BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keperawatan maternitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan
kepada wanita usia subur yang berkaitan dengan masa diluar kehamilan, masa kehamilan, masa
melahirkan, masa nifas sampai enam minggu, dan bayi yang dilahirkan sampai berusia 40 hari
beserta keluarganya. Pelayanan berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam melakukan
adaptasi fisik dan psikososial dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
(Depkes,2004)
Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan selalu menghargai klien dan
keluarganya serta menyadari bahwa klien dan keluarganya berhak menentukan perawatan yang
sesuai untuk dirinya. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan advokasi dan mendidik WUS
dan melakukan tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah kehamilanpersalinan dan nifas,
membantu dan mendeteksi penyimpangan-penyimpangan secara dini dari keadaan normal
selama kehamilan sampai persalinan dan masa diantara dua kehamilan, memberikan konsultasi
tentang perawatan kehamilan, pengaturan kehamilan, membantu dalam proses persalinan dan
menolong persalinan normal, merawat wanita masa nifas dan bayi baru lahir sampai umur 40
hari menuju kemandirian, merujuk kepada tim kesehatan lain untuk kondisi
-kondisiyang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
1.4 Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini berpijak pada konsep-konsep berikut ini.( (Depkes RI, Dirjen
Yanmedik, 2005)
1.4.1 Revitalisasi praktek-praktek kebersamaan sosial dan nilai-nilai tolong menolong, untuk perempuan saat hamil dan
bersalin.
1.4.2 Merubah pandangan: persalinan adalah urusan semua pihak, tidak hanya urusan perempuan.
1.4.3 Merubah pandangan: masalah kesehatan tidak hanya tanggung jawab pemerintah tetapi merupakan masalah dan
tanggunjawab masyarakat.
1.4.4 Melibatan semua pemangku kepentingan (stakeholders) di masyarakat.
1.4.5 Menggunakan pendekatan partisipatif.
1.4.6 Melakukan aksi dan advokasi.
Siklus proses yang memberikan masyarakat kesempatan untuk memahami kondisi mereka dan melakukan aksi
dalam mengatasi masalah mereka ini disebut dengan pendekatan belajar dan melakukan aksi bersama secara
partisipatif (Participatory Learning and Action -PLA). Pendekatan ini tidak hanya memfasilitasi masyarakat untuk
menggali dan mengelola berbagai komponen, kekuatan-kekuatan dan perbedaan-perbedaan, sehingga setiap orang
memiliki pandangan yang sama tentang penyelesaian masalah mereka.
Tetapi pendekatan ini juga merupakan proses mengorganisir masyarakat sehingga mereka mampu untuk
berpikir dan menganalisa dan melakukan aksi untuk menyelesaikan masalah mereka. Ini adalah proses
pemberdayaan masyarakat sehingga mereka mampu melakukan aksi untuk meningkatkan kondisi mereka. Jadi, ini
merupakan proses dimana masyarakat merubah diri mereka secara individual dan secara kolektif dan mereka
menggunakan kekuatan yang mereka miliki dari energi dan kekuatan mereka.
Didalam konteks pembentukan sistem kesiagaan, pertama-tama masyarakat perlu untuk memahami dan
menganalisa kondisi kesehatan mereka saat ini, seperti kondisi kesehatan ibu; kesehatan bayi baru lahir, kesehatan
bayi, pelayanan kesehatan, dan berbagai hubungan dan kekuasaan yang memperngaruhi kondisi tersebut agar
mereka mampu untuk melakukan aksi guna memperbaiki kondisi tersebut berdasarkan analisa mereka tentang
potensi yang mereka miliki. Untuk memfasilitasi mereka agar berpikir, menganalisa dan melakukan aksi, proses
fasilitasi dan warga yang berperan melakukan fasilitasi sangat diperlukan. Selain itu, warga yang berperan
memfasilitasi masyarakatnya membutuhkan pemahaman tidak hanya tentang konsep Pemberdayaan Masyarakat
bidang KIA tetapi juga membutuhkan pengetahuan dan keterampilan penggunaan metode dan alat-alat partisipatif.
Jadi, pendekatan yang diaplikasikan dalam Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini akan menentukan proses
dan kegiatan berikutnya dalam keseluruhan proses Pemberdayaan Masyarakat bidang KIA ini.
Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi
berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa, kejadian bencana, kecelakaan dan lain-lain dengan memanfaatkan
potensi setempat, secara gotong royong.
Selain sebagai upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat,
pengembangan Desa Siaga juga mencakup upaya peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat
menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih
dan sehat. Inti dari kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup
sehat.
Memperhatikan tujuan dan ruang lingkup pengembangan Desa Siaga tersebut, maka Pemberdayaan
Masyarakat bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu komponen yang penting dalam pencapaian
tujuan Desa Siaga dalam hal penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
1.4.7 Pemantauan Wilayah Setempat KIA
Pemantauan Wilayah Setempat KIA adalah alat untuk pengelolaan kegiatan KIA serta alat untuk motivasi dan
komunikasi kepada sektor lain yang terkait dan dipergunakan untuk pemantauan program KIA secara teknis
maupun non teknis.
1.4.8 Melalui PWS-KIA dikembangkan indikator-indikator pemantauan teknis dan non teknis,yaitu :
1.4.8.1 Indikator Pemantauan Teknis :
Indikator ini digunakan oleh para pengelola program dalam lingkungan kesehatan yangterdiri dari :
(1) Indikator Akses
(2) Indikator Cakupan Ibu Hamil
(3) Indikator Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
(4) Indikator Penjaringan Dini Faktor Resiko oleh Masyarakat
(5) Indikator Penjaringan Faktor resiko oleh Tenaga Kesehatan
(6) Indikator Neonatal.
1.4.8.2 Indikator Pemantauan Non teknis :
Indikator ini dimaksudkan untuk motivasi dan komunikasi kemajuan maupun masalah operasional kegiatan KIA
kepada para penguasa di wilayah, sehingga dimengerti dan mendapatkan bantuan sesuai keperluan. Indikator-
indikator ini dipergunakan dalam berbagai tingkat administrasi, yaitu :
(1) Indikator pemerataan pelayanan KIA
Untuk ini dipilih indikator AKSES (jangkauan) dalam pemantauan secara teknis memodifikasinya menjadi indikator
pemerataan pelayanan yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.
(2) Indikator efektivitas pelayanan KIA :
Untuk ini dipilih cakupan (coverage) dalam pemantauan secara teknis dengan memodifikasinya menjadi indikator
efektivitas program yang lebih dimengerti oleh para penguasa wilayah.
Kedua indikator tersebut harus secara rutin dijabarkan per bulan, per desa serta dipergunakan dalam pertemuan-
pertemuan lintas sektoral untuk menunjukkan desa-desa mana yang masih ketinggalan.
Pemantauan secara lintas sektoral ini harus diikuti dengan suatu tindak lanjut yang jelas dari para penguasa
wilayah perihal : peningkatan penggerakan masyarakat serta penggalian sumber daya setempat yang diperlukan.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA