Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS : APPENDICITIS

DEFINISI

Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
(Nanda NIC-NOC, 2016).

Appendicitis juga disebut sebagai suatu peradangan yang diakibatkan


karena tersumbatnya lumen oleh benda asing, fekalit, tumor atau parasit.
Apendisitis adalah peradangan pada apendik vermiformis (Pierce dan Neil, 2007).

Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi usus buntu atau umbai


cacing (apendiks) (Nanda, 2012).

Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks


dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer
Suzanne, C., 2009).

ETIOLOGI
Terjadinya appendicitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. (Brunner
dan Suddarth, 2014)
1. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen appendiks.
2. Obstruksi pada lumen appendiks ini biasanya disebabkan karena adanya
timbunan tinja yang keras ( fekalit).
3. Hiperplasia jaringan limfoid.
4. Penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh.
5. Cancer primer dan striktur.
6. Obstruksi lumen appendiks adalah fekalit.
7. Hiperplasia jaringan limfoid.
MANIFESTASI KLINIK
(Brunner dan Suddarth, 2014)

1. Nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, biasanya disertai dengan demam


ringan, mual dan terkadang muntah kehilangan nafsu makan kerap
dijumpai konstipasi dapat terjadi.
2. Pada titik McBurney (terletak dibawah pertengahan antara umbilikalis dan
spina anterior illium), terasa nyeri tekan lokal dan kekakuan pada bagian
bawah otot rektus kanan.
3. Nyeri pantul dapat juga dijumpai lokasi appendiks menentukan kekuatan
nyeri tekan, spasme otot, dan adanya diare atau konstifasi.
4. Tanda rovsing (muncul dengan memalpasi kuadran kiri bawah, yang
anehnya menyebabkan nyeri di kuadran kanan bawah).
5. Jika appendiks pecah nyeri menjadi lebih menyebar, abdomen menjadi
terdistensi akibat ileus paralitik, dan kondisi memburuk.

Appendicitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari:

a. Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
b. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar
pusar, lalu timbul mual dan muntah.
c. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan
bagian bawah.
d. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.
e. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
f. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian
perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di
daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa.
g. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
h. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
i. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri
PATHOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang
dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut appendisitis
supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding
appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa.
Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis
perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih
panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang
tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

1) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi)
b. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut
c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai diangkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah (psoas sign)
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga
2) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah ditemukan leukosit 10.000-18.000 mm3, jika
terjadi peningkatan lebih dari itu maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah)

3) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit
b. Ultrasonografi
c. Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Post Operasi

1. Observasi TTV
2. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selam
pasien dipuasakan
5. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi
30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak
7. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2x30 menit
8. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar
9. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
10.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :

1. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda – tanda peritonitis
3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien


dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis
umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik – baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana
tanpa perforasi. ( Arif Mansjoer dkk, 2007).

KOMPLIKASI APPENDIKTOMI

a. Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebakan


peritornitis, pembentukan abses (tertampungnya materi purulen) atau flebitis
portal.
b. Perforasi biasanya terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala yang muncul
antara lain, demam, tampilan toksik, nyeri abdomen yang terus menerus.
POHON MASALAH

Appendiks

Hiperplasi Benda Erosi mukosa Fekalit Striktur Tumor


folikel limfoid asing appendiks

Obstruksi

Mukosa terbendung

Appendiks terengang

Tekanan intraluminal

Aliran darah terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri


pada dinding appendiks

Ke peritonium Appendiksitis Trombosis pada vena intramural

peritonitis Pembengkakan dan iskemia

Pembedahan/operasi Perforasi

Luka insisi Jalan masuk kuman

Hambatan Terputusnya Resiko infeksi


Mobilitas Fisik kontinuitas jaringan

Nyeri
akut
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12.
Jakarta: EGC
Kusuma, Hardhi dan Nurarif, Amin Huda. (2012). Aplikasi Asuhan Keperawatan
NANDA.edisi revisi. Yogyakarta: Media Hardhy
Kusuma, Hardhi dan Nurarif, Amin Huda. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis
NANDA, NIC, NOC dalam berbagai kasus. edisi revisi jilid 1.
Yogyakarta: Mediaactio
Smeltzer, S.C. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta
Price & Wilson. (2007). Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta: EGC
Suryono, Slamet, et al. (2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta:
FKUI

Anda mungkin juga menyukai