Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini lebih sering terjadi laki-
laki berusia 10-30 tahun8. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat9. Apendisitis adalah peradangan apendiks yang
mengenai semua lapisan dinding organ tersebut10.
Apendiks secara embriologi terlihat pada usia 8 minggu sebagai
penonjolan bagian dari sekum. Hubungan antara dasar apendiks dengan sekum
tetap ada selama perkembangan postnatal, dimana ujung apendiks dapat
ditemukan retrosekal, pelvik, subsekal, preileal, atau posisi perikolik dekstra.
Apendiks mendapat vaskularisasi dari A.apendikularis, A.ileokolika, dan
A.mesenterika superior. Arteri apendikularis merupakan suatu end artery yang
tidak memiliki kolateral, sehingga jika tersumbat dapat mengakibatkan gangren11.

Gambar 3.1 Topografi Appendiks

Jaringan limfoid pertama kali terlihat di submukosa apendiks, sekitar 2


minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid ini meningkat selama pubertas,
dan menetap dalam waktu 10 tahun berikutnya, kemudian mulai menurun dengan
pertambahan umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid yang
terdapat di submukosa apendiks. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh

12
13

GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran


pencernaan termasuk apendiks adalah IgA yang sangat efektif sebagai pelindung
infeksi. Antibodi ini mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan
mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun demikian
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh, sebab jaringan
limfoid di sini kecil jika dibandingkan dengan jumlah di saluran pencernaan dan
seluruh tubuh11-13.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm,
dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insidens 6 apendisitis pada usia itu 14. Persarafan parasimpatis berasal
dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri
apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis 10.
Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus13.
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis
dan parasimpatis dari plekxus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal
dari medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut parasimpatis berasal dari
kedua nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi
saraf simpatis ke segmen medula spinalis thorakal 1015.

Gambar 3.2 Anatomi apendiks


14

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti


arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis X13.
Appendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik
Mc.Burney16.
Garis Monroe Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra
Titik Mc Burney 1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe
1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS
Titik Lanz
dekstra dan SIAS sinistra
Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari
Garis Munro
pertengahan SIAS dekstra dengan simfisis

3.2 Definisi
Apendisitis akut adalah proses peradangan akut yang disebabkan oleh
infeksi karena terdapat obstruksi pada apendiks fermiformis dan penyebab
tersering abdomen akut17.

3.3 Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis menurut klinikopatologis18:
A. Appendisitis akut
Appendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah
terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, abses,
dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi. Klasifikasi
appendisitis akut:
1. Appendisitis Simple
Peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejala diawali
dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan
demam ringan. Appendisitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa.
2. Appendisitis Supuratif
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti, nyeri tekan, nyeri
lepas di titik MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
15

3. Appendisitis Gangrenosa
Didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada
bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman.
Jika appendisitis akut berlangsung lebih dari 48 jam maka keadaan dapat
berubah menjadi sembuh, infiltrat, abses, perforasi, kronik.
B. Appendisitis kronik
Appendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
atau terjadi secara menahun dan sangat jarang terjadi hanya 1-5 %. Diagnosis
appendisitis kronik sulit ditegakkan, sehingga dilakukan pemeriksaan patologi
anatomi setelah dilakukan apendektomi. Terdapat riwayat nyeri perut kanan
bawah yang biasa terjadi secara berulang. Pemeriksaan fisik hampir sama dengan
appendisitis akut, meskipun ada beberapa kriteria yg berbeda. Pada pemeriksaan
laboratorium dan radiologi terkadang menggambarkan hasil yang normal. Setelah
dilakukan apendektomi, gejala akan menghilang pada 82-93% pasien. Ciri
Appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks, sumbatan
parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
C. Appendisitis infiltrat
Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat dengan yang lainnya.
D. Appendisitis abses
Appendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi nanah.
E. Appendisitis perforasi
Appendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren
sehingga pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
16

Gambar 3.3 Klasifikasi Appendisitis

3.4 Etiologi
Beberapa penelitian pada binatang dan manusia menunjukkan bahwa
faktor yang paling berperan adalah obstruksi lumen apendiks dalam 60 - 70 %
kasus. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe
submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh faktor
obstruksi yang lain11-13,17.
Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa parasit seperti Entamoeba
histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermicularis dapat menyebabkan
erosi membran mukosa apendiks dan perdarahan. Pada awalnya Entamoeba
histolytica berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada lapisan
mukosa, parasit ini memproduksi enzim yang dapat menyebabkan nekrosis
mukosa sebagai pencetus terjadinya ulkus13.
Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses inflamasi. Beberapa keadaan
yang mengikuti setelah terjadinya obstruksi adalah: akumulasi dan peningkatan
tekanan dari cairan intraluminal, kongesti dinding apendiks, obstruksi vena dan
arteri, yang akhirnya menimbulkan keadaan hipoksia sehingga mengakibatkan
invasi bakteri11-13,17.
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Pola kebiasaan makan rendah serat memiliki resiko lebih tinggi. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan-makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terehadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan
17

meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan


mempermudah timbulnya appendisitis akut10,13.

3.5 Manifestasi Klinis


Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai dengan
mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah di titik Mc Burney. Di sini nyeri
dirasakan lebih tajam dan jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa
dilihat pada abses periapendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan, nyeri lepas, dan defens muskuler di titik Mc
Burney merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Peristalsis usus
sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peristalsis
generalisata akibat apendisitis perforata11-13,17,19.
Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat
jarang pada neonatus dan bayi, appendisitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan
diagnosis appendisitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan
gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri
di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di
abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan
perkembangan penyakit13,20.
Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang
terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri
dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada
periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga
merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendisitis retrocecal atau
pelvis. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala
18

dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih.
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah
onset terjadinya nyeri. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada
ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi
sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendisitis.
Keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi
pada anak dengan appendisitis. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan
pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan
Caecum, hingga isi Caecum berkurang atau kosong.
Anak dengan appendisitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan
cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan.
Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendisitis, kecuali
pada anak dengan appendisitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat
perangsangan ureter.

3.6 Patofisiologi
Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina
muskularis, dan lamina serosa. Proses awal ini terjadi dalam waktu 1224 jam
pertama. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan
stasis bagian distal apendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus-
menerus akan terakumulasi. Kapasitas normal lumen apendiks hanya 0.1 ml.
Sekresi cairan yang melebihi 0,5 ml akan meningkatkan tekanan intraluminal
sebesar 60 cm H2O11-13.
Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral,
mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di
bawah epigastrium. Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga
dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Distensi biasanya
menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi
segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini,
mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.
19

Peningkatan tekanan intraluminer dan edem akibat gangguan sirkulasi


limfe akan memacu proses translokasi kuman, dan terjadi peningkatan jumlah
kuman di dalam lumen apendiks. Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan
invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi
mukosa apendiks. Obstruksi yang berkelanjutan menyebabkan terjadinya
gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi venular akan mengalami gangguan lebih
dahulu daripada arterial. Keadaan ini akan menyebabkan iskemi jaringan dan
invasi bakteri semakin berat sehingga terjadi penumpukan nanah pada dinding
apendiks, terjadilah keadaan yang disebut apendisitis akut supuratif11-13.
Pada keadaan yang lebih lanjut, dimana tekanan intraluminer semakin
tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini
menyebabkan terjadi gangren. Gangren biasanya di tengah-tengah appendiks dan
berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut appendisitis gangrenosa. Bila tekanan
terus meningkat, maka akan terjadi perforasi yang mengakibatkan cairan mukosa
appendiks akan tercurah ke rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup
appendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Apabila terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga
yang berisi nanah di sekitar appendiks disebut abses periapendikular18.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan serangan berulang di perut kanan
bawah disebut dengan appendisitis rekurens. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. Pada anak-anak,
karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding appendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada dewasa, perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah18.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
20

proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest)18.

3.7 Penegakan Diagnosis


A. Anamnesis
Riwayat nyeri yang menjalar dari ulu hati turun ke perut kanan bawah,
suka makanan pedas, dan sulit buang air besar.
B. PemeriksaanFisik
Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis,
dikenal beberapa manuver diagnostik:
1. Rovsings sign
Dikatakan positif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen
menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik. Blumberg(+) apabila dilakukan
pelepasan penekanan abdomen kiri bawah dan nyeri dirasakan pada abdomen
kanan bawah.

Gambar 3.4 Cara Pemeriksaan Rovsings sign

2. Psoas Sign
Dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi
pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada
otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari
phlegmon atau abses. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks
21

yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas
pada saat dilakukan manuver ini.

Gambar 3.5 Psoass sign

3. Obturator Sign
Dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan
endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini
menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu
diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix
yang telah mengalami radang atau perforasi. Dasar anatomis terjadinya
obturator sign adalah appendiks terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan
kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.

Gambar 3.6 Obturator Sign

4. Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
5. Dunphys sign
Nyeri ketika batuk13,18.
22

C. Skor Alvarado16,18
Tabel 3.2 Alvarado scale
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan kecil Appendicitis
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6
maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
Beberapa studi juga mengatakan bahwa skor Alvarado lebih bermanfaat
pada pasien laki-laki dibanding pasien perempuan, dimana sebanyak 17,9% pada
penelitian Khan dan Rehman menunjukan apendiktomi negatif pada perempuan,
dan 16,8% pada penelitian Shirastava dan Gupta21,22.
Pada perempuan, investigasi lanjutan diperlukan untuk konfirmasi
diagnosis, hal ini terkait dengan adanya penyakit pada organ reproduksi
perempuan yang menimbulkan gejala yang sama. Di antaranya yaitu pelvic
inflammatory disease, kista ovarium terpuntir, endometriosis, dan kehamilan
ektopik terganggu11,12,22. Studi yang dilakukan oleh Flum dan Koepsell
mempelajari secara luas bahwa sebanyak 45% apendiktomi yang dilakukan pada
wanita usia 15-45 tahun menunjukkan hasil patologi anatomi yang normal23.
D. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menunjang penegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Laboratorium
Jumlah leukosit pada penderita appendisitis berkisar antara 12.000-
18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan
jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendisitis. Pemeriksaan
23

urinalisis membantu untuk membedakan appendisitis dengan pyelonephritis


atau batu ginjal. Hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi
appendiks terjadi di dekat ureter.
2. Ultrasonografi
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendisitis akut
adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7mm atau lebih, didapatkan
suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix
sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif
juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus
yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix.
3. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan
spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis
tidak jelas, dan curiga adanya abses, maka CT-scan dapat digunakan sebagai
pilihan test diagnostik. Diagnosis appendisitis dengan CT-scan ditegakkan jika
appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix
yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran halo.

3.8 Diagnosa Banding


Diagnosis banding dari Appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia
dan jenis kelamin
A. Anak balita
Diagnosis banding pada anak-anak balita adalah intususepsi, divertikulitis,
dan gastroenteritis akut. Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak
berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan
Appendisitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan Appendisitis, tetapi
lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat
diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis
banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena memiliki
gejala-gejala yang mirip dengan appendisitis, yakni diare, mual, muntah, dan
ditemukan leukosit pada feses.
24

B. Anak usia sekolah


Diagnosis banding pada anak-anak usia sekolah adalah gastroenteritis,
konstipasi, infark omentum. Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang
mirip dengan appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi,
merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak
ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak
dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat
terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah
C. Dewasa muda
Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak
berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory
disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya
bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat
dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
Sedangkan diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah
Crohns disease, klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada
skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada
epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.
D. Lansia
Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah
keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis,
perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan
gejalanya muncul lebih lambat daripada appendisitis. Pada orang tua,
divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendisitis, karena lokasinya
yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya
yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT
Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium24.

3.9 Penatalaksanaan Pembedahan


Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak
bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara laporoskopi.
25

Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,


kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata13.
Apendiktomi mutlak dilakukan setelah penegakan diagnosis apendisitis
akut. Banyak ahli bedah melakukan insisi pada Mc Burney (oblique) atau Rocky-
Davis (transverse) pada kuadran kanan bawah. Jika diduga suatu abses, insisi
lateral dilakukan untuk drainase intraperitoneal dan menghindari kontaminasi
umum dengan kavum peritoneum. Jika diagnosis meragukan, insisi garis tengah
bawah direkomendasikan untuk memeriksa lebih lanjut kavum peritoneum.
Beberapa teknik dapat digunakan untuk melokalisasi apendiks. Umumnya sekum
langsung terlihat pada insisi, penelusuran taenia akan menunjukkan dasar dari
apendiks11,12.
Setelah identifikasi, apendiks dimobilisasi dengan memisahkan
mesoapendiks dan meligasi A.apendikularis. Appendical stump diligasi dengan
ligasi simple atau dengan ligasi dan inversi oleh purse-string atau Z stich. Kavum
peritoneum di-irigasi dan sayatan kemudian ditutup lapis demi lapis11,12.

3.10 Komplikasi
1. Appendicular infiltrat
Infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi
apendisitis yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abses
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus
besar
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik20,24

3.11 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi
bila appendiks tidak diangkat20.

Anda mungkin juga menyukai