Anda di halaman 1dari 15

Apendisitis akut

Etiologi dan Patogenesis

a. Peranan Lingkungan: diet dan higiene

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
flora normal kolon.

Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Diet memainkan peran utama pada
pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian apendisitis
jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan konsistensi
feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit yang sering
terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi keras

b. Peranan Obstruksi

Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis akut. Fekalit
merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20% anak-anak dengan
apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat. Frekuensi obstruksi
meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus
apendisitis sederhana (simpel), sedangkan pada apendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur
terdapat 65% dan apendisitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%.

Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema dan
hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem
respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Megakolon kongenital
terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal
ini merupakan salah satu alasan terjadinya apendisitis pada neonatus.

Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti Entamuba hystolityca dan benda asing mungkin tersangkut di
apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk
menimbulkan risiko terjadinya perforasi .

Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah adanya obstruksi lumen
apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul selama
adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan terjadi
kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia.
Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapisan
dinding apendiks , lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam
submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa
peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang masuk ke
dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer akan semakin meningkat,
sehingga desakan pada dinding apendiks akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada
sistem vasa dinding apendiks Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika,
kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari
apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut
dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah kedalam
rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietale Hasil
akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan omentum
untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis
umum. Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga kurang
efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks cepat mengalami
komplikasi .

c. Peranan Flora Bakterial

Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam bakteri
aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama dengan penyakit
kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis
sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli
banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus, Klebsiella,
Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang paling banyak
dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau apendisitis
perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis .

Diagnosis klinis

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar diagnosis apendisitis akut.
Apendisitis akut adalah diagnosis klinis. Penegakkan diagnosis terutama didasarkan pada
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tambahan hanya dikerjakan bila ada
keragu-raguan atau untuk menyingkirkan diagnosis. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi
pada perempuan dibanding laki-laki, perempuan dua kali lebih banyak mempunyai apendiks
normal daripada laki-laki dalam kasus apendektomi, Primatesta (1994) melaporkan bahwa
perempuan tiga kali lebih banyak dibanding laki-laki dalam insidensi kasus apendektomi
negatif. Hal ini dapat disadari mengingat perempuan yang masih sangat muda sering timbul
gejala mirip apendisitis akut terutama penyakit ginekologis. Hal-hal penting yang dapat
membantu penegakkan diagnosis apendisitis akut adalah bahwa apendisitis biasanya
mempunyai perjalanan akut atau cepat. Dalam beberapa jam sudah timbul gejala atau bahkan
memburuk oleh karena nyeri, penderita biasanya cenderung mempertahankan posisi untuk
tidak bergerak. Penderita tampak apatis dan menahan nyeri. Oleh karena nyeri yang sangat,
penderita segera dibawa ke rumah sakit.

Gejala Klinis

Merupakan kasus akut abdomen yang dimulai dengan ketidaknyamanan perut dibagian atas,
diikuti dengan mual dan penurunan nafsu makan. Nyeri menetap dan terus menerus, tapi
tidak begitu berat dan diikuti dengan kejang ringan didaerah epigastrium, kadang diikuti pula
dengan muntah, kemudian beberapa saat nyeri pindah ke abdomen kanan bawah. Nyeri
menjadi terlokalisir, yang menyebabkan ketidakenakan waktu bergerak, jalan atau
batuk.Penderita kadang juga mengalami konstipasi. Sebaliknya karena ada gangguan fungsi
usus bisa mengakibatkan diare, dan hal ini sering dikacaukan dengan gastroenteritis acute.
Penderita appendicitis acute biasanya ditemukan ditemukan terbaring di tempat tidur serta
memberkan penampilan kesakitan. Mudah tidaknya gerakan penderita untuk menelentangkan
diri merupakan tanda ada atau tidaknya rangsang peritoneum ( somatic pain).
Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama bila penderita
disuruh batuk.. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah ini, akan teraba defans
musculer ringan . Tujuan palpasi adalah untuk menentukan apakah penderita sudah
mengalami iritasi peritoneum atau belum. Pada pemeriksaan auskultasi, peristaltik usus masih
dalam batas normal, atau kadang sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 37,8 oC,
pada kasus appendix yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di epigastrium kadang
merupakan awal dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal Untuk appendix yang
terletak retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan bahkan tak ada nyeri di
abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat dengan uretra pada lokasi
retrocaecal ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi bertambah dan bahkan hematuria.
Sedang pada appendix yang letaknya pelvical, kadang menimbulkan gejala seperti
gastroenteritis acut .

Untuk appendicitis acute yang telah mengalami komplikasi, misal perforasi, peritonitis dan
infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini (Ellis, 1989).

Perforasi :

Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat dan mulai
dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3 der. C). Jumlah lekosit yang meninggi
merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.

Peritonitis :

Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang telah
mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut daripada
peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang meluas, distensi
abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam
makin tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.

Abses / infiltrat :

Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah. Seperti
tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling off” (pembentukan dinding) oleh
omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan
bawah tersebut. Masa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi
rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa
atau infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan anti biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian
dilakukan appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi

Anamnesis

· Nyeri / Sakit perut

Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran
cerna , sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut ( tidak pin-point). Mula2 daerah
epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa bila telah terjadi inflamasi ( > 6 jam )
penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap anak dengan gejala nyeri
abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya dicurigai menderita
apendisitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas permulaan gejala nyeri
abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Anak dapat menunjuk dengan satu jari
tempat permulaan nyeri, dimana saja yang pernah nyeri dan sekarang dimana yang nyeri.

Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya:

a. Bagaimana hebatnya nyeri ? (Intensitas)

b. Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak tinggal di tempat
tidur saja ?

c. Apakah nyerinya sampai menyebabkan anak tidak mau masuk sekolah ?

d. Apakah anak dapat tidur seperti biasa semalam ?

e. Apakah pagi ini makannya baik dan cukup seperti biasa ?

Beberapa anak dapat menentukan dengan tepat waktu mulainya nyeri yang dihubungkan
dengan peristiwa tertentu, umpamanya nyeri sesudah makan malam, sesudah berolah raga
atau sesudah bangun tidur. Anak dapat menunjukkan dan menceritakan perjalanan rasa nyeri,
kadang-kadang perlu juga bantuan informasi dari orang tuanya. Perlu diperhatikan bahwa
sebagian orang tua sering membesar-besarkan keluhan anaknya.

Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin
hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi dari
lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan Pada
mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang
dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul
oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral
itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di
daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran
kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi
rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta
nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.

· Muntah (rangsangan viseral) à akibat aktivasi n.vagus

Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan
dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap
penderita apendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis apendisitis akut perlu
dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut
menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul
apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria

· Obstipasi à karena penderita takut mengejan


Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks
pelvikal yang merangsang daerah rektum

· Panas (infeksi akut) à bila timbul komplikasi

Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 - 38,50C tetapi
bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam.
Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran
kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal akan
menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada
supra pubik dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena iritasi
pada arteri spermatika dan ureter

Pemeriksaan Fisik

Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada tempat yang bukan
tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang diagnosis salah pada anak
prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak karakteristik dan sekaligus sulit
diperiksa. Anak akan menangis terus-menerus dan tidak kooperatif.

Inspeksi

Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila
terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.

Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja periksa. Anak
menunjukkan ekspresi muka yang tidak gembira. Anak tidur miring ke sisi yang sakit sambil
melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri .

Palpasi

Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang mempunyai suhu
yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup dipanaskan dengan menggosok-
gosok tangan dengan pakaian penderita. Tangan yang dingin akan merangsang otot dinding
abdomen untuk berkontraksi sehingga sulit menilai keadaan intraperitoneal. Terkadang kita
perlu melakukan palpasi dengan tangan anak itu sendiri untuk mendapatkan otot abdomen
yang tidak tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh
dari lokasi nyeri. Umpamanya mulai dari kiri atas, kemudian secara perlahan-lahan
mendekati daerah kuadran kanan bawah. Palpasi dengan permukaan dalam (volar) dari ujung-
ujung jari tangan, dengan tekanan yang ringan dapat ditentukan adanya nyeri tekan,
ketegangan otot atau adanya tumor yang superfisial. Waktu melakukan palpasi pada abdomen
anak, diusahakan mengalihkan perhatiannya dengan boneka atau usaha yang lain, sambil
memperhatikan ekspresi wajahnya. Hindari gerakan yang cepat dan kasar karena hal ini akan
menakuti anak dan membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak mungkin dilakukan.

Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :


· Nyeri tekan (+) Mc.Burney

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan ini
merupakan tanda kunci diagnosis .

· Nyeri lepas (+) à rangsangan peritoneum

Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat
mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah
sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.

· Defens musculer (+) à rangsangan m.Rektus abdominis

Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.

· Rovsing sign (+)

Penekanan perut sebelah kiri à nyeri sebelah kanan, karena tekanan merangsang peristaltik
dan udara usus , sehingga menggerakan peritoneum sekitar appendik yang meradang
(somatik pain)

Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan
penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas
yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan

· Psoas sign (+)

Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum

Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi
pada apendiks

Ada 2 cara memeriksa :

1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan
articulatio coxae kanan  nyeri perut kanan bawah.

2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa  nyeri perut kanan
bawah

· Obturator Sign (+)

Dengan gerakan fleksi & endorotasi articulatio coxae pada posisi telentang à nyeri (+)

Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan
apendiks terletak pada daerah hipogastrium

Perkusi
 Nyeri ketok (+)
Auskultasi

Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus

Rectal Toucher / Colok dubur

 nyeri tekan pada jam 9-12


Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis pada
anak kecil karena biasanya menangis terus menerus.

Pada anak kecil atau anak yang iritabel sangat sulit untuk diperiksa, maka anak dimasukkan
ke rumah sakit dan diberikan sedatif non narkotik ringan, seperti pentobarbital (2,5 mg/kg)
secara suppositoria rektal. Setelah anak tenang, biasanya setelah satu jam dilakukan
pemeriksaan abdomen kembali. Sedatif sangat membantu untuk melemaskan otot dinding
abdomen sehingga memudahkan penilaian keadaan intraperitoneal

Tanda Peritonitis umum (perforasi) :

1. Nyeri seluruh abdomen

2. Pekak hati hilang

3. Bising usus hilang

Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi dengan gejala-
gejala sebagai berikut:

a. Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam

b. Demam tinggi lebih dari 38,50C

c. Lekositosis (AL lebih dari 14.000)

d. Dehidrasi dan asidosis

e. Distensi

f. Menghilangnya bising usus

g. Nyeri tekan kuadran kanan bawah

h. Rebound tenderness sign

i. Rovsing sign

j. Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal


Insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah umur 6 tahun lebih dari 50%, ini
berhubungan dengan dinding apendiks yang lebih tipis dan omentum mayus yang
berkembang belum sempurna dibanding anak yang lebih besar

Dalam penelitiannya Schwartz (1999) melaporkan bahwa anak di bawah umur 8 tahun
mempunyai angka perforasi dua kali lebih besar daripada anak yang lebih besar. Sedang
menurut Way (2003) insidensi perforasi apendiks pada anak di bawah umur 10 tahun sebesar
50%. Perforasi apendiks paling sering terjadi di distal obstruksi lumen apendiks sepanjang
tepi antimesenterium (Kozar dan Roslyn, 1999). Pada 2-6% penderita dengan apendisitis
menunjukkan adanya massa di kuadran kanan bawah pada pemeriksaan fisik. Hal ini
menunjukkan adanya inflamasi abses yang terfiksasi dan berbatasan dengan apendiks yang
mengalami inflamasi (Lally, 2001).

Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan
nyeri kwadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada pasien
dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan
meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis
terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit
dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu
diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu
jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan seluler. Fungsi
inflamasi di sini adalah memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka
pada tempat yang terkena jejas dengan cara:

a. mempersiapkan berbagai bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear, makrofag) pada tempat


tersebut.

b. pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi.

c. menetralisir dan mencairkan iritan.

d. membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan fibrin dan terbentuknya dinding


jaringan granulasi.

Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis akut, akan
ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan
pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit
lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis (Raffensperger,
1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis akut ditemukan jumlah lekosit antara
12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-
30.000/mm3. Sedang Doraiswamy (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara
kenaikan angka lekosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan
diagnosa appendicitis acut

Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik., sehingga hasilnya juga kurang
dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis
akut adalah >10.000/mmk dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil).
Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman
untuk appendicitis acute (Bolton et al, 1975). Kontroversinya adalah beberapa penderita
dengan appendicitis acut, memiliki jumlah lekosit dan granulosit tetap normal (Nauts et al,
1986).

Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis apendisitis akut adalah C-
rective protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase response) dengan
menggunakan CPR telah secara luas digunakan di negara maju. Nilai senstifitas dan
spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80 - 90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah
untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan
murah

Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan


urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada anak dengan
keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran
kencing. Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan menempel pada ureter atau vesika
urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan
pandang (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993).

2. Foto Polos abdomen

Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu. Mungkin
terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi
apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus (Cloud, 1993).

Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah
akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan
bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain.
Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul
skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila
sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah
diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya.

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka
akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan
mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan
psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat
adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi
(Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith
(kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang
menyumbat pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini biasanya terjadi
pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi
pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi bercak
rim-like( melingkar ) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik. Pada appendisitis
akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari appendikolit : kalsifikasi bulat
lonjong, sering berlapis.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasus-kasus
menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan penyakit lain yang
menyertai apendisitis

Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari
anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar
appendik dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Impresi ireguler pada
basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan gagalnya barium memasuki
appendik (20% tak terisi) Terisinya sebagian dengan distorsi bentuk kalibernya tanda
appendisitis akut,terutama bila ada impresi sekum. Sebaliknya lumen appendik yang paten
menyingkirkan diagnosa appendisitis akut. Bila barium mengisi ujung appendik yang bundar
dan ada kompresi dari luar yang besar dibasis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya
appendik tanda abses appendik Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah
intestinal lainnya yang menyerupai appendiks, misalnya penyakit Chron’s, inverted
appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna.

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun apendisitis
dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis apendisitis akut diperlukan keahlian, ketelitian, dan
sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang normal jarang tampak dengan
pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari
6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada
penampakan transversal (Gustavo GR, 1995) Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan
perbedaan densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm.
Keadaan apendiks supurasi atau gangrene ditandai dengan distensi lumen oleh cairan,
penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi
ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses
tunggal atau multipel (Gustavo GR, 1995).

Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada
beberapa penelitian, akurasi antara 90 – 94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu
85 dan 92% (Erik K, 2003). Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut,
ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan
dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks
mengalami ruptur atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara
maka abses apendiks dapat diidentifikasi.

Ultrasound adalah suatu prosedur yang tidak menyakitkan yang menggunakan gelombang
suara untuk mengidentifikasi organ-organ dalam tubuh. Ultrasound dapat mengidentifikasi
appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik hanya dapat dilihat pada
50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya apendiks
selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya appendisitis. Ultrasound juga berguna pada
wanita sebab dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba
falopi dan uterus yang gejalanya menyerupai appendisitis. Hasil usg dapat dikatagorikan
menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan
appendik. Hasil usg yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus.
Hasil usg dikatakan kemungkinan appaendik jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan
dilatasi appendik di daerah fossa iliaka kanan, atau dimana usg di konfermasikan dengan
gejala klinik dimana kecurigaan appendisitis.
3. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan skening ini.
Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat,
mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-Scan
sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon.

Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:


Ultrasonografi CT-Scan
Sensitivitas 85% 90 - 100%
Spesifisitas 92% 95 - 97%
Akurasi 90 - 94% 94 - 100%
Keuntungan Aman Lebih akurat
relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan
flegmon lebih baik
Dapat mendignosis kelainan Mengidentifikasi apendiks
lain pada wanita normal lebih baik
Baik untuk anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal
Sulit secara tehnik Radiasi ion
Nyeri Kontras
Sulit di RS daerah Sulit di RS daerah

Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk
mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan adanya
penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendisitis.

4. Laparoskopi (Laparoscopy)

Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk kelainan
intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, laparoskopi dapat
berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendisitis
secara langsung, laparoskopi juga dapat digenakan untuk melihat keadaan organ
intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada
apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi

5. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis apendisitis
akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi apendisitis akut.
Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran
histopatologi apendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi
apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan opersi Riber et al, pernah meneliti variasi
diagnosis histopatologi apendisitis akut. Hasilnya adlah perlu adanya komunikasi antara ahli
patologi dan antara ahli patologi dengan ahli bedahnya.

Difinisi histopatologi apendisitis akut:


1 Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.
2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.
3 Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.
4 Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler, dengan atau
tanpa terlibatnya lapisan mukusa.
5 Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan keterlibatan
lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis.

Reaksi fase akut (Acute phase reaction)

Reaksi fase akut adalah pertahanan pertama tubuh dalam melawan proses inflamasi (innate
immune), yang berfungsi tanpa melalui sistem spesifik dan memori (adaptive immune).
Inflamasi adalah respon terhadap kerusakan jaringan oleh stimulus yang dapat berupa trauma
mekanik, nekrosis jaringan, dan infeksi. Tujuan proses inflamasi adalah untuk melawan agen
pengrusak, awal proses perbaikan, dan mengembalikan fungsi jaringan yang rusak. Proses
inflamasi dapat berlangsung akut dan kronik. Inflamasi akut dapat disebabkan oleh agen
mikroba (virus, bakteri, jamur, dan parasit), trauma, nekrosis jaringan oleh kanker, arthritis
rematiod, luka bakar, dan toksin yang disebabkan oleh obat atau radiasi.

Keadaan inflamasi merangsang tubuh untuk mengeluakan sitokin dan hormon yang berfungsi
dalam regulasi haematopoesis, sintesis protein, dan metabolisme. Sistem immun dibagi
menjadi dua, immun bawaan (innate immune) dan immune didapat (adaptive immune)
Immun bawaan terdiri dari sel fagosit, sistem komplemen, dan fase akut protein, bekerja
tanpa melalui proses spesifik dan memori. Ketika sel fagosit teraktivasi, maka ia akan
memacu sintesis sitokin. Sitokin tidak hanya berfungsi dalam regulasi sistem immun bawaan,
tetapi juga sistem immun yang didapat.

Ada 4 komponen yang menyertai proses inflamasi akut, yaitu:

1. Dilatasi vaskuler (permaebilitas vaskuler meningkat)

Dilatasi vaskuler (permaebilitas membaran meningkat) adalah relaksasi muskulus vaskuler


yang menyebabkan jaringan hiperemis. Proses transudasi yang terjadi melalui membran sel,
diikuti lepasnya sel PMN (polimorfonuklear) ke jaringan. Jika fibrinogen terekstravasasi
kedalam jaringan juga, maka terjadilah mekanisme pembekuaan .

2. Emigrasi neutrofi

Emigrasi neutrofil dimulai dengan menempelnya sel ini pada permukaaan endotel. Sel PMN
tampak dominan menempel pada permukaan endotel. Emigrasi sel neutrofil pada area
inflamasi disebabkan adanya faktor kemotatik. Keterlibatan proses immun-kompleks dalam
proses awal inflamasi, menyebabkan faktor kemotaktik mengaktivasi komplemen C5a.
Komplemen C5a ini kemudiaan menyebabkan sel PMN tertarik ke area inflamasi. Produk
bakteri juga bersifat kemotaktik terhadap sel PMN. Intensitas dan durasi emigrasi sel PMN
biasanya dalam 24-48 jam, tergantung faktor kemotaktik pada area inflamasi

3. Eemigrasi sel mononuclea

Proses ini dimulai 4 jam setelah adanya stimulasi dan mencapai puncaknya 16-24 jam. Pada
keadaan awal respon seluler, sel mononuklear akan tampak dalam jumlah sedikit bersama sel
polimorfonuklear. Keluarnya sel mononuclear ini distimulasi oleh proses fagositosis debris,
produk fagositosis neutrofil, dan sitokin . Proses terakhir inflamasi adalah proliferasi seluler

4. Pproliferasi seluler.

Proses ini diawali dengan proliferasi fibroblas yang dimulai dalam 18 jam dan mencapai
puncaknya 48 sampai 72 jam. Fibroblas mengeluarkan acidic mukopolysaccharides yang
menetralisis afek beberapa mediator kimiawi. Pada akhir proses ini diharapkan kembalinya
fungsi area yang terkena inflamasi, namun dalam beberapa keadaan, proses ini berakhir
dengan terbentuknya abses dan granuloma

Diagnosis Banding

Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis banding,


diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan seperti gastroenteritis, ileitis terminale,
tifoid, divertikulitis meckel tanpa perdarahan, intususepsi dan konstipasi. Gangguan alat
kelamin perempuan termasuk diantaranya infeksi rongga panggul, torsio kista ovarium,
adneksitis dan salpingitis. Gangguan saluran kencing seperti infeksi saluran kencing, batu
ureter kanan. Penyakit lain seperti pneumonia, demam dengue dan campak

q Kelainan Gastrointestinal

· Cholecystitis akut

· Divertikel Mackelli

Merupakan suatu penonjolan keluar kantong kecil pada usus halus yang biasanya berlokasi di
kuadran kanan bawah dekat dengan appendik. Divertikulum dapat mengalami inflamasi dan
bahkan perforasi ( robek atau ruptur). Jika terjadi inflamasi atau perforasi, harus ditangani
dengan pembedahan.

· Enterirtis regional

· Pankreatitis

o Kelainan Urologi

· Batu ureter

· Cystitis

o Kelainan Obs-gyn

· Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

· Salphingitis akut (adneksitis) à keputihan (+)

Penyakit peradangan panggul. Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat appendik.
Wanita yang aktif secara seksual dapat mengalami infeksi yang melibatkan tuba falopi dan
ovarium. Biasanya terapi antibiotik sudah cukup, dan pembedahan untuk mengangkat tuba
dan ovarium tidak perlu.

Penatalaksanaan

o Appendiktomi

§ Cito  à akut, abses & perforasi

§ Elektif  à kronik

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi apendiks normal yang
dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada apendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak
masalah.

o Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat)

§ Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)

§ Diet rendah serat

§ Antibiotika spektrum luas

§ Metronidazol

§ Monitor : Infiltrat, tanda2 peritonitis(perforasi), suhu tiap 6 jam, LED, AL à bila baikà
mobilisasi à pulang

Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan. Pipa nasogastrik
dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya muntah pada waktu
induksi anestesi. Pada apendisitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena perforasi
menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan anak sudah sakit berat.
Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan
febris. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan
pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi
distensi abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka
diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara intravena,
kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi. Setelah pemberian
cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan kekurangan cairan. Sebelum
pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan
demam diberikan acetaminophen suppositoria (60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C
pada saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol
demam.

Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan apendisitis, antibiotika
profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi apendisitis. Pemberian antibiotika
dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan
secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat
berguna untuk kasus-kasus perforasi apendisitis . Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah
pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif
melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah
pembedahan. Kombinasi ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin
(40mg/kg) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan
menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi. Metronidasol aktif terhadap bakteri gram
negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah
dan dapat dijadikan pengganti klindamisin

Pembedahannya adalah dengan apendektomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc Burney
(Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut
dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi
(Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000).

Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi :

1. Cutis

2. Sub cutis

3. Fascia Scarfa

4. Fascia Camfer

5. Aponeurosis MOE

6. MOI

7. M. Transversus

8. Fascia transversalis

9. Pre Peritoneum

10. Peritoneum

Anda mungkin juga menyukai