DISUSUN OLEH:
MATEUS C. KADMAERUBUN
16160051
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4
inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara
10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C, 2001).
Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik periformis
merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2-6
inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup iliocaecal, tepatnya pada
dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.
B. ETIOLOGI
1. Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
Tumor apendiks.
Cacing ascaris.
Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer , 2000 :
Hiperflasia folikel limfoid.
Fekalit.
Benda asing.
Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
Neoplasma.
3. Menurut Markum, 1996 :
Fekolit.
Parasit.
Hiperplasia limfoid.
Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya.
Tumor karsinoid.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Pierce A Grace & Neil R Borley (2006) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan adalah:
1. Ultrasonografi untuk massa apendiks.
2. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum
dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
3. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sek darah putih (hampir selalu leukositosis).
4. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan menurur Mansjoer (2000) :
1. Sebelum operasi
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
Apendiktomi.
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai
dengan :
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis.
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
5. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :
Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi.
Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik
dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
G. KOMPLIKASI
1. Menurut Mansjoer (2000) :
Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini
tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan
mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi
aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut
kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi,
ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis
dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam
posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,
pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan
penanganan syok septik secara intensif, bila ada. Bila terbentuk abses apendiks akan
teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum
atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin,
gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera
menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses
yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang
menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan
drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan
komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil,
hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini
diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang
terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal
juga dapat terjadi akibat perlengketan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada
tidaknya kelemahan.
b. Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen
sebelah kanan bawah.
c. Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.
d. Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping
hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal (16 – 20 kali
permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.
e. Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus ditandai
dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau
retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan
urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter periksa apakah
mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
f. Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga
apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
3. Pemeriksaan Penunjang.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .
b. Pemeriksaan Radiologi
BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan
terhadap bakteri skunder terhadap luka.
J. INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
KH :
Nyeri berkurang bahkan hilang
Pasien tampak rileks
Intervensi:
a. Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
R/ Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
b. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
R/ relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
c. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
R/ Istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
d. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
R/ Untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, yeng berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan
masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah, pemembatasan diet.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko penurunan
nutrisi tidak terjadi. Status nutrisi asekuat.
KH :
Intervensi:
a. Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian optimal
R/ Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein
b. Diskusikan kebutuhan nutrisi dan sumber diet
R/ Karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan fibroblas
c. Lakukan tindakan untuk mengurangi mual
R/ Anjurkan cepat merangsang pusat muntah dengan pembangkit eferen
d. Pertahankan hygiene oral yang baik setiap waktu
R/ Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan
e. Kolaborasi pemberian agen antiemetik sebelum makan bila diindikasikan
R/ Antiemetik, mencegah mual dan muntah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 3x24 jam akan mencapai
penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema dan tidak demam.
KH:
Resiko infeksi tak terjadi
Luka bekas insisi sembuh
Intervensi:
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik
R/ Menurunkan resiko kontaminasi silang.
b. Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya eritema
/inflamasi kehilangan penyatuan luka.
R/ Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan dan
mewaspadakan staf terhadap dini infeksi.
c. Gunakan antiseptik atau kebersihan yang ketet sesuai indikasi untuk
menguatkan atau menganti balutan dan bila menangani drain.insruksian
pasien tidak untuk menyentuh atau menggaruk insisi.
R/ Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat memerlukan
post prostese.
d. Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi.
R/ Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Media ihardy:
Yogyakarta
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasisifikasi 22015-22017. Edisi 10.
EGC: Jakarta
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L. & Swanson, E. 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC) fourth edition. Missouri: Mosby
Wiley, J. & Sons. 2009. Nursing Diagnoses definitons and classification 2009-2011.
United Kingdom: Blackwell
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G Bare. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
Edisi 8. EGC: Jakarta
Price A. Sylvia, 2006, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6, Penerbit
buku Kedokteran EGC, Jakarta
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius:
Jakarta
PATHWAY