Diajukan dalam rangka praktek dokter internship sekaligus sebagai syarat menyelesaikan
Program Dokter Internship Indonesia di Rumah Sakit Bhayangkara Palu
Disusun oleh :
dr. Fajar Aprilianti
Dokter Pendamping :
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
wanita dengan Infeksi Saluran Kemih yang dirawat di RS Bhayangkara Kota Palu
sejak 11 September 2017-17 september 2017.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. DR
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Otista
Agama : Islam
Tanggal periksa : 11-09-2017
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan Utama : Demam
Demam dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam turun saat
pemberian obat penurun demam kemudian demam kembali, keluhan demam
disertai menggigil dan sering buang air kecil. Pasien sering buang air kecil pada
malam hari dengan frekuensi 3-4 kali. Buang air kecil berpasir disangkal.
Pasien juga mengeluh nyeri pinggang dan nyeri di perut bawah serta
muntah. Muntah 10 kali dalam sehari, isi sisa makanan. Sesak tidak ada, batuk
tidak ada. Penurunan berat badan tidak ada. Buang air besar normal, tak ada
keluhan.
Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya pada saat tahun 2016
hanya minum obat dari puskesmas obat penurun demam dan antibiotik. Riwayat
keputihan tidak ada. Riwayat Hipertensi, diabetes mellitus dan sakit jantung
disangkal.
STATUS PRESENT
Sakit sedang/gizi baik/compos mentis
Tinggi badan : 158 cm
Berat Badan : 56 kg
IMT : 22,43 kg/m2
4
Status Vitalis :
T : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
P : 22 x/menit
S : 37,8⁰C, axilla
PEMERIKSAAN FISIS
Kepala :
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : hitam lurus, sukar dicabut
Mata :
Eksoptalmus/Enophtalmus : (-)
Kelopak mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil :bulat isokor diameter 2,5mm/2,5 mm
Telinga
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung :
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Mulut:
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
Gigi geligi : caries dentis (-)
5
Gusi : hiperemis (-)
Leher :
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada :
Inspeksi
Bentuk : simetris kiri = kanan, normochest
Pembuluh darah : bendungan (-)
Sela iga : pelebaran sela iga (-)
Paru
Palpasi :
Fremitus raba : kesan normal
Nyeri tekan : (-)
Massa tumor : (-)
Perkusi :
Sonor kiri=kanan
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : vesikuler kiri=kanan
Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : ICS II linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra
Batas Kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
6
Abdomen
Inspeksi : cembung, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio inguinal
hepar tidak teraba pembesaran
lien tidak teraba pembesaran
Perkusi : timpani
Genitalia
Perempuan normal
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Nyeri ketok : Costovertebra (CVA) (+)
Auskultasi : BP: vesikuler
Gerakan : dalam batas normal
Ekstremitas :
Refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
Edema : -/-
Laboratorium:
11-09-2017
Darah rutin :
Leukosit : 15,9 ribu/uL
Eritrosit : 4,78 juta/uL
Hemoglobin : 13,2 gr/L
Hematokrit : 38,9%
Trombosit : 303 ribu/uL
Malaria :-
Urine lengkap
Makroskopis
Warna : kuning tua
Kekeruhan : keruh
7
Leukosit : positif +++
Keton : negatif
Nitrit : negatif
Blood : positif +
Bilirubin : negatif
Protein : positif +
Glukosa : negatif
Bj : 1.010
pH : 6.5
Urobilinogen : positif +
Mikroskopik Sedimen
Silinder : negatif
Eritrosit : 11-12/ Lpb
Leukosit : penuh/ Lpb
Epitel : ++/Lpk
Kristal : negatif
Bakteri : negatif
RESUME
Seorang wanita umur 29 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
Demam dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam turun saat
pemberian obat penurun demam kemudian demam kembali, keluhan demam
disertai menggigil dan sering buang air kecil. Pasien sering buang air kecil pada
malam hari dengan frekuensi 3-4 kali. Pasien juga mengeluh nyeri pinggang, nyeri
perut bawah dan muntah. Muntah 10 kali dalam sehari, isi sisa makanan. Riwayat
dengan keluhan yang sama sebelumnya pada saat tahun 2016.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum sakit sedang, tanda vital
Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 22 x/menit, suhu axilla
37,8⁰C. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan (+) pada regio inguinal,
pada punggung didapatkan nyeri ketok CVA (+). Pemeriksaan Urin rutin: leukosit
positif +++, blood positif +, protein positif +, Mikroskopik sedimen urin Eritrosit
11-12 / Lpb, leukosit penuh / Lpb.
8
DIAGNOSIS KERJA
Pielonefritis akut
PENGOBATAN:
IFVD RL 20 tpm
Ceftriaxone injeksi 1gr/IV/12 jam
Paracetamol tablet 500mg 3x1 tab
Domperidon tablet 2x1 tab
PROGNOSIS
Quad ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quad ad vitam : Dubia ad Bonam
Quad ad sanationam : Dubia ad Bonam
FOLLOW UP RUANGAN
9
13-9-2017 ( Perawatan hari ke-3)
Keadaan umum : Tampak sakit, Compos Mentis
Keluhan : Demam (+) hari ke-5, menggigil (-), muntah (-)
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu badan : 37,5°C
Adomen : Nyeri tekan inguinal (+), nyeri pinggang (+) berkurang
Punggung : nyeri ketok CVA (+) berkurang
Diagnosa : Pielonefritis akut
Pengobatan : IFVD RL 20 tpm
Ceftriaxone injeksi 1gr/IV/12 jam
Paracetamol tablet 500mg 3x1 tab
Domperidon tablet 10 mg 2x1 tab (kalau perlu)
10
15-9-2017 ( Perawatan hari ke-5)
Keadaan umum : Tampak baik, Compos Mentis
Keluhan : Demam (-), menggigil (-), muntah (-)
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu badan : 36,5°C
Adomen : Nyeri tekan inguinal (-), nyeri pinggang (-)
Punggung : nyeri ketok CVA (-)
Diagnosa : Pielonefritis akut
Pengobatan : IFVD RL 20 tpm
Ceftriaxone injeksi 1gr/IV/12 jam
Paracetamol tablet 500mg 3x1 tab (kalau perlu)
Domperidon tablet 10 mg 2x1 tab (kalau perlu)
Pemeriksaan labotatorium hematologi 15-09-2017 :
Leukosit : 7.6 ribu/uL
Eritrosit : 4.44 juta/uL
Hemoglobin : 12.2 gr/L
Hematokrit : 36.5 %
Trombosit : 479 ribu/uL
11
Diagnosa : Pielonefritis akut
Pengobatan : IFVD RL 20 tpm
Ceftriaxone injeksi 1gr/IV/12 jam
Paracetamol tablet 500mg 3x1 tab (kalau perlu)
Domperidon tablet 10mg 2x1 tab (kalau perlu)
Direncanakan rawat jalan besok
12
Protein : negatif
Glukosa : negatif
Bj : 1.010
pH : 6.5
Urobilinogen : normal
Mikroskopik Sedimen
Silinder : negatif
Eritrosit : 0-2/ Lpb
Leukosit : 1-3/ Lpb
Epitel : negatif
Kristal : negatif
Bakteri : negatif
13
BAB III
PEMBAHASAN
Etiologi
Eschersia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan diusus besar
merupakan penyebab 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab 50% infeksi
ginjal dirumah sait. Selain E.coli bakteri lainnya yang juga turut serta dapat
mengakibatkan pielonefritis seperti klebseilla, golongan streptokokus. Infeksi biasanya
berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang
sehat naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan
membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter ditempat masuknya ke kandung
kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau
pembesaran prostat) arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Infeksi bisa juga dibawa ke ginjal dari
bagian tubuh lain melalui aliran darah.3
14
Tabel 1. Famili, genus dan spesies mikroorganisme yang paling sering sebagai
penyebab Infeksi ginjal1
Pathogenesis
Pielonefritis terjadi berawal dari invasi bakteri ke dalam saluran kemih
bagian bawah, kondisi tubuh dengan imun yang rendah, obstruksi saluran kemih
dapat menghambat eleminasi bakteri kedalam urine sehingga bakteri dapat
berkembang biak dan menginfeksi mukosa saluran kemih, di samping itu pada
penderita diabetes dengan kadar gula yang tinggi mengakibatkan glukosa yang lolos
dalam filtrasi hanya dapat direabsorbsi sebesar nilai maksimal reabsorbsi glukosa yaitu
220, sisa glukosa yang tidak dapat direabsorbsi lagi akan terbawa dan terkandung
dalam urine, hal tersebut mengakibatkan bakteri dapat berkembang biak secara cepat
dalam saluran kemih dan menginfeksi saluran kemih. Kehamilan, pada saat kehamilan
hormone estrogen meningkat sehingga akan mengakibatkan vasodilatasi pada
pembuluh darah, vasodilatasi mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang
akhirnya akan mengakibatkan kebocoran protein plasma kedalam interstitial dan
menarik cairan
15
plasmaikut bersamanya, hal tersebut akan mengakibatkan tingginya tekanan onkotik
plasma pada filtrasi glomelurus yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari
kapsula bowment ke kapiler glomelurus melawan gaya filtrasi.1,3,4
Dari mekanisme diatas, akan terjadi infeksi pada saluran kemih bawah
dan apabila tubuh tidak mampu mengatasi fluktuasi bakteri dalam saluran kemih,
maka bakteri tersebut akan naik ke saluran kemih bagian atas yang mengakibatkan
peradangan-infeksi diparemkin ginjal (Pielonefritis).1,3,4
Pada pielonefritis terjadi reaksi radang dan pengikatan antara antigen dan
antibody, pengikatan tersebut mengakibatkan tubuh akan melepaskan mediator-
mediator kimia yang dapat menimbulkan gejala inflamasi. Mediator EP (endogen
pirogen) dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena EP merangsang
prostaglandin untuk meningkatkan thermostat tubuh di hipotalamus sehingga
mengakibatkan kenaikan suhu yang tinggi atau hipertermi.1,3,4
Gambaran Klinis
Pielonefritis Akut (PNA) mempunyai gambaran klinis yang khas berupa :
1. Demam tinggi
2. Menggigil
3. Nyeri pinggang
4. Nyeri tekan CVA.
5. Kadang terdapat disuria
Gambaran klinis PNA sering didahului gejala ISK bawah (sistitis) yang
berulang atau tidak sembuh baik.1
Pada kasus didapatkan gejala serupa dimana terdapat keluhan demam tinggi,
menggigil, nyeri pinggang dan nyeri tekan CVA, disertai muntah.
Diagnosis
16
Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis yang muncul ditambah dengan
pemeriksaan fisik dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang
paling ideal untuk deteksi adanya ISK adalah kultur urin. Untuk menegakkan diagnosis
ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis), nilai ambang batas yang digunakan
adalah 103 colony forming units/ml (cfu/mL). Untuk ISK tak bergejala (bakteriuria
asimtomatik), nilai ambang batas yang digunakan adalah 105 cfu/mL.4
Dalam diagnosis bakteriuria asimtomatik pada perempuan, termasuk ibu hamil,
harus digunakan sampel yang berasal dari urin pancar tengah yang diambil secara
bersih (midstream, clean-catch urine sample). Masalah yang ada di negara yang sedang
berkembang umumnya adalah layanan kesehatan dengan fasilitas yang terbatas. Pada
layanan tersebut, umumnya fasilitas untuk kultur urin tidak ada. Masalah lain dalam
penggunaan kultur urin sebagai teknik skrining bakteriuria asimtomatik adalah biaya
yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil.4
Diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan metode tidak langsung untuk deteksi
bakteri atau hasil reaksi inflamasi. Metode yang sering dipakai adalah tes celup urin,
yang dapat digunakan untuk deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, dan darah di dalam
urin.3
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk
mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
ISK. Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK antara lain :
ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating
cystogram), dan isotop scanning.1
Pada pasien diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis didapati keluhan berupa
demam tinggi sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, menggigil, nyeri abdomen regio
inguinal dan nyeri pinggang, pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan (+) di regio
inguinal, pada punggung didapatkan nyeri ketok CVA (+). Pemeriksaan laboratorium
darah rutin terjadi peningkatan leukosit darah yaitu 15,9 ribu/uL. Pemeriksaan urin
17
rutin didapatkan hasil leukosit positif +++, blood positif +, protein positif +,
Mikroskopik sedimen urin Eritrosit 11-12 / Lpb, leukosit penuh / Lpb.
Penatalaksanaan
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika
yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin serta
mengobati keluhan lainnya yang kadang menyertai. Hampir 80% pasien akan
memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3
gram, trimetoprim 200mg. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria)
diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari. Jika disertai faktor predisposisi, terapi
antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor resiko. Tanpa faktor predisposisi dapat
diberikan tatalaksana berupa :
1. Asupan cairan banyak
2. Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal
(misal trimetroprim 200mg)
3. Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.
Table 2. rekomendasi terapi antibiotic pada sistitis akut tanpa komlikasi pada wanita4
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk
memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.
Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut: 1
18
1. Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika
oral.
2. Pasien sakit berat atau debilitasi.
3. Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
4. Diperlukan investigasi lanjutan.
5. Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
6. Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.
The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif
terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui jenis
mikroorganisme sebagai penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan
atau tanpa ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa
aminoglikosida.1
Pada pasien diberikan golongan sefalosporin (ceftriaxone) yang termasuk
antiotik spektrum luas dengan dosis 1 gr diberikan per 12 jam secara intravena (IV).
Diberikan juga antipiretik (paracetamol 500mg tablet), antiemetik (domperidon 10mg
tablet) untuk mengurangi keluhan muntah.
Pencegahan
Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia.
Untuk melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang
telah kena infeksi kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut.
Kuman mempunyai banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena
infeksi untuk pindah dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat
memotong atau membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular. Kadang
kita dapat mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita. Kadang kita dapat
pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain.5
Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang kembali,
yaitu: 6
19
1. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan sebab
terbesar dari infeksi saluran kemih.
2. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni, bersihkanlah
dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk
ke saluran urin dari rektum.
3. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan
berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
4. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat
memperlancar sirkulasi udara.
5. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat
mendorong perkembangbiakan bakteri.
6. Minum air yang banyak.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukandar E. Infeksi saluran kemih pada pasien dewasa dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007.
2. Lumbanbatu, S.M., 2003; Bakteriuria Asimptomatik pada Anak Sekolah Dasar
Usia 9-12 tahun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara; 1-17.
3. Schmiemann G, Kniehl E, Gebhardt K, Matejczyk MM, Hummers-Pradier E.
The diagnosis of urinary tract infection: a systematic review. Dtsch Arztebl Int.
2010;107(21):361-7.
4. Grabe M, Bjerklund-Johansen TE, Botto H, Wullt B, Cek M, Naber KG, et al.
Guidelines on urological infections. EAU Guidelines. Arnhem. The
Netherlands: European Association of Urology (EAU); 2015.
5. Noor, Nur Narsy, 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta :
Rineka Cipta; 39-40,82-83.
6. Schoenstadt, Arthur, 2008. Urinary Tract Infection Prevention. Available from
: http://www.honafrica.org.
21