DISUSUN OLEH:
LIVINGSTONE D.S.IMANUEL
HANSEN R.ANDUNG
TINGKAT 2C
MATA KULIAH:KMB 2
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN APENDIKTOMI
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
1. Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
Tumor apendiks.
Cacing ascaris.
Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer , 2000 :
Hiperflasia folikel limfoid.
Fekalit.
Benda asing.
Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
Neoplasma.
3. Menurut Markum, 1996 :
Fekolit.
Parasit.
Hiperplasia limfoid.
Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya.
Tumor karsinoid.
C. PATOFISIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIK
E. PENATALAKSANAAN
1. Sebelum operasi
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
2. Operasi
Apendiktomi.
3. Pasca operasi
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2×30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
4. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.
F. PENGKAJIAN FOKUS
b. Sirkulasi
c. Eliminasi
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus
d. Makanan / cairan
e. Nyeri kenyamanan
f. Keamanan
g. Pernafasan
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Laboratorium
Obstrusi lumen
Peradangan appendic
Nyeri akut
Resti infeksi
HCL meningkat
Mual, muntah
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
I. FOKUS INTEVENSI/RASIONAL
1. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot
KH :
Intervensi
KH :
Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 3x24 jam akan mencapai
penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan tidak demam.
KH:
Intervensi
J.KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik,
dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis.
Perforasi usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah
yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama
untuk perforasi appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan.
Secara umum, semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar
kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh
karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda -
nunda.
Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan
terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti
bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai
mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian
mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati hidung dan
kerongkongan dan ke dalam perut dan usus. Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah
sepsis, suatu kondisi dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke
bagian tubuh lainnya.
K.PENCEGAHAN
Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat.
Upaya yang dilakukan antara lain:
a. Diet tinggi serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens
timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat
mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan. Serat dalam
makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu
mempercepat sisi -sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi
konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang
mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai
suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi
konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan
tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang
terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak
sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk
Pengkajian dilakukan pada tanggal 1Mei 2s013 jam 14.00 di ruang Dahlia
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Sdr. Y
Umur : 21 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
No. RM : 070293
Suku : Jawa
a. Keluhan Utama
kanan bawah terasa sakit dan panas. Klien mengeluh sakit sekitar jahitan
perut bagian kanan bawah terasa sakit dan panas, keluarga membawa
klien berobat ke Puskesmas Sambi, tetapi selama satu hari minum obat
yang diberikan tidak ada perubahan kondisi, klien masih merasakan sakit
perut dibagian kanan bawah dan muntah. Pada tanggal 26 April 2013
2013 jam 09.00 dengan keluhan perut bagian kanan bawah terasa sakit
30 Juni 2013.
Tabel 3.1
Kemampuan 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi ROM √
Keterangan : 0 = Mandiri
4 = Tergantung total
R: daerah abdomen
S: skala nyeri 4
B Pemeriksaan Fisik
E : 4, V : 5, M : 5
b. Tanda-tanda Vital
TD : 110/70 mmhg
N : 79 x/menit
Rr : 20 x/menit
S : 360 c
c. Abdomen
Perkusi : tympani
1) Infuse RL 20 tpm
D. Data Fokus
Ds :
waktu istirahat.
R: daerah abdomen
S: skala nyeri 4
Do :
2) Terdapat luka jahitan pada abdomen, jahitan rapi, luka bersih, tidak
ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak, panjang luka ± 5 cm, terdapat
3) Tanda-tanda Vital
TD : 110/70 mmhg
N : 79 x/menit
Rr : 20 x/menit
S : 360 c
BB : 70 kg
TB : 170 cm
IMT : BB(kg)/TB(m)2
70/1.72 = 24. 39
E. Diagnosa Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan penulis meliputi evaluasi proses dan hasil, sehingga
tindakan keperawatan yang dilakukan apabila belum berhasil sesuai tujuan tindakan
diulang pada waktu yang sama atau modifikasi sesuai perencanaan dari diagnose
yang muncul.
1.Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan intestinal Hasil yang dicapai
sebagian dengan data subjektif : nyeri pada luka jahitan sudah berkurang.
Adapun data objektif yang didapat klien tampak tenang, luka jahitan tampak
bersih dan kering, tidak ada pus, karena data yang didapatkan belum sesuai
Evaluasi yang didapatkan dari tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko
infeksi adalah data subjektif klien mengatakan rasa panas pada luka jahitan
sudah berkurang, sedangkan data objektif luka jahitan tampak bersih dan
F. Simpulan
Setelah memberikan asuhan keperwatan selama tiga hari mulai tanggal 1 Mei
meliputi: nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, resiko infeksi
keperawatan mengacu pada tujuan yang ditentukan pada saat menyusun rencana
tindakan. Adapun masalah yang teratasi sebagian antara lain : nyeri akut
berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, masalah ini teratasi sebagian karena
pasien mengatakan masih nyeri, maka intervensi dilanjutkan kaji skala nyeri ajarkan
Jones DJ dan Irving, MH, (1997), Petunjuk Penting Penyakit Kolorektal, EGC,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran.
Syaifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, edisi 2 EGC, Jakarta