Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN APENDIKTOMI

 DISUSUN OLEH:
 LIVINGSTONE D.S.IMANUEL
 HANSEN R.ANDUNG
 TINGKAT 2C
 MATA KULIAH:KMB 2

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU

TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN APENDIKTOMI

A. PENGERTIAN

Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4


inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C.,
2001).

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).

      Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera


mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C, 2001).

B. ETIOLOGI
1. Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
 Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
 Tumor apendiks.
 Cacing ascaris.
 Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
 Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer , 2000 :
 Hiperflasia folikel limfoid.
 Fekalit.
 Benda asing.
 Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
 Neoplasma.
3. Menurut Markum, 1996 :
 Fekolit.
 Parasit.
 Hiperplasia limfoid.
 Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya.
 Tumor karsinoid.
C. PATOFISIOLOGI

Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen
apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan
terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus
dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari
lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke
peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai
naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
diding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis
perforasi. Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau
bahkan menghilang. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks
lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2000)

D. MANIFESTASI KLINIK

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau


periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih
ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan
muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif,
dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri
maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan
lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing,
psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis. Apendisitis
memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang
hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut
sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam,
rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8°C. Pada
bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang
tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya
tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan menurur Mansjoer, 2000 :

1. Sebelum operasi

 Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.

 Pemasangan kateter untuk control produksi urin.

 Rehidrasi

 Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.

 Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk


membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.

 Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2. Operasi

 Apendiktomi.

 Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka


abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

 Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin


mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

3. Pasca operasi

 Observasi TTV.

 Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.

 Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

 Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.

 Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa


dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.

 Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30


ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.

 Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2×30 menit.

 Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.

 Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

4. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :

 Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.

 Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas


terdapat tanda-tanda peritonitis.

 Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat


pergeseran ke kiri.

5. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,


karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan
dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :

 Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.


 Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi.

 Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan


hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.

 Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

 Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian


antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan
lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks
telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau tanpa peritonitis umum.

F. PENGKAJIAN FOKUS

1. Dasar data pengkajian Pasien


a. Aktivitas atau istirahat

Gejala    :    Malaise

b. Sirkulasi

Tanda    :    Takikardia

c. Eliminasi

Gejala    :    Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)

Tanda    :    Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus

d. Makanan / cairan

Gejala    :    Anoreksia, mual / muntah

e. Nyeri kenyamanan

Gejala    :    Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang meningkat


berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Mc. Burney (setengah jarak
antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin,
batuk, atau nafas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba di duga perforasi atau infark
pada appendiks) keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala tidak jelas
(sehubungan dengan lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda    :    Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan
lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan atau posisi duduk tegak nyeri lepas pada sisi kiri di duga
inflamasi peritoneal.

f. Keamanan

Tanda    :    Demam (biasanya rendah)

g. Pernafasan

Tanda    :    Takipnea, pernafasan dangkal

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan


diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala
dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level
disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan).
pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

b. Laboratorium

Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih


dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya
lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran
ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter
atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon
fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi
lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat
pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada
infeksi pada ginjal.
G. PATHWAYS KEPERAWATAN

Makan tidak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras fases

Obstrusi lumen

Suplay darah menurun, mukosa terkikis

Peradangan appendic

Nyeri akut

Perforasi abses Distensi abdomen

Apendiktomi Menekan gaster

Resti infeksi
HCL meningkat

Mual, muntah

Keb. Nutrisi kurang


dari keb tubuh

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual,muntah, anoreksia.
Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

2. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan


terhadap bakteri skunder terhadap luka.

I. FOKUS INTEVENSI/RASIONAL

1. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien


mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.

KH :

 Nyeri berkurang bahkan hilang

 Pasien tampak rileks

Intervensi

a. Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri

R/ Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan


keperawatan.

b. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam

R/ relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih


nyaman.

c. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.

R/ Istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.

d. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.

R/ Untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman

2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, yeng berhubungan dengan


peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan
penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah, pemembatasan diet.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko
penurunan nutrisi tidak terjadi. Status nutrisi asekuat.

KH :

Intervensi       

a. Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian optimal

R/ Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein

b. Diskusikan kebutuhan nutrisi dan sumber diet

R/ Karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan fibroblas

c. Lakukan tindakan untuk mengurangi mual

R/ Anjurkan cepat merangsang pusat muntah dengan pembangkit eferen

d. Pertahankan hygiene oral yang baik setiap waktu

R/ Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan

e. Kolaborasi pemberian agen antiemetik sebelum makan bila diindikasikan

R/ Antiemetik, mencegah mual dan muntah

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 3x24 jam akan mencapai
penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan tidak demam.

KH:

 Resiko infeksi tak terjadi

 Luka bekas insisi sembuh

Intervensi

a. Tingkatkan cuci tangan yang baik

R/ Menurunkan resiko kontaminasi silang.


b. Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya
eritema /inflamasi kehilangan penyatuan luka.

R/ Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan


mewaspadakan staf terhadap dini infeksi.

c. Gunakan antiseptik atau kebersihan yang ketet sesuai indikasi untuk


menguatkan atau menganti balutan dan bila menangani
drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh atau menggaruk insisi

R/ Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat


memerlukan post prostese

d. Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi

R/ Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.

J.KOMPLIKASI
Komplikasi  utama  apendisitis  adalah  perforasi  apendiks  yang  dapat  berkembang 
menjadi peritonitis  atau  abses.  Insidens  perforasi  adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi  pada  anak  kecil  dan lansia.  Perforasi  secara  umum  terjadi  24  jam  setelah  awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan  toksik,
dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002). 
Komplikasi  yang  paling  sering  adalah  perforasi  apendisitis. 
Perforasi  usus  buntu dapat  mengakibatkan  periappendiceal abses  (pengumpulan nanah 
yang  terinfeksi)  atau peritonitis difus  (infeksi  selaput  perut  dan  panggul).  Alasan  utama 
untuk  perforasi appendiceal  adalah  keterlambatan  dalam  diagnosis  dan  perawatan. 
Secara  umum, semakin  lama  waktu  tunda  antara  diagnosis  dan  operasi,  semakin  besar 
kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh
karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda -
nunda. 
Komplikasi  jarang  terjadi  pada  apendisitis  adalah  penyumbatan  usus.  Penyumbatan
terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk  berhenti
bekerja,  dan  ini  mencegah  isi  usus  yang  lewat.  Jika  penyumbatan  usus  di  atas  mulai
mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian
mungkin  perlu  untuk  mengeluarkan  isi  usus  melalui  pipa  melewati  hidung  dan
kerongkongan dan ke dalam perut dan usus.  Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah
sepsis, suatu kondisi dimana bakteri menginfeksi  masuk  ke  darah  dan  perjalanan  ke 
bagian  tubuh  lainnya.  

Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah (Hugh A.F. Dudle y, 1992):  


1. Infeksi luka dan perforasi. 
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut.  Perforasi  jarang  terjadi  dalam  12  jam  pertama  sejak  awal  sakit,  tetapi meningkat
tajam  sesudah  24  jam. Perforasi  dapat diketahui  praoperatif pada 70% kasus  dengan
gambaran  klinis  yang  timbul  lebih  dari  36  jam  sejak  sakit,  panas  lebih dari  38,50C,
tampak  toksik,  nyeri  tekan  seluruh  perut,  dan  leukositosis  terutama polymorphonuclear
(PMN).  Perforasi,  baik  berupa  perforasi  bebas  maupun mikroperforasi dapat
menyebabkan peritonitis 
2. Abses residual 
Abses  merupakan  peradangan  appendiks  yang  berisi  pus.  Teraba  massa  lunak  di
kuadran  kanan bawah  atau  daerah  pelvis.  Massa  ini  mula -mula  berupa  flegmon dan
berkembang  menjadi  rongga  yang  mengandung  pus.  Hal  ini  terjadi  bila  appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum 
3. Sumbatan usus akut,  
4. Ileus paralitik 
5. Fistula tinja eksternal 
6. Peritonitis 
Peritonitis  adalah  peradangan  peritoneum,  merupakan  komplikasi  berbahaya  yang dapat
terjadi  dalam  bentuk  akut  maupun  kronis.  Bila  infeksi  tersebar  luas  pada permukaan 
peritoneum  menyebabkan  timbulnya  peritonitis  umum.  Aktivitas  peristaltik berkurang
sampai  timbul  ileus  paralitik,  usus  meregang,  dan  hilangnya  cairan  elek trolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. 

K.PENCEGAHAN

Pencegahan Primer  
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
appendicitis. Upaya  pencegahan  primer  dilakukan  secara  menyeluruh  kepada masyarakat.
Upaya yang dilakukan antara lain:  
a. Diet tinggi serat 

Berbagai  penelitian  telah  melaporkan  hubungan  antara  konsumsi  serat  dan insidens
timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet  tinggi  serat
mempunyai  efek  proteksi  untuk  kejadian  penyakit  saluran pencernaan.  Serat  dalam
makanan  mempunyai  kemampuan  mengikat  air, selulosa,  dan  pektin  yang  membantu 
mempercepat  sisi -sisa  makanan  untuk diekskresikan  keluar  sehingga  tidak  terjadi
konstipasi  yang  mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
b. Defekasi yang teratur  
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang

mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai
suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan  keteraturan  pola
aktivitas  peristaltik  di  kolon.  Frekuensi  defekasi  yang  jarang akan  mempengaruhi
konsistensi  feces  yang  lebih  padat  sehingga  terjadi  konstipasi. Konstipasi  menaikkan
tekanan  intracaecal  sehingga  terjadi  sumbatan  fungsional appendiks  dan  meningkatnya
pertumbuhan  flora  normal  kolon.  Pengerasan  feces memungkinkan adanya bagian yang
terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media  kuman/bakteri  berkembang  biak
sebagai  infeksi  yang  menimbulkan peradangan pada appendiks

Pencegahan Sekunder  
Pencegahan  sekunder  meliputi  diagnosa  dini  dan  pengobatan  yang  tepat  untuk

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. Y

DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI Ke-1


A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 1Mei 2s013 jam 14.00 di ruang Dahlia

RSUD Banyudono pengkajian didapat melalui wawancara dengan pasien, keluarga

dan melalui data status pasien.

1. Identitas

a. Identitas Pasien
Nama : Sdr. Y

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Buruh

No. RM : 070293

Suku : Jawa

Tanggal Masuk : 26 April 2013

Diagnosa Medik : Appendicitis

Alamat : Demangan, Sambi, Boyolali


2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama

Keluhan saat dilakukan pengkajian klien mengatakan perut bagian

kanan bawah terasa sakit dan panas. Klien mengeluh sakit sekitar jahitan

terutama jika digunakan untuk beraktifitas, terasa panas seperti ditusuk-

tusuk, klien mengatakan nyeri hilang timbul.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluarga mengatakan pada tanggal 25 April 2013 klien mengeluh

perut bagian kanan bawah terasa sakit dan panas, keluarga membawa

klien berobat ke Puskesmas Sambi, tetapi selama satu hari minum obat
yang diberikan tidak ada perubahan kondisi, klien masih merasakan sakit

perut dibagian kanan bawah dan muntah. Pada tanggal 26 April 2013

keluarga membawa klien ke RS Asifa Sambi, setelah dilakukan

pemeriksaan, kemudian klien dirujuk ke RSUD Banyudono.

Klien datang ke RSUD Banyudono pada hari jum’at tanggal 26 April

2013 jam 09.00 dengan keluhan perut bagian kanan bawah terasa sakit

dan panas, setelah dilakukan pemeriksaan kemudian klien disarankan

untuk opname di ruang bedah RSUD Banyudono. Kemudian pasien

opname di Ruang Dahlia

RSUD Banyudono lalu dilakukan tindakan oprasi pada tanggal

30 Juni 2013.

c. Pola Aktifitas dan Latihan

Tabel 3.1
Kemampuan 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi ROM √

Keterangan : 0 = Mandiri

1 = Di bantu orang lain

2 = Dengan alat bantu

3 = Di bantu orang lain dan alat

4 = Tergantung total

d. Pola Keamanan dan Kenyamanan

Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan (abdomen), terutama jika

digunakan untuk aktifitas.


P: nyeri pada luka jahitan, jika digunakan untuk bergerak, nyeri

berkurang pada waktu istirahat.

Q: terasa panas seperti ditusuk-tusuk

R: daerah abdomen

S: skala nyeri 4

T: nyeri hilang timbul

B Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos menthis

E : 4, V : 5, M : 5

b. Tanda-tanda Vital

TD : 110/70 mmhg

N : 79 x/menit

Rr : 20 x/menit

S : 360 c

c. Abdomen

Inspeksi : bentuk simentris, terdapat luka post operasi

appendiktomy dengan jahitan rapi, luka bersih, tidak ada pus,

kemerahan berkurang, tidak bengkak, panjang luka ± 5 cm,

terdapat 5 jahitan luka.

Auskultasi : Peristaltik usus 17 x/menit

Perkusi : tympani

Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada pembesaran ginjal

maupun limfa, suhu sekitar luka hangat.


C. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium, 30 Mei 2013

Tabel 3.2 HEMATOLOGI


Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hemoglobin 14.0 gr/dl P: 14-18
W: 12-16
Eritrosit 5.8 x 103/mm3 P: 4.5-6
W: 3.5-5
Leukosit 15.300 % 4-10
Hematokrit 44 Vol% P: 40-50
W: 36-47
Trombosit 167 X 103/mm3 150-400

b. Terapi tanggal 1 Mei 2013

1) Infuse RL 20 tpm

2) Metronidazole 500 gr/8 jam

3) Cefotaxim 1 gr/12 jam

4) Ranitidine 25 mg/12 jam

5) Norages 100 gr/8 jam

6) Inadril sirup 3x1 sendok teh

c. Hasil USG di RSI Yarsis pada tanggal 30 April 2013

1) Suspect Appendicitis : dengan ada periappendicular infiltrate

2) Ada cairan bebas intraabdominal (menyokong peritonitis)

3) Organ-organ abdomen lain normal

D. Data Fokus

Ds :

a. Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan (abdomen), terutama jika

digunakan untuk aktifitas.


P: nyeri pada luka jahitan, jika digunakan untuk bergerak, nyeri berkurang pada

waktu istirahat.

Q: terasa panas seperti ditusuk-tusuk

R: daerah abdomen

S: skala nyeri 4

T: nyeri hilang timbul

b. Klien mengeluh panas di sekitar luka jahitan

Do :

1) Klien tampak meringis menahan sakit, mengerutkan dahi dan tampak

memegangi area yang sakit

2) Terdapat luka jahitan pada abdomen, jahitan rapi, luka bersih, tidak

ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak, panjang luka ± 5 cm, terdapat

5 jahitan luka, suhu sekitar luka hangat

3) Tanda-tanda Vital
TD : 110/70 mmhg

N : 79 x/menit

Rr : 20 x/menit

S : 360 c

BB : 70 kg

TB : 170 cm

IMT : BB(kg)/TB(m)2
70/1.72 = 24. 39

E. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d distensi jaringan intestinal

2. Resiko terjadi infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer


I. Hasil Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan penulis meliputi evaluasi proses dan hasil, sehingga

tindakan keperawatan yang dilakukan apabila belum berhasil sesuai tujuan tindakan

diulang pada waktu yang sama atau modifikasi sesuai perencanaan dari diagnose

yang muncul.

1.Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan intestinal Hasil yang dicapai

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah teratasi

sebagian dengan data subjektif : nyeri pada luka jahitan sudah berkurang.

Adapun data objektif yang didapat klien tampak tenang, luka jahitan tampak

bersih dan kering, tidak ada pus, karena data yang didapatkan belum sesuai

dengan kriteria hasil maka intervensi dilanjutkan dengan mengkaji karakteristik

nyeri, melakukan pemeriksaan TTV, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam,

berkolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian analgetik.

2.Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh

Evaluasi yang didapatkan dari tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko

infeksi adalah data subjektif klien mengatakan rasa panas pada luka jahitan

sudah berkurang, sedangkan data objektif luka jahitan tampak bersih dan

kering, tidak ada pus.

F. Simpulan

Setelah memberikan asuhan keperwatan selama tiga hari mulai tanggal 1 Mei

sampai 3 Mei 2013. Penulis telah mempunyai gambaran tentang asuhan

keperawatan pada Sdr. Y dengan gangguan imonologi : post op apendiktomi hari

ke-1 di ruang Dahlia RSUD Banyudono dengan menggunakan proses keperawatan


meliputi : Diagnosa keperawatan yang muncul pada Sdr. Y yang sesuai dengan teori

meliputi: nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, resiko infeksi

berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahan tubuh. Hasil pelaksanaan asuhan

keperawatan mengacu pada tujuan yang ditentukan pada saat menyusun rencana

tindakan. Adapun masalah yang teratasi sebagian antara lain : nyeri akut

berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, masalah ini teratasi sebagian karena

pasien mengatakan masih nyeri, maka intervensi dilanjutkan kaji skala nyeri ajarkan

teknik relaksasi nafas dalam.


DAFTAR PUSTAKA

Barbara C, Long. (1996), Perawatan Medical Bedah, Yayasan Ikatan Alumni


Keperawatan Pejajaran, Bandung.

Carpenito, L.J. (1996), Rencanan Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi


2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Cameron, (1997), Ilmu Bedah Muthakhir, EGC, Jakarta, Penerbit Buku


kedokteran.

Doenges Marilym E, (1996), Asuhan Keperawatan Dalam Aplikasi Rencana dan


Dokumentasi Proses keperawatan, Edisi 9. EGC,  Jakarta

Darma Adji, (1993), Ilmu Beda, Edisi 7, EGC, Jakarta

Jones DJ dan Irving, MH, (1997), Petunjuk Penting Penyakit Kolorektal, EGC,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran.

Mansjoer Arif, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius,


Jakarta.

Oswari E, (1993), Bedah dan Perawatannya, Gramedia Jakarta

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G Bare (2000), Buku Ajar Keperawatan Medical


Bedah Edisi 8, EGC, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran.

Syaifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, edisi 2 EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai