PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis.1
B. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dsn melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada bayi,
pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya.2 Letak apendiks dapat berubah-ubah,
tetapi biasanya apendiks terletak retrosekal.5
Menurut letaknya apendiks dibagi menjadi beberapa macam:6
a. Apendiks retrocecalis, terletak dibelakang sekum.
b. Apendiks pelvicum, terletak menyilang a.iliaca ekterna dan masuk ke
dalam pelvis.
c. Apendiks antececalis
d. Apendiks retroileal
e. Apendiks descenden, terletak descenden ke caudal.
F. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : Pada appendisitis akut biasanya ditemukan distensi perut.
b. Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan
akan terasa nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga
akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc Burney). Defans muscular menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah
(Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis dari appendisitis). Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah
yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut
kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang
disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Khusus untuk appendisitis
kronis tipe Reccurent/Interval Appendisitist erdapat nyeri di titik Mc
Burney tetapi tidak ada defans muscular sedangkan untuk yang tipe
Reccurent Appendicular Colic ditemukannyeri tekan di appendiks.
rovsing sign
PSOAS
sign
Pemeriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai saat dilakukan
pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12.Maka
kemungkinan appendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada appendisitis
pelvika kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.
Manifestasi Skor
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Total poin 10
Keterangan :
0-4 : kemungkinan appendisitis kecil
5-6 : bukan diagnosis appendisitis
7-8 : kemungkinan besar appendisitis
9-10 :hampir pasti menderita appendisitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya di lakukan.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Lab
- Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan
predominan neutrofil. Jumlah normal sel darah putih tidak dapat
menyingkirkan adanya apendisitis5.
- Urinalisis kadang menunjukkan adanya sel darah merah.9
2. Pemeriksaan X-Ray
- Foto polos abdomen menunjukkan lokal ileus kuadran kanan bawah atau
fecalith radiopak.
- USG abdomen
- Barium enema mungkin dapat membantu pada kasus sulit ketika akurasi
diagnosis tetap sukar untuk ditegakkan. Barium enema akan mengisi defek
pada sekum, hal ini adalah indicator yang sangat bisa dipercaya pada
banyak penelitian apendisitis.9
3. Pemeriksaan Appendicogram
pemeriksaan untuk mendeteksi adanya gangguan pada appendiks
(apedisitis).Sekitar 12 jam sebelum pemeriksaan, minum barium 250 gr yang
dilarutkan dengan 200 cc air . Minumnya boleh ditambahkan sirup. Tidak bleh
BAB dahulu. Kemudian foto.9
H. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringandan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik ering ditemukan. Panas
dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
2. Demam dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpl Leede, trombositopenia, dan
hematokrit yang meningkat.
3. Limfadenitis mesenterika
Limfadeniris mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis
ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual,
nyeri tekan perut samar, terutama kanan
4. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama
pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang
dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat menganggu selama dua hari.
5. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan.
Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu.
6. Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan,
akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi
syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri pada penonjolan
rongga Douglas dan pada kuldosintesis didapatkan darah.
7. Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak
terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonograafi dapat menentukan diagnosis.7
I. Penatalaksanaan
a. Pre operatif
Observasi ketat, tirah baring dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal
serta pemeriksaan darah dapat di ulang secara periodik. Foto abdomen
toraks dapat dilakukan mencari penyulit lain. Antibiotik intravena
spektrum luas dan analgesik dapat diberikan. Pada perforasi apendiks
dapat diberikan resusitasi cairan sebelum operasi.8
b. Operatif
- Apendektomi terbuka
dilakukan dengan insisi tranversal pada kuadaran kanan bawah (Davis-
Rockey) atau insisi oblik (McArthur- Mc Burney). Pada diagnosis yang
belum jelas dapat dilakukan insisi sumbilikal pada garis tengah. Sayatan
harus pada kedua titik nyeri maksimal atau teraba massa. Jika dicurigai
abses, sayatan ditempatkan di lateral, penting untuk memungkinkan
drainase retroperitoneal dan untuk menghindari kontaminasi dari rongga
peritoneum. Jika diagnosis diragukan, dianjurkan insisi lebih rendah pada
garis tengah untuk memungkinkan pemeriksaan yang lebih luas dari
rongga peritoneal. Hal ini terutama berkaitan dengan usia tua atau dengan
keganasaan atau divertikulitis. Beberapa teknik dapat digunakan untuk
menemukan lokasi apendisitis. Karena sekum biasanya terlihat pada
sayatan tersebut, konvergensi taenia dapat dilihat sampai ke dasar
apendiks. Gerakan dari sebelah lateral ke medial dapat membantu
menunjukkan lokasi ujung apendiks ke dalam medan operasi. Sesekali,
mobilisasi terbatas diperlukan untuk visualisasi yang cukup. Apendiks
dapat digerakkan oleh mesoapendiks, dengan meligasi arteri apendikularis
secara aman.
Pangkal apendiks dapat dikelola dengan ligasi sederhana atau dengan
ligasi dan inversi dengan baik atau jahitan Z. Selama pangkal apendiks
jelas dan dasar sekum tidak terlibat proses inflamasi, pangkal apendiks
dapat diligasi dengan aman dan diikat dengan jahitan nonabsorbable.
Mukosa sekitar apendiks sering diambil untuk mencegah pembentukan
mucocele. Rongga peritoneum dirigasi dan luka ditutup lapis demi lapis.
Jika terjadi perforasi atau gangren pada orang dewasa, kulit dan jaringan
subkutan harus dibiarkan terbuka dan dibiarkan sembuh dengan
penyembuhan sekunder atau ditutup dalam sampai 5 hari sebagai
penutupan primer yang tertunda. Pada anak-anak, yang pada umumnya
memiliki sedikit lemak subkutan, penyembuhan primer tidak
menyebabkan peningkatan insidensi infeksi pada luka.
Jika tidak ditemukan adanya apendisitis, pencarian secara metodis
harus dilakukan untuk diagnosis alternatif. Sekum da mesenterium harus
diperiksa pertama kali. Kemudian, usus kecil diperiksa secara retrograde
dari awal pada katup ileocecal dan meluas sekitar 2 kaki. Pada wanita,
harus diberikan perhatian khusus pada organ panggul. Isi perut bagian atas
juga perlu diperiksa. Cairan peritoneal harus diperiksa dengan pewarnaan
gram dan kultur. Jika cairan purulen, sangat penting untuk
mengidentifikasi penyebabnya. Perpanjangan ke medial (Fowler-Weir),
dengan pembagian selaput rektus anterior dan posterior, dapat dilakukan
untuk mengevaluasi perut bagian bawah. Jika terdapat gangguan pada
perut bagian atas, insisi kuadran kanan bawah harus ditutup dan harus
dibuat insisi tepat pada garis tengah.10
- Laparaskopi Apendektomi
Apendektomi laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Tabung
nasogastrik dan kateter urin ditempatkan sebelum terjadi
pneumoperitoneum. Laparoskopi apendisitis biasanya membutuhkan tiga
port. Kadang-kadang empat port untuk memobilisasi apendisitis
retrocecal. Dokter bedah biasanya berdiri di sebelah kiri pasien. Satu
asisten diperlukan untuk mengoperasikan kamera. Satu trocar diletakkan
di umbilikus (10mm), dan trocar kedua diletakkan pada posisi suprapubik.
Beberapa ahli bedah menempatkan port kedua di kuadran kiri bawah.
Trocar suprapubik yaitu 10 atau 12 mm, tergantung pada apakah ada atau
tidak stapler linier yang digunakan. Penempatan trocar ketiga (5 mm)
bervariasi dan biasanya di kuadran kiri bawah, epigatrium atau kuadran
kanan atas. Penempatan ini berdasarkan lokasi dari laporan dan pilihan
ahli bedah. Awalnya, perut dieksplorasi sepenuhnya untuk menghilangkan
penyakit lainnya. Apendiks dapat diidentifikasi dengan mengikuti taenia
anterior. Diseksi di dasar apendiks memungkinkan ahi bedah untuk
membuat jendela antara mesentrium sampai pada pangkal apendiks.
Mesentrium dan basis apendik kemudian diamankan dan dibagi secara
terpisah. Saat mesoapendiks terlibat pada proses inflamasi, hal ini baik
untuk membagi apendiks pertama dengan linier staplerdan kemudian
membagi mesoapendiks yang berdekatan dengan apendiks dengan klip,
elektrokauter, harmonic scalpel, atau staples. Basis apendiks tidak
terbalik. Apendiks akan diangkat dari cavum abdomen melalui situs
trocar. Basis apendiks dan mesoapendik perlu dievaluasi mengenai
hemostasisnya. Kuadran kanan bawah harus diirigasi juga. Trocar
kemudian diangkat secara langsung.10
c. Pasca operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya
perdarahan dalam, syok hoptermia, atau gangguan pernapasan. Pasien
dibaringkan Fowler dan selama 12 jam dipuasakan. Pada perforasi puasa
dilakukan sampai fungsi usus normal. Secara bertahap pasien diberikan
minum, makan saring, makanan lunak, dan makanan biasa.8
J. Komplikasi
a. Massa periapendikuler
Massa apendiks terjadi apabila apendisitis ganrenosa atau
miroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikuket yang pendinginannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi
diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikuler yang masih bebas disarankan segera untuk dioperasi
untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi masih mudah. Pada
anak selama-lamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari
saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang
dengan pendinginan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dulu dan diberi
antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang,
dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat
ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses
apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,
bertambah nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya
angka leukosit.
Riwayat klasik apendisitis akutm yang diikuti dengan adanya massa
yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam mengarahkan
diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit
dibedakan dari karsinoma sekum, penyalit Crohn, dan aktinomikosis
intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum
memastikan diagnosis massa apendik.7
b. Apendisitis perforate
Adanya fekalitdi dalam lumen, umur (orang tua atau kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam
terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidensi perforasi 60% pada
penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya
insidensi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan
berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen
dan arteriosklerosis. Insidensi tinggi pada anak disebabkan oleh dinding
apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga
memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendinginan kurang
sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak
belum berkembang.
perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh
perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans
muskuler di seluruh perut, mungkin mungkin dengan punctum maksimum
di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena
ileus paralitik. Abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang
menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis
dan subdiafragman. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai
demam harus dicurigai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi
adanya kantong nanah.
c. Apendisitis rekurens
Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut, kelainan
ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena karena
terjadi fibrosis ddan jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi
sekitar 50%. Insidensi apendisitis rekurens adalah 10% dari spesimen
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena
sering penderita datang dalam serangan akut.7
d. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat, yaitu nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendik secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan
menghilang setelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidensi apendisitis kronil antara 1-5%.7
K. Prognosis
Tingkat mortilitas dan mordibitas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta
pembedahan. Tingkat mortilitas keseluruhan berkisar 0,2-0,8 % dan disebabkan
oleh komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Pada anak-anak, angka ini
berkisar antara 0,1-1% sedangkan pada pasien diatas 70 tahun angka ini
meningkat diatas 20% terutama karena keterlambatan diagnosis dan terapi.8
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. SS
Umur : 27 Tahun
Jenis Kelamin :Perempuan
Alamat : Siniu, Parigi
Pekerjaan :-
Pendidikan terakhir :SMA
Agama :Islam
Tanggal masuk RS : 4-9-2017
Tanggal pemeriksaan : 4-9-2017
ANAMNESIS
Riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), riwayat alergi obat-
obatan (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Tensi : 120/80mmHg
Nadi : 128x/m
Respirasi : 24x/m
Suhu :37 º C
GCS : E4V5M6
Status generalis
ki : ICS V LMCS
Sianosis : -/-
Status Lokalis:
Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : BU (+)
- Palpasi : nyeri perut sebelah kanan (+), Rovsing sign (+), blumberg sign (-)
- Perkusi : timpani
Pemeriksaan tambahan
Manifestations value
Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea/Vomitting 1
Rebound tendernees 1
Elevated temperature 1
Leukocytosis 2
Total 9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Hematologi :
Leukosit : 14,500 /µL
Hematokrit : 31,8 %
MCH : 29,1 pq
MCHC : 33,0 g/dL
MCV : 88,1 fL
2. Foto thorax AP
3. EKG
4. USG
kesan : appendisitis akut, ukuran 0,75
DIAGNOSA KERJA
- Appendisitis akut
PENATALAKSANAAN :
Umum:
Ceftriaxone 2x1gr IV
Ranitidin 2x50mg IV
Ketorolac 3x10mg IV
FOLLOW UP
1. Tgl 5-9-2017
S: Nyeri Luka Operasi(+) , Flatus (+) , Intake oral
O: TD : 120/80 mmHg
N : 82 kali / menit
R : 20 kali / menit
Sb : 36,5o C
Kepala CA-/-, SI-/-
Abdomen: Inspeksi : Datar, luka post op : pus( -) , perdarahan (–) Auskultasi :
Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas
Perkusi : Tympani
A: Post Appendectomy ec Appendisitis akut (H1)
P: IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam
Ceftriaxone 1 gr / 12 jam IV
Ranitidine 50 mg / 12 jam IV
Ketorolac 30 mg / 8 jam IV
Diet Lunak, Rawat luka, Mobilisasi
Tgl 6-9-2017
S: Nyeri Luka Operasi(+)
O: TD:120/80 mmHg
N:82kali/menit
R:18kali/menit
Sb : 36,5o C
Kepala CA-/-, SI-/-
Abdomen: Inspeksi : Datar, luka post op ; Pus (-) , Perdarahan (-) Auskultasi :
Bising
usus (+) normal
Palpasi : Lemas
Perkusi : Tympani
A: Post Appendectomy ec Appendisitis akut (H2)
P: IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam
Ceftriaxone 1 gr / 12 jam IV
Ranitidine 50 mg / 12 jam IV
Ketorolac 30 mg / 8 jam IV
Diet Lunak, Rawat luka, Mobilisasi
Tgl 7-9-2017
S: Nyeri Luka Operasi (↓)
O: TD:120/80 mmHg
N:82kali/menit
R:18kali/menit
Sb : 36,5o C
Kepala CA-/-, SI-/-
Abdomen: Inspeksi : Datar, luka post op : Pus (-) , Perdarahan (–)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas
Perkusi : Tympani
A: Post Appendectomy ec Appendisitis akut (H3)
P: Aff infus
Cefixime 100mg tab / 12 jam PO
Ranitidine 150 mg tab / 12 jam PO
Asam mefenamat 500 mg tab / 8 jam PO
Rawat luka
Tgl 8-9-2017
S: Nyeri Luka Operasi (-)
O: TD:120/80 mmHg
N:82kali/menit
R:18kali/menit
Sb : 36,5o C
Kepala CA-/-, SI-/-
Abdomen: Inspeksi : Datar, luka post op : Pus (-), Perdarahan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas
Perkusi : Tympani
A: Post Appendectomy ec Appendisitis akut
P: Rawat luka
Cefixime 100 mg / 12 jam PO
Ranitidine 150 mg / 12 jam PO
Asam mefenamat 500 mg / 8 jam PO
Rawat jalan
PROGNOSA
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Diagnosis
Dari anamnesis di temukan nyeri perut kanan bawah yang dirasakan penderita
sejak ± 3 hari yang lalu, awalnya sakit dirasakan di bagian umbilikus, lalu menjalar
ke bagian perut kanan bawah. Gejala yang khas dari apendisitis adalah ditemukan
nyeri pada bagian perut kanan bawah, namun sebelum ditemukan nyeri pada bagian
perut kanan bawah penderita akan mengeluh adanya nyeri di bagian sekitar umbilikus
. Dimulai dari nyeri pada bagian sekitar umbilikus pada fase ini sudah mulai terjadi
infeksi pada bagian apendiks, nyeri pada sekitar umbilkus di namakan nyeri viseral
yang terjadi karena adanya rangsangan pada peritoneum yang dipersarafi oleh saraf
otonom. Rangsangan pada peritoneum di dasari karena sudah terjadi inflamasi pada
bagian apendiks. Biasanya pada nyeri viseral pasien tidak dapat
menunjuk/melokalisasi sumber nyeri dengan menggunakan satu jari. Selanjutnya
penderita apendisitis akan mengeluhkan nyeri yang berpindah di bagian perut kanan
bawah. Pasien dapat menunjuk/ melokalisasi nyeri dengan satu jari. Nyeri yang di
rasakan di namakan nyeri somatik. Pada fase ini dokter baru bisa mengarahkan
diagnosis ke apendisitis.
Nyeri ini dikarenakan adanya rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi,
misalnya pada peritoneum parietalis. Pada organ apendiks terdapat peritoneum
parietalis yang melapisi organ sehinga ketika apendiks terjadi infeksi maka akan
merangsang peritoneum parietalis sehingga terjadi nyeri somatik. Kemudian pada
penderita di dapatkan di dapatkan adanya mual, muntah, anoreksia dan disertai
dengan demam dengan 37º C. Gejal-gejala tersebut merupakan gejala lain yang dapat
di alami penderita apendisitis dikarenakan adanya reaksi inflamasi dari organ
apendiks. Berdasarkan riwayat nyeri perut kanan bawah, pada penderita ditemukan
nyeri perut kanan bawah di alami ± 3 hari SMRS berdasarkan data di atas penderita
didiagnosis apendisitis kronik.7
Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea/Vomitting 1
Rebound tendernees 1
Elevated temperature 1
Leukocytosis 2
Total 9
Prognosis pada pasien apendisitis kronik adalah dubia. Diagnosis yang tepat
serta Pemilihan teknik operasi memengaruhi pemulihan pasca operasi.10
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.
3. WHO. Globlal burden disease. [Internet]. 2004. [diakses 3 Januari 2013]. Tersedia
pada: http://www.who.int/
healthinfo/global_burden_disease/BD_report_2004update_ AnnexA.pdf
5. Grace, P.A., Borley, N.R. Apendisitis Akut dalam At A Glance. Jakarta: Erlangga;
2006. p:106.
6. Moore, K.L., Anne, M.R. 2002. Abdomen dalam Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:
Hipokrates. h:109.
7. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. EGC, Jakarta, 2010.
9. Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study
2nd edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London,
Sydney.
10. Brunicardi, F.C., Anderson, D.K., Billiar, T.R., Dum, D.L., Hunter, J.G.,
Mathews, J.B., Podlock, R.E., 2010. The Appendix dalam Schwartz's Principles of
Surgery9th Ed. USA:The McGraw Hill Companies. p: 2043-74.A