Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASKEP
(APENDIKSITIS ATAU USUS BUNTU)

Dosen Pembimbing :
............ , M.Kep.,Ns.

Oleh :
NAMA NIM
ANI ODE SNR212250044

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2022 / 2023
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian
jaringan dan usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga mengakibatkan bakteri
dan tinja masuk ke dalam perut. Kejadian ini disebut usus buntu yang pecah.
Sebuah usus buntu yang pecah bisa menyebabkan peritonitis atau disebut infeksi
perut. Apendisitis paling sering terjadi pada usia 10 sampai 30 tahun yang
merupakan alasan umum untuk operasi pada anak-anak, dan merupakan bedah
emergensi yang paling umum terjadi pada kehamilan (Cheng et al., 2014).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun (mansjoer, Arif dkk, 2010).
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara
lain  :
1. Apendisitis akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
pariental setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan
bawah.
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis
ganggrenosa  di tutupi pendinginan oleh omentum.
3. Apendisitis perforata
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan
keterlambatan  diagnosa merupakan faktor yang berperan  dalam terjadinya
perforasi apendiks.
4. Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan, namun apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena

2
terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resikonya untuk terjadinya serangan lagi
sekitar 50%.
5. Apendisitis kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel
inflamasi kronik.
B. Etiologi
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen apendikial
oleh apendikolit, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit, atau parasit (Katz,
2009).
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi,
terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak
faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks,
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga merupakan
faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2004).
Menurut Nuzulul (2009) Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau
spesifik tetapi ada faktor yang menyebabkan terjadinya apendisitis yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi di:
 hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
 adanya fekolit dalam lumen apendiks
 adanya benda asing seperti biji-bijian
 struktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

3
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli &
Streptococcus.
C. Tanda Dan Gejala
Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya bermula dari
nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah.
Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap
dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise
dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin
progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik
dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002), apendisitis akut
sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan
biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran
kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis
iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks.
Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan terasa di daerah lumbal.
Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada
pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada
dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks
dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah
otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan
palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang
terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi
menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien
memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat

4
bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi
usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai
ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan
tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000), manifestasi
klinis apendisitis adalah sebagai berikut:
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat
rendah, mual, dan seringkali muntah
2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan
sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri
tekan, spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah ,
yang menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar;
terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

5
D. PathWay

E. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik & Laboratotium)


1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien
biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75
%. Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang
mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.

6
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan
dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari
saekum.
4. Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Secara Menyeluruh :
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk
membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,
secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih
oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya

7
dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa
dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat
laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah
sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis,
sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan
observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak
diberi apapun melalui mulut.  Bila diperlukan maka dapat diberikan
cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,
tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena
merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel
darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan
foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis,
diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah
dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau
toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat
menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika
diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap
terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik
dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah
terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik
lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang

8
direncanakan secara dini baik mempunyai  praksi mortalitas 1 % secara
primer  angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya
disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat
yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan  pernapasan angket
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai  15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan
menjadi 30 ml/jam.  Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk  diluar kamar. Hari ketujuh
jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Penatalaksanaan Secara SDKI dan SIKI :
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pasien apendisitis meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pengkajian diagnostik. Pada anamnesis, keluhan utama
yang paling sering ditemukan adalah nyeri pada abdomen kanan bawah
atau luka post operasi. Pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST dapat
membantu perawat dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai.
Perbedaan kualitas dan skala nyeri yang bertambah berat menandakan
adanya proses inflamasi lokal yang berat atau kemungkinan adanya
kondisi perforasi apendiks.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
 Defisit Pengetahuan b.d rencana pembedahan apendiktomi

9
 Ansietasn b.d rencana pembedahan
Post Operatif
 Nyeri Akut b.d respon inflamasi apendiks, kerusakan jaringan
lunak pascabedah
 Risiko infeksi b.d adanya port de entree luka pasca bedah
 Kerusakan integritas jaringan b.d luka post operasi
3. Intervensi Keperawatan
Pre Operatif
 Defisit Pengetahuan b.d rencana pembedahan apendiktomi

 Ansietasn b.d rencana pembedahan

10
Post Operatif
 Nyeri Akut b.d respon inflamasi apendiks, kerusakan jaringan
lunak pascabedah

 Risiko infeksi b.d adanya port de entree luka pasca bedah

11
 Kerusakan integritas jaringan b.d luka post operasi

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Memahami Berbagai Macam penyakit. Dialihbahasakan oleh


Paramita. Jakarta : PT Indeks.
Cheng HT, Wang YC, Lo HC, Su LT, Soh KS, Tzeng CW, Wu SC, Sung FC,
Hsieh CH, 2014. Laparoscopic appendectomy versus open
appendectomy in pregnancy: a population-based analysis of maternal
outcome. Surgical Endoscopy.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Profil Kesehatan 2008. Jakarta.
Indri U, dkk, 2014, Hubungan Antara Nyeri, Kecemasan Dan Lingkungan
Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien Post Operasi Apendisitis,
Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Riau.
Lubis, A. (2008) “Intestinal Parasitic Infestation in Indonesia”.Jakarta :EGC
Mansjoer, A (2011) Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Nurhayati, 2011, Apendisitis, Diperoleh tanggal 13 September 2022 dari
//https://nurhayatilies.wordpress.com.
Nuzulul (2009). askep appendicitis.
(http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-kep
%20pencernaanAskep%20Apendisitis.html) di akses pada tanggal 13
September 2022
Paudel GR., et al., 2010, Conservative Treatment in Acute Appendicitis,
Departmen of Surgery, Departemant of Dermatology and Clinical
Epidemiology Unit, B. P. Kairala Institute of Health Sciences, Dharan,
Nepal. Vol. 50, No. 4, Issue 180

13

Anda mungkin juga menyukai