Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN APENDIKSITIS AKUT

DI RUANG KAKAP RSUD PANDEGA PANGANDARAN

DISUSUN OLEH :

RENALIS

NIM.

PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS GALUH

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


LAPORAN PENDAHULUAN

APENDIKSITIS

I. Konsep teori
A. Definisi
Apendisitis atau radang usus buntu adalah kondisi yang disebabkan oleh
adanya peradangan pada usus buntu (apendiks). Usus buntu (apendiks) sendiri
merupakan organ berbentuk kantong yang terhubung ke usus besar dari sisi
kanan bawah perut.Fungsi usus buntu sendiri yaitu mendukung tubuh untuk
menjaga kesehatan sistem pencernaan dan kekebalan tubuh, terutama pada
anak-anak
B. Etiologi

sumbatan saluran usus buntu oleh infeksi di rongga usus buntu, sehingga
menyebabkan bakteri berkembang dengan cepat dan menimbulkan
peradangan, pembengkakan hingga nanah pada usus buntu. Pembengkakan
dapat menghambat aliran darah pada bagian usus buntu menyebabkan
kematian jaringan yang diikuti oleh pembentukan lubang pada dinding usus
buntu. Sejumlah faktor yang menjadi penyebab radang usus buntu adalah
sebagai berikut:

 Pembengkakan atau penebalan pada jaringan dinding usus buntu


(apendiks) yang disebabkan oleh adanya infeksi di saluran pencernaan
atau bagian tubuh lain
 Adanya hambatan di pintu rongga usus yang disebabkan oleh
penumpukan kotoran yang mengeras
 Kondisi medis tertentu, misalnya tumor perut
 Penyumbatan rongga usus buntu (apendiks) yang disebabkan oleh
pertumbuhan parasit di organ pencernaan, misalnya infeksi cacing
kremi (ascariasis)
C. Patofisiologi

Kanker terjadi karena pertumbuhan abnormal sel-sel ganas. Sel ganas


ini yang membelah dan meningkatkan kecepatan tinggi kematian sel normal.
Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam jumlah sel-sel yang abnormal
dalam organ. Setelah tingkat abnormal menetap, mutasi gen juga akan terjadi
lagi yang akan mengakibatkan peningkatan jumlah sel abnormal. Sebagai hasil
dari semua ini, kanker berkembang sangat cepat dan jika pengobatan tidak
dimulai pada tahap awal, proses ini akan terus berlanjut.

Kanker dapat terjadi pada setiap bagian dari organ. Dalam kanker
prostat, sebagian besar berasal dari kanker di zona perifer, diikuti oleh pusat
dan zona peralihan. Ini umumnya terjadi, tetapi mungkin kanker multi-fokus
juga muncul di berbagai daerah di prostat pada saat yang sama. Setelah proses
kanker merasuk, menyebar ke leher kandung kemih, saluran ejakulasi dan
vesikula seminalis. Penyebaran ke kandung kemih dan vesikula seminalis
invasi local dari kanker.

D. Kanker yang masih terbatas pada prostat atau masih berada pada tahap
invasive memiliki prognosis yang lebih baik. Tapi setelah kanker berkembang
ke bagian lain dari tubuh, pengelolaan menjadi sulit. Proses penyebaran kanker
dari organ asal ke organ –organ yang jauh seperti hati atau paru-paru atau
tulang disebut metastasis. Dalam banyak kanker, akan melibatkan metastasis
kanker prostat limfadenopati tetapi mungkin juga tanpa limfadenopati.

E. Pathway

F. Manifestasi Klinis

Variasi lokasi anatomis apendiks dapat mengubah gejala nyeri yang


terjadi. Pada anak-anak dengan letak apendiks yang retrocecal atau pelvis,
nyeri dapat terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada
umbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga
merupakan gejala yang umum terutama pada anak dengan apendisitis
retrocecal atau pelvis. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau
kandung kemih, gejala dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak
nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung kemih Ketika
peradangan berkembang mengakibatkan tanda-tanda peradangan termasuk
right lower quadrant guarding dan rebound tenderness di atas titik McBurney
berada 1,5 hingga 2 inci dari tulang belakang iliaka superior anterior pada garis
lurus ke umbilicus, rovsing's sign , dunphy's sign, bahkan tanda tanda lain
seperti psoas sign dan obturator sign bisa terjadi namun jarang (Jones et al.,
2019). Pasien dengan apendisitis ringan biasanya hanya tampak sakit ringan
dengan denyut nadi dan suhu yang biasanya hanya sedikit di atas normal.
Pemeriksa harus memperhatikan proses penyakit lainnya di samping
apendisitis atau adanya komplikasi seperti perforasi, phlegmon, atau
pembentukan abses jika suhunya lebih dari 38,3 °C. Pasien dengan apendisitis
akan ditemukan berbaring diam untuk menghindari iritasi peritoneum yang
disebabkan oleh gerakan, dan beberapa akan melaporkan ketidaknyamanan
yang disebabkan oleh berkendara dalam perjalanan ke rumah sakit atau klinik,
batuk, bersin, atau tindakan lain yang mereplikasi valsava maneuver. Seluruh
perut harus diperiksa secara sistematis mulai di daerah di mana pasien tidak
melaporkan ketidaknyamanan dalam gejala yang memungkinkan

G. Komplikasi
a. Abses. Abses atau terbentuknya kantung berisi nanah merupakan
komplikasi yang muncul sebagai usaha alami tubuh dalam menangani
infeksi pada usus buntu. Kantung yang berisi nanah tersebut dapat
ditangani dengan antibiotik atau dengan melakukan penyedotan nanah
dari kantung tersebut. Namun, penderita penyakit usus buntu yang akan
menjalani operasi, abses dan area disekitarnya akan dibersihkan dengan
hati-hati serta diberikan antibiotik.
b. Peritonitis. Peritonitis merupakan infeksi pada lapisan dalam perut atau
peritoneum. Peritonitis dapat terjadi bila usus buntu pecah hingga
infeksi menyebar sampai ke seluruh rongga perut. Pada umumnya
penderita penyakit usus buntu akan merasakan nyeri yang kuat dan
terus menerus pada seluruh bagian perut, demam, hingga detak jantung
yang lebih cepat bila mengalami kondisi ini. Kemungkinan terburuk
bila peritonitis tidak segera mendapatkan penanganan yang baik, adalah
kematian. Peritonitis harus segera diobati dengan pemberian obat
antibiotik dan operasi bedah terbuka secepatnya agar usus buntu dapat
diangkat serta membersihkan rongga perut.
c. Sepsis. Sepsis adalah kondisi dimana bakteri dari usus buntu yang
pecah dan berisiko masuk ke aliran darah. Hal ini merupakan kondisi
yang serius, karena ketika peradangan yang terjadi telah meluas dan
tersebar ke organ-organ tubuh lain, sehingga membutuhkan
penanganan rumah sakit lebih lanjut.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
 SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3
 Neutrofil meningkat sampai 75%,
 Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
 Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir Kenaikan dari sel darah
putih (leukosit) hingga 10.000- 18.000/mm3. Jika peningkatan
lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).
b. Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
 Ultrasonografi (USG)
 CT Scan
 Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram
c. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling)
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi).
 Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg
sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.
 Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha ditekuk kuat
atau tungkai diangkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut
semakin parah (proas sign).
 Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa
nyeri juga.
 Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
 Pada apendiks terletak pada retrosekal maka uji proas akan
positif dan tanda rangsangan peritoneum akan lebih menonjol
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan definitif appendicitis adalah dengan apendiktomi. Sebelum
dilakukan tindakan apendiktomi, pasien dapat diberikan resusitasi cairan,
analgesik, dan antibiotik intravena.
a. Terapi Suportif. Pada instalasi gawat darurat, klinisi perlu mengevaluasi
pasien dengan keluhan nyeri perut secara cepat dan tepat. Pada pasien dengan
kecurigaan appendicitis, tata laksana secara oral perlu dihindari. Pemasangan
akses intravena (IV) dan resusitasi cairan perlu diberikan pada pasien dengan
memperhitungkan defisit cairan dan kebutuhan pemeliharaan, terutama pada
pasien yang disertai gejala klinis dehidrasi atau septisemia.[3,6]
1) Pemberian analgesik dan antiemetik dapat dipertimbangkan sesuai
dengan kebutuhan pasien. Walaupun terdapat kontroversi sebelumnya
mengenai pemberian analgesik yang dapat menutupi gejala nyeri perut,
tidak ditemukan bukti ilmiah yang memadai untuk mendukung
penundaan analgesik. Suatu meta-analisis dari 9 uji klinis acak
terkontrol menyatakan bahwa pemberian opioid tidak meningkatkan
risiko penundaan pembedahan.
2) Paracetamol dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat
dipertimbangkan sebagai manajemen nyeri pada pasien dengan
kecurigaan appendicitis, terutama pada pasien yang memiliki
kontraindikasi opioid.[1,6]
b. Pembedahan
Apendektomi yang dilakukan dengan laparoskopi dan laparotomi merupakan
manajemen standar appendicitis. Kedua prosedur tersebut merupakan operasi rutin
dengan risiko cukup rendah. Morbiditas dan mortalitas terutama ditentukan oleh
tingkat keparahan penyakit itu sendiri.

II. Data Fokus Pengkajian


A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggal masuk rs, tanggal pengkajian
2. Riwayat keluhan utama meliputi
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
6. Pemeriksaan Fisik
B. Analisa data

Data yang Menyimpang Etiologi Masalah

Nyeri akut
Do : Agen pencedera fisik

- Tampak meringis
- Bersikap protektif
(mis: waspada,
posisi
menghindari
nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur

Ds :

- Mengeluh nyeri

Trauma, kerusakan Resiko infeksi


Do : jaringan dan
prosedur invasi
- Takut luka nya Kontak dengan dunia
tidak cepat kering luar
- Tidak tahu cara Tempat masuknya
merawat luka mikroorganisme
dengan baik Tidak adekuatnya
pertahanan sitem
- Ds : imun

- Tindakan invasif
- Kerusakan
integritas kulit
Karena Operasi

- Demam

- Kemerahan

- Bengkak

- Kadar sel darah


putih kurang dari
nilai normal

Do : Prosedur Resiko
- Temperatur pembedahan mayor ketidakseimbangan
cairan
(suhu) :
38,1°c
- Pulse (nadi)
:
102x/menit
- Respiratory
(pernafasan):
20x/menit
- Tekanan darah
: 120/80
mmhg

Ds : -

C. Diagnose keperawatan
 Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik d.d luka post oprasi
 Risiko tinggi infeksi b.d efek prosedur invasif d.d luka
 Resiko ketidakseimbangan cairan b.d prosedur pembedahan d.d mual dan
muntah
D. NCP (Nurse Care Planing)

Diagnosa tujuan Intervensi

Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238)


Nyeri akut b.d
1. Keluhan nyeri menurun Observasi
Agen
pencedera 2. Meringis menurun
3. Sikap protektif menurun ● Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisik d.d luka frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
4. Gelisah menurun
post operasi ● Identifikasi skala nyeri
5. Kesulitan tidur menurun
6. Frekuensi nadi membaik ● Idenfitikasi respon nyeri non verbal
● Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
● Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
● Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
● Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
● Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
● Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik

● Berikan Teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
● Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
● Fasilitasi istirahat dan tidur
● Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi

● Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


nyeri
● Jelaskan strategi meredakan nyeri
● Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
● Anjurkan menggunakan analgesik secara
tepat
● Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi

● Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

tingkat infeksi menurun Pencegahan infeksi (I.14539)


Risiko infeksi menurun L.14137
1. Demam menurun Observasi
b.d efek
prosedur 2. Kemerahan menurun
3. Nyeri menurun ● Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
invasif d.d dan sistemik
4. Bengkak menurun
luka
5. Kadar sel darah putih
Terapeutik
membaik
● Batasi jumlah pengunjung
● Berikan perawatan kulit pada area edema
● Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
● Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi

● Jelaskan tanda dan gejala infeksi


● Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
● Ajarkan etika batuk
● Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
● Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
● Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

Resiko Keseimbangan cairan Manajemen cairan (I.03098)


ketidakseimba meningkat (L.03020)
ngan cairan 1. Asupan cairan meningkat Observasi
b.d prosedur 1. Output urin meningkat
pembedahan ● Monitor status hidrasi (mis: frekuensi
2. Membrane mukosa lembab nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
d.d mual dan meningkat
muntah 3. Edema menurun kapiler, kelembaban mukosa, turgor
4. Dehidrasi menurun kulit, tekanan darah)
5. Tekanan darah membaik ● Monitor berat badan harian
6. Frekuensi nadi membaik ● Monitor berat badan sebelum dan
7. Kekuatan nadi membaik sesudah dialisis
8. Tekanan arteri rata-rata ● Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
membaik (mis: hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis
9. Mata cekung membaik urin, BUN)
10. Turgor kulit membaik ● Monitor status hemodinamik (mis: MAP,
CVP, PAP, PCWP, jika tersedia)

Terapeutik

● Catat intake-output dan hitung balans


cairan 24 jam
● Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
● Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi

● Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

Pemantauan cairan (I.03121)


Observasi

● Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


● Monitor frekuensi napas
● Monitor tekanan darah
● Monitor berat badan
● Monitor waktu pengisian kapiler
● Monitor elastisitas atau turgor kulit
● Monitor jumlah, warna, dan berat jenis
urin
● Monitor kadar albumin dan protein total
● Monitor hasil pemeriksaan serum (mis:
osmolaritas serum, hematokrit, natrium,
kalium, dan BUN)
● Monitor intake dan output cairan
● Identifikasi tanda-tanda hypovolemia
(mis: frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering,
volume urin menurun, hematokrit
meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin
meningkat, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
● Identifikasi tanda-tanda hypervolemia
(mis: dispnea, edema perifer, edema
anasarca, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojugular positif,
berat badan menurun dalam waktu
singkat)
● Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pancreas, penyakit
ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik

● Atur interval waktu pemantauan sesuai


dengan kondisi pasien
● Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

● Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
Dokumentasikan hasil pemantauan

Anda mungkin juga menyukai