Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

GAWATDARURAT PADA PASIEN DENGAN APENDIKSITIS

OLEH :
NI LUH PUTU ARY APRILIYANTI
NIM. P07120216017
SEMESTER VII / S.Tr.KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada umbai cacing
(apendiks vermiformis). Infeksi ini mengakibatkan peradangan akut sehingga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi lainnya yang
umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al.2005 dalam Nurarif, Amin dan
Hardhi Kusuma,2015).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks (umbai cacing) akibat
infeksi oleh bakteri. Apabila sisa makanan masuk ke dalam apendiks,
makanan tersebut akan busuk dan sulit dikeluarkan. Akibatnya, apendiks akan
mengalami peradangan. (Firmansyah, Rikki dkk, 2009)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu adalah sebenarnya sekum (cecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
(Nanda, 2015)
Jadi kesimpulannya, apendisitis adalah peradangan pada apendiks
(umbai cacing) pada kuadran kanan bawah. Apendisitis disebabkan oleh
infeksi, bakteri, ataupun sisa makan yang tertinggal di bagian apendiks yang
dapat menyebabkan peradangan.

2. Tanda Dan Gejala


Tanda-tanda umum untuk apendisitis yang diakui antara lain:
a. Nyeri kuadran kanan bawah
b. Demam ringan
c. Mual dan muntah
d. Anoreksia
e. Malaise
f. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
g. Spasme otot
h. Konstipasi dan diare (Brunner & Suddart, 1997).
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis
adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus
atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan
terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri
di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Perforasi akan terjadi tergantung jenis
obat pencaharnya misalnya (bisacodyl) untuk mengatasi sembelit atau
konstipasi, dan untuk mengosongkan perut sebelum prosedur operasi,
colonoscopy, endoscopy, x-ray, atau prosedur pada usus lainnya.
Kontraindikasi jangan digunakan untuk penderita yang mengalami reaksi
hipersensitivitas/alergi terhadap  bisacodyl. Hindarkan juga pemakaian obat
ini pada bedah perut akut, penderita obstruksi usus, obstruksi ileus, perforasi
usus, toksik kolitis, toksik megakolon, inflammatory bowel disease akut,
apendisitis, dan dehidrasi berat. Terkadang apendisitis juga disertai dengan
demam 37,5 - 38,5 derajat celcius.
3. Pathway

Fekalit ; benda asing, neoplasma dll

Obstruksi lumen apendiks

Mucus terbendung

Peningkatan tekanan intralumen

NYERI AKUT

Suplai aliran darah dan limfe menurun

Edema, diapedesis bakteri, ulserasi mukus

Peradangan pada apendik ( APENDISITIS )

 Peritonitis
 Perforasi
 Abses

Operasi
Peradangan pada jaringan

Luka insisi Anastesi

Kerusakan jaringan
Penurunan peristaltic usus Depresi sistem respirasi
Ujung saraf
terputus Gangguan Reflex batuk
rasa Distensi abdomen
nyaman Menekan gaster Akumulasi secret
NYERI
AKUT POLA NAFAS
Mual dan muntah
TIDAK EFEKTIF

Anoreksia
DEFISIT NUTRISI
4. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi : di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang
mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai di
angkat tinggi - tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas
sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5) Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6) Pada apendiks terletak pada retrosekal maka uji Psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks
terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
Obraztsova’s sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan.
Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul.
Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium
atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut
(Rosenstein)’s sign kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba

c. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukopsit) hingga sekitar 10.000-
18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
d. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
e. Ultrasonografi (USG)
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
f. CT scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen,
apendikogram. (Nanda, 2015)

5. Penatalaksanaan Medis
Penatlaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik. Antibiotik yang biasanya
diberikan adalah ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindomisin.
Berikut perawatan yang dilakukan setelah operasi ; Perlu dilakukan
observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde
lambing bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dapat dikatakan
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat
tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk
diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.
3. Operasi
Terdapat 2 tindakan operasi dalam penanganan apendisitis, antara lain:
a. Apendiktomi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks
(apendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa
antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan
cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Antibiotik dan cairan
intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Pembiusan akan dilakukan oleh
dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Pada umumnya,
tehnik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara
irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks (Sanyoto,
2007).
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik.
Penundaan tindak bedah sambil pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan
secara terbuka atau pun dengan cara laporoskopi. Pada apendisitis
tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali
pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata (Syamsuhidajat,
1997).
b. Laparoskopi
Laparaskopi adalah teknik bedah dengan akses minimal. Artinya,
pembedahan tidak dengan membuka dada atau perut, melainkan
dilakukan lewat dua atau tiga lubang berdiameter masing-masing 2-10
milimeter. Satu lubang untuk memasukan kamera mini (endo camera)
yang memindahkan gambaran bagian dalam tubuh ke layar monitor,
sedangkan dua lubang lain menjadi jalan masuk peralatan bedah.
Karena luka yang ditimbulkan minimal, pemulihannya pun lebih cepat,
mengurangi nyeri dan pasca operasi dan rawat inap lebih singkat.
(Harmanto, Ning. 2006)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


1. Pengkajian Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, bangsa.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot
5) Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma jika ada
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat kesehatan
Klien dengan apendisitis gejala awal yang khas, nyeri samar (nyeri
tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual,
bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan
jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- KembungKembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- PenonjolanPenonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
masaa atau abses periapendikuler.
- TampakTampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan.
b) Palpasi
- Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
tekan lepas.
- Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
c) Perkusi
- Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
d) Auskultasi
- Biasanya normal
- Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata.
e) Rectal Toucher
- Tonus musculus sfingter ani baik
- Ampula kolaps
- Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- Terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
f) Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m.
poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
g) Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak
dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan
yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
d. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan, hambatan
upaya napas dan penurunan energy.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisiologis (inflamasi
atau peradangan pada apendiks).
e. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
Pola nafas setelah dilakukan Label: Manajemen jalan
tidak efektif intervensi selama nafas
berhubungan ..x.. diharapkan pola
Observasi:
dengan napas membaik
kecemasan dan dengan kriteria hasil: 1) Monitor pola nafas

penurunan (frekuensi, kedalaman,


Pola Nafas
energy. usaha nafas)
1. Ventilasi 2) Monitor bunyi nafas
semenit tambahan (mis. Gurgling,
meningakat mengi wheezing, ronkhi
2. Kapasitas vital kering)
meningkat 3) Monitor sputum (jumlah
3. Dispnea warna aroma)
menurun Terapeutik:
4. Penggunakan
1) Pertahankan kepatenan
otot bantu
jalan nafas dengan head
nafas menurun
tilt chin lift ( jawthrust jika
5. Pemanjangan
curiga trauma servical)
fase ekspirasi
2) Posisikan
menurun
semifowler/fowlee
6. Pernapasan
3) Berikan minum hangat
cuping hidung
4) Lakukan fisioterapi dada,
menurun
jika perlu
5) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
mcgill
8) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi:

1) njurkan asupan 2000ml


perhari, jika tidak
kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. Nyeri akut Label : Tingkat Label: Manajemen Nyeri
berhubungan Nyeri
Observasi:
dengan agens
setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
pencedera
intervensi selama karakteristik, durasi,
fisiologis
..x…jam, diharapkan frekuensi, kualitas,
(inflamasi atau
nyeri akut dapat intensitas nyeri.
peradangan
diatasi dengan 2. Identifikasi skala nyeri
pada
kriteria hasil: 3. Identifikasi respon nyeri non
apendiks).
verbal
1. Keluhan
4. Identifikasi factor yang
nyeri
memperberat dan
menurun
memperingan nyeri
2. Meringis
5. Identifikasi pengetahuan dan
menurun
keyakinan tentang nyeri
3. Sikap
6. Identifikasi pengaruh
protektif
budaya terhadap respon
menurun
nyeri
4. Kesulitan
7. Identifikasi pengaruh nyeri
tidur
menurun pada kualitas hidup
5. Frekuensi 8. Monitor keberhasilan terapi
nadi komplementer yang sudah
membaik diberikan
9. Monitor efek saming
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

f. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang diterapkan
g. Evaluasi Keperawatan
Menurut Poer. (2012), proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu
a. Evaluasi formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis
terhadap klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan )
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan synopsis analisis
mengenal status kesehatan klien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer,A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta :Media Aesculapius FKUI.


Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1.
Yogyakarta:MediAction.
Nuzulul.2009.Askep Appendicitis.Universitas Airlangga
url:http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep
%20PencernaanAskep%20Apendisitis.html diakses pada 17 November 2019
pukul 13.00 WITA
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
PPNI: Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah I. Yogyakarta: Nuha Medika.
LEMBAR PENGESAHAN
Badung, November 2019

Mengetahui,
Pembimbing Klinik / CI Mahasiswa

............
....................................... ..............................................
NIP. NIM.

Clinical Teacher/CT

......................................................
NIP.

Anda mungkin juga menyukai