Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

“APENDIKSITIS”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas profesi ners stase KMB

Disusun Oleh :
Evi Febrianti
422.J.0012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MAHARDIKA
CIREBON
2022/2023
APPENDIKSITIS

1. Definisi
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini menyerang semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. Peradangan ini terjadi akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Apendisitis dapat juga disebut sebagai peradangan pada usus buntu
bertambah parah serta terinfeksi, usus buntu bisa megakibatkan perforasi usus. Usus
buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar dan sekum. Usus buntu besarnya sekitar jari kelingking dan terletak diperut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir (Khotimah, dkk 2021)
Apendisitis juga merupakan peradangan pada usus buntu dengan keadaan
darurat medis yang hampir selalu membutuhkan pembedahan sesegera mungkin untuk
mengangkat usus buntu (Elfira, dkk, 2021).
2. Etiologi
Berdasarkan hasil peneitian menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendiksitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Selain itu juga
obstruksi pada lumen apendiksitis menyebabkan radang usus buntu. Adapun sumber
obstruksi termasuk :
A. Kotoran, parasit, dan penumpukan yang menyumbat lubang apendiksitis
B. Getah bening membesar jaringan di dinding usus buntu, disebabkan oleh infeksi
pada saluran pencernaan atau ditempat lain didalam tubuh.
C. Radang usus penyakit, termasuk penyakit Crohn dan colitis ulsertif dan trauma
perut.
D. Penyebab apendiksitis adalah adanya obstruksi lumen apendiks, oleh apendiksolit,
hiperplasia dolikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris
fekal) atau parasite.
Selain itu juga apendisitis dapat disebabkan hal berikut :
a. Fekalit (batu feses) yang mengoklusi lumen apendiks.
b. Apendiks yang terpuntir
c. Kondisi fibrosa di dinding usus.
d. Oklusi eksternal usus akibat adesi
e. Infeksi organisme.
(Black J.M, Jane H.H, 2021)
3. Patofisiologi
Penyebab dari apendiksitis adalah adanya obstruksi pada lumen apendikseal
oleh apendikolit, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit atau parasit.
Menunjukkan peran kebiasaan makan-makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendiksitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Kondisi obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal
dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal ini akan terjadi peningkatan kongesti dan
penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi
apendiks. Pada fase ini pasien akan mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan
berlanjutnya proses inflamasi, maka pembentukan eksudat akan terjadi pada
permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan parietal
peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi.
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berpoliferasi dan
meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding
apendiks yang disebut dengan apendiksitis mukosa, dengan manifestasi
ketidaknyaman abdomen. Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan
iskemia dan nekrosis disertai peningkatan tekanan intraluminal.
4. Manifestasi klinis
Gejala utamanya terdiri dari mual, muntah, nyeri yang hebat di nyeri hebat
diperut kanan bagian bawah sering menyebabkan penderita kebangun dimalam hari.
Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau disekitar pusar, lalu
timbul mual muntah, nyeri dapat bertambah ketika bergerak, batuk atau bersin, serta
demam bisa mencapai 37,8-38,8 oC.
Gejala apendisitis lain yang kurang umum, meliputi :
a. Nyeri tumpul atau tajam dimana saja di perut bagian atas atau bawah, punggung
atau bagian belakang.
b. Kencing yang menyakitkan atau sulit.
c. Muntah sebelum sakit perut
d. Kram parah
e. Sembelit atau diare gas
f. Kehilangan nafsu makan, merasa sakit dan mengalami sembelit atau diare.
5. Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
a. Obsrervasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendiksitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendiks ataupun bentuk peritonitis lainnya.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung
jenis) diulang secara periodik.
b. Antibiotik
c. Operasi apendiktomi
Apendiktomi merupakan pengangkatan apendiks yang mengalami inflamasi
dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan
endoskopi. Namun adanya perlengkapan multiple, posisi retroperitoneal atau
robek perlu dilakukan prosedur pembukaan. Metode yang lebih baru yang
disebut operasi laparaskopi, menggunakan beberapa sayatan kecil dan alat-alat
bedah khusus, operasi laparaskopi ke komplikasi lebih sedikit, seperti infeksi
dirumah sakit yang terkait dan memiliki waktu pemulihan pendek.
2. Pasca Op Apendiktomi
Perlu dilakukan obervasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan, syok, hipertemia atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung
bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan
pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan. Selain itu pasien dipuasakan. Kemudian berikan minum mulai
15 ml/jam selama 4-5 jam lalu dinaikkan menjadi 30 ml/jam. Ke esokan harinya
diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari
pasca operasi pasien dianjurkan duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar mandi. Hari ketujuh
jaitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
a. Jumlah sel darah putih (WCC)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang yang paling umum digunakan
untuk diagnosis apendiktisis. Sebagai respon terhadap peradangan WCC akan
mengalami peningkatan. Rasio kemungkinan serta akurasi WCC dalam
mendiagnosis apendisitis, nilai batas WCC lebih dari 10.000-12.000 sel/mm 3
menghasilkan sensitivitas antara 65 % dan 85 % serta nilai spesifitasnya antara 32
% dan 82 %. Sehingga WCC sendiri tidak cukup untuk memprediksi penyakit
apendisitis.
b. C-protein Reaktif (CRP)
CRP merupakan suatu reaktan fase akut yang mulai naik 8 – 12 jam setelah awal
proses inflamasi, dan memuncak antara 24 dan 48 jam. Puncak CRP lebih lambat
dari puncak WCC 148 | Halaman (antara 6 – 8 jam). CRP secara luas dianggap
kurang untuk diagnosis apendisitis tanpa komplikasi dan apendisitis dini, namun
sangat kuat untuk diagnosis apendisitis tahap akhir dan dengan komplikasi . Pada
kasus apendisitis yang rumit, akurasi (AUC) pada CRP ditemukan bahwa hari
pertama tingkat AUC adalah 0,90, pada hari kedua 0,92 dan pada hari ketiga 0,96.
Hal ini terbukti bahwa CRP memiliki fungsi sebagai prediktor kuat untuk
apendisitis tahap akhir dan dengan komplikasi.
c. Jumlah Granulosit dan Proporsi Sel Polimorfonuklear (PMN)
PMN yang sedikit meningkat lebih dari 7 – 7,5 x 109 sel/L menghasilkan kisaran
sensitivitas 71-89% dan spesifitas 48-80% dalam mendiagnosis apendisitis akut.
Jumlah granulosit dari 11 x 109 sel/L memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendiagnosis apendisitis dibanding laboratorium lain. Namun secara klinis
tingkat signifikan membutuhkan PMN lebih besar dari 13 x 109 sel/L. Hal ini
membuktikan bahwa proporsi PMN dapat bermanfaat untuk prediksi apendisitis
dengan kemungkinan rasio masing-masing 7,09 dan 6,678 .
d. Leucocyte Gen Expression (Riboleukogram)
Protein ini memiliki potensi menjadi penanda yang sangat sensitif untuk
apendisitis dengan sensitivitas 8% dan spesifisitas 66 %13. Namun memiliki
kelemahan utama dalam penerapan pelaksanaan klinis yaitu kepraktisan, biaya,
dan teknis waktu. Jumlah leukosit penderita apendisitis antara
122.000-18.000/mm3. Peningkatan jumlah neutrofil (shift to the left) dengan
leukosit sangat menunjang diagnosis klinis pada apendisitis.
e. Ultrasonografi (USG)
merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dipakai dalam diagnosis klinis
pasien dengan gejala apendisitis. Pemeriksaan USG adalah langkah radiologis
awal dalam diagnosis apendisitis. Pada USG didapatkan gambaran apendiks
dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, terdapat appendicolith, serta
adanya cairan atau masa pada periappendiks.
f. Alvarado Score
Untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut, menggunakan sistem penilaian
Alvarado score. Ada 8 tolok ukur yang digunakan untuk mendiagnosis apendisitis
menggunakan alvarado skor. Yaitu keluhan penderita, hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa hasil laboratorium, USG, atau pemeriksaan
lainnya. Interpretasi dari skor Alvarado yaitu jika penderita dengan skor sama
dengan atau diatas 7 resikonya sangat tinggi terkena apendisitis akut, sedangkan
pasien dengan skor.
(Finansah, Yohni Wahyu , Aldo Dwi Prastya , Siska Mawaddatunnadila, 2021)
7. Komplikasi apendisitis
a. Peritonitis
Jika usus buntu pecah, lapisan perut (peritoneum) akan terinfeksi bakteri. Ini
disebut peritonitis. Hal ini dapat merusak organ dalam dengan gejala peritonitis
dapat meliputi : sakit perut terus menerus yang parah, suhu tinggi, detak jantung
yang cepat, sesak napas dengan napas cepat, dan pembengkakan perut. Jika
peritonitis tidak segera diobati, dapat menyebabkan masalah jangka panjang dan
bahkan bisa berakibat fatal. Perawatan untuk peritonitis biasanya melibatkan
antibiotik dan pembedahan untuk mengangkat usus buntu.
b. Abses
Terkadang abses terbentuk disekitar usus buntu yang pecah. Ini merupakan
kumpulan nanah yang menyakitkan ketika tubuh mencoba melawan infeksi. Abses
terbentuk sebagai komplikasi pembedahan untuk mengangkat usus buntu. Abses
terkadang dapat diobati dengan menggunakan antibotik.
c. Adhesi
Adhesi bisa menjadi lebih besar atau lebih ketat dari waktu kewaktu. Masalah
dapat terjadi jika perlengketan menyebabkan oran atau bagian tubuh memutar.
Tarik keluar dari posisi, tidak dapat bergerak secara normal. Risiko pembentukan
perlengketan tinggi setelah operasi usus atau oragn kewanitaan.
d. Perforasi
Merupakan pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus
masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding
apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
e. Masa apendikular
Merupakan tumor inflamasi yang terdiri dari apendiks yang meradang, visera
yang berdekatan, dan omentum mayor.
f. Infeksi luka operasi apendiktomi
Merupakan salah satu dari tiga infeksi tersering yang didapat dirumah sakit,
dengan rata-rata mencapai 14-16% dan yang merupakan infeksi yang paling
sering terjadi pada pasien post operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina Risna. 2021. Terminologi Medis. Jawa Timur : CV.Penerbit Qiara


Media.
Black J.M, Jane H.H. 2021. Keperawatan medikal bedah : gangguan sistem
pencernaan Edisi 9. Elseiver : Singapore.
Elfira Eqlima, Wirda F, Nabilla A.S, dkk. 2021. Asuhan keperawatan medikal
Bedah 1. CV Media sains Indonesia : Bandung.
Finansah, Yohni Wahyu , Aldo Dwi Prastya , Siska Mawaddatunnadila. 2021.
Tata Laksana Apendisitis Akut Di Era Pandemi Covid-19. Universitas
Muhamadiyah : Surabaya. Diakses pada tanggal 27/10/2022
https://journal.um-surabaya.ac.id
Khotimah, Indra Frana Jaya KK, Kirana patrolina sihombing, dkk. 2022.
Penyakit Gangguan Sitem Tubuh. Yayasan Kita Menulis

Anda mungkin juga menyukai