TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini lebih sering terjadi laki-
laki berusia 10-30 tahun8. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat9. Apendisitis adalah peradangan apendiks yang
mengenai semua lapisan dinding organ tersebut10.
Apendiks secara embriologi terlihat pada usia 8 minggu sebagai
penonjolan bagian dari sekum. Hubungan antara dasar apendiks dengan sekum
tetap ada selama perkembangan postnatal, dimana ujung apendiks dapat
ditemukan retrosekal, pelvik, subsekal, preileal, atau posisi perikolik dekstra.
Apendiks mendapat vaskularisasi dari A.apendikularis, A.ileokolika, dan
A.mesenterika superior. Arteri apendikularis merupakan suatu end artery yang
tidak memiliki kolateral, sehingga jika tersumbat dapat mengakibatkan gangren11.
12
13
3.2 Definisi
Apendisitis akut adalah proses peradangan akut yang disebabkan oleh
infeksi karena terdapat obstruksi pada apendiks fermiformis dan penyebab
tersering abdomen akut17.
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis menurut klinikopatologis18:
A. Appendisitis akut
Appendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah
terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, abses,
dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi. Klasifikasi
appendisitis akut:
1. Appendisitis Simple
Peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejala diawali
dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan
demam ringan. Appendisitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa.
2. Appendisitis Supuratif
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti, nyeri tekan, nyeri
lepas di titik MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
15
3. Appendisitis Gangrenosa
Didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada
bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman.
Jika appendisitis akut berlangsung lebih dari 48 jam maka keadaan dapat
berubah menjadi sembuh, infiltrat, abses, perforasi, kronik.
B. Appendisitis kronik
Appendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
atau terjadi secara menahun dan sangat jarang terjadi hanya 1-5 %. Diagnosis
appendisitis kronik sulit ditegakkan, sehingga dilakukan pemeriksaan patologi
anatomi setelah dilakukan apendektomi. Terdapat riwayat nyeri perut kanan
bawah yang biasa terjadi secara berulang. Pemeriksaan fisik hampir sama dengan
appendisitis akut, meskipun ada beberapa kriteria yg berbeda. Pada pemeriksaan
laboratorium dan radiologi terkadang menggambarkan hasil yang normal. Setelah
dilakukan apendektomi, gejala akan menghilang pada 82-93% pasien. Ciri
Appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks, sumbatan
parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
C. Appendisitis infiltrat
Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat dengan yang lainnya.
D. Appendisitis abses
Appendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi nanah.
E. Appendisitis perforasi
Appendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren
sehingga pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
16
3.4 Etiologi
Beberapa penelitian pada binatang dan manusia menunjukkan bahwa
faktor yang paling berperan adalah obstruksi lumen apendiks dalam 60 - 70 %
kasus. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe
submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor
obstruksi yang lain11-13,17.
Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa parasit seperti Entamoeba
histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermicularis dapat menyebabkan
erosi membran mukosa apendiks dan perdarahan. Pada awalnya Entamoeba
histolytica berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada lapisan
mukosa, parasit ini memproduksi enzim yang dapat menyebabkan nekrosis
mukosa sebagai pencetus terjadinya ulkus13.
Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses inflamasi. Beberapa keadaan
yang mengikuti setelah terjadinya obstruksi adalah: akumulasi dan peningkatan
tekanan dari cairan intraluminal, kongesti dinding apendiks, obstruksi vena dan
arteri, yang akhirnya menimbulkan keadaan hipoksia sehingga mengakibatkan
invasi bakteri11-13,17.
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Pola kebiasaan makan rendah serat memiliki resiko lebih tinggi. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan-makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terehadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan
17
dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih.
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah
onset terjadinya nyeri. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada
ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi
sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendisitis.
Keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi
pada anak dengan appendisitis. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan
pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan
Caecum, hingga isi Caecum berkurang atau kosong.
Anak dengan appendisitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan
cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan.
Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendisitis, kecuali
pada anak dengan appendisitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat
perangsangan ureter.
3.6 Patofisiologi
Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina
muskularis, dan lamina serosa. Proses awal ini terjadi dalam waktu 1224 jam
pertama. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan
stasis bagian distal apendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus-
menerus akan terakumulasi. Kapasitas normal lumen apendiks hanya 0.1 ml.
Sekresi cairan yang melebihi 0,5 ml akan meningkatkan tekanan intraluminal
sebesar 60 cm H2O11-13.
Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral,
mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di
bawah epigastrium. Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga
dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Distensi biasanya
menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi
segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini,
mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.
19
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest)18.
2. Psoas Sign
Dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi
pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada
otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari
phlegmon atau abses. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks
21
yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas
pada saat dilakukan manuver ini.
3. Obturator Sign
Dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan
endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini
menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu
diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix
yang telah mengalami radang atau perforasi. Dasar anatomis terjadinya
obturator sign adalah appendiks terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan
kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.
4. Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
5. Dunphys sign
Nyeri ketika batuk13,18.
22
C. Skor Alvarado16,18
Tabel 3.2 Alvarado scale
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan kecil Appendicitis
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6
maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
Beberapa studi juga mengatakan bahwa skor Alvarado lebih bermanfaat
pada pasien laki-laki dibanding pasien perempuan, dimana sebanyak 17,9% pada
penelitian Khan dan Rehman menunjukan apendiktomi negatif pada perempuan,
dan 16,8% pada penelitian Shirastava dan Gupta21,22.
Pada perempuan, investigasi lanjutan diperlukan untuk konfirmasi
diagnosis, hal ini terkait dengan adanya penyakit pada organ reproduksi
perempuan yang menimbulkan gejala yang sama. Di antaranya yaitu pelvic
inflammatory disease, kista ovarium terpuntir, endometriosis, dan kehamilan
ektopik terganggu11,12,22. Studi yang dilakukan oleh Flum dan Koepsell
mempelajari secara luas bahwa sebanyak 45% apendiktomi yang dilakukan pada
wanita usia 15-45 tahun menunjukkan hasil patologi anatomi yang normal23.
D. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menunjang penegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Laboratorium
Jumlah leukosit pada penderita appendisitis berkisar antara 12.000-
18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan
jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendisitis. Pemeriksaan
23
3.10 Komplikasi
1. Appendicular infiltrat
Infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi
apendisitis yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abses
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus
besar
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik20,24
3.11 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi
bila appendiks tidak diangkat20.