Anjurkan melapor jika


menemukan /merasakan tanda
dan gejala awal syok

- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral

- Anjurkan menghindari allergen

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian IV

- Kolaborasi pemberian tranfusi


darah jika perlu

- Kolaborasi pemberian
antiinflamasi jika perlu.

3. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan


- Monitor pola nafas
efektif keperawatan diharapkan
berhubungan masalah teratasi dengan - Monitor bunyi nafas tambahan
dengan kriteria hasil: - Monitor sputum
hambatan upaya 1.kapasitas vital meningkat
nafas. - Posisikan semi fowler atau
2.dispneu menurun
fowler
3.frekuensi nafas membaik

- Berikan minum hangat

- Berikan oksigen, jika perlu


- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontra
indikasi

- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,mukolitik, jika
perlu.
4. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan
Manajemen hipovolemia
b.d peningkatan keperawatan diharapkan
permeabilitas masalah teratasi dengan Observasi
kapiler d.d kriteria hasil:
- Periksa tanda dan gejala
kebocoran 1.turgor kulit membaik hipovolemia
plasma darah. 2.output urine meningkat
- Monitor intake dan output
3.frekuensi nadi membaik
cairan
4.suhu tubuh membaik
5. tekanan darah membaik Terapeutik

- Hitung kebutuhan cairan

- Berikan asupan cairan oral

Edukasi

- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
cairan intravena, cairan
isotonik,hipotonik.

- Kolaborasi pemberian
tranfusi darah.
D. Implementasi Keperawatan
Setelah melakukan intervensi keperawatan tahap

selanjutnya adalah mencatat intervensi yang dilakukan dan

evauasi respon klien. Hal ini dilakukan karena pencatatan akan

lebih akurat bila dilakukan saat intervensi masih segar dalam

ingatan. Tulislah apa yang diobservasi dan apa yang dilakukan

(Dewani, 2009).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan,

namun evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses

perawatan. Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan dan

perbaikan. Pada tahap ini, perawat menentukan penyebab

mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasi/gagal .


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi,U.F., 2021. Perubahan Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor,


Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI.Anies.2016.
Jing & Ming.2019.”Dengue Epidemiology.” Global health journal 3(2): 37-
45. https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.
Ahmad Nor Vikri. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER DI RUMAH
SAKIT. Samarinda. http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/283/1/Untitled.pdf.
Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta
Podung, G. C. D., Tatura, S. N. N., & Mantik, M. F. J. (2021). Faktor Risiko
Terjadinya Sindroma Syok Dengue pada Demam Berdarah Dengue. Biomedik,
13(28), 1549–1551.
Patways

Arbovirus
(melalui nyamuk Mengaktivitas
aedes aegypti) sistem
komplemen

Hipertermi
(D.0130)

(hipovolemik)
D.0039

(D.0023)

miokard tidak
(D.0012)

Hipoksia jaringan Pola nafas tidak


efektif (D.0005)

Anda mungkin juga menyukai