APENDISITIS
A. Definisi
Apendisitis adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan
dan membutukan pembedahan dengan segera, resiko orang menderita apendisitis sebanyak 7-8%
dengan insiden paling tertinggi pada usia 20-30 tahun. Suhu tubuh yang meningkkat dan
leukositosis menjadi bagian dalam penegakan diagnosis apendisitis ( jurnal kesehatan tadulako
2016)
Apendisitis adalah infeksi pada apendiks kerena tersumbatnya lumen oleh fekalitf (Batu
feces), hiperplasia jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab
utama ependisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi kerena parasit seperti
Entamoeba histolytica, trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis ( chang, 2010 )
Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi diumbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Sebagai penyakit yang paling sering memerlukan
tindakan bedah kedaruratan, apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada
apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau lebih dikenal
dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum.
Apendisitis dapat terjadi pada segala usia dan mengenai laki-laki serta perempuan. Akan tetapi
pada usia antara pubertas dan usia 25 tahun prefelensi apendisitis lebih tinggi pada laki-laki.
Sejak terdapat kemajuan dalam terapi antibiotik, insidensi dan angka kematian karena apendisitis
mengalami penurunan. Apabila tidak ditangani dengan benar penyakit ini hampir selalu
berakibat fatal. (Koalak, 2011).
Jadi apendisitis dari definis di atas yaitu infeksi pada apendiks kerena tersumbatnya
lumen atau umbai cacing(usus buntu) oleh fekalitf (Batu feces), hiperplasia jaringan limfoid, dan
cacing usus
Berikut ini merupakan beberapa klasifikasi dari Apendisitis :
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks, apendisitis akut pada dasrnya
adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasia limfonodi submukosa dinding apendiks.
2) Fekalik
3) Benda asing
4) Tumor
Adanuya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intraluminer sehingga menyebabkan
tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi
kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau
nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi apendisitis juga dapat disebabkan infeksi dari
organ lain sehingga menyebar secara primatogen ke apendiks.
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis, keadaan ini meperberat iskemia
dan edema pada apendiks. Mikro organisme yang ada di usus besar berinvasi kedalam dinding
apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapis eksudat dan
fibrin, pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulent. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik McBurney, defans muskuler, dan nyeri pada gerka aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonirtis
umum.
c. Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat: riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
microscopik, dan keliuhan menghilang setelah apendektomy.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kana bawah yang mendorong dilakukan apeomy dan hasil patologi, menunjukan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insiden apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomy yang diperiksa secara patologi.
e. Mukokel apendiks
Mukokel apndiks adalah dilatasi kistis dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jarinygan fibrosa. Jika isi lumen steril,
musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kista denoma yang dicurigai bisa menjadi panas
Penderita sering datnag dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang diregio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul
tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendektomy
penyakit ini jarang ditemukan biasa ditemukan kebetulan suatu apendektomy atas indikasi
apendisitis akut. Karna bisa metastasis kelimfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan
yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jaring di diagnosis pra bedah,
tetapi ditemukan secara kebetulan pada pmeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan
diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindom karsinoid berupa kemarahan (flushing) pada muka,
sesak napas karena spasme bronkus, dan diare yang ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut.
B. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus
disamping hiperplasia jaringan limfa, fekalik atau batu tinja, tumor apendiks, dan cacing asparis
dapat pula dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang dapat menyebabkan apendiks
karena parasit seperti E.histolytica. (syamsulhidayat,2005)
Faktor pencetusnya terjadi apendisitis akut juga disebabkan erosi mukosa. Konstipasi akan
menaikan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolen biasa. (Sjamsu Hidajat, 2010)
C. Anatomi & Fisiologi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, dan berpangkal di
sekum. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis
pada usia itu (Departemen bedah UGM, 2010).
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir tersebut normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoa yang
dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue atau (GALT). Yang terdapat disepanjang
saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini sangat kecil jika dibandingkan dengan
jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. (Schwartz, 2010)
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedisis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
F. Komplikasi
a. abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadaran
kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flagmon dan berkembang menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis gangren atau mikroporferasi
ditutupi oleh omentum.
b. perforasi
perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertamasejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klini s
yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5 celcius, tampak toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonulear (PNN). Perforasi, baik berupa
porforasi bebas maupun microporforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. peritononitis
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (appendektomi). Penundaan
apendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nana)
c. Pencegahan tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra abdomen. Komplikasi utama
adalah infeksi luka dan abses itraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca apendektomi
diperlukan perewatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi
disesuaikan dengan besar infeksi intra abdomen
I. Penatalaksanaan keperawatan
Memberikan cairan sedikit demi sedikit tetapi sering
Bersikan lapangan oprasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui
prinsip-prinsip pencukuran.
Berikan obat pencahar sehari sebelum oprasi
Anjurkan klien mandi dengan sempurna
Anjurkan relaksasi tarik napas dalam
Berikan analgetik
Memberikan makanan sedikit namun sering
Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Mandikan klien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri
Atur posisi serta tempat tidur klien
J. PATOFLOWDIAGRAM
Apendiks
obstruksi
Mukosa terbendung
Apendiks teregang
Tekanan intraluminal
apendicitis
Trombosis pada
Ke peritoneum vena intramural
2. Diagnosa Keperawatan
Post Operasi
1. Nyeri b/d agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh inflamasi)
2. Resiko infeksi b/d tindakan infasif (insisi post pembedahan)
3. Cemas b/d tindakan operasi/pembedahan
3. Rencana Keperawatan
1. Nyeri b/d agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh inflamasi)
Intervensi :
- Kaji skala nyeri lokasi karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat
- Monitor TTV
- Perkenankan istirahat dengan posisi semi fowler
- Dorong ambulasi dini
- Berikan aktivitas hiburan
- Kolaborasikan tim dokter dalam pemberian analgetik
Rasional :
- Berguna dalam pengawasan dan ke efisien obat, pemajuan penyembuhan, perubahan
dan karakteristik nyeri
- Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien
- Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
- Meningkatkan komolisasi fungsi organ
- Meningkatkan relaksasi menghilangkan nyeri
Rasional :
- Dugaan adanya infeksi
- Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis
- Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain
- Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme atau infektif/kontaminatif
silang
- Menurunkan resiko terpajan
- Terapi ditunjukan pada bakteri anaerob dan hasil aerob granegatif
Rasional :
- Menurunkan stimulasi yang berlebihan dapat mengurangi kecemasan
- Pemahaman bahwa rasa anormal dapat membantu klien meningkatkan beberapa
perasaan kontrol emosi
- Peran serta keluarga sangat membantu dalam menentukan koping
- Menunjukan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa
menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya
- Dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat
membantu klien
- Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat
mendukung dia untuk berkomunikasi
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
(Intervention Project, Mosby)
Mc Closkey, C.J., let all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition IOWA
(Intervention Project, Mosby)
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC