Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS

Disusun Oleh:
FEDI SUDRAJAT
A31500826

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2015
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi/Pengertian
1. Peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ, dimana
patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumen yang disebabkan oleh
fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat). Patofisiologi Edisi 4
hal 448.
2. Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat Brunner & Suddart,
2008.
3. Appendisitis adalah merupakan peradangan pada appendik periformil, yaitu
saluran kecil yang mempunyai diameter sebesar pensil dengan panjang 2-6 inci.
Lokasi appendik pada daerah illiaka kanan, dibawah katup illiocaecal, tepatnya
pada dinding abdomen dibawah titik Mc burney.

B. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1. Apendisitis akut, dibagi atas:
a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas:
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
b. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan
pada usia tua.
C. PATHWAY

Anxietas

D. Penyebab/ Factor Predisposisi


Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses
radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.
Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,
diantaranya :
1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan
sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi
yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis
akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus
sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90%
pada kasus apendisitis akut dengan rupture.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko
lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan
mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya
memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi.
5. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza
dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat.

E. Manifestasi Klinis/tanda dan gejala


Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis antara lain :
1. Nyeri perut.
Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus. Nyeri perut yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang
dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya,
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun pada beberapa keadaan
tertentu (bentuk apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain
(sesuai posisi apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah
perut kiri bawah, punggung, atau di bawah pusar. Namun terkadang, tidak
dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
2. Anoreksia (penurunan nafsu makan).
3. Mual dan muntah
4. Dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol atau berlangsung cukup lama,
kebanyakan pasien hanya muntah satu atau dua kali.
5. Keinginan BAB atau kentut.
6. Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi
tidak lebih dari 1oC (37,8oC – 38,8oC). Jika terjadi peningkatan suhu yang
melebihi 38,8oC. Maka kemungkinan besar sudah terjadi peradangan yang lebih
luas di daerah perut (peritonitis).
 Timbulnya gejala yang bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul tersebut :
a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum),
 Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal.
 Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat
melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan
mengedan.
 Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang
dari dorsal.
b. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
 Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (diare).
 Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya
dindingnya.
 Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak
khas.

F. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fecolith, benda asing, striktur akibat peradagan
sebelumnya atau tumor.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi oleh mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema, diapendesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan
mengakibatkan obstruksi vena, udem bertambah, dan bakteri menembus dinding.
Karena obstruksi vena dapat terbentuk thrombus yang menyebabkan timbulnya
iskemi yang bercampur kuman yang mengakibatkan timbulnya pus. Peradangan ini
dapat meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di
daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding
appendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini diserbut appendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah raouh ini pecah maka akan terjadi appendisitis
perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrat
appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.

G. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
2. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing
(Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan
terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg
Sign).
3. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk
menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang
terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada
apendisitis pelvika.
4. Pemeriksaan uji psoas
Dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi
aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang
meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.
5. Pemeriksaan uji obturator
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini
akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap → Ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Jika terjadi peningkatan
yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).
 Test protein reaktif (CRP). → Ditemukan jumlah serum yang meningkat.
b. Radiologi
 Pemeriksaan ultrasonografi → Ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Cukup membantu dalam
penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %)
 CT-scan → Ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat keakuratannya 93 – 98 %.

I. Penatalaksanaan
1. Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat
adalah segera dilakukan apendiktomi.
Apendiktomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu :
a. Cara terbuka
b. Cara laparoskopi.
2. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka
tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik
kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob.
 Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi
dapat dilakukan.
 Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka
dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan
apendisektomi.
 Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan
pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda
radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat
dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.
3. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
 Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan
 Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)
J. Komplikasi yang dapat terjadi
Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses apendiks
1. Tromboflebitis supuratif
2. Abses subfrenikus
3. Obstruksi intestinal
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur,
jenis kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai,
pekerjaan, penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal ini klien
adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tahun.
b) Keluhan utama
Keluhan utama nyeri bekas luka operasi.
c) Riwayat penyakit sekarang
Timbul keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk, nyeri
dirasakan pada luka bekas operasi dengan skala (0-10) dan nyeri timbul
memberat ketika bergerak.
d) Riwayat penyakit dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan
konstipasi sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan
timbulnya sumbatan fungsi appendiks dan meningkatkan pertumbuhan
kuman folar kolon sehingga menjadi appendisitis akut.
e) Pola – pola  fungsi  kesehatan    
1) Pola  persepsi  dan  tata  laksana  hidup  sehat
Timbulnya  perubahan  pemeliharaan  kesehatan  karena di rawat di
rumah sakit.
2) Pola  nutrisi   dan  metabolisme 
Klien  yang  di  lakukan  anasthesi   tidak  boleh  makan  dan  minum 
sebelum  flatus.
3) Pola  eliminasi
Setelah menjalani post operasi appendiks, pasien masih menggunakan
dower chateter karena masih dalam pengaruh anastesi, dan pasien
akan dilatih untuk berkemih.
4) Pola  aktivitas  dan  latihan
Adanya  keterbatasan  aktivitas  karena  kondisi  klien  yang  lemah. 
Namun, setelah 6 jam pasien diharapkan pasien sudah mampu untuk
bergerak miring kanan dan miring kiri dan dilanjutkan dengan duduk
kemudian berjalan.  
5) Pola  tidur  dan  istirahat
Rasa  nyeri  akibat post operasi dan  perubahan  situasi  karena 
hospitalisasi dapat  mempengaruhi  pola  tidur  dan  istirahat. 
6) Pola  kognitif  perseptual
Sistem  Penglihatan,  Pendengaran,  Pengecap,  peraba dan Penghidu 
tidak  mengalami  gangguan.
7) Pola  persepsi  dan  konsep  diri 
Klien  dapat  mengalami  cemas  karena  ketidaktahuan  tentang 
perawatan  post operasi appendiks.
8) Pola  hubungan  dan  peran 
Karena  klien  harus  menjalani  perawatan  di  rumah  sakit  maka 
dapat  mempengaruhi  hubungan  dan  peran  klien  baik  dalam 
keluarga  tempat  kerja  dan  masyarakat.
9) Pola  reproduksi  seksual 
Klien tidak mengalami masalah produksi karena bekas operasi tidak
ada hubungannya dengan alat reproduksi.
10) Pola  penanggulangan  stress
Stress  dapat  dialami  klien  karena  kurang  pengetahuan  tentang 
perawatan post operasi. Gali adanya  stres  pada  klien  dan 
mekanisme  koping  klien  terhadap  stres  tersebut.
11)Pola  tata  nilai  dan  kepercayaan
Adanya  dower chateter  dan nyeri post operasi  memerlukan 
adaptasi  klien  dalam  menjalankan  ibadahnya. 

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa pre-tindakan
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot polos
sekunder akibat infeksi gastrointestinal.
b. Hipertermia berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi
gastrointestinal.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
d. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit rencana pembedahan.
Diagnosa post-tindakan
a. Nyeri akut berhubungan trauma jaringan dan refleks spasme otot
sekunder akibat operasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder akibat pembedahan
c. Defisit pengetahuan (perawatan luka post operasi) berhubungan dengan
kurangnya paparan informasi mengenai perawatan luka post operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall- Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC
Guyton & Hall. 2003. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : EGC
Mansjoer A,. dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC


Hardhi & Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid I. Jogjakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai