Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDIKS

A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil
panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum
tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap
infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2012).
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks
vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen
akut yang sering terjadi di negara berkembang penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai  30 tahun.  (Mansjoer, 2014).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena
tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), jaringan
limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa
appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba
histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis. (Ovedolf, 2016).
B. Anatomi fisiologi
Pada pertemuan tiga taenia coli (bagian distal
ileocaecal junction). Appendix merupakan bagian dari usus
besar yang bentuknya seperti cacing dan dalam bahasa latin
disebut appendix vermiformis. Pada umumnya appendix
vermiformis terletak diregio ossa iliaca dextra pada titik Mc
Bourney atau sepertiga dari garis yang ditarik dari spina
iliaca anterior superior dextra ke umbilicus.

Keterangan:
1 1. Letak RUQ
appendixdi

2 Letak appendix di RLQ


Letak appendix di Mc. Bourney
3 Letak appendix di RLQ
Letak appendix di RLQ
4 5

Gambar 2.1 Letak Mc. Bourney (Netter, 2017)

Appendix memiliki panjang yaitu sekitar 8-10 cm, yang


berpangkal pada sekum. Sekum adalah bagian usus besar yang
terletak diperbatasan
Ileum dan usus besar. Appendix ditutupi seluruhnya oleh
peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesentrium
intestinum tenue. Lebih tepatnya appendix terletak pada
Right Lower Quadran (RLQ).

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala apendiksitis meliputi :
a. Nyeri abdomen yang disebabkan oleh inflamasi apendiks
dan distensi serta obstruksi usus: rasa nyeri ini dimulai
pada regio epigastrium dan kemudian beralih ke kuadran
kanan bawah
b. Anoreksia sesudah awitan nyeri
c. Mual atau muntah yang disebabkan oleh inflamasi

d. Demam dengan derajat rendah (subfebris) akibat


menifestasi sistemik inflamasi dengan leukositosis
e. Nyeri tekan karena inflamasi
Tanda dan gejala menurut Betz,  Cecily 2012:
1. Sakit,  kram di peri umbilikus menjalar ke kuadran kanan
bawah.
2. Anorexia.
3. Mual.
4. Muntah (tanda yang umum,  kurang umum pada anak
yang lebih besar).
5. Demam ringan di awal penyakit,  dapat naik tajam pada
peritonitis.
6. Nyeri lepas.
7. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8. Konstipasi.
9. Diare.
10. Disuria.
11. Iritabilitas.
12. Gejala berkembang cepat,  kondisi dapat di diagnosis
dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
D. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau
spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada
umumnya obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan
penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan
sebelumnya.
1. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.
Coli dan Streptococcus
2. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada
umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh
karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
3. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif
akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan
usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga
timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek
dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2014) .
F. Prosedur tindakan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat
merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah
apendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi, biasanya
tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis
gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaaan tindak
bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan
abses dan perforasi.
Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan
laparoskopi. Bila apendiktomi terbuka insisi Mc Burney
paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang
diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi
terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masih
ada keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparokopi
diagnostic pada kasus meragukan dapat segera menentukan
operasi atau tidak.
G. Evidence Based
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-
38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi
perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rectal
sampai 1C.
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil
bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak
kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut
kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
appendikuler
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan
tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:
 Nyeri tekan di MCc. Burney
 Nyeri lepas
 Defans muscular local. Defans muscular menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietal

Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular


mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

 Nyri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)


 Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg)
 Nyeri kanan bawah bila poritoneum bergerak seperti
nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan.
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang
karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
appendisitis perforata.
 Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran
kanan pada jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan
didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering
meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur
pada anak tidak dianjurkan.
 Uji psoas dan uji oburator
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui
letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan psoas lewat hiperekstensi atau fleksi
aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji
obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi
dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,
pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan.
Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha
kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul /
pangkal paha kanan.

Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami


peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat
dilakukan manuver (pemeriksaan).

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat


paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai
bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping
dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur
kedalam.

Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks


dipelvis yang kontak dengan otot obturator internus yang
meregang saat dilakukan manuver.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil
meningkat sampai 75%
2. Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
3. Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada
appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
4. Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri
yang terasa dikuadran kanan bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 2015)

1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap
ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi,
dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum
protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG)
dan Computed Tomography Scanning(CT-scan). Pada
pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%,
sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-
100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase
membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung
empedu, dan pankreas.
4. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi
sekum. Pemeriksaan Barium enema
dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal
untuk kemungkinan karsinoma colon.
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita
Apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan
operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada
penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan
bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan
Apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah
operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan  drainage
(mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama
adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca
appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
J. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan
cermat khususnya mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri
dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan
dengan masalah. kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak
sakit ringan/sedang/berat.
2. Sirkulasi : Takikardia.
3. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare
kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar
epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat
dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
K. Daftar Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
(distensi jaringan intestinal oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan
dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual muntah.
4. Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan
operasi.
b. Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka
insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
(insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan
kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
INTERVENSI
1. PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji tingkat nyeri, - Untuk mengetahui sejauh mana
berhubungan dengan diharapkan nyeri klien berkurang dengan lokasi dan karasteristik tingkat nyeri dan merupakan
agen injuri biologi kriteria hasil: nyeri. indiaktor secara dini untuk dapat
(distensi jaringan - Klien mampu mengontrol nyeri (tahu memberikan tindakan
intestinal oleh penyebab nyeri, mampu selanjutnya
inflamasi) menggunakan tehnik - Jelaskan pada pasien - Informasi yang tepat dapat
nonfarmakologi untuk mengurangi tentang penyebab menurunkan tingkat kecemasan
nyeri, mencari bantuan) nyeri pasien dan menambah
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang pengetahuan pasien tentang
dengan menggunakan manajemen - Ajarkan tehnik untuk nyeri.
nyeri pernafasan - Napas dalam dapat menghirup
- Tanda vital dalam rentang normal : diafragmatik lambat / O2 secara adequate sehingga
TD (systole 110-130mmHg, diastole napas dalam otot-otot menjadi relaksasi
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), sehingga dapat mengurangi rasa
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Berikan aktivitas nyeri.
37,50C) hiburan (ngobrol - Meningkatkan relaksasi dan dapat
- Klien tampak rileks mampu dengan anggota meningkatkan kemampuan
tidur/istirahat keluarga) kooping.
- Observasi tanda-tanda
vital - Deteksi dini terhadap
perkembangan kesehatan pasien.
- Kolaborasi dengan tim - Sebagai profilaksis untuk dapat
medis dalam menghilangkan rasa nyeri.
pemberian analgetik
2. Perubahan pola Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan - Membantu dalam
eliminasi (konstipasi) diharapkan konstipasi klien teratasi defekasi klien dan pembentukan jadwal irigasi
berhubungan dengan dengan kriteria hasil: gaya hidup efektif
penurunan peritaltik. - BAB 1-2 kali/hari sebelumnya.
- Feses lunak - Auskultasi bising usus - Kembalinya fungsi
- Bising usus 5-30 kali/menit gastriintestinal mungkin
terlambat oleh inflamasi intra
- Tinjau ulang pola diet peritonial
dan jumlah / tipe - Masukan adekuat dan serat,
masukan cairan. makanan kasar memberikan
bentuk dan cairan adalah
faktor penting dalam
- Berikan makanan menentukan konsistensi feses.
tinggi serat. - Makanan yang tinggi serat
dapat memperlancar
pencernaan sehingga tidak
- Berikan obat sesuai terjadi konstipasi.
indikasi, contoh : - Obat pelunak feses dapat
pelunak feses melunakkan feses sehingga
tidak terjadi konstipasi.
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda-tanda - Tanda yang membantu
cairan berhubungan diharapkan keseimbangan cairan dapat vital mengidentifikasikan fluktuasi
dengan mual muntah. dipertahankan dengan kriteria hasil: volume intravaskuler.
- kelembaban membrane mukosa - Indicator keadekuatan sirkulasi
        turgor kulit baik - Kaji membrane perifer dan hidrasi seluler.
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg mukosa, kaji tugor
BB/jam kulit dan pengisian - Penurunan haluaran urin pekat
- Tanda-tanda vital dalam batas kapiler. dengan peningkatan berat jenis
normal : TD (systole 110-130mmHg, - Awasi masukan dan diduga dehidrasi/kebutuhan
diastole 70-90mmHg), HR(60- haluaran, catat warna peningkatan cairan.
100x/menit), RR (16-24x/menit), urine/konsentrasi,
suhu (36,5-37,5 C)
0
berat jenis.
- Auskultasi bising usus,
- Indicator kembalinya
catat kelancaran flatus,
peristaltic, kesiapan untuk
gerakan usus.
pemasukan per oral.
- Berikan perawatan
mulut sering dengan
perhatian khusus pada - Dehidrasi mengakibatkan bibir
perlindungan bibir. dan mulut kering dan pecah-
- Pertahankan pecah
penghisapan
gaster/usus. - Selang NG biasanya
dimasukkan pada praoperasi
dan dipertahankan pada fase
segera pascaoperasi  untuk
- Kolaborasi dekompresi usus,
pemberiancairan IV meningkatkan istirahat usus,
dan elektrolit mencegah mentah.
- Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar
cairan yang dapat menurunkan
volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
4. Cemas  berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat - Ketakutan dapat terjadi karena nyeri
dengan akan diharapkan kecemasan klien berkurang ansietas, catat verbal hebat, penting pada prosedur
dilaksanakan operasi. dengan kriteria hasil : dan non verbal pasien. diagnostik dan pembedahan.
- Melaporkan ansietas menurun - Dapat meringankan ansietas
sampai tingkat teratasi - Jelaskan dan terutama ketika pemeriksaan
- Tampak rileks persiapkan untuk tersebut melibatkan
tindakan prosedur pembedahan.
sebelum dilakukan
- Jadwalkan istirahat - Membatasi kelemahan, menghemat
adekuat dan periode energi dan meningkatkan
menghentikan tidur. kemampuan koping.
- Anjurkan keluarga
untuk menemani - Mengurangi kecemasan klien
disamping klien

POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan - Kaji skala nyeri lokasi, - Berguna dalam pengawasan dan
agen injuri fisik (luka insisi keperawatan, diharapkan karakteristik dan keefesien obat, kemajuan
post operasi appenditomi). nyeri berkurang dengan laporkan perubahan penyembuhan,perubahan dan
kriteria hasil: nyeri dengan tepat. karakteristik nyeri.
- Melaporkan nyeri - Monitor tanda-tanda - Deteksi dini terhadap
berkurang vital perkembangan kesehatan pasien.
- Klien tampak rileks - Menghilangkan tegangan abdomen
- Dapat tidur dengan tepat - Pertahankan istirahat yang bertambah dengan posisi
- Tanda-tanda vital dalam dengan posisi semi terlentang.
batas normal : TD (systole powler. - Meningkatkan kormolisasi fungsi
110-130mmHg, diastole - Dorong ambulasi dini. organ.
70-90mmHg), HR(60- - Berikan aktivitas - Meningkatkan relaksasi.
100x/menit), RR (16- hiburan. - Menghilangkan nyeri.
24x/menit), suhu (36,5- - Kolaborasi tim dokter
37,50C) dalam pemberian
analgetika.
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan - Kaji adanya tanda-tanda - Dugaan adanya infeksi
dengan tindakan invasif (insisi keperawatan diharapkan infeksi pada area insisi
post pembedahan). infeksi dapat diatasi dengan - Monitor tanda-tanda vita
kriteria hasil: l. Perhatikan demam, - Dugaan adanya infeksi/terjadinya
- Klien bebas dari tanda- menggigil, berkeringat, sepsis, abses, peritonitis
tanda infeksi perubahan mental
- Menunjukkan - Lakukan teknik isolasi - Mencegah transmisi penyakit virus
kemampuan untuk untuk infeksi enterik, ke orang lain.
mencegah timbulnya termasuk cuci tangan
infeksi efektif. - Mencegah meluas dan membatasi
- Nilai leukosit (4,5- - Pertahankan teknik penyebaran organisme infektif /
11ribu/ul) aseptik ketat pada kontaminasi silang.
perawatan luka insisi /
terbuka, bersihkan - Menurunkan resiko terpajan.
dengan betadine.
- Awasi / batasi - Terapi ditunjukkan pada bakteri
pengunjung dan siap anaerob dan hasil aerob gra
kebutuhan. negatif.
- Kolaborasi tim medis
dalam pemberian
antibiotik
3. Defisit self care berhubungan Setelah dilakukan asuhan - Mandikan pasien setiap - Agar badan menjadi segar,
dengan nyeri. keperawatan diharapkan hari sampai klien melancarkan peredaran darah
kebersihan klien dapat mampu melaksanakan dan meningkatkan kesehatan.
dipertahankan dengan kriteria sendiri serta cuci rambut
hasil: dan potong kuku klien. - Untuk melindungi klien dari kuman
- klien bebas dari bau badan - Ganti pakaian yang dan meningkatkan rasa nyaman
- klien tampak bersih kotor dengan yang - Agar klien dan keluarga dapat
- ADLs klien dapat mandiri bersih. termotivasi untuk menjaga
atau dengan bantuan - Berikan personal hygiene.
Hynege Edukasipada
klien dan keluarganya - Agar klien merasa tersanjung dan
tentang pentingnya lebih kooperatif dalam
kebersihan diri. kebersihan
- Berikan pujian pada
klien tentang - Agar keterampilan dapat diterapkan
kebersihannya.
- Bimbing keluarga klien - Klien merasa nyaman dengan tenun
memandikan / menyeka yang bersih serta mencegah
pasien terjadinya infeksi.
- Bersihkan dan atur
posisi serta tempat tidur
klien.
4. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan - Kaji ulang pembatasan - Memberikan informasi pada pasien
kondisi prognosis dan keperawatan diharapkan aktivitas pascaoperasi untuk merencanakan kembali
kebutuhan pengobatan b.d pengetahuan bertambah rutinitas biasa tanpa
kurang informasi. dengan kriteria hasil: - Anjuran menggunakan menimbulkan masalah.
- menyatakan pemahaman laksatif/pelembek feses - Membantu kembali ke fungsi usus
proses penyakit dan ringan bila perlu dan semula mencegah ngejan saat
pengobatan hindari enema defekasi
- berpartisipasi dalam - Diskusikan perawatan
program pengobatan insisi, termasuk - Pemahaman meningkatkan kerja
mengamati balutan, sama dengan terapi,
pembatasan mandi, dan meningkatkan penyembuhan
kembali ke dokter untuk
mengangkat
jahitan/pengikat - Upaya intervensi menurunkan
- Identifikasi gejala yang resiko komplikasi lambatnya
memerlukan evaluasi penyembuhan peritonitis.
medic, contoh
peningkatan nyeri
edema/eritema luka,
adanya drainase, demam
DAFTAR RUJUKKAN

Bangli WP, Laporan Pendahuluan Apendisitis


https://www.academia.edu/9140893/
LAPORAN_PENDAHULUAN_APENDISITIS (Diakses
pada 1 September 2015)
Engram, B. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Gibson, J. 2013. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi
2.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mayer, dkk. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Nawan Wayan, Apandisitis

https://www.academia.edu/8261714/Apendisitis (Diakses pada 1


September 2015)
Sasha Annisa, 2013, Laporan Pendahuluan Pasien Apendisitis Di
RSUD Jombang
http://sashaannisa45.blogspot.com/2013/03/laporan-
pendahuluan-apendisitis-dosen.html (Diakses pada 1
September 2015)
Schwartz, S. I.2012. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Srinowati Hrsih, 2015, Referat Appendicitis
http://dokumen.tips/documents/referat-appendicitis-
558dd75801cdf.html(Diakses pada 5 September 2015)
Utami Fitrianda, Radang Umbai Cacing.
https://www.academia.edu/11796753/apendiksitis_radang_umbai_c
acing_ (Diakses pada 1 September 2015)

Anda mungkin juga menyukai