Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN DENGAN APPENDISITIS STASE KEPERAWATAN


KEGAWATDARURATAN RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA

Disusun Oleh:

Putri Nur Fadilah


122080147

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
APPENDISITIS

A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Klasifikasi appendisitis terbagi atas 3 yakni :
1. Apenndisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsangan peritonium lokal
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendiktomi.
3. Appendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik ( fibrosis
menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.
B. Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun
apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari yang normalnya dicurahkan kedalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir kemuara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis. Selain itu hiperplasi limfe, tumor apendiks dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan penyumbatan.
C. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah.

D. Manifestasi klinis
Gejala awal yang khas merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, pada dasarnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke
titik Mc Burney. Di titik ini terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan
nyeri simatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 –
38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas
yang di dasari dengan radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal.
Manisfestasi klinis lainya adalah:
1. Nyeri dikuadran kanan bawah disertai dengan demam ringan, dan terkadang muntah
kehilangan nafsu makan kerap dijumpai konstipasi dapat terjadi.
2. Pada titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilicus dan spina anterior
ileum),terasa nyeri tekan local dan kekakuan otot bagian bawah rektus kanan.
3. Nyeri pantul dapat dijumpai lokasi apendiks menentukan kekuatan nyeri tekan,
spasme otot dan adanya diare atau konstipasi.
4. Jika apendiks pecah, nyeri lebih menyebar abdomen menjadi lebih terdistensi akibat
ileus paralitik dan kondisi memburuk.

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling), rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2. Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng Sign) yang
mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat tingi-
tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila pemeriksaan
dubur dan vagina terasa nyeri.
5. Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. jika terjadi
peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks telah mengalami perforasi
(pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).
2. Ultrasonografi USG
3. CT-Scan.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1. SDP; Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai 75%,
2. Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
3. Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material apendiks (fekalit),
ileus terlokalisir.
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose apendisitis telah
ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi.
2. Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan dilakukan.
3. Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4. Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan adalah
operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan cara
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
apendiks dilakukan drainage.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit volume
cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh
gangguan potensial atau aktual pada saluran gastrointestinal, mempertahankan
integritas kulit dan mencapai nutris yang optimal.
2. Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai jalur Intra
Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti ada ileus
paralitik), jangan berikan laksatif.
3. Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik narkotik sesuai
program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4. Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda obstruksi
usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder.
G. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan. Faktor
keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor penderita dapat
berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis dapat berupa kesalahan dalam
mendiagnosa, keterlambatan mengangani maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke
rumah sakit dan penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan orang tua.
Adapun beberapa komplikasi :
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut.
3. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik.
ASUHAN KEPERAWATAN
APPENDISITIS

A. Pengkajian
1. Data umum
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Alasan masuk rumah sakit
2. Riwayat kesehatan
a. Riwaya kesehatan saat ini
b. Riwayat kesehatan masa lalu
c. Riwayat kesehatan keluarga
d. Riwayat psiko spiritual
3. Kebutuhan dasar
a. Makan dan minum
b. Pola tidur
c. Eliminasi BAK dan BAB
d. Aktifitas dan latihan
e. Personal hygiene
4. Pemeriksaan fisik (Heat To Toe)
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontunitas jaringan
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri operasi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.
C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :


a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman
Intervensi (NIC) :
a. Identifikasi karakteristik nyeri
b. Monitor ttv
c. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
d. Anjurkan tirah baring
e. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
f. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri operasi
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :
a. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
b. Pola tidur, kualitas dalam batas normal
c. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
d. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi (NIC) :
a. Identifikasi faktor pengganggu tidur
b. Modifikasi atau ciptakan lingkungan yang nyaman
(pencahayaan,kebisingan, suhu, ddl)
c. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
d. Berikan posisi nyaman
e. Ajarkan teknik nonfarmakologi
f. Kolaborasi pemberian obat tidur

3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post op


Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan atau infeksi serta penatalaksanaannya
c. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukan perilaku hidup sehat
Intervensi (NIC) :
a. Identifikasi tanda dan gejala infeksi
b. Monitor ttv
c. Berikan penjelasan kepada keluarga dan klien tentang tanda dan gejala
infeksi
d. Ajarkan cara menghindari infeksi
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) :
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan
b. berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi (NIC) :
a. Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi
b. Anjuran menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hindari
enema
c. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengamati balutan, pembatasan
mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
d. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh peningkatan
nyeri edema/eritema luka, adanya drainase, demam

D. Evaluasi
Evaluasi merupakan cacatan paling atas tentang indikasi kemajuan pasien
terhadap tujuan yang di capai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan
untuk mengomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi
memberikan informasi, sehingga memunginkan revesi perawatan
Evaluasi adalah tahap ahkir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan
nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dengan merupkan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan. Pernyataan evaluasi terdiri dari dua komponen yaitu data yang tercatat yang
menyatakan kasus kesehatan sekarang dan pernyataan konklusi yang menyatakan efek dari
tindakan yang di berkan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi Kusuma, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medik
& Nanda Nic-Noc Jilid 1. Jogjakarta:Mediaction Publishing.

Clair S.T, 2013. Patient Education Partners in Your Surgical Care Appendectomy, American

collage of surgeons, Chicago.

SDKI PPNI, 2017. Edisi 1. Jakarta Selatan

SIKI PPNI, 2018. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan

Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth’s Edisi 10, Jakarta, EGC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA,


Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai