Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN GAWAT DARURAT PADA An.

A DENGAN DSS DI IGD RUMAH


SAKIT ISLAM PKU MUHAMADIYAH Kab. TEGAL

NAMA : AMRINA ROSADA DWI LESTARI

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2020-2021

LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE SYOK SINDROM (DSS)
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan
serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Penyakit ini
dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada
anak-anak.
Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah
kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat dan
wilayah yang terjangkit semakin luas. Jumlah kasus biasanya meningkat
bersamaaan dengan peningkatan curah hujan oleh karena itu puncak jumlah
kasus berbeda di tiap daerah. Pada umumnya di Indonesia meningkat pada
musim hujan sejak bulan Desember sampai dengan April-Mei tiap tahun.
DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai
syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat
medik, dengan angka kematian cukup tinggi.
Penatalaksanaan DD adalah dengan memberikan terapi simptomatis dan
suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS.
Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan
pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur. Apabila terjadi DBD/DSS,
penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan cairan dan
elektrolit karena terjadi “leakage” plasma.
2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk :
1. Mengenal apa yang dimaksud dengan dengue syok sindrom
2. Mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi dengue syok sindrom
3. Mengetahui komplikasi dan penatalaksanaan dengue syok sindrom
4. Mengetahui diagnosa yang mungkin muncul pada dengue syok sindrom
5. Memahami rencana keperawatan pada dengue syok sindrom
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada
anak, remaja atau orang dewasa dengan tanda klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi
yang di sertai leucopenia dengan atau tanpa ruam, sakit kepala hebat, nyeri pada
pergerakan bola mata, rasa yang mengecap yang terganggu, trombositopenia, dan
bintik-bintik perdarahan spontan (Syaefoellah,1999)
Dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, di
sebabakan oleh virus di tandai dengan permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis, dan
pada kasus berat sindrom syok kehilangan protein (Nelson, 1999).
Dengue adalah penyakit demam akut di sebabkan oleh virus dengan gejala
demam, nyeri kepala otot dan sendi, dapat terjadi erupsi kulit berupa rosela di tularkan
melalui nyamuk aedes aegypti dengan masa inkubasi 35 hari (Laksamana, 2003)
Dengue hemorogic fever adalah penyakit yang di sebabakan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti yang terdapat pada anak, orang dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot, dan nyeri sendi yang di sertai ruam atau tanpa ruam.
(Aristanaoka, 2008)
Jadi kesimpulannya DHF adalah penyakit yang di sebabkan oleh gigitan
nyamuk Aedes Aegypti yang terdapat pada anak, remaja, orang dewasa dengan gejala
demam, nyeri otot, atau nyeri sendi yang di sertai ruam atau tanpa ruam.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
1. Virus gengue sejenis arbo virus
2. Virus dengue tergolong dalam famili flavivielae dan dikenal ada 4 serotiv
dengue 1 dan 2
b. Fisiologi
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar
dari sel darah merah tetapi jumlahnya lebih sedikit. Dalam setiap milimeter kubik
darah terdapat 6.000 – 10.000 (rata-rata 8.000) sel darah putih. Granulosit / sel
poliformonuklear merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih.
Trombosit adalah sel kira-kira 1/3 ukuran sel darah merah, terdapat
300.000 trombosit dalam setiap milimeter kubik darah. Perannya penting dalam
penggumpalan darah.

Fungsi sel darah putih :


Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan
terhadap mikro organisme. Dengan kemampuannya sebagai fogosit, mereka memakan
bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah. Dengan kekuatan gerakan anti bodinya ia
dapat bergerak bebas di dalam dan dapat keluar pembuluh darah kemudian berjalan
mengitari seluruh bagian tubuh. Dengan cara ini ia dapat :
a. Mengelilingi daerah yang terkena infeksi atau cedera
b. Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya
c. Menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan kayu, benang jahitan
dan sebagainya
d. Sebagai tambahan granulosit dan memeiliki enzim yang dapat memecah protein,
jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya. Dengan cara ini jaringan yang
sakit atau terluka dapat di buang dan penyembuhan di mungkinkan.
Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat di hentikan
sama sekali. Bila kegiatanya tidak berhasil sempurna , maka berarti berkurangnya
jumlah sel darah putih/ kalah sampai 5000 atau kurang/ leukopenia (Pearce,2000)
Menurut Broom (1999) trombosit terdapat kira-kira 250.000 – 500.000 per mm
darah. Trombosit cenderung menutupi kerusakan pemukaan, dan terdapat pelepasan zat
yang perlu untuk koagulasi darah. Trombosit kira kira
berumur 4 hari dalam darah. Trombosit di buang oleh sel-sel fagosit dalam limfa.
Normalnya waktu terobosan dalam endotelium kapiler dengan cepat di tutup oleh kerja
trombosit. Namun bika konsentrasi trombosit turun di bawah kira-kira 40.000 per mm
(seperti terjadi dalam reaksi alergi terhadap obat) perdarahan kapiler telah terjadi pada
kulit, usus dan otak.
Jadi kesimpulannya fisiologi yang akan terganggu pada kasus DHF adalah
trombosit.

3. Etiologi
Menurut Syaefuolah (1999 ) Virus dengue tergolong dalam family/suku/grup
flaviviridae dan di kenal ada 4 serotipe atau tipe virus dengue yang saling tidak
mempunyai cross immunity dapat di isolasi pada darah pasien pada permulaan demam
sampai hari ke 3-4.
Isolasi virus dengue dengan menggunakan biakan jaringan nyamuk aegypti
albopictos disebut mosquito inoculation technique yang merupakan suatu tehnik baru,
sangat sensitife, sederhana dan murah.
Virus dengue berbentuk batang bersifat termologi, sensitife terhadap inaktifitas
oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 C.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping
pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:
- Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap
- Warnanya hitam dan belang-belang
- Menggigit pada siang hari
- Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap
- Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia
- Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum
penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak
bersentuhan dengan tanah.
- Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam
asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel
dinding itu. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus.
Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah
terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini
akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi .
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia
yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-
pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia
tenggoroka dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF
disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit pembesaran hati
(Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).Peningkatan permeabilitas
dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. .Adanya kebocoran plasma
ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun
dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi
ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus
dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal
jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan
bisa mengalami renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis
setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak
ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang,
menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin
disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian
apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut
3 faktor yaitu
: perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Fenomena patofisiologi
utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah
meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin
dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plamsa, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah.
Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi
tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan
hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Trombositopenia yang
dihubungkan dengan meningkatnya mega karoisit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi
trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit
terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Yang menentukan beratnya penyakit
adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemoragik, renjatan terjadi
secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui
endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami
hipovolemik.

5. Klasifikasi
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
- Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
- Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi. Ditemukan pula
perdarahan kulit.
- Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt)
tekanan nadi sempit , tekanan darah menurun.
- Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur,anggota gerak teraba dingin,
berkeringat dan kulit tampak biru.

6. Manifestasi klinis Menurut


Sunarto ( 2008 )
a. Panas mendadak tinggi terus menerus berlangsung selama 2-7 hari
b. Manifestasi perdarahan,melalui torniquette yang menunjukan hasil positif
c. Pembesaran hati atau hepar
d. Syok atau renjatan yang manifestasinya cepat dengan nadi melemah, disertai nadi
yang menyempit,juga hipotensi dengan ditandai kulit yang lembab,dingin dan
gelisah
Menurut Soedarto ( 1990 )
Masa inkubasi sesudah nyamuk menggigit penderita dan memasukan virus
dengue kedalam kulit,terdapat masa laten yang berlangsung 4-5 hari. Diikuti oleh
demam,sakit kepala dan malaise.
a. Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsungnya
demam,gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anorexia,nyeri
punggung,nyeri tulang dan persendian,nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyertainya.
b. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari kedua,dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit, dan dapat berupa uji tourniquet yang positif. Mudah terjadi perdarahan pada
tempat fungsivena,petekie dan purpura. Selain itu juga dapat dijumpai epitaksis dan
perdarahan gusi,hematemesis dan melena.
c. Hepatomegalli
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba. Bila terjadi peningkatan
dari hepatomegalli dan hati terasa kenyal,harus diperhatikan kemungkinan akan
terjadinya renjatan pada penderita.
d. Renjatan atau syok
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ketiga sejak sakitnya penderita. Dimulai
dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,dingin pada ujung
hidung,jari tangan dan jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Nadi menjadi
cepat,kecil bahkan sering tidak teraba. Tekanan darah sistolik akan menurun sampai
dibawah angka 80mmHg.
e. Nyeri epigastrium,muntah-muntah,diare,maupun obstipasi dan kejang- kejang.

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Syaefullah ( 1999 )
a. Darah pada DHF dijumpai leukopenia,pada DHF umumnya dijumpai
trombositopenia dan hemokonsetrasi.
- Uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan yanng penting.
b. Urine,mungkin ditemukan albuminuria ringan karena di dalam albumin banyak
mengandung urine.
c. Sum-sum tulang pada awal sakit,biasanya hiposeluler kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke-5 sedang pada hari ke-10 biasanya kembali normal.
d. Serolugi,mengukur titer antibody pasien dengan cara haemoglutination inhibition
tes ( HI Test ) atau dengan uji peningkatan komplemen.
e. Isolasi virus,pasien jaring-jaringan baik pasien hidup ( melalui biopsy ) atau dari
pasien yang meninggal ( melalui autoplay )
Pemeriksaan laboratorium rutin untuk penderita DBD adalah jumlah trombosit
dan kadar hematokrit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat menjadi pertanda
penyakit demam berdarah adalah:
- Ig G dengue positif.
- Trombositopenia, yaitu menurunnya jumlah trombosit darah hingga kurang dari
100.000/mm3.
- Hemokonsentrasi; peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih. Dua
kriteria klinis pertama, ditambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura (tampak
melalui rontgen dada) dan atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya
kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan
atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi
dan trombositopenia memperkuat diagnosis terjadinya Dengue Shock Syndrom
(WHO, 2004).
- Leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan
basofilyang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit
pada saat peningkatan suhu pertama kali.
- Isolasi virus
- Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
- Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam
apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto
dada, BUN, creatinin serum.
- Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia,
hipokloremia.
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
- Foto toraks lateral dekubitus kanan. Terdapat
efusi pleura dan bendungan vaskuler

8. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada
simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
b. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV
dapat trjadi DSS
c. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni,
pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi,
cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan
tekanan darah tak dapat diukur.
d. Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn
limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah,
nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
e. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri
sat kencing, kencing berwarna merah.
f. Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji
tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada
kulit.

9. Terapi
Belum atau tanpa renjatan:
a. Grade I dan II :
1. Oral ad libitum atau
2. Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan
BB < 10 kg atau 50 ml/Kg BB/hari untuk anak dengan BB < 10 kg bersama-
sama diberikan minuman oralit, air buah atau susu secukupnya.
Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-
banyaknya dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam
yang diestimasikan sebagai berikut :
- 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
- 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
- 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
- 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
- Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas,
darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Dengan Renjatan ;
b. Grade III
1. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi
teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan
dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan
infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan
dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk
mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan
sebagai berikut :
- 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
- 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
- 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
- 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
2. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan
tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander ( dextran L
atau yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal
30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai
dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi
cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam.
Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

10. Penatalaksanaan
a. Tirah baring atau istirahat baring.
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue :
- Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang
) atau kejang-kejang.
- Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif
/ negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
- Panas disertai perdarahan
- Panas disertai renjatan.
b. Diet makan lunak.
c. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
d. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan
yang paling sering digunakan.
e. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda- tanda
vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
l. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang
hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan
yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb
yang mencolok.

11. Pathway
Hipertermi
Kekurangan volume
cairan

:
:

Keterangan : Diagnosa menurut teori yang terjadi pada pasien

: Diagnosa menurut teori

Sumber: Aristanaoka (2008); Doengoes (1999); Carpenito (2000); Soedarto (1990).


12. Pengkajian
Wawancara
a. Biodata klien
Meliputi identitas pasien dan keluarga.
b. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang.
Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan nyeri otot.
- Riwayat kesehatan keluarga.
Sebelumnya apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
- Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat DHF)
TTV : Biasanya terjadinya penurunan
b. Kepala
- Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis
- Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang lidah kotor dan
hiperemia pada tenggorokan
- Leher : Tidak ada masalah
- Thorak
c. Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena efusi
fleura
- Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan
- Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan pembesaran hepar dan
limpa
d. Ekstremitas : Nyeri sendi
e. Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia
Analisa data
1. Data Subjektif
Pada pasien DHF data subjektif yang sering ditemukan timbul antara lain :
Breath: sesak napas
Blood: penurunan trombosit, perdarahan
Brain: sakit kepala
Blandder: urine menurun
Bowel: konstipasi
Bone: nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal pada seluruh tubuh, lemah Anoreksia
(tak nafsu makan), mual, haus, sakit saat menelan Demam atau panas
2. Data Objektif
Data objektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
- Suhu tubuh tinggi: menggigil; wajah tampak kemerahan (flushimg)
- Mukosa mulut kering; perdarahan gusi; lidah kotor (kadang-kadang)
- Tampak bintik merah pada kulit (petekie)
- kulit, bibir dan lidah menjadi kering; tampak kehausan, sudah lama tidak buang
air kecil dan kelenturan kulit menurun

13. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Defisit Volume Cairan
b. Kelebihan Volume Cairan
c. Nyeri
d. Hipertermia
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Resiko Infeksi
g. Kurang pengetahuan
14. Rencana asuhan keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Kekurangan Volume Cairan NOC: NIC :


Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,  Fluid balance
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini  Hydration Fluid management
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan  Nutritional Status : Food and  Timbang
dengan pengeluaran sodium Fluid Intake popok/pembalut jika
Kriteria Hasil : diperlukan
Batasan Karakteristik :  Mempertahankan urine  Pertahankan catatan
- Kelemahan output sesuai dengan usia intake dan output
- Haus dan BB, BJ urine normal, yang akurat
- Penurunan turgor kulit/lidah HT normal  Monitor status hidrasi
- Membran mukosa/kulit kering  Tekanan darah, nadi, suhu ( kelembaban
- Peningkatan denyut nadi, penurunan tubuh dalam batas normal membran mukosa,
tekanan darah, penurunan  Tidak ada tanda tanda nadi adekuat,
volume/tekanan nadi dehidrasi, Elastisitas turgor tekanan darah
- Pengisian vena menurun kulit baik, membran ortostatik ), jika
- Perubahan status mental mukosa lembab, tidak ada diperlukan
- Konsentrasi urine meningkat rasa haus yang berlebihan  Monitor hasil lAb
- Temperatur tubuh meningkat yang sesuai dengan
- Hematokrit meninggi retensi cairan (BUN ,
- Kehilangan berat badan seketika Hmt , osmolalitas
(kecuali pada third spacing) urin )
Faktor-faktor yang berhubungan:  Monitor vital sign
- Kehilangan volume cairan secara aktif  Monitor masukan
- Kegagalan mekanisme pengaturan makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
 Kolaborasi
pemberian cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan
 Berikan diuretik
sesuai interuksi
 Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
output
 Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
 Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
 Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk
tranfusi

2 Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :


 Electrolit and acid base Fluid management
Definisi : Retensi cairan isotomik balance
meningkat  Fluid balance  Timbang
Batasan karakteristik :  Hydration popok/pembalut jika
- Berat badan meningkat pada diperlukan
waktu yang singkat Kriteria Hasil:  Pertahankan catatan
- Asupan berlebihan dibanding intake dan output
 Terbebas dari edema,
output yang akurat
efusi, anaskara
- Tekanan darah berubah, tekanan  Pasang urin kateter
 Bunyi nafas bersih, tidak
arteri pulmonalis berubah, jika diperlukan
ada dyspneu/ortopneu
peningkatan CVP  Monitor hasil lAb
- Distensi vena jugularis
 Terbebas dari distensi
vena jugularis, reflek yang sesuai dengan
- Perubahan pada pola nafas, retensi cairan (BUN ,
hepatojugular (+)
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, Hmt , osmolalitas
suara nafas abnormal (Rales atau  Memelihara tekanan vena
sentral, tekanan kapiler urin )
crakles), kongestikemacetan paru,  Monitor status
pleural effusion paru, output jantung dan
vital sign dalam batas hemodinamik
- Hb dan hematokrit menurun, termasuk CVP, MAP,
perubahan elektrolit, khususnya normal
 Terbebas dari kelelahan, PAP, dan PCWP
perubahan berat jenis  Monitor vital sign
- Suara jantung SIII kecemasan atau
kebingungan  Monitor indikasi
- Reflek hepatojugular positif
 Menjelaskanindikator retensi / kelebihan
- Oliguria, azotemia
kelebihan cairan cairan (cracles, CVP
- Perubahan status mental,
, edema, distensi
kegelisahan, kecemasan
vena leher, asites)
 Kaji lokasi dan luas
Faktor-faktor yang berhubungan :
edema
- Mekanisme pengaturan melemah
- Asupan cairan berlebihan  Monitor masukan
makanan / cairan dan
- Asupan natrium berlebihan
hitung intake kalori
harian
 Monitor status nutrisi
 Berikan diuretik
sesuai interuksi
 Batasi masukan
cairan pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na <
130 mEq/l
 Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
memburuk
Fluid Monitoring
 Tentukan riwayat
jumlah dan tipe
intake cairan dan
eliminaSi
 Tentukan
kemungkinan faktor
resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll )
 Monitor berat badan
 Monitor serum dan
elektrolit urine
 Monitor serum dan
osmilalitas urine
 Monitor BP, HR, dan
RR
 Monitor tekanan
darah orthostatik dan
perubahan irama
jantung
 Monitor parameter
hemodinamik infasif
 Catat secara akutar
intake dan output
 Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
penambahan BB
 Monitor tanda dan
gejala dari odema
 Beri obat yang dapat
meningkatkan output
urin

3 Nyeri NOC : NIC :


 Pain Level,
Definisi :  Pain control, Pain Management
Sensori yang tidak menyenangkan dan  Comfort level  Lakukan pengkajian
pengalaman emosional yang muncul Kriteria Hasil : nyeri secara
secara aktual atau potensial kerusakan  Mampu mengontrol nyeri komprehensif
jaringan atau menggambarkan adanya (tahu penyebab nyeri, termasuk lokasi,
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri mampu menggunakan karakteristik, durasi,
Internasional): serangan mendadak atau tehnik nonfarmakologi frekuensi, kualitas
pelan intensitasnya dari ringan sampai untuk mengurangi nyeri, dan faktor presipitasi
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir mencari bantuan)  Observasi reaksi
yang dapat diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 6 bulan.
 Melaporkan bahwa nyeri nonverbal dari
Batasan karakteristik : berkurang dengan ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal atau non menggunakan manajemen  Gunakan teknik
verbal nyeri komunikasi
- Fakta dari observasi  Mampu mengenali nyeri terapeutik untuk
- Posisi antalgic untuk menghindari (skala, intensitas, frekuensi mengetahui
nyeri dan tanda nyeri) pengalaman nyeri
- Gerakan melindungi  Menyatakan rasa nyaman pasien
- Tingkah laku berhati-hati setelah nyeri berkurang  Kaji kultur yang
- Muka topeng  Tanda vital dalam rentang mempengaruhi
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak normal respon nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau,  Evaluasi pengalaman
menyeringai) nyeri masa lampau
- Terfokus pada diri sendiri  Evaluasi bersama
- Fokus menyempit (penurunan pasien dan tim
persepsi waktu, kerusakan proses kesehatan lain
berpikir, penurunan interaksi dengan tentang
orang dan lingkungan) ketidakefektifan
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- kontrol nyeri masa
jalan, menemui orang lain dan/atau lampau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)  Bantu pasien dan
- Respon autonom (seperti diaphoresis, keluarga untuk
perubahan tekanan darah, perubahan mencari dan
nafas, nadi dan dilatasi pupil) menemukan
- Perubahan autonomic dalam tonus otot dukungan
(mungkin dalam rentang dari lemah  Kontrol lingkungan
ke kaku) yang dapat
- Tingkah laku ekspresif (contoh : mempengaruhi nyeri
gelisah, merintih, menangis, seperti suhu
waspada, iritabel, nafas ruangan, pencahayaan
panjang/berkeluh kesah) dan
- Perubahan dalam nafsu makan dan kebisingan
minum  Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Faktor yang berhubungan :  Pilih dan lakukan
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
 Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek
samping)
4 Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :
Kriteria Hasil : Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang
normal  Suhu tubuh dalam  Monitor suhu
rentang normal sesering mungkin
Batasan Karakteristik:  Nadi dan RR dalam  Monitor IWL
 kenaikan suhu tubuh diatas rentang rentang normal  Monitor warna dan
normal  Tidak ada perubahan suhu kulit
 serangan atau konvulsi (kejang) warna kulit dan tidak  Monitor tekanan
 kulit kemerahan ada pusing darah, nadi dan RR
 pertambahan RR  Monitor penurunan
 takikardi tingkat kesadaran
 saat disentuh tangan terasa hangat  Monitor WBC, Hb,
dan Hct
Faktor faktor yang berhubungan :  Monitor intake dan
- penyakit/ trauma output
- peningkatan metabolisme  Berikan anti piretik
- aktivitas yang berlebih  Berikan pengobatan
- pengaruh medikasi/anastesi untuk mengatasi
- ketidakmampuan/penurunan penyebab demam
kemampuan untuk berkeringat  Selimuti pasien
- terpapar dilingkungan panas  Lakukan tapid
- dehidrasi sponge
- pakaian yang tidak tepat  Kolaborasipemberia n
cairan intravena
 Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi
udara
 Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil

Temperature
regulation
 Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
 Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
 Monitor TD, nadi,
dan RR
 Monitor warna dan
suhu kulit
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas
 Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign
Monitoring
 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :


dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food Nutrition Management
and Fluid Intake  Kaji adanya alergi
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk  Nutritional Status : makanan
keperluan metabolisme tubuh. nutrient Intake  Kolaborasi dengan
 Weight control ahli gizi untuk
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : menentukan jumlah
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah  Adanya peningkatan kalori dan nutrisi
ideal berat badan sesuai yang dibutuhkan
- Dilaporkan adanya intake makanan dengan tujuan pasien.
yang kurang dari RDA (Recomended  Berat badan ideal  Anjurkan pasien
Daily Allowance) sesuai dengan tinggi untuk meningkatkan
- Membran mukosa dan konjungtiva badan intake Fe
pucat  Mampumengidentifikas i  Anjurkan pasien
- Kelemahan otot yang digunakan untuk kebutuhan nutrisi untuk meningkatkan
menelan/mengunyah protein dan vitamin C
 Tidak ada tanda tanda
- Luka, inflamasi pada rongga mulut  Berikan substansi
malnutrisi
- Mudah merasa kenyang, sesaat gula
 Menunjukkan
setelah mengunyah makanan  Yakinkan diet yang
peningkatan fungsi
- Dilaporkan atau fakta adanya dimakan mengandung
pengecapan dari
kekurangan makanan tinggi serat untuk
menelan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa mencegah konstipasi
- Perasaan ketidakmampuan untuk  Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti  Berikan makanan
mengunyah makanan yang terpilih ( sudah
- Miskonsepsi dikonsultasikan
- Kehilangan BB dengan makanan cukup dengan ahli gizi)
- Keengganan untuk makan  Ajarkan pasien
- Kram pada abdomen bagaimana membuat
- Tonus otot jelek catatan makanan
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa harian.
patologi  Monitor jumlah
- Kurang berminat terhadap makanan nutrisi dan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh kandungan kalori
- Diare dan atau steatorrhea  Berikan informasi
- Kehilangan rambut yang cukup banyak tentang kebutuhan
(rontok) nutrisi
- Suara usus hiperaktif  Kaji kemampuan
- Kurangnya informasi, misinformasi pasien untuk
mendapatkan nutrisi
Faktor-faktor yang berhubungan : yang dibutuhkan
Ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat Nutrition Monitoring
gizi berhubungan dengan faktor biologis,  BB pasien dalam
psikologis atau ekonomi. batas normal
 Monitor adanya
penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
 Monitor interaksi
anak atau orangtua
selama makan
 Monitor lingkungan
selama makan
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor makanan
kesukaan
 Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intake nuntrisi
 Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

6 Resiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control
Definisi : Peningkatan resiko masuknya  Knowledge : Infection (Kontrol infeksi)
organisme patogen control  Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah dipakai pasien
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : lain
- Prosedur Infasif  Klien bebas dari tanda  Pertahankan teknik
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk dan gejala infeksi isolasi
menghindari paparan patogen  Batasi pengunjung
 Mendeskripsikan proses
- Trauma bila perlu
penularan penyakit, factor
- Kerusakan jaringan dan peningkatan  Instruksikan pada
yang mempengaruhi
paparan lingkungan pengunjung untuk
penularan serta
- Ruptur membran amnion mencuci tangan saat
penatalaksanaannya,
- Agen farmasi (imunosupresan) berkunjung dan
 Menunjukkan kemampuan
- Malnutrisi setelah berkunjung
untuk
- Peningkatan paparan lingkungan meninggalkan pasien
mencegah timbulnya
patogen  Gunakan sabun
infeksi
- Imonusupresi antimikrobia untuk
 Jumlah leukosit dalam cuci tangan
- Ketidakadekuatan imum buatan
batas normal  Cuci tangan setiap
- Tidak adekuat pertahanan sekunder
 Menunjukkan perilaku sebelum dan
(penurunan Hb, Leukopenia,
hidup sehat sesudah tindakan
penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh kperawtan
primer (kulit tidak utuh, trauma  Gunakan baju,
jaringan, penurunan kerja silia, cairan sarung tangan
tubuh statis, perubahan sekresi pH, sebagai alat
perubahan peristaltik) pelindung
- Penyakit kronik  Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur
positif

7 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


 Kowlwdge : disease
Definisi : process Teaching : disease
Tidak adanya atau kurangnya informasi  Kowledge : health Process
kognitif sehubungan dengan topic spesifik. Behavior 1. Berikan penilaian
Kriteria Hasil : tentang tingkat
Batasan karakteristik : memverbalisasikan  Pasien dan keluarga pengetahuan pasien
adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti menyatakan pemahaman tentang proses
instruksi, perilaku tidak sesuai. tentang penyakit, penyakit yang
kondisi, prognosis dan spesifik
Faktor yang berhubungan : keterbatasan program pengobatan 2. Jelaskan
kognitif, interpretasi terhadap informasi  Pasien dan keluarga patofisiologi dari
yang salah, kurangnya keinginan untuk mampu melaksanakan penyakit dan
mencari informasi, tidak mengetahui prosedur yang dijelaskan bagaimana hal ini
sumber-sumber informasi. secara benar berhubungan dengan
 Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi,
mampu menjelaskan dengan cara yang
kembali apa yang tepat.
dijelaskan perawat/tim 3. Gambarkan tanda dan
kesehatan lainnya. gejala yang biasa
muncul pada
penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengna
cara yang tepat
6. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara
yang tepat
7. Hindari jaminan yang
kosong
8. Sediakan bagi
keluarga atau SO
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup
yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi
di masa yang akan
datang dan atau
proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau
dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang
tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Aristanaoka.(2008).Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Dengue Haemoragik


Fever.http://aristanaoka.blogspot.com/2008/05/askep.html.
(14 Juni 2011 jam 21.30).

Carpenito,M.E.2007.Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan,Diagnosa


Keperawatan dan masalah Kolaborasi (Edisi 2) (Editor Y.Asih). Jakarta:EGC.

Carpenito.(2000).Diagnosa Keperawatan:Aplikasi pada Praktek Klinik (Edisi 3) (Editor


Y.Asih).Jakarta:EGC.

Doengoes,M.E.2007.Rencana Asuhan Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan (Edisi


3) (Alih Bahasa I Made Karyasa) (Editor Setyawan).

Engram,Barbara.(2008).Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Alih Bahasa S.Samba) (Editor


M.Ester).Jakarta:EGC.

Gibson,Jhon.(2002).Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat.


(Edisi 2).Jakarta:EGC

Laksamana,T.Hendra.(2003).Kamus Kedokteran.Jakarta:FKUI

Noer,Syaefullah.(1999).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid 5)


(Edisi 3).Jakarta:EGC.

NANDA.(2005).Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi (Alih Bahasa


B.Santosa) (Editor B.Santosa).Jakarta:EGC

Soedarto.(1990).Penyakit-Penyakit Infeksi di indonesia.Jakarta:Widya Medika.

Santosa,Santoso.(1999).Kesehatan dan Gigi.Jakarta:PT.RINEKA CIPTA.

Tucker,M.S.,&Canabbio,M.M.(1998).Standar Perawat Pasien Proses Penyakit,Diagnosa dan


Evaluasi.(Edisi 5) (Alih Bahasa Yasmin Asih) (Editor Monica Ester) Jakarta:EGC.

Widyaningsih.(2008).Asuhan keperawatan pada An.P dengan Post Dengue Haemoragic Fever


(DHF).Laporan Tugas akhir tidak di publikasikan. Purwokerto.Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai