Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN ABDOMINAL PAIN


APENDISITIS

1. PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul
dan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapat terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).

2. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)

3. TANDA DAN GEJALA


a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan lokal pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi
kanan.

1
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika
timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika
timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran
kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam,
batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor
yang menegang dari dorsal.

2
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala
dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). Bila
apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

4. KLASIFIKASI
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen
ke apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,

3
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc
Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat,
yaitu riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang
satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak pernah
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko
untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas. Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.

4
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi
regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup
yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.

5. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan
akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas
dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga

5
timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

6
Pathway
Factor risiko penyebab obstruksi
- Adanya fecalith (batu feses)
- Adanya benda asing
- Hyperplasia jaringan limfoid
Kuman dari colon

Obstruksi pada appendiks

Bendungan mucus

Mempengaruhi pusat
Penekanan dinding Infeksi bakteri ulserasi
pengaturan suhu:
appendiks
hipotalamus anterior

Berisi pus (nanah)


Aliran limfe
terganggu
Respon demam

Gangguan aliran vena Gangguan aliran arteri


Edema pada
dinding appediks

Peradangan ke peritoneum Suplai O2 ke appendiks hipertermi



Merangsang
nervus X
Gangguan perfusi
Impula yang dihantarkan pada apendiks
ke pusat nyeri korteks
otak (di SSP)

Hipersekresi gaster
Nekrosis pada
jaringan appendiks
Diproses di pusat
nyeri di talamus
Mual muntah

Apendiks perforasi
Impuls dikembalikan Ansietas
ke perifer dalam
bentuk persepsi nyeri
Ketidakmampuan Tindakan bedah /
mencerna operasi

Nyeri pada perut


bagian kuadran
Kondisi luka basah,
Risiko defisit nutrisi kanan bawah Nyeri akut
luka insisi meregang

Nyeri akut Infeksi oleh bakteri


Risiko infeksi
pada luka operasi

7
6. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi apendisitis 10-32%, paling sering
pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2
tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih
tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya:
- Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
- Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak
awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui
praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36
jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
- Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang,
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan

8
sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya
proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.
Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith
dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas
dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai
tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.

9
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis
dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian
cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

10
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN ABDOMINAL PAIN
APENDISITIS
PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi data klien yang mencangkup nama, umur, pendidikan, jenis kelamin,
nomor register, diagnosa, pekerjaan, agama dan suku bangsa, tanggal atau jam
masuk rumah sakit,
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan pre dan post op apendisitis biasanya memiliki keluhan adanya
nyeri.
3. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti
memiliki hipertensi, atau memiliki riwayat tindakan operasi abdomen yang lalu
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah dalam keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi, serta penyakit kronis lainnya.

a. SURVEY PRIMER
1. Airway (Jalan Nafas)
Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau obstruksi. Jaw
thrust atau chin lift dapat dilakukan atau dapat juga dipakai naso-pharingeal
airway pada pasien yang masih sadar.

2. Breathing (Pernafasan)
Kaji pernafasan, apakah ventilasi adekuat atau tidak. Berikan oksigen bila
pasien tampak kesulitan untuk bernafas atau terjadi pernafasan yang dangkal
dan cepat (takipnue). Memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas
teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung, dan suara napas
vesikuler,
3. Circulation
Kaji sirkulasi dengan TTV, bila terjadi mual muntah yang berlebihan sehingga
intake cairan kurang, maka penuhi cairan dengan pemasangan infus. Nadi

11
lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah normal bila
terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan
dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan. Penurunan
kesadaran.
4. Disability:
Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila adanya
diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis. Salah satu cara
sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah dengan metode AVPU:
A : alert (sadar)
V : respon terhadap rangsang vokal(suara)
P : respon terhadap rangsang nyeri(pain)
U : unresponsive ( tidak ada respon)
5. Exposure/Environment:
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan evaluasi
pasien. Hal ini akan sangat membantu pemeriksaan lebih lanjut. Harus diingat
disini pasien dijaga agar tidak jatuh ke hipotermia dengan jalan diberikan
selimut.

b. SURVEY SEKUNDER
1. Kaji nyeri
Perhatikan sifat, progrsivitas dan lokasi nyeri. Biasanya, nyeri yang berlahan-
lahan karakteristik untuk peradangan. Nyeri pada apendisitis adalah termasuk
nyeri primer atau nyeri viseral dimana nyeri yang berasal dari organ itu sendiri
artinya dapat terlokalisir. Nyerinya seperti kram dan gas, nyeri ini makin intens
kemudian berkurang. Pengakjian nyeri dengan menggunakan PQRST yaitu :
P (Provoing incident) :
Pengkajian untuk mengidentifikasi factor yang menjadi predisposisi nyeri.
Q (Quality of pain) :
Pengkajian untuk mengetahui bagaimana rasa nyeri dirasakan secara subjektif
R (Region) :
Pengkajian untuk mengidentifikasi letak nyeri secara tepat
S (Severity/Scale) of pain :

12
Pengkajian untuk mementukan skala dari rasa nyeri yang dirasakan.
T (Time) :
Pengkajian untuk mendeteksi waktu berapa lama nyeri berlangsung.
2. Kaji adanya vomitus, anoreksia, nausea.
3. Kaji adanya diare, karena biasanya diare menyertai apendisitis.
4. Kaji adanya demam (pada pasien peradangan intra abdomen).
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses appendiculer
b. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:
 Nyeri tekan di Mc. Burney.
 Nyeri lepas.
 Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal. Pada appendix letak
retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri
pinggang .
Tanda-tanda khas yang didapatkan pada palpasi appendicitis yaitu:
 Nyeri tekan (+) Mc.Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah
atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis
 Nyeri lepas (+)
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang
hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan
bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah
sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di
titik Mc Burney.

13
 Defens musculer (+)
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen
yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
 Rovsing sign (+)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah,
apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri
bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya tekanan yang
merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan
peritoneum sekitar appendix yang meradang sehingga nyeri
dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan
(somatik pain)
 Psoas sign (+)
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks
Ada 2 cara memeriksa :
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien memfleksikan articulatio coxae kanan maka akan terjadi nyeri
perut kanan bawah.
2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, nyeri perut kanan bawah
 Obturator Sign (+)
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar
(endorotasi articulatio coxae) secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium
c. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata
d. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk
menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat
dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks

14
yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci
diagnosis pada apendisitis pelvika.
e. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan
untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi
aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks
yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi
dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini
dilakukan pada apendisitis pelvika.
f. AMPLE
Allergy : ada alergi/tidak
Medication : ada medikasi sebelumnya/tidak
Past Medical History : ada riwayat penyakit/tidak
Last Meal : ada makan terakhir/tidak
Event : lingkungan yang berhubungan dengan kejadian

ii. DIAGNOSA KEPERAWATAN


- Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3) Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
- Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

15
iii. RENCANA KEPERAWATAN
Pre operasi
N DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI
O KEPERAWATA (SLKI) (SIKI)
N
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Manajemen Nyeri
berhubungan intervensi keperawatan a. Identifikasi lokasi,
selama … x 24 jam
dengan agen karakteristik, durasi,
maka Tingkat Nyeri
pencedera menurun dan Kontrol frekuensi, kualitas,
fisiologis Nyeri Meningkat intensitas nyeri
dengan kriteria hasil:
(inflamasi) b. Identifikasi skala nyeri
1. Tingkat Nyeri c. Identifikasi respons nyeri
a. Keluhan nyeri non verbal
menurun (5) d. Berikan teknik non-
b. Meringis farmakologis untuk
menurun (5) mengurangi nyeri
c. Gelisah e. Fasilitasi istirahat dan
menurun (5) tidur
d. Frekuensi nadi f. Kolaborasi pemberian
membaik (5) analgesic jika perlu
e. Pola napas
membaik (5) 2. Pemberian Analgesik
f. Tekanan darah a. Identifikasi karakteristik
membaik (5) nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
2. Kontrol Nyeri intensitas, frekuensi,
a. Melaporkan durasi)
nyeri terkontrol b. Identifikasi riwayat
meningkat (5) alergi obat
b. Kemampuan c. Monitor tanda-tanda vital
mengenali onset sebelum dan sesudah
pemberian analgetik

16
nyeri meningkat d. Dokumentasikan respons
(5) terhadap efek analgesic
c. Kemampuan dan efek yang tidak
mengenali diinginkan
penyebab nyeri e. Jelaskan efek terapi dan
meningkat (5) efek samping obat
d. Kemampuan f. Kolaborasi pemberian
menggunakan dosis dan jenis analgesic,
teknik non- sesuai indikasi
farmakologis
meningkat (5)
e. Keluhan nyeri
menurun (5)
f. Penggunaan
analgesic
menurun (5)

2 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia


berhubungan intervensi keperawatan
selama … x 24 jam 1. Identifikasi penyebab
dengan proses
maka Termoregulasi hipertermia
penyakit membaik dengan
2. Monitor suhu tubuh
kriteria hasil:
3. Longgarkan atau lepaskan
1. Menggigil menurun
pakaian
(1)
2. Pucat menurun (1) 4. Berikan cairan oral
3. Suhu tubuh 5. Lakukan pendinginan
membaik (5)
eksternal (mis. Selimut
4. Suhu kulit membaik
(5) hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
6. Anjurkan tirah baring

17
7. Kolaborasi pemberian cairan
intravena dan elektrolit

3 Risiko defisit Setelah diberikan Manajemen Nutrisi


nutrisi intervensi keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi
dibuktikan selama …. x 24 jam 2. Identifikasi alergi dan
dengan maka Status Nutrisi intoleransi makanan
ketidakmampu membaik dengan 3. Monitor asupan makanan
an mencerna kriteria hasil: 4. Berikan makanan tinggi serat
makanan 1. Porsi makanan yang untuk mencegah konstipasi
dihabiskan 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat (5) untuk menentukan jumlah
2. Nyeri abdomen kalori danjenis nutrien yang
menurun (5) dibutuhkan
3. Berat badan
membaik (5)
4. Frekuensi makan
membaik (5)
5. Nafsu makan
membaik (5)
4 Ansietas Setelah diberikan Reduksi Ansietas
berhubungan intervensi
1. Monitor tanda-
dengan krisis keperawatan selama
tanda ansietas
situasional …… x 24 jam maka
2. Ciptakan suasana terapeutik
Tingkat Ansietas
untuk menumbuhkan
menurun dengan
kepercayaan
kriteria hasil:
3. Temani pasien untuk
6. Perilaku tegang
mengurangi kecemasan, jika
menurun (5)
memungkinkan
7. Frekuensi nadi
4. Pahami situasi yang membuat
cukup menurun (4)
ansietas

18
8. Tekanan darah 5. Gunakan pendekatan
menurun (5) yangtenang dan meyakinkan
9. Konsentrasi 6. Anjurkan keluargauntuk tetap
membaik (5) bersama pasien, jika perlu
7. Latih teknik relaksasi

Post Operasi
NO DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR
KEPERAWATAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Manajemen Nyeri
berhubungan intervensi keperawatan g. Identifikasi
selama … x 24 jam maka
dengan agen lokasi,
Tingkat Nyeri menurun
pencedera fisik dan Kontrol Nyeri karakteristik,
(prosedur operasi) Meningkat dengan durasi,
kriteria hasil:
frekuensi,
1. Tingkat Nyeri kualitas,
g. Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun (5) h. Identifikasi
h. Meringis menurun skala nyeri
(5) i. Identifikasi
i. Gelisah menurun respons nyeri
(5) non verbal
j. Frekuensi nadi j. Berikan teknik
membaik (5) non-
k. Pola napas farmakologis
membaik (5) untuk
l. Tekanan darah mengurangi
membaik (5) nyeri

19
2. Kontrol Nyeri k. Fasilitasi
g. Melaporkan nyeri istirahat dan
terkontrol tidur
meningkat (5) l. Kolaborasi
h. Kemampuan pemberian
mengenali onset analgesic jika
nyeri meningkat perlu
(5)
i. Kemampuan 2. Pemberian
mengenali Analgesik
penyebab nyeri g. Identifikasi
meningkat (5) karakteristik
j. Kemampuan nyeri (mis.
menggunakan Pencetus,
teknik non- pereda, kualitas,
farmakologis lokasi,
meningkat (5) intensitas,
k. Keluhan nyeri frekuensi,
menurun (5) durasi)
l. Penggunaan h. Identifikasi
analgesic riwayat alergi
menurun (5) obat
i. Monitor tanda-
tanda vital
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgetik
j. Dokumentasikan
respons terhadap
efek analgesic

20
dan efek yang
tidak diinginkan
k. Jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat
l. Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis
analgesic, sesuai
indikasi
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan intervensi keperawatan 1. Monitor tanda dan
efek prosedur selama … x 24 jam maka gejala infeksi local
invasif Tingkat Infeksi menurun dan sistemik
dengan kriteria hasil: 2. Batasi jumlah
1. Kebersihan tangan pengunjung
meningkat (5) 3. Cuci tangan
2. Demam menurun (5) sebelum dan
3. Kemerahan menurun sesudah kontak
(5) dengan pasien dan
4. Nyeri menurun (5) lingkungan pasien
5. Bengkak menurun (5) 4. Jelaskan tanda dan
6. Kadar sel darah putih gejala infeksi
membaik (5) 5. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar

21
iv. IMPELEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.

v. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah terakhur dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan D, Rahayuningsih. (2010). Keperawatan Medical Bedah: Sistem Pencernaan. Gosyen


Publishing: Yogyakarta
Djuantoro D. (2014). Mudah Mempelajari Patofisiologi, Edisi Keempat. Binarupa Aksara:
Pamulang – Tangerang Selatan
Doenges M, Moorhouse M, Geissler A, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC: Jakarta
Kowalak, Welsh, Mayer. (2012). Buku Ajar: Patofisiologi. EGC: Jakarta
Nanda (2013) Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014, EGC Jakarta
Nugroho T. (2011). Asuhan Keperawatan. Nuha Medika: Yogyakarta
Williams L & Wilkins. (2014). Kapita Selekta Penyakit degan Implikasi Keperawatan, Edisi 2.
EGC: Jakarta
Williams L & Wilkins. (2011). Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Indeks: Jakarta
Nasution (2013). Hubungan antara Jumlah Leukosit dengan Apendisitis Akut dan Apendisitis
Perforasi Di RSU dr.Soedarso Pontianak Tahun 2011. PS Pendidikan Dokter FK
Universitas Tanjungpura: Pontianak
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Kota Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Kota Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Kota Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

23

Anda mungkin juga menyukai