Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH DENGAN DIAGNOSIA APENDISITIS

Oleh :

Amalia Febriani Citra

214291517068

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JAKARTA
2022
FORMAT PENULISAN LAPORAN PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBUATAN LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR

1. Definisi/Pengertian
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007). Apendisitis
merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,
appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi
(Chang, 2010)] Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing, Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya (Sjamshidajat,2010)
2. Etiologi
Etiologi appendicitis adalah obstruksi lumen apendiks yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia limfoid, infeksi, fekalit, tumor, ataupun infeksi.
Obstruksi ini kemudian menyebabkan distensi lumen dan inflamasi yang
menimbulkan manifestasi klinis appendicitis

3. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami


bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks
lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah (Mansjoer, 2007).
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri, pertama pada periumbilical kemudian menyebar ke kuadran kanan bawah.
Nyeri bersifat viseral berasal dari konstrasi appendiccal atau distensi dari lumen.
Biasanya disertai dengan adanya rasa ingin defekasi atau flatus. Nyeri biasanya
ringan, sering kali disertai kejang, dan jarang menjadi permasalahan secara alami,
biasanya berkisar selama 4-6 jam. Selama inflamasi menyebar di permukaan
perietal peritonel, nyeri menjadi somatic, berlokasi di kuadran kanan bawah.
Gejala ini ditemukan pada 8-% kasus. Biasanya pasien berbaring, melakukan
fleksi pada pinggang, serta mengangkat lutunya untuk mengurangi pergerakan
dan menghindari nyeri yang semakin parah.
b. Anoreksia sering terjadi mual dan muntah pada 50-60% kasus, tetapi muntah
biasanya
self-limited
c. Abdominal tenderness, khususnya pada regio apendiks sebanyak 96% terdapay
pada kuadran kanan bawah akan tetapi ini merupakan gejala nonspesifik. Nyeri
pada kuadran kiri bawah ditemukan pada pasien dengan situs inversusu atau yang
memiliki apendiks panjang. Gejala ini tidak ditemukan apabila terdapat apendiks
retosekal atau apendiks pelvis, dimana pada pemeriksaan fisiknya ditemukan
tenderness pada panggul atau rectal atau pelvis. Kekakuan dan renderness dapat
menjadi tanda adanyaperforasi dan peritonitis terlokasir atau disfus.
d. Demam ringan dimana temperatur tubuh berkisar antara 37,2-38℃ tetapi suhu
>38,3℃ menandakan adanya peforasi.
e. Peningkatan jumlah leukosit perifer, kelositosis >20.000sel/ʋL menandakan adanya
perforasi

5. Komplikasi

Adapun jenis komplikasi diantaranya:

a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang,
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis
perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah
infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca
appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan
lama terapi disesuaikan.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum. Tingkat akurasi USG 90- 94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT- Scan mempunyai tingkat
akurasi 94 -100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-
100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah. Pengukuran
enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati,
kandung empedu, dan pankreas.
d. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.

e. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan


Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
f. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis
dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

8. Pengkajian Keperawatan
a) Pemeriksaan fisik ROS ( Rievew of system)
- Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang meruapakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan
- Sistem urogenital : adanya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengluarkan urine secara lancer
- Sistem musculoskeletal : ada kesulitan dalam pergerakan karena proses
perjalanan penyakit
- Sistem integument : terdapat oedema,turgor kulit menurun,sianosis pucat
- Abdomen : terdapat nyeri lepas,perstaltik pada usus ditandaidengan
distensi abdomen
Pola nutrisi dan metabolisme
- Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat
pembatasan intake makanan dan minuman sampai peristaltic usus Kembali
normal.
Pola Elminiasi
- Pola eliminasi urine akibat penurunan daya konsentrasi kandung
kemih,rasa nyeri atau karena tidak bisa BAK ditempat tidur akan
mempengaruhi pola eleminasi urine. Pola elemniasi alvi akan mengalami
gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi
penurunan fungsi.
Pemeriksaandiagnostic.
Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum,
kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau
untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi.

9. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Ansietas b.d kekhawatiran menalami kegagalan
c. Resiko infeksi b.d gangguan peristaltik
10. Intervensi Keperawatan

Daignosa No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan Diagnosa (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Nyeri akut b.d D.0077 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Observasi:
agen pencedera perawatan 1 x 24 jam - Identifikasi lokasi,
fisiologis maka Tingkat Nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
menurun dengan kriteria kualitas, intensitas nyeri
hasil: - Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri Terapeutik:
menurun - Fasilitasi istirahat tidur
- Meringis menurun Edukasi :
- Frekuensi nadi membaik
- Jelaskan strategi
- Pola napas membaik meredakan nyeri
- Tekanan darah Kolaborasi:
membaik - Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Ansietas b.d D.0080 Setelah dilakukan Reduksi Ansietas Observasi:
kekhawatiran perawatan 1 x 24 jam - Monitor tanda tanda
menalami maka tingkat ansietas ansietas
kegagalan menurun dengan kriteria
hasil: Terapeutik:
- Verbalisasi khawatir - Motivasi mengidentifikasi
akibat kondisi yang di situasi yang memicu kecemasan
hadapi menurun
Edukasi:
- Perilaku gellisah - Latih teknik relaksasi
menurun
- Pola tidur membaik Kolaborasi:
- Kolabolasi pemberian
obat ansietas jika perlu
Risiko infeksi D.0142 Setelah dilakukan Terapi Aktivitas Observasi:
berhubungan perawatan 1 x 24 jam - Monitor tanda gejala
dengan gangguan tingkat infeksi menurun infeksi local dan sistemtik
peristaltik dengan kriteria hasil:
Terapeutik:
- Frekuensi napas
- Berikan perawatan kulit area
membaik
edema
- Pertahakan Teknik aseptic
pada pasien berisiko tingii

Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
- Anjurkan
meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
11. Impelentasi

Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari suatu rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi. Fokus pada intervensi
keperawatan antara lain yaitu mempertahankan daya tubuh, mencegah komplikasi,
menemukan perubahan sistem tubuh, menetapkan hubungan pasien dengan
lingkungannya, dan implementasi dengan mengukur tanda-tanda vital pasien,
ajarkan teknik relaksasi atau teknik distraksi untuk meredakan nyeri, berikan
therapy oksigenisasi dan edukasi asupan cairan oral.

12. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan


terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersambungan dengan melibatkan pasien, keluarga pasien, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada perencanaan.
REFERENSI

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.


Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC)


second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai