Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS : DHF ( Dengue Fever Haemoragic )

DEFINISI:

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular


yang berbahaya. Penyakit ini dapat menimbulkan wabah dan menyebabkan
kematian dalam waktu yang singkat. DBD pertama kali ditemukan di Manila
(Filipina) pada tahun 1953. Di Indonesia penyakit DBD ditemukan pada tahun
1968 di Surabaya dan DKI Jakarta. Kini semua provinsi sudah terjangkit penyakit
ini (Meilany, 2010).

Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh


virus Dengue (arbo virus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aides aegypti. Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri
demam tinggi mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi
menimbulkan renjatan/syok dan kematian (Aplikasi NANDA NIC NOC jilid 1,
2013).

DHF (Dengue Fever Haemoragic) adalah merupakan penyakit yang


disebabkan oleh virus dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan
nyamuk aedes aegipty betina (Hidayat, A. Aziz, 2009).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi dan biasanya
memburuk setelah 2 hari pertama (Meilany, 2010).

ETIOLOGI
1. Virus dengue
Deman dengue dan demamm berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 6. Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue. Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak.
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip
(DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh
nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi,
sehingga mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk
mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus
berperan melalui kemampuan virus untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel,
b. Membentuk virus progenik
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor

2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer; 2001).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam
rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang –
lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari
dan senja hari.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia
masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun
virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.

MANIFESTASI KLINIK
Bentuk ringan demam dengue menyerang semua golongan umur dan
bermanivestasi lebih berat pada orang dewasa. Demam dengue pada bayi dan
anak berupa demam ringan yang disertai dengan timbulnya ruam makulopapular.
Pada anak besar dan dewasa, penyakit ini dikenal dengan sindrom triase dengue
yang berupa demam tinggi dan mendadak yang dapat mencapai 40°C atau lebih
dan terkadang disertai dengan kejang demam, sakit kepala, anoreksia, muntah-
muntah (vomiting), epigastrik discomfort, nyeri perut kanan atas atau seluruh
bagian perut dan perdarahan, terutama perdarahan kulit, walaupun hanya berupa
uji tourniguet positif. Selain itu, perdarahan kulit dapat berwujud memar atau juga
berupa perdarahan spontan mulai dari petechiae (muncul pada hari-hari pertama
demam dan berlangsung selama 3-6 hari) pada ekstremitas, tubuh, dan muka,
sampai epistaksis dan perdarahan gusi, sementara perdarahan gastrointestinal
masih lebih jarang terjadi dan biasanya terjadi pada kasus syok yang
berkepanjangan. Pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema pada
telapak tangan dan kaki dan hepatomegali. Nyeri tekan sering kali ditemukan
tanpa ikterus maupun kegagalan peredaran darah.
Patokan World Health Organization (WHO, 1975) untuk menegaskan
diagnosa Dengue Haemorragic Fever (DHF) adalah sebagai berikut :
1.      Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2.      Manifestasi perdarahan, termasuk paling tidak uji tourniguet positif dan
bentuk lain perdarahan/perdarahan spontan (Patechia, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi) dan hematemesis melena.
3.      Pembesaran hati.
4.      Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai dengan tekanan
nadi yang menurun (20 mmHg atau kurang) tekanan darah yang menurun
(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) dan kulit yang
teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung hidung, jari dan kaki penderita
gelisah serta timbul sianosis disekitar mulut.

PATHOFISIOLOGI
Demam Berdarah tidak tertular langsung dari satu orang ke orang lainnya,
namun melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penderita menjadi
infektif bagi nyamuk pada saat viremia, yaitu sejak beberapa saat sebelum panas
sampai masa demam berakhir, biasanya berlangsung 3-5 hari, nyamuk menjadi
infektif 8-12 hari setelah menghisap darah orang yang infektif dan penderita akan
tetap infektif selama hidupnya. Adapun masa inkubasi dari 3-14 hari, biasanya 4-7
hari.
           Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah komplek virus
antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi
C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma mealui endotel
dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagalasi (protambin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen)
merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, teutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF.
           Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. Renjatan terjadi secara akut.
           Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui
endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami
hypovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jangan asidosis dan
kematian (Warsidi, E. 2009)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Uji Torniquet
Tes torniquet (Rumpel-Leede)/tes kerapuhan kapiler merupakan metode
diasnotik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien.
Penilaian kerapuhan dinding kapiler digunakan untuk mengidentifikasi
trombositopenia. Metode ini merupakan syarat diagnosis DBD menurut
WHO. Langkah tes torniquet :
a. Pra Analitik
 Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
 Prinsip : membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah vena.
Dengan terjadinya anoksia dan penambahan tekanan internal akan
terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan kapiler turun
akan timbul petechie dikulit.
 Alat dan bahan : tensimeter, stetoskop, timer, spidol.
b. Analitik
 Klien diukur tekanan darahnya dan dicari sistol dan diastolnya.
 Setelah ketemu kemudian dijumlahkan lalu dibagi dua.
 Hasil digunakan untuk patokan mempertahankan tekanan air raksa
tensimeter.
 Pompa lagi balon tensimeter sampai patokan tadi lalu kunci dan
pertahankan sampai 5 menit.
 Setelah itu buka kuncinya dan mansit dilepaskan. 
 Kemudian lihat apakah ada petekie / tidak didaerah vola lengan
bawah. Kriteria normal Rumple leede yaitu <10 dalam 1 lingkaran 5
cm.
c. Post Analitik
 < 10 : normal/negatif
 10-20 : dubia (ragu-ragu)
 > 20 : abnormal (positif)

2. Laboratorium
 Hb dan PCV meningkat ( ≥ 20% )
 Leukopeni (mungkin normal atau lekositosis)
 Serologi (Uji H) : respon antibody sekunder
 Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PVC berulang kali (setiap jam
atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan), Faal
Hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum
 Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20 %.
Meningginya hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya renjatan.
Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan darah dan nadi,
oleh karena itu pemeriksaan hematokrit secara berkala dapat menentukan
saat yang tepat penghentian pemberian cairan atau darah.
 Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai dibawah
100.000 mm³
 Sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang menandakan
terjadinya hemolisis
 Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai
hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari
berbagai macam sel
 Elektrolit, hiponatremi (135 mEq/l), terjadi hiponatremi karena adanya
kebocoran plasma, anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake
yang kurang
 Hiperkalemi, asidosis metabolic
 Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun,serum
transaminasi meningkat.

PENATALAKSANAAN
1. Indikasi rawat tinggal
 Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang )
atau kejang-kejang.
 Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif /
negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
 Panas disertai perdarahan
 Panas disertai renjatan.

2. Fase Demam
Hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak, inguinal. Bila
cairan oral tidak dapat diberikan karena tidak mau minum, muntah atau nyeri
perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, namun antipiretik tidak dapat
mengurangi lama demam pada DBD.

3. Penggantian Volume Plasma


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada
fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka
dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi
kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah
cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per
oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.
(2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume
dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada
diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%),
seperti tertera pada tabel dibawah ini :

Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5 – 8 %)


Berat Badan waktu masuk RS ( kg ) Jumlah cairan ml/kg berat badan per hari
<7 220
7 - 11 165
12-18 132
>18 88

Kebutuhan cairan Rumatan


Berat Badan ( kg ) Jumlah cairan ml
10 100 per kg BB
10 - 20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
>20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)


a. Kristaloid
 Larutan ringer laktat (RL)
 Larutan ringer asetat (RA)
 Larutan garam faali (GF)
 Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
 Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
 Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak
boleh larutan yang mengandung dekstran)

b. Koloid
 Dekstran 40
 Plasma
 Albumin
4. Syok Sindrom Dengue
a. Penggantian volume segera
 Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.
Tetesan  diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak
dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur
10 mm/kg BB/jam.
 Bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan
koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan
kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam.
 Bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan
koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian
koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
 Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih
menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi
perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar.
 Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam
volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/
24 jam.
 Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap
sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit.
 Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital
telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.

b. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, maka analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat.
POHON MASALAH
DAFTAR PUSTAKA

Amin, N.F. dan Hardhi. ( 2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta : Media Action publishing.

Dongoes, E.Marlyn ,dkk. 2010. .Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman  nutuk


Perawatan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta : EGC.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI

Meilani. 2010. Penyakit Menular di Sekitar Kita. Klaten: PT Intan Sejati.

Warsidi, E. 2009. Bahaya dan Pencegahan DBD. Bekasi: Mitra Utama.

Wilkinson, Judith. M. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai