Anda di halaman 1dari 18

Konsep Penyakit

A. Pengertian

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen


akut yang paling sering (Mansjoer,2000).

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum
dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai
aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman,
1989).

Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang be rlanjut melalui peradangan,


obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).

Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).

B. Etiologi

1. Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :


o Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
o Tumor apendiks.
o Cacing ascaris.
o Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
o Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer , 2000 :
o Hiperflasia folikel limfoid.
o Fekalit.
o Benda asing.
o Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
o Neoplasma.
3. Menurut Markum, 1996 :
o Fekolit
o Parasit
o Hiperplasia limfoid
o Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
o Tumor karsinoid

C. Patofisiologi

Menurut Mansjoer, 2000:

Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen
apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar
umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan
spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa,
dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan
bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan
terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas
dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan
bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau
bahkan menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Tahapan Peradangan Apendisitis

1. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)


2. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena
dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)
D. Manifestasi Klinik

1. Menurut Betz, Cecily, 2000 :


o Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan
bawah
o Anoreksia
o Mual
o Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang
lebih besar).
o Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
o Nyeri lepas.
o Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
o Konstipasi.
o Diare.
o Disuria.
o Iritabilitas.
o Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4
sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
2. Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 :

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau


periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat
bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan
denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan
nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis.

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa
secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu
timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri
berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini,
penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri
bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian


perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di
daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah,
nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa
menyebabkan syok.

E. Komplikasi

1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :


o Perforasi.
o Peritonitis.
o Infeksi luka.
o Abses intra abdomen.
o Obstruksi intestinum.
2. Menurut Mansjoer, 2000 :

Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi


peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan
menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi
dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa
tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding


perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses
yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila
perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi
sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi
untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai
penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT,
puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian
antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang
sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan
syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah
yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini
dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin,
metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera
menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian.
Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses
daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi
positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan


komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam
sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi
apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi
dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan
fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi
akibat perlengketan.

F. Pemeriksaan Penunjang

o Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran


perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran
garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
o Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat.
o Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
o Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
o Pada enema barium apendiks tidak terisi.
o Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses
apendiks.
o Radiologi
G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :

1. Sebelum operasi
o Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
o Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
o Rehidrasi
o Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
o Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil,
largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer
diberikan setelah rehidrasi tercapai.
o Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
o Apendiktomi.
o Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
o Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

3. Pasca operasi
o Observasi TTV.
o Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah.
o Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
o Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selama pasien dipuasakan.
o Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
o Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan
hari berikutnya diberikan makanan lunak.
o Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2×30 menit.
o Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
o Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :

o Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
o Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih
jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
o Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien


dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan
peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-
baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan
pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda
ditandai dengan :

o Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.


o Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu
tubuh tidak tinggi lagi.
o Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
o Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian


antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan
lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks
telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau tanpa peritonitis umum.
Asuhan Keperawatan Anak dengan Apendiksitis

A. Pengkajian

Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002),
antara lain :

1. Anamnesa

Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :

o Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar


epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri
perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri
di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
o Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan
masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
o Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
o Kebiasaan eliminasi.

2. Pemeriksaan Fisik

o Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit


ringan/sedang/berat.
o Sirkulasi : Takikardia.
o Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
o Aktivitas/istirahat : Malaise.
o Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
o Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
o Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan
umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi
kaki kanan/posisi duduk tegak.
o Demam lebih dari 380C.
o Data psikologis klien nampak gelisah.
o Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
o Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
o Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan
diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :

Pre Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual,muntah, anoreksia.

Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
yang tidak adekuat.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification
(NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome
Classification ( NOC) , antara lain :

Pre Operasi

Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

 Nyeri berkurang
 Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
 Kegelisahan atau keteganganotot
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi

 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan,


factor presipitasinya.
 Observasi ketidaknyamanan non verbal.
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien


adekuat.

Kriteria Hasil :

 Mempertahankan berat badan.


 Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
 Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
 Turgor kulit baik.

Intervensi

 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.


 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
 Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
 Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
 pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

Post Operasi

Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat


berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :

 Nyeri berkurang
 Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
 Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi

 Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.


 Observasi ketidaknyamanan non verbal
 Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
 Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
 Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat
nyeri.
 Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
 Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan


yang tidak adekuat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan


cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.

Kriteria Hasil :

 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine


normal, HT normal.
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa
lembab.
 Tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
 Monitor vital sign dan status hidrasi.
 Monitor status nutrisi
 Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu
pembekuan.
 Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
 Atur kemungkinan transfusi darah.

DX III. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada tanda-


tanda infeksi.

Kritea hasil:

 Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar


 Bebas dari tanda-tanda infeksi

Intervensi:
 Awasi tanda-tanda vital.
 Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik
 Observasi keadaan luka dan insisi.
 Kolaborasi dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi

D. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat


terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Evaluasi pada pasien pre appendiktomi dan post appendiktomi :
1. Klien sudah tidak merasakan nyeri
2. Nutrisi sudah terpenuhi
3. Tidak ada tanda tanda terjadi nya infeksi
Daftar Pustaka

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta:EGC
Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.
Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999.

Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian


Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,


Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.

Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta :


Media Aesculapius.

Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

Nelson.1994.Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2.Jakarta: EGC.

Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta :
EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta:


EGC 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses
tanggal 1 Juni 2008.

Anda mungkin juga menyukai