Anda di halaman 1dari 10

Definisi:

Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi
secara akut.

Etiologi:
Infeksi bacteria
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya:
1. Sumbatan lumen apendiks
2. hiperplasia jaringan limfe
3. fekalit
4. tumor apendiks
5. cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong,
2004).
Kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya
disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan
limfoid, penyakit cacing, erosi mukosa apendiks oleh parasit seperti E.histolytica, benda
asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan
obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.

Klasifikasi
Apendisitis Simpel (grade I): Stadium ini meliputi apendisitis dengan apendiks tampak
normal atau hiperemi ringan dan edema, belum tampak adanya eksudat serosa.
Apendisitis Supurativa (grade II): Sering didapatkan adanya obstruksi, apendiks dan
mesoapendiks tampak edema, kongesti pembuluh darah, mungkin didapatkan adanya
petekhie dan terbentuk eksudat fibrinopurulen pada serosa serta terjadi kenaikan jumlah
cairan peritoneal. Pada stadium ini mungkin bisa tampak jelas adanya proses Walling
off oleh omentum, usus dan mesenterium didekatnya.
Apendisitis Gangrenosa (grade III): Selain didapatkan tanda-tanda supurasi didapatkan
juga adanya dinding apendiks yang berwarna keunguan, kecoklatan atau merah
kehitaman (area gangren). Pada stadium ini sudah terjadi adanya mikroperforasi,
kenaikan cairan peritoneal yang purulen dengan bau busuk.
Apendisitis Ruptur (grade IV): Sudah tampak dengan jelas adanya ruptur apendiks,
umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak obstruksi. Cairan peritoneal
sangat purulen dan berbau busuk.
Apendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur, abses terbentuk
disekitar apendiks yang ruptur biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,
retrosekal, subsekal atau seluruh rongga pelvis bahkan mungkin seluruh rongga
abdomen.

Apendisitis akut grade I dan II belum terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan
apendisitis akut grade III, IV dan V telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata).

Patofisiologi:
Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 9 cm), menghasilkan lendir
1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke
sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah
timbulnya apendisitis (radang pada apendiks). Di dalam apendiks juga terdapat
imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah
Ig A.
Patologi apendisitis dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi membentuk jaringan
parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Patofisiologi :
Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 9 cm), menghasilkan
lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan
selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir
tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks).
Di dalam apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi
dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A.
Patologi apendisitis dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan
tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler. Di
dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi.Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya.

Manifestasi Klinis:
1) Nyeri apendisitis, yaitu:
awal sebelum radang mencapai permukaaan peritoneum nyeri viseral di sekitar
pusat, disertai mual.
setelah radang terjadi di seluruh dinding termasuk peritoneum viserale nyeri
rangsangan peritoneum nyeri somatik di iliaka kanan.

Nyeri yang dirasakan tergantung juga pada letak apendiks, apakah di rongga panggul
atau menempel di kandung kemih sehingga frekuensi kencing menjadi meningkat.
Nyeri perut juga akan dirasakan bertambah oleh penderita bila bergerak, bernapas
dalam, berjalan, batuk, dan mengejan. Nyeri saat batuk dapat terjadi karena
peningkatan tekanan intra-abdomen.
Jika terjadi nekrosis nyeri iskemik hebat, menetap, tidak menyurut keadaan
toksis.
Muntah, mual, dan tidak ada nafsu makan.
Demam ringan ( 37,5 C 38,5 C ) dan terasa sangat lelah.
Proses peradangan yang terjadi akan menyebabkan timbulnya demam, terutama jika
kausanya adalah bakteri. Inflamasi yang terjadi mengenai seluruh lapisan dinding
apendiks. Demam ini muncul jika radang tidak segera mendapat pengobatan yang tepat.
Diare atau konstipasi.
Peradangan pada apendiks dapat merangsang peningkatan peristaltik dari usus sehingga
dapat menyebabkan diare. Infeksi dari bakteri akan dianggap sebagai benda asing oleh
mukosa usus sehingga secara otomatis usus akan berusaha mengeluarkan bakteri tersebut
melalui peningkatan peristaltik. Selain itu, apendisitis dapat juga terjadi karena adanya
feses yang keras ( fekalit ). Pada keadaan ini justru dapat terjadi konstipasi.
Keadaan umun demam ringan, takikardi. Jika demam semakin hebat maka dicurigai

sudah terjadi perforasi


Adanya perangsangan langsung pada peritoneum baik secara langsung maupun tidak

2)
3)

4)

langsung. Perangsangan langsung adalah munculnya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
titik McBurney. Sedangkan nyeri tidak langsung adalah adanya Blumberg Sign dan

Rovsing Sign.
Pada tiap orang letak apendiks berbeda beda, pada tipe retrosecal dimana apendiks
terletak di belakang secum, gejala dan tanda di atas seringkali tidak muncul. Namun
diagnosis apendisitis akut dapat ditegakkan dengan melakukan obturatir sign dan psoas
sign.
Rovsings sign

Psoas sign atau


Obraztsovas sign
Obturator sign

Blumberg sign

Positif jika dilakukan palpasi dengan


tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan.
Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul.
Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium
atau vagina.
Palpasi pada iliaca sinistra kemudian
dilepaskan tiba tiba maka timbul nyeri
pada iliaca dextra

Diagnosis:
Anamnesis
- Mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi
obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada
seluruh perut
- Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus
- Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan
- Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi
- Demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,
diduga sudah terjadi perforasi
Inspeksi
- Rasa sakit semakin meningkat, sehingga pada saat berjalan pun penderita akan
merasakan sakit yang mengakibatkan badan akan mengambil sikap membungkuk
pada saat berjalan.
- Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
inspeksi biasa ditemukan distensi perut.
Palpasi
- Nyeri tekan lepas pada titik MC Burney kunci diagnosis
- Colok dubur untuk menentukan letak apendiks bila letaknya sulit diketahui. Jika saat
dilakukan colok dubur kemudian terasa nyeri maka kemungkinan apendiks penderita
terletak didaerah pelvis.
- Sign pada apendiditis akut:
o Rovsing sign
bila perut kiri bawah (kontra MC Burney) ditekan dan
didorong ke kanan akan terasa nyeri pada perut kanan bawah (MC Burney).
Penekanan dan pendorongan perut ke kanan ,menyebabkan organ di dalamnya
ikut terdorong ke kanan, menekan apendiks, menyentuh peritoneum, dan
menimbulkan nyeri di titik MC Burney.
o Blumberg Nyeri di kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepaskan
o Psoas signRangsangan m.psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, paha ditekan, apendiks yang radang akan
menempel pada m.psoas sehingga akan terasa nyeri.
o Obturator sign dengan gerakan fleksi dan endorotasi articultio coxae pada
posisi supine akan menimbulkan nyeri. Bila nyeri, berarti kontak dengan m.
obturator internus, artinyan apendiks yerletak di pelvis.
o Rebound fenomena
penekanan di kolon transversum, nyeri di apendiks
(MC Burney).
o Tern horn sign menarik testis sebelah kanan khusus laki-laki.
Auskultasi
- Peristaltik usus seing normal.
- Hilang bisa disebabkan ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
appendices perforata.

Pemeriksaan tambahan
- Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12
(Departemen Bedah UGM, 2010).
- Dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:

Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka 1


kanan
Anoreksia
1
Mual atau Muntah
1
Nyeri di fossa iliaka kanan
2
Nyeri lepas
1
Peningkatan temperatur (>37,5C)
1
Peningkatan jumlah leukosit 10 x 109/L
2
Neutrofilia dari 75%
1
Total
10
Pasien dengan skor awal 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.
Pemeriksaan Penunjang
1 Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang
hampir sama dengan appendicitis
2 Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab
appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak
3 USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untukmenyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya
4 Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada
jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
5

CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
6 Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix.

Komplikasi:

Komplikasi appendicitis bisa menyebabkan perforasi yang menyebabkan peritonitis


local maupun general, terjadinya abses perut sampai sub diafragma, terjadi
periappendikuler infiltrate yang merupakan terjadinya lokalisir omentum di appendiks
yang mengalami infeksi supaya tidak meluas sehingga terbentuk massa tumor setelah
beberapa hari, terjadi fole eppendikular yaitu emboli kuman-kuman dari appendiks
lewat system portal beberapa membentuk mikroabses menyebabkan ikterus sampai
sepsis.

Penatalaksanaan:
1. Appendiktomi dengan cara laparoskopi pada apendiks akut/kronis dan
periappendikular infiltrate
2. Laparoktomi jika terjadi perforasi / abses.
3. Pemberian Antibiotik pada keadaan akut untuk profilaksis golongan
ampicilin/sulbenicilin, dan pada keadaan periappendikular infiltrate pemberian
antibiotic sampai pasca operasi bedah, dioperasi pada stadium afroid; massa tumor
yang sudah mengecil, leukositosis menurun, laju endap darah menurun dan tidak
demam.
4. Analgetika
Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif.
Karena penundaan bedah akan mengakibatkan abses dan perforasi.
Ada dua teknik operasi yang biasa digunakan :
Operasi terbuka : satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm ) dibagian bawah kanan
perut. Sayatan akan lebih besar jika apendisitis sudah mengalami perforasi.
Laparoskopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat pusar,
yang lainnya diseputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang halus dengan
kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam
bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran yang
dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk
operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan apendiks,
pembuluh darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat.

Prognosis:
1
2
3

Akut : baik, bila segera dilakukan operasi hospitalisasi :2-3 hari


Infiltrat:baik, bila tidak timbul penyulit, hospitalisasi>10-14 hari
Perforasi/Peritonitis:dubius sampai jelek apalagi keadaan gizi penderita jelek

Femoral Hernia
Hernia femoralis umumnya dijumpai pada permepuan tua, kejadian
pada permepuan kira-kira 4 kali laki-laki. Keluhan biasanya berupa benjolan

di lipat paha yang muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang
menaikan tekana intraabdomen seperti saat mengangkat barang atau batuk.
Benjolan ini hilang pada waktu berbaring. Sering pernderita datang ke dokter
atau rumah sakit dengan hernia strangulata. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamnetum inguinale di
medial v.femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Tidak jarang lebih jelas
adalah tanda sumbatan usus, sedangkan benjolan di lipat paha dapat
ditemukan, karen akecilanya atau penderita gemuk.
Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya, isi
hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dena
v.femoralis sepaanjang kurang lebih 2cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat
paha.
1.

Patofisiologi
Secara patofisiologi pennggian tekanan intrabdomen akan mendorong
lemak preperitoneal ke dalam kalalis femoralis yang akan menjadi pembuka
jalan terjadinya hernia. Faktor penyebab lainnya dalah kehamilan multipara,
obesitas, dan generasi jaringan ikat karena usia lanjut. Hernia femoralis
sekunder dapat terjadi sebagai komplikasi herniorafi pada herna inguinalis,
terutama yang memakaiteknik Bassini dan Shouldice yang menyebabkan
fasia tranversa dan ligamnetum ingunale lebih tergeser ke ventrokranialb
sehingga kanalis femoralis lebih luas.

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah strangulasi dengan segala


akibatnya. Hernia femoralis keluar di sebelah bawah ligamnetum inguinale
pada fossa ovalis. Kadang-kadang hernia femoralis tidak teraba dari luar,
terutama biala merupakan hernia Ritcher.
Penatalaksanaan
Pengelolaannya bisa dengan pengobatan konservatif, maupun tindakan
definitif berupa operasi. Tindakan konservatif terbatas pada tindakan
melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Pengurangan hernia secara
non-operatif dapat segera dilakukan dengan berbaring, posisi pinggang
ditinggikan, lalu diberikan analgetik (penghilang rasa sakit) dan sedatif
(penenang) yang cukup untuk memberikan relaksasi otot. Perbaikan hernia
terjadi jika benjolan berkurang dan tidak terdapat tanda-tanda klinis
strangulasi.
Penggunaan bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang
telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai
seumur hidup. Hal ini biasanya dpilih jika pasien menolak dilakukan
perbaikan secara operasi atau terdapat kontraindikasi terhadap operasi. Cara
ini tidak dianjurkan karena menimbulkan komplikasi, antara lain merusak
kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan sedangkan
strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan
atrofi (pengecilan) testis karena tekanan pada tali sperma yang mengandung
pembuluh darah testis.
Operasi merupakan

penatalaksanaan

rasional

hernia

inguinalis,

terutama jenis yang strangulasi. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan. Jika reposisi tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan
operasi segera. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan
hernioplastik.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu
dipotong.
Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inginalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Dikenal

berbagai metode hernioplastik, seperti memperkecil anulus inguinalis


internus

dengan jahitan

terputus,

menutup,

dan

memperkuat

fasia

transversa, dan menjahitkan pertemuan m.transversus internus abdominis


dengan m.oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint
tendon ke ligamentum inguinale Poupart menurut metode Bassini. Metode ini
memperbaiki orifisium miopektineal, superior dari ligamentum inguinalis,
yaitu anulus profunda dan segitiga Hesselbach, sehingga dapat diterapkan
baik pada hernia direk maupun indirek.
Metode lain yaitu menjahitkan

fasia

transversa,

m.transversus

abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper pada


metode Mc Vay. Metode ini memperbaiki tiga daerah yang paling rentan
terhadap herniasi dalam orifisium miopektineal, yaitu anulus prounda,
segitiga Hesselbach, dan kanalis femoralis. Insisi relaksasi merupakan suatu
keharusan karena bila tidak dibuat, akan timbul regangan yang cukup besar
pada garis jahitan.
Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponible ini dapat
terjadi jika isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri dari omentum, organ
ekstraperitoneal atau merupakan hernia akreta. Di sini tidak dapat timbul
gejala klinis kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik
oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbiulkan
gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan yang terjadi total atau
pasrisal seperti pada hernia RICHER. Bila cincicn hernia sempit, kurang
elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria,
lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkaserasi retrograd, yaitu
dua segmen usus terperangkap di dalam kantong hernia dan satu segmen
lainnya berdada dalam rongga peritoneum.
Jepitan cincicn hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udema
organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia
makin bertambah sehingga akhirnya peredarah darah jaringan terganggu. Isi
hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat beruapa

cairan serosanguinis. Kalau isis hernia terdiri atas usus, dapat terjadi
perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis
jika terjadi hubungn dengan rongga perut.

Anda mungkin juga menyukai