Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PENCERNAAN DAN KEKEBALAN TUBUH


PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS (RADANG USUS BUNTU)

DI SUSUN OLEH

NAMA : GLORIA P UNIPLAITA


NIM : 1490123107

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
20223
1. Pengertian
Appendicitis adalah infeksi pada apendiks karena tersumbatnya lumen oleh fecalith
(batu feces), hyperplasia jaringan limfoid dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama apendisitis. Erosi mokusa appendiks dapat terjadi karena
parasite seperti E. coli, appendicitis merupakan penyebab yang paling umum dari
pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena dari pada Wanita, remaja
lebih banyak dari orang dewasa. Insiden tertinggi adalah mereka yang berusia 10- 30
tahun

2. Anatomi fisiologi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kea rah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Secara histologi, strukstur apendiks sama dengan usus besar, kelenjar submucosa
dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh dara
dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang
berjalan ke pembuluh darah besar yang berlanjut kedalam mesoapendiks. Bila letak
apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.
Perdaeahan apendiks berasal dari apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral jika arteri ini tersumbat, misalnya karena infeksi pada trombosit appendiks
akan mengalami gangrene.

Appendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lender itu normalnya dicurahkan
kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesia apendisitis. Imunglobulin sekreator
yang dihasilkan oleh GALT(gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoblobin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi, namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah cairan limfe disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan diseluruh tubuh

3. Etiologi dan faktor resiko


Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
a. Faktor sumbatanFaktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya
apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan
oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4%
karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit
dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada
bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada
kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan
rupture.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk
dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam
lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah
kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-
bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob
<10o:p="">
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan
makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat
memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko
lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan
mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya
memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi.
Pathway

4. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fecolith, benda asing, striktur akibat peradagan
sebelumnya atau tumor. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi
oleh mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak
namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapendesis bakteri dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan
mengakibatkan obstruksi vena, udem bertambah, dan bakteri menembus dinding.
Karena obstruksi vena dapat terbentuk thrombus yang menyebabkan timbulnya iskemi
yang bercampur kuman yang mengakibatkan timbulnya pus. Peradangan ini dapat
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut appendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran
arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini diserbut appendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah raouh
ini pecah maka akan terjadi appendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga
timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrat appendikularis. Peradangan appendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

5. Tanda dan gejala


Gejala awal yang khas, merupakan gejala klasik apendisitis antara lain:
a. Nyeri perut
Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus. Nyeri perut yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang
dimulai dari ulu hati, lalu setelah 4-6 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas
letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun pada beberapa
keadaan tertentu (bentuk apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di
daerah lain (sesuai posisi apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada
pada daerah perut kiri bawah, punggung, atau di bawah pusar. Namun
terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini
dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
b. Anoreksia (penurunan nafsu makan).
c. Mual dan muntah
Dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol atau berlangsung cukup lama,
kebanyakan pasien hanya muntah satu atau dua kali.
d. Keinginan BAB atau kentut.
e. Demam
juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih
dari 1oC (37,8oC – 38,8oC). Jika terjadi peningkatan suhu yang melebihi 38,8oC.
Maka kemungkinan besar sudah terjadi peradangan yang lebih luas di daerah
perut (peritonitis).

Timbulnya gejala yang bergantung pada letak apendiks ketika meradang:


a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum)
 Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
tanda rangsangan peritoneal.
 Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat
melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan
mengedan.
 Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
b. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
 Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung
kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya
dindingnya.
 Gejala apendisitis terkadang Bila apendiks terletak di dekat
atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid
atau rektum, sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
 tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan
akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya,
sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas
dan tidak khas.

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap → Ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
 Test protein reaktif (CRP). → Ditemukan jumlah serum yang
meningkat.
b. Radiologi
 Pemeriksaan ultrasonografi → Ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Cukup membantu dalam
penegakkan diagnosis apendisitis (71 – 97 %)
 CT-scan → Ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit
serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum. Tingkat keakuratannya 93 – 98 %.

7. Penatalaksanaan
1) Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling
tepat adalah segera dilakukan apendiktomi.
2) Apendiktomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu :
 Cara terbuka
 Cara tertutup
Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa
periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan
adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita.
Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob
dan anaerob.
 Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah
apendektomi dapat dilakukan.
 Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya
abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8
minggu kemudian dilakukan apendisektomi.
 Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun
dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi
antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan
tindakan bedah.
8. Pengkajian
a. Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan,
penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal ini klien
b. Keluhan utama
Nyeri bekas luka oprasi
c. Riwayat penyakit sekarang
Timbul keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk, nyeri
dirasakan pada luka bekas operasi dengan skala (0-10) dan nyeri timbul
memberat ketika bergerak.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kebiasaan makan makanan rendah serat yang dapat menimbulkan konstipasi
sehingga meningkatkan tekanan intrasekal yang menimbulkan timbulnya
sumbatan fungsi appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman folar
kolon sehingga menjadi appendisitis akut.
e. Pola – pola fungsi kesehatan
1. Pola presepsi dan tata laksana kesehata karena dirawat dirumah sakit
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien yang dilakukan anestesi tidak boleh makan dan minum sebelum
flatus
3. Pola eliminasi
Setelah menjalani post operasi appendiks, pasien masih menggunakan
dower chateter lkarena masih dalam pengaruh anestesi da akan dilatih
untuk berkemih
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya keterbatasan aktifitas karena kondisi klien yang lemah namun
setelah 6 jam pasien diharapkan pasien sudah mampu untuk bergerak
miring kanan dan miring kiri dan dilantukan dengan duduk kemudian
berjalan
5. Pola istirahat dan tidur
Nyeri akibat post operasi dan perubahan situasi karena hospitalisasi
dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
6. Pola kognitif preseptual
Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan penghidu tidak
mengalami gangguan
7. Pola presepsi konsep diri
Klien dapat mengalami cemas karena ketidaktahuan tentang perawatan
post operasi appendiks
8. Pola hubungan dan peran
Klien harus menjalani perawatan dirumah sakit maka dapat
mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga tempat
kerja dan masyarakat
9. Pola reproduksi seksual
Klien tidak mengalami masalah reproduksi karena bekas operasi tidak
ada hubungan dengan alat resproduksi
10.Pola penanggulangan stres
Stres dapat dialami klien karena kurangnya perawatan tentang post
operasi. Gali adanya stres pada klien dan mejanisme koping klien
terhadap stres tersebut.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pasien selaluy menjalankan ibadahnya untuk kesembuhan diri.

12. Analisa data


No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1 DS: Luka insisi Nyeri akut
- Pasien mengeluh
nyeri Kerusakan jaringan
DO:
- Tampak meringis Ujung saraf terputus
- Gelisah
- Sulit tidur
- Tekanan darah Pelepasan prostaglandin
meningkat
- Frekuensi nadi
Spinal cord
meningkat
Cortex cerebri

Nyeri akut
2 DS: - Usus buntuh tersumbat Hipertermia
DO:
- Suhu meningkat Peradangan jaringn usus
- Kulit merah
- Kulit terasa hangat Kerusakan control suhu
terhadap inflamasi

hipertermia
3 DS: Usus buntuh tersumbat Resiko hipovolemi
- Pasien mengatakan
sering haus Peradangan jaringn usus
- Mual dan muntah
- Kulit kering Kerusakan control suhu
- Berat badan terhadap inflamasi
menurun
DO: Renggangan dinding
- Kulit kering mukosa usus
- Ttv dalam batas
normal Muntah mual

Resiko hipovolomi

4 DS: Kekuatiran mengalami Ansietas


- Mengeluh pusing kegagalan operasi
- Merasa tidak
berdaya Ansietas
- Merasa bingung
DO:
- Tremor
- Tampak gelisah
muka tampak pucat
- Tekanan darah
meningkat

13. Daignosa keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Hipertermia beruhubungan dengan ketidakmampuan suhu tubuh untuk
menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas
3. Resiko hipovolomi
4. Ansietas

14. Renana asuhan keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan Interval


Nyeri akut Setelah dilakukan - Identifikasi
Tindakan keperawatan lokasi nyeri
1x24jam di harapkan - Identifikasi
nyeri akut menurun skala nyeri
dengan kriteria hasil: - Identifikasi
- Keluhan nyeri respon nyeri
menurun non verbal
- Muntah terhenti - Identifikasi
- Kesulitan tidur faktor yang
menurun memperberat
dan
memperingan
nyeri
- Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan.
Hipertermia Setelah dilakukan - Monitor suhu
Tindakan keperawatan tubuh
selama 3x24jam - Monitor kadar
diharapkan hipertermia elektrolit
membaik dengan kriteri - Monitor
hasil: pengeluaran
- Kulit kemerahan urin
membaik - Monitor
- Suhu tubuh komplikasi
membaik akibat
- Tekanan darah hipertermia
menurun
- Pucat menurun
Resiko hipovolomia Setelah dilakuakn - Periksa tanda
Tindakan keperawatan dan gejala
1x24 jam diharapkan hipovolomia
resiko hipovolomia - Monitor
membaik dengan kriteria intake dan
hasil: output cairan
- Kekuatan nadi - Hitung
membaik kebutuhan
- Konsentrasi urin cairan
membaik - Berikan
- Turgor kulit asupan cairan
membaik oral
- Berikan posisi
modified
trendelenburg
Ansietas Setelah dilakukan - Monitor
Tindakan keperawatan tanda-tanda
1x24 jam diharapkan ansietas
ansietas menurun dengan - Pahami
kriteria hasil: situasi yang
- Perilaku gelisah membat
menurun ansietas
- Tremor menurun - Identifikasi
- Keluhan pusing saat tingkat
menurun ansietas
- Perilaku gelisah berubah
menurun

15. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap Ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (amadi, 2008)
Imolementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosa keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksanaan

16. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan pengukuran keberhasilan dalam pelaksanaan dari
Tindakan keperawatan yang direncanakan. Evaluasi biasa berupa proses maupun
evaluasi hasil.
Evaluasi mengungkapkan tiga masalah atau kemungkinan yaitu:
a. Masalah dapat diselesaikan
b. Sebagian saja masalah yang dapat dipecahkan
c. Muncul masalah baru
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
carpenito,, Lynda Juall- Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
10. Jakarta : EGC
standar intrvensi keperawatan Indonesia, definisi dan Tindakan keperawatan, (PPNI)
edisi 1 cetakan II
standar luaran keperawatan Indonesia, definisi dan kriteria hasil keperawatan. (PPNI)
edisi 1 cetakan III
standar diagnose keperawatan Indonesia, definisi dan indicator diagnostic (PPNI)
edisi 1 cetakan III (revisi).

Anda mungkin juga menyukai