Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

ANAK DENGAN APENDISITIS


Disusun Untuk Memenuhi Penugasan Ketidakhadiran Mata Kuliah Praktik Klinik
Keperawatan Anak
Dosen pengampu: Ema Hikmah, S.Kp, M.Kep

Disusun Oleh:

Moh. Dhika Ramadhan


(P27905118019)

POLTEKKES KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ANAK DENGAN APENDISITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif
dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
(Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara
10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi
karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).

2. Etiologi
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.
Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab
obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid
merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga
menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan  kebiasaan mengkonsumsi makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang
keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan
meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis.
Factor prediposisi apendisitis yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

3. Manifestasi Klinik
a.Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c.Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e.Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi
kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika
timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika
timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan
batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran
kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran
kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas  letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium,
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5
derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh
sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul
pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.
Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis Bila apendiks terletak di dekat  atau menempel
pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga
peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (diare).
3. Bila apendiks  terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga
biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala
apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak
bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-
muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini,  sering
apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru
diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa
dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang
panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan
trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan
gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan
lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih  ke regio lumbal kanan.

4. Klasifikasi Apendisitis
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara
1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi
sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel
dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih
baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan
operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.

5. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi
komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi
93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR
komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki
dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
d. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan
oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan
mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang
yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi,
terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix
dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik,
suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan
nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal (Ahmadsyah dan Kartono, 1995).

6. Patofisiologi
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh
lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir)
setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks
ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah  banyak dan
kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan
elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan  menyebabkan terhambatnya
aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai
peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks
yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti
apendisitis berada dalam keadaan perforasi.

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses


peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus
halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah
infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan
massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.

Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang,
dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang,
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi
karena adanya gangguan pembuluh darah.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada
perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi.
Pathway

7.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94%
dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma
colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus
atau batu ureter kanan.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka
dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.

B. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Apendisitis


1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
a.Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam
kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c.Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e.Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
ii. Sirkulasi : Takikardia.
iii. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
3. Rencana Keperawatan

PRE OPERASI

NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji tingkat nyeri, lokasi dan -Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri
dengan agen injuri diharapkan nyeri klien berkurang dengan karasteristik nyeri. dan merupakan indiaktor secara dini untuk
biologi (distensi jaringan kriteria hasil : dapat memberikan tindakan selanjutnya
intestinal oleh inflamasi) - Klien mampu mengontrol nyeri (tahu -Informasi yang tepat dapat menurunkan
penyebab nyeri, mampu - Jelaskan pada pasien tentang tingkat kecemasan pasien dan menambah
menggunakan tehnik nonfarmakologi penyebab nyeri pengetahuan pasien tentang nyeri.
untuk mengurangi nyeri, mencari -Napas dalam dapat menghirup O2 secara
bantuan) - Ajarkan tehnik untuk adequate sehingga otot-otot menjadi
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang pernafasan diafragmatik lambat relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa
dengan menggunakan manajemen / napas dalam nyeri.
nyeri -Meningkatkan relaksasi dan dapat
- Tanda vital dalam rentang normal : - Berikan aktivitas hiburan meningkatkan kemampuan kooping.
TD (systole 110-130mmHg, diastole (ngobrol dengan anggota
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), keluarga) -Deteksi dini terhadap perkembangan
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Observasi tanda-tanda vital kesehatan pasien.
37,50C) -Sebagai profilaksis untuk dapat
- Klien tampak rileks mampu - Kolaborasi dengan tim medis menghilangkan rasa nyeri.
tidur/istirahat dalam pemberian analgetik

2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam pembentukan jadwal
(konstipasi) berhubungan diharapkan konstipasi klien teratasi defekasi klien dan gaya hidup irigasi efektif
dengan penurunan dengan kriteria hasil: sebelumnya.
peritaltik. - BAB 1-2 kali/hari - Auskultasi bising usus - Kembalinya fungsi gastriintestinal
- Feses lunak mungkin terlambat oleh inflamasi intra
- Bising usus 5-30 kali/menit peritonial
- Tinjau ulang pola diet dan - Masukan adekuat dan serat, makanan
jumlah / tipe masukan cairan. kasar memberikan bentuk dan cairan
adalah faktor penting dalam menentukan
konsistensi feses.
- Berikan makanan tinggi serat. - Makanan yang tinggi serat dapat
memperlancar pencernaan sehingga tidak
terjadi konstipasi.
- Berikan obat sesuai indikasi, - Obat pelunak feses dapat melunakkan
contoh : pelunak feses feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda-tanda vital - Tanda yang membantu
cairan berhubungan diharapkan keseimbangan cairan dapat mengidentifikasikan fluktuasi volume
dengan mual muntah. dipertahankan dengan kriteria hasil: intravaskuler.
- kelembaban membrane mukosa - Kaji membrane mukosa, kaji - Indicator keadekuatan sirkulasi perifer
        turgor kulit baik tugor kulit dan pengisian dan hidrasi seluler.
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg kapiler.
BB/jam - Awasi masukan dan haluaran, - Penurunan haluaran urin pekat dengan
- Tanda-tanda vital dalam batas catat warna urine/konsentrasi, peningkatan berat jenis diduga
normal : TD (systole 110-130mmHg, berat jenis. dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
diastole 70-90mmHg), - Auskultasi bising usus, catat
HR(60-100x/menit), RR kelancaran flatus, gerakan
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C) usus.
- Indicator kembalinya peristaltic,
- Berikan perawatan mulut
kesiapan untuk pemasukan per oral.
sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir.
- Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
- Pertahankan penghisapan
mulut kering dan pecah-pecah
gaster/usus.

- Selang NG biasanya dimasukkan pada


praoperasi dan dipertahankan pada fase
segera pascaoperasi  untuk dekompresi
- Kolaborasi pemberian cairan
usus, meningkatkan istirahat usus,
IV dan elektrolit
mencegah mentah.
- Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit
4. Cemas  berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat ansietas, catat -Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat,
dengan akan diharapkan kecemasan klien berkurang verbal dan non verbal pasien. penting pada prosedur diagnostik dan
dilaksanakan operasi. dengan kriteria hasil : pembedahan.
- Melaporkan ansietas menurun sampai - Jelaskan dan persiapkan untuk -Dapat meringankan ansietas terutama ketika
tingkat teratasi tindakan prosedur sebelum pemeriksaan tersebut melibatkan
- Tampak rileks dilakukan pembedahan.
- Jadwalkan istirahat adekuat
dan periode menghentikan -Membatasi kelemahan, menghemat energi
tidur. dan meningkatkan kemampuan koping.
- Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien -Mengurangi kecemasan klien

POST OPERASI
N DIAGNOSA
NOC NIC RASIONAL
O KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji skala nyeri lokasi, -Berguna dalam pengawasan dan keefesien
dengan agen injuri fisik diharapkan nyeri berkurang dengan karakteristik dan laporkan obat, kemajuan penyembuhan,perubahan
(luka insisi post operasi kriteria hasil : perubahan nyeri dengan tepat. dan karakteristik nyeri.
appenditomi). - Melaporkan nyeri berkurang - Monitor tanda-tanda vital -Deteksi dini terhadap perkembangan
- Klien tampak rileks kesehatan pasien.
- Dapat tidur dengan tepat - Pertahankan istirahat dengan -Menghilangkan tegangan abdomen yang
- Tanda-tanda vital dalam batas posisi semi powler. bertambah dengan posisi terlentang.
normal : TD (systole 110-130mmHg, - Dorong ambulasi dini. -Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
diastole 70-90mmHg), - Berikan aktivitas hiburan. -Meningkatkan relaksasi.
HR(60-100x/menit), RR - Kolaborasi tim dokter dalam -Menghilangkan nyeri.
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C) pemberian analgetika.

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji adanya tanda-tanda infeksi -Dugaan adanya infeksi
berhubungan dengan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan pada area insisi
tindakan invasif (insisi kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda vital.
post pembedahan). - Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, menggigil, -Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
- Menunjukkan kemampuan untuk berkeringat, perubahan mental abses, peritonitis
mencegah timbulnya infeksi - Lakukan teknik isolasi untuk
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) infeksi enterik, termasuk cuci -Mencegah transmisi penyakit virus ke orang
tangan efektif. lain.
- Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka -Mencegah meluas dan membatasi penyebaran
insisi / terbuka, bersihkan organisme infektif / kontaminasi silang.
dengan betadine.
- Awasi / batasi pengunjung dan -Menurunkan resiko terpajan.
siap kebutuhan.
- Kolaborasi tim medis dalam -Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan
pemberian antibiotik hasil aerob gra negatif.

3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Mandikan pasien setiap hari -Agar badan menjadi segar, melancarkan
berhubungan dengan diharapkan kebersihan klien dapat sampai klien mampu peredaran darah dan meningkatkan
nyeri. dipertahankan dengan kriteria hasil : melaksanakan sendiri serta cuci kesehatan.
- klien bebas dari bau badan rambut dan potong kuku klien.
- klien tampak bersih - Ganti pakaian yang kotor -Untuk melindungi klien dari kuman dan
- ADLs klien dapat mandiri atau dengan yang bersih. meningkatkan rasa nyaman
dengan bantuan - Berikan Hynege Edukasipada -Agar klien dan keluarga dapat termotivasi
klien dan keluarganya tentang untuk menjaga personal hygiene.
pentingnya kebersihan diri.
- Berikan pujian pada klien -Agar klien merasa tersanjung dan lebih
tentang kebersihannya. kooperatif dalam kebersihan
- Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien -Agar keterampilan dapat diterapkan
- Bersihkan dan atur posisi serta
tempat tidur klien. -Klien merasa nyaman dengan tenun yang
bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji ulang pembatasan -Memberikan informasi pada pasien untuk
tentang kondisi prognosis diharapkan pengetahuan bertambah aktivitas pascaoperasi merencanakan kembali rutinitas biasa
dan kebutuhan dengan kriteria hasil : tanpa menimbulkan masalah.
pengobatan b.d kurang - menyatakan pemahaman proses - Anjuran menggunakan -Membantu kembali ke fungsi usus semula
informasi. penyakit dan pengobatan laksatif/pelembek feses ringan mencegah ngejan saat defekasi
- berpartisipasi dalam program bila perlu dan hindari enema
pengobatan - Diskusikan perawatan insisi, -Pemahaman meningkatkan kerja sama
termasuk mengamati balutan, dengan terapi, meningkatkan
pembatasan mandi, dan penyembuhan
kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat
- Identifikasi gejala yang -Upaya intervensi menurunkan resiko
memerlukan evaluasi medic, komplikasi lambatnya penyembuhan
contoh peningkatan nyeri peritonitis.
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. (Tarwoto &
Wartonah, 2011).
Pada tahap ini perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam
melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus
pada klien post appendictomy pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara
independen. Interdependen dan dependen.

5. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai
dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Tarwoto &
Wartonah, 2011).
Tehnik Pelaksanaan SOAP
1. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan.
2. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
3. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
sebahagian, atau tidak teratasi.
4. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.

Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical Aspect.
Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS. .

Zeller, J.L., Burke, A.E., Glass, R.M., “Acute Appendicitis in Children”, JAMA,
http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/298/4/482, 15 Juli 2007, 298(4): 482.

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA


Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN
POST OPERASI APENDISITIS
Disusun Untuk Memenuhi Penugasan Ketidakhadiran Pada Mata Kuliah
Praktik Klinik Keperawatan Anak
Dosen Pengampu : Ema Hikmah, S.Kp., M.Kep.

Disusun Oleh:

Moh. Dhika Ramadhan


P27905118019

POLTEKKES KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2020/2021
Triger kasus:
Seorang anak laki-laki usia 8 tahun dirawat di ruang bedah anak pasca operasi apendiks
hari ke-4. Pada saat pengkajian anak mengatakan tidak mau miring kiri, duduk, dan
turun dari tempat tidur dengan alasan luka operasi terasa sakit terutama ketika gerak.
A. Pengkajian
1. Identitas
a) Anak
Nama : An. A
Tanggal lahir : 28 juni 2012
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke : 1 (satu)
Alamat : Kp. Tanah Merah
Tanggal kunjungan : 1 Januari 2021
b) Orang tua
Nama : Ny. B
Umur : 33 Th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Kp. Tanah Merah

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Keluhan saat dilakukan pengkajian klien mengatakan perut bagian kanan
bawah terasa sakit dan panas. Klien mengeluh sakit sekitar jahitan terutama jika
digunakan untuk beraktifitas, terasa panas seperti ditusuk-tusuk, klien mengatakan
nyeri hilang timbul.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien selesai operasi pada tanggal 1 Januari 2021 jam 22.30 WIB. Pada
saat pengkajian pada tanggal 2 Januari 2021 jam 07.30 WIB, pasien post operasi
laparascopic appendectomy hari pertama. Pasien mengeluhkan nyeri operasi pada
bagian pusar, nyeri yang dirasakan menetap serta terasa seperti ditusuk-tusuk dan
perih. Pasien tampak meringis, memegang area yang sakit dan berhati-hati saat
bergerak. Pasien mengatakan nyeri meningkat bila berpindah posisi, bersin dan
batuk. Pasien mengeluhkan kurang nafsu makan karena mual dan muntahnya.
Pasien mengatakan mual, muntah dan badan terasa letih beserta pusing.

c. Pola Aktifitas dan Latihan

Kemampuan 0 1 2 3 4

Makan/minum √

Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di

tenpat tidur

Berpindah √

Ambulasi ROM √

Keterangan :
0 = Mandiri
1 = Di bantu orang lain
2 = Dengan alat bantu
3 = Di bantu orang lain dan alat
4 = Tergantung total

d. Pola Keamanan dan Kenyamanan Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan
(abdomen), terutama jika digunakan untuk aktifitas.
P : nyeri pada luka jahitan, jika digunakan untuk bergerak, nyeri berkurang pada
waktu istirahat.
Q : terasa panas seperti ditusuk-tusuk
R : daerah abdomen
S : skala nyeri 5
T : nyeri hilang timbul

3. Pemeriksaan Fisik

a. Penampilan Umum
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos menthis
E : 4, V : 5, M : 6

b. Tanda-tanda Vital
 TD : 110/60 mmhg
 N : 90 x/menit
 Rr : 22 x/menit
 S : 36,80 C

c. Head to Toe
 Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normochepal, rambut tampak hitam, rambut tidak
mudah rontok, dan tidak ada tampak ketombe dan kotoran di rambut.
Palpasi : tidak ada teraba pembengkakan pada kepala dan wajah, tidak ada
nyeri tekan
 Kulit
Tugor kulit kering, elastisitas baik, teraba dingin, tampak pucat, tidak ada lesi
 Mata
Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, refleks pupil baik
 Hidung
Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak ada polip dan tidak ada
pernafasan cuping hidung.
 Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran baik Mulut Mulut
tampak simetris, mukosa bibir lembab, tampak pucat, tidak ada stomatitis,
tidak ada candidiasis, gigi lengkap dan tidak berlubang.
 Leher
Kelenjar Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Tidak ada pembesaran
tiroid
 Thorax
a. Paru-paru
Pergerakan dinding dada tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada jejas,
tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
b. Jantung
Ictus cordis tak terlihat Irama teratur
 Abdomen
Inspeksi : bentuk simentris, terdapat luka post operasi appendiktomy dengan
jahitan rapi, luka bersih, tidak ada pus, kemerahan berkurang, tidak bengkak,
panjang luka ± 5 cm, terdapat 5 jahitan luka.
Auskultasi : Peristaltik usus 17 x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, tidak ada pembesaran ginjal maupun
limfa, suhu sekitar luka hangat.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Keterangan

Hemoglobin 11,0 gr/dl 11,5 – 15,5 Rendah

Trombosit 472.000 mm3 150.000 – Trobositosis


400.000/ mm3

Leukosit 10000 mm3 3500-9000/ Leukositosis


mm3

Hematokrit 32 Vol% 33 - 38 Rendah

5. Terapi Medis
No Obat-obatan Dosis Rute Ket

1 Ketorolac 2×30 mg/m Intravena Analgesik

2 Omeprazole 2×40 mg Intravena Mengurangi


sekresi asam
lambung

3 Ceftriaxone 2×1 gr Intravena Antibiotik

4 Paracetamol 4x500 mg Oral Antipiretik dan


analgesik

5 Ranitidine 2×25 mg/ml Intravena Penghambat


H2 dan
mengurangi
sekresi asam
lambung

6 RL 13 tpm Intravena Cairan


Kristaloid

B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

DS : Luka post operasi Nyeri akut


 Pasien mengatakan nyeri (appendectomy)
pada bekas operasi
 Pasien mengatakan nyeri
yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dan perih
 Pasien mengatakan nyeri
yang dirasa menetap dan
nyeri bertambah apabila
bergerak/ beraktivitas dan
batuk
 Pasien mengatakan nyeri
yang dirasakan membuat
dirinya mual dan muntah
 Pasien mengatakan sulit
tidur karena nyeri pada
perut nya.
DO :
 Pasien tampak meringis
P : luka post operasi, luka
insisi 10mm di bawah
umbilikus, 5mm di abdomen
bawah, luka tertutup verban.
Q : Seperti ditusuk-tusuk
dan perih
R : Pada pusar
S:5
T : menetap
 Pasien tampak berhati-hati
saat bergerak
 Pasien tampak selalu
memegang perut yang nyeri
 Pasien tampak lelah dan
letih
 Tanda-tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg,
N : 90x / menit ,
P : 22x/ menit

DS : Kehilangan cairan aktif Kekurangan volume


 Pasien mengatakan sering (muntah) cairan
mual dan sudah 4 kali
muntah
DO:
 Pasien tampak lemah
 Membran mukosa bibir
tampak kering
 Bibir tampak pucat
 Konjungtiva anemis
 Akral dingin
 Kulit kering
 Pasien muntah 4 kali
sebanyak 200cc
 CRT 2 detik
 Balance cairan : -380 cc
 Ht = 34,9 % (normal : 37-
43)
 Tanda-tanda Vital :
TD : 100/60 mmHg, N : 90x
/ menit.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.

D. Intervensi Keperawatan
Perencanaan
No. Dx. Perawat
Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri Setelah dilakukan - Kaji skala nyeri -Berguna dalam


berhubungan selama 2x24 jam, lokasi, pengawasan dan
dengan agen diharapkan nyeri karakteristik keefesien obat,
injuri fisik berkurang dengan dan laporkan kemajuan
(luka insisi kriteria hasil : perubahan nyeri penyembuhan,peru
post operasi - Melaporkan dengan tepat. bahan dan
appenditomi). nyeri berkurang - Monitor tanda- karakteristik nyeri.
- Klien tampak tanda vital -Deteksi dini terhadap
rileks - Pertahankan perkembangan
- Dapat tidur istirahat dengan kesehatan pasien.
dengan tepat posisi semi -Menghilangkan
- Tanda-tanda powler. tegangan abdomen
vital dalam - Dorong yang bertambah
batas normal : ambulasi dini. dengan posisi
TD (systole - Berikan terlentang.
110-130mmHg, aktivitas -Meningkatkan
diastole 70- hiburan. kormolisasi fungsi
90mmHg), - Kolaborasi tim organ.
HR(60-100x/m dokter dalam -Meningkatkan
enit), RR (16- pemberian relaksasi.
24x/menit), analgetika -Menghilangkan nyeri.
suhu (36,5-
37,50C)

2. Kekurangan Setelah dilakukan - Monitor tanda- - Tanda yang


volume cairan selama 2x24 jam, tanda vital membantu
berhubungan diharapkan mengidentifikasik
dengan mual keseimbangan an fluktuasi
muntah. cairan dapat - Kaji membrane volume
dipertahankan mukosa, kaji intravaskuler.
dengan kriteria tugor kulit dan - Indicator
hasil: pengisian keadekuatan
- kelembaban kapiler. sirkulasi perifer
membrane - Awasi masukan dan hidrasi
mukosa dan haluaran, seluler.
        turgor kulit catat warna
baik urine/konsentras - Penurunan
- Haluaran urin i, berat jenis. haluaran urin
adekuat: 1 - Auskultasi pekat dengan
cc/kg BB/jam bising usus, peningkatan berat
- Tanda-tanda catat kelancaran jenis diduga
vital dalam flatus, gerakan dehidrasi/kebutuh
batas normal : usus. an peningkatan
TD (systole - Berikan cairan.
110-130mmHg, perawatan
diastole 70- mulut sering
90mmHg), dengan
- Indicator
HR(60-100x/m perhatian
kembalinya
enit), RR (16- khusus pada
peristaltic,
24x/menit), perlindungan
kesiapan untuk
suhu (36,5- bibir.
pemasukan per
37,50C) - Pertahankan
oral.
penghisapan
gaster/usus.
- Dehidrasi
- Kolaborasi
mengakibatkan
pemberian
bibir dan mulut
cairan IV dan
kering dan pecah-
elektrolit
pecah

- Selang NG
biasanya
dimasukkan pada
praoperasi dan
dipertahankan
pada fase segera
pascaoperasi 
untuk dekompresi
usus,
meningkatkan
istirahat usus,
mencegah
mentah.

- Peritoneum
bereaksi terhadap
iritasi/infeksi
dengan
menghasilkan
sejumlah besar
cairan yang dapat
menurunkan
volume sirkulasi
darah,
mengakibatkan
hipovolemia.
Dehidrasi dapat
terjadi
ketidakseimbanga
n elektrolit

E. Implementasi Keperawatan
Tanggal/Jam No. Dx Tindakan Keperawatan Paraf

04-01-21 1.  Mengobservasi reaksi non verbal


08.00 wib dari monitor tanda – tanda vital
dengan mengobservasi tanda –
tanda vital : tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu
 Memonitor kualitas nadi, pola
pernafasan
 Peningkatan tidur : Menentukan
pola tidur/aktivitas tidur,
Memonitor/catat pola tidur dan
jumlah jam tidur , Menganjurkan
pasien untuk memantau pola tidur
Sesuaikan lingkungan untuk
meningkatkan tidur
 Menempatkan pasien pada posisi
nyaman dengan semi fowler
ketika istirahat
 Memberikan tekhnik relaksasi
nafas dalam untuk mengurangi
rasa nyeri pasien\
 Memberikan ambulasi dini pada
pasien un mencegah terjadinya
komplikasi post operasi
 Kolaborasi Pemberian obat
analgetik : Memberikan analgetik
sesuai hasil kolaborasi,
Memonitor tanda – tanda vital
sebelum dan seudah pemberian
analgetik , Mengevaluasi ke
efektifan analgetik setelah
pemberian, Mendokumentasikan
respon pasien terhadap analgetik
04-01-21 2.  Monitor cairan : Menentukan
09.00 wib faktor-faktor risiko yang mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan
cairan (pasca operasi, muntah) ,
Menentukan apakah pasien
mengalami kehausan atau gejala
perubahan cairan (pusing,
mual) ,Memeriksa tugor
kulit ,Memonitor berat badan ,
Memonitor asupan dan
pengeluaran , Memonitor
membran mukosa, tugor kulit, dan
respon haus
 Manajemen Cairan : Memonitor
membran mukosa, denyut nadi
dan tekanan darah ,Memonitor
tanda-tanda vital , Kolaborasi
Memberikan terapi IV yaitu RL
13tpm, Ranitidin 25mg/ml dan
Meningkatkan asupan oral

F. Evaluasi Keperawatan
Tanggal/Jam No. Dx Catatan Perkembangan Paraf

04-01-21 1. S:
 Pasien mengatakan masih nyeri
pada perut bagian kanan bawah
 Pasien mengatakan nyeri
dirasakan seperti ngilu dan perih
 Pasien mengatakan nyeri hilang
timbul
 Pasien mengatakan skala nyeri
turun dari 5 menjadi 3 Pasien
mengatakan merasa nyaman dan
rasa sakit berkurang ketika
melakukan teknik nrelaksasi
nafas dalam ketika miring kiri,
duduk atau bergerak
O:
 Pasien tampak mulai tenang
 Pasien tidak menunjukkan
gelisah
 Pasien tidak menunjukkan wajah
sakit
 Pasien tampak masih berhati-hati
saat bergerak
 Pasien mendapatkan obat Terapi
Medis
 Skala nyeri : pre test / post test :
5/3
 Pre test : (jam 08.00) TD : 100/60
mmHg, N : 90x / menit , P : 22x/
menit, S : 36,8ºC
 Post test : (jam 15.00) TD :
110/70 mmHg, N : 70x / menit ,
P : 18x/ menit, S : 36,7ºC
 Pasien tampak lebih segar
 Pasien tidur kurang lebih 3 jam :
Pasien mulai tertidur jam 10.00
dan terbangun jam 12.00
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi pemberian
analgetik, teknik relaksasi
(aromaterapi essential lavender)
dan monitor ttv dilanjutkan

10-01-21 2. S:

Pasien mengatakan sudah tidak


merasa letih Pasien mengatakan mual
dan muntah berkurang
 Pasien mengatakan mulai banyak
minum
 Pasien mengatakan tidak merasa
haus lagi
O:
 Membran mukosa bibir pasien
tampak lembab
 Bibir pasien masih tampak pucat
 Tugor kulit lembab
 Pasien mendapatkan ranitidin jam
10.00
 Tanda-tanda vital (Jam 15.00)
TD : 110/70 mmHg, N : 70x/
menit , P : 18x/ menit, S : 36,7ºC
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi manajemen cairan
dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai