Anda di halaman 1dari 38

Referrat

REHABILITASI MEDIK PADA


CEREBRAL PALSY
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh :
Pratiknyo Dipo Lestari, S.Ked 217041010044

Pembimbing :

dr. Ingrid Meliakartika, Sp.Kfr

KEPANITRAAN KLINIK MADYA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
LABORATORIUM ILMU REHABILITASI MEDIK
RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI
2018

1
KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------- 1

DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------- 2

BAB I LATAR BELAKANG ----------------------------------------------------- 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA --------------------------------------------------- 4

2.1 Definisi Cerebral Palsy --------------------------------------------------------- 4

2.2 Epidemiologi Cerebral Palsy -------------------------------------------------- 4

2.3. Etiologi Cerebral Palsy -------------------------------------------------------- 5

2.4 Manifestasi / Gejala Klinis ----------------------------------------------------- 7

2.5 Patofisiologi / Patogenesis Cerebral Palsy --------------------------------- 12

2.6 Pemeriksaan Fisik -------------------------------------------------------------- 17

2.7 Pemeriksaan Penunjang ------------------------------------------------------- 18

2.8 Diagnosis -------------------------------------------------------------------------- 18

2.9 Penatalaksanaan ---------------------------------------------------------------- 23

2.10 Prognosis ------------------------------------------------------------------------ 36

REFERENSI-------------------------------------------------------------------------- 37

2
BAB I

LATAR BELAKANG

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat
kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang
belum selesai pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak
progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat
maturasi serebral.(9,6)
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little
(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah Cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya
dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. (4,12)
Walaupun sulit, etiologi Cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.(12)
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam
penanganan penderita Cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru
sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat.(12)

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cerebral palsy

Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang


permanen dan tidak progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak
dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran
klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap
dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis.
Gangguan ganglia basal dan serebellum dan kelainan mental.(1)

Istilah cerebral palsy merupakan istilah yang digunakan untuk


menggambarkan sekelompok gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus
yang bersifat nonprogresif, berbeda-beda kronis dan akibat cedera pada
sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan. (2)

Walaupun cerebral palsy pertama kali dilaporkan pada tahun 1827


oleh Cazauvielh, dan kemudian digambarkan dan di perdebatkan oleh
dokter seperti Little, Freud, Osler, dan Phleps, patogenesis gangguan ini
tetap tidak dimengerrti secara jelas. (2)

2.2 Epidemiologi Cerebral palsy


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi Cerebral palsy
yaitu populasi yang diambil cara diagnosis dan ketelitiannya. Misalnya
(2,3)
insudensi serebral palsi sebanyak 2 per 1000 kelahiran hidup . 5 dari
1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan Cerebral
palsy. 50% kasus termasuk ringan dan 10% termasuk kasus berat. (4) Yang
dimaksud ringan adalah penderita dapat mengurus dirinya sendiri dan yang
tergolong berat adalah penderita yang membutuhkan pelayanan khusus.
25% memiliki intelegensia rata-rata (normal) sementara 30% kasus
menunjukan IQ dibawah 70. 35% disertai kejang dan 50% menunjukan
gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari perempuan (1,4 : 1,0).

4
Rata-rata 70 % ada pada tipe spastik. 15% tipi atetotic, 5% ataksia,
dan sisanya campuran. (2)

Dengan meningkatnya pelayanan obstetrik dan perinatologi dan


rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan
Amerika Serikat angka kejadian Cerebral palsy akan menurun. Narnun di
negara-negara berkembang, kemajuan tektiologi kedokteran selain
menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah
anak-anak dengan gangguan perkembangan. Adanya variasi angka kejadian
di berbagai negara karena pasien cerebal palsy datang ke berbagai klinik
seperti klinik saraf, anak, klinik bedah tulang, klinik rehabilitasi medik dan
sebagainya. Di samping itu juga karena para klinikus tidak konsisten
menggunakan definisi dan terminologi Cerebral palsy. (2)

2.3 Etiologi Cerebral palsy


Penyebabnya dapat dibagi menjadi 3 bgian yaitu prenatal, perinatal,
dan pascanatal. (1)
a) Prenatal
a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan
kromosom.
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.
c. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak
Jerman, Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis
d. Radiasi saat masih dalam kandungan
e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia
maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan
lain – lain).
f. Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok
dan alkohol.
g. Induksi konsepsi.
h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat

5
melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan
kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit).
i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan
yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang
kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–
kejang atau konvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia
pada kehamilan dengan kejadian cerebral palsy masih belum jelas.
Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan
kerusakan otak pada janin.
j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal
pada salah satu bayi kembar

b) Perinatal
1. Anoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah “brain
injury”. Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal
ini terdapat pada kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-
pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio
caesaria. (1)
2. Perdarahan otak
Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga
sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi
batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah
hingga terjadi anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid
akan menyebabkan pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks
serebri sehingga timbul kelumuhan spaatis. (1)
3. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha
otak yang lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh

6
darah enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum
sempurna. (1,2)
4. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak yang permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal,
misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. (1)
5. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakiatkan gejala sisa berupa “Cerebral
palsy”. (1)
c) Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan
dapat menyebabkan “cerbral palsy”. (1)
1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.
2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,tromboplebitis,
ensefalomielitis.
3. Kern icterus
Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal
atau devisiensi enzim hati(5)

7
FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY

2.4 Manifestasi Klinis Cerebral palsy(8)

Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda


klinis neurologis. Spastik diplegia, merupakan salah satu bentuk penyakit
yang dikenal selanjutnya sebagai Cerebral palsy. Hingga saat ini, Cerebral
palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan
dibagi dalam 4 kategori, yaitu :

1. Cerebral Palsy Spastik


Merupakan bentukan Cerebral Palsy terbanyak (70-80%), otot
mengalami kekakuan dan secara permanan akan menjadi
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat
seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus.
Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan
yang dikenal dengan galt gunting (scissors galt).

Anak dengan spastik hemiplegia dapat disertai tremor


hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan

8
pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat akan
terjadi gangguan gerakan berat.

Cerebral Palsy Spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas


yang terkena, yaitu :

a. Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan

b. Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan

c. Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan 1 kaki

d. Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama

e. Hemiplegia2
Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat

2. Cereberal Palsy Atetoid/diskinetik


Bentuk Cereberal Palsy ini mempunyai karakterisktik gerakan
menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini
mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar
kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak-anak menyeringan dan
selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode
peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga
mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria).
Cereberal Palsy atetoid terjadi pada 10-20% penderita Cereberal Palsy.

9
3. Cereberal Palsy Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukan koordinasi yang buruk;
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan; kesulitan dalam
melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis mengancingkan
baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan
volunter misalnya buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada
bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama
dengan saat penderita akan menuju objek yang dikehendaki. Bentuk
ataksid ini mengenai 5-10% penderita Cerebral Palsy.

4. Cerebral Palsy Campuran


Sering ditemukan pada seseorang penderita mempunyai lebih dari
satu bentuk Cerebral Palsy yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran
yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi
kombinasi lain juga mungkin dijumpai. 2,5

Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.


1) Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari
sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan
bantuan khusus.
2) Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam
bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya
sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara
khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan
atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah
masyarakat dengan baik.
3) Berat

10
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.
Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi
mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional
baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.

Cerebral Palsy juga dapat diklasifikasikan berdasarkan estimasi


derajat beratnya penyakit dan kemampuan penderita untuk melakukan
aktivitas normal (tabel 1). (8)

Tabel 1. Klasifikasi Cerebral Palsy Berdasarkan Derajat Penyakit (8)

Klasifikasi Perkembangan Gejala Penyakit


Morik penyerta

Minimal Normal, hanya * kelainan tonus * Gangguan


terganggu secara sementara komunikasi
kualitatif * Gangguan
* Refleks primitif
belajar
menetap terlalu lama
spesifik
* Kelainan postur
ringan

* Gangguan gerak
motorik kasar dan
halus, misalnya
clumpsy

Ringan Berjalan umur 24 * Beberapa kalinan


bulan pada pemeriksaan
neurologis

11
* Perkembangan
refleks primitif
abnormal

* respon postular
terganggu

* Gangguan motorik<
misalnya tremor

* Gangguan koordinasi

Sedang Berjalan umur 3 * Berbagai kelainan * Retardasi


tahun, kadang neurologis mental
memerlukan * Gangguan
* Refleks primmitif
bracing belajar dan
menetap dan kuat
Tidak perlu alat kominikasi
khusus * respon postural * Kejang
terlambat

Berat Tidak bisa * Gejala neurologis


berjalan, atau dominan
berjalan dengan
* Refleks primitif
alat bantu
menetap
Kadang perlu
operasi * Respon postural
tidak muncul

Gejala Awal Cerebral Palsy (13)

• Adanya faktor resiko


• Mikrosefali, sutura bertumpuk, penutupan UUB terlalu cepat
• Hipotonia berlebihan

12
• Gerakan ekstermitas terbatas
• Spastisitas dimulai dari tangan (tergenggam) dan kaki (fleksi plantar)
• Kesulitan makan, mengiler berlebihan
• Gagal tumbuh
• Refleks primitif menetap
• Refleks postural terlambat
• Ataksia, distonia, diskinetik sering baru muncul setelah gejala stabil, sulit
dinilai pada bayi kecil

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis Cerebral palsy(2,10,11)

Perkembangan otak manusia dan waktu puncak terjadinya meliputi


berikut:2,10
• Primer neurulation - Minggu 3-4 kehamilan
• Perkembangan Prosencephalic - Bulan 2-3 kehamilan
• Neuronal proliferasi - Bulan 3-4 kehamilan
• Neuronal migrasi - Bulan 3-5 kehamilan
• Organisasi - Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun
pascakelahiran
• Mielinasi - Lahir sampai bertahun-tahun pascakelahiran
Penelitian kohort telah menunjukkan peningkatan risiko pada anak
yang lahir sedikit prematur (37-38 minggu) atau postterm (42 minggu)
dibandingkan dengan anak yang lahir pada 40 minggu.(11)

Cedera otak atau perkembangan otak yang abnormal


Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi,
cedera atau perkembangan abnormal dapat terjadi setiap saat, sehingga
presentasi klinis cerebral palsy bervariasi (apakah karena kelainan genetik,
etiologi toxin atau infeksi, atau insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera otak
sebelum 20 minggu kehamilan dapat mengakibatkan defisit migrasi
neuronal; cedera antara minggu 26 dan 34 dapat mengakibatkan

13
leukomalacia periventricular (foci nekrosis coagulative pada white matter
berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-40
dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal.(2)
Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai
faktor pada saat cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak,
efisiensi aliran darah otak dan regulasi aliran darah, dan respon biokimia
jaringan otak untuk oksigenasi menurun.(2)

Prematuritas dan pembuluh darah serebral


Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh
darah otak dan otak mungkin menjelaskan mengapa prematuritas
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk cerebral palsy. Sebelum
matur, distribusi sirkulasi janin dengan hasil otak pada kecenderungan
hipoperfusi ke white matter periventricular. Hipoperfusi dapat
mengakibatkan perdarahan matriks germinal atau leukomalacia
periventricular. Antara minggu 26 dan 34 usia kehamilan, daerah white
matter periventricular dekat ventrikel lateral yang paling rentan terhadap
cedera. Karena daerah-daerah membawa serat bertanggung jawab atas
kontrol motor dan tonus otot kaki, cedera dapat terjadi dalam diplegia
spastik (yaitu, kelenturan dominan dan kelemahan kaki, dengan atau tanpa
keterlibatan lengan tingkat yang lebih rendah).(2)

Periventricular leukomalacia
Ketika lesi lebih besar menjangkau daerah saraf descenden dari
korteks motor untuk melibatkan centrum semiovale dan korona radiata,
baik ekstremitas bawah dan atas mungkin terlibat. Leukomalacia
periventricular umumnya simetris dan dianggap karena cedera iskemik
white matter pada bayi prematur. Cedera asimetris untuk white matter
periventricular dapat menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh
dari yang lain. Hasilnya meniru hemiplegia spastik tetapi lebih baik
dicirikan sebagai kejang diplegia asimetris. Matriks germinal kapiler di

14
daerah periventricular sangat rentan terhadap cedera hipoksia-iskemik
karena lokasi mereka di sebuah zona perbatasan vaskular antara zona akhir
arteri striate dan thalamic. Selain itu, karena mereka adalah otak kapiler,
mereka memiliki kebutuhan tinggi untuk metabolisme oksidatif.(2)

Perdarahan periventricular -perdarahan intraventricular


Banyak pihak berwenang telah menentukan tingkatan beratnya
perdarahan periventricular -perdarahan intraventricular menggunakan sistem
klasifikasi awalnya dijelaskan oleh Papile dkk pada 1978 sebagai berikut: (2)
1. Grade I - Perdarahan subependymal dan/atau matriks germinal
2. Grade II - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam
ventrikel lateral tanpa pembesaran ventrikel
3. Grade III - perdarahan Subependymal dengan ekstensi ke dalam
ventrikel lateral dengan pembesaran ventrikel
4. Grade IV - Sebuah perdarahan matriks germinal yang membedah
dan meluas ke parenkim otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau
tidak adanya perdarahan intraventricular, juga disebut sebagai
perdarahan intraparenchymal saat ditemui di tempat lain di parenkim
tersebut. Perdarahan meluas ke white matter periventricular
berkaitan dengan perdarahan germinal ipsilateral
perdarahan/intraventricular matriks yang disebut infark vena
periventricular hemo

Cedera serebral vaskuler dan hipoperfusi


Saat matur, ketika sirkulasi ke otak paling menyerupai sirkulasi
serebral dewasa, cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi
paling sering pada distribusi arteri serebral tengah, mengakibatkan cerebral
palsy spastik hemiplegia. Namun, otak matur juga rentan terhadap
hipoperfusi, yang sebagian besar menargetkan daerah aliran dari korteks
(misalnya, akhir zona arteri serebral utama), mengakibatkan cerebral palsy

15
spastik quadriplegik. Ganglia basal juga dapat dipengaruhi, sehingga
cerebral palsy ekstrapiramidal atau dyskinetic.(2)
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya
neuron, dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrow gyrus, sulcus dan
berat otak rendah. Cerebral palsi digambarkan sebagai kekacauan
pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oeh cacat nonprogresif atau
trauma otak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu
kelainan dasar (Struktur otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal atau luka-
luka/ kerugian setelah melahirkan dalam kaitan dengan ketidak cukupan
vaskuler, toksin dan infeksi).
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural
tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan
induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap
gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital
seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa
gestasi bulan ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan
mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa
gestasi bulan 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd
berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan
sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd
berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri.
Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai
beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan
translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada
saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi
proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.

16
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan
ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat
kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis
daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan
intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi
dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh
tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus
batang otak; bisa menyebabkan Cerebral palsy tipe atetoid, gangguan
pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan
perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan
timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang
berhubungan dengan ventrikel.
Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan
sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi
ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel
hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan
bangkitan epilepsi (2)

2.6 Pemeriksaan Fisik (13)


1. Pemeriksaan Tonus
2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
a. Panggul
 Kontraktur fleksi, rotasi internal & ekternal, aduksi,
panjang tidak simetris
 Thomas test : kontraktur fleksi
 Ely test : kontraksi kuadriseps
 Aduksi , rotasi
b. Lutut
 Sudut poplitea

17
c. Kaki dan Pergelangan
 Kontraktur, torsi tibia
d. Punggung
 Postur, skoliosis, asimetris
e. Exstermitas Atas
 Posisi saat istirahat, gerak spontan, grip, koordinasi
motor halus
3. Pemeriksaan Refleks
a. Refleks tendon

b. Refleks Patologis/klonis

c. Refleks Primitif menetap

 Asymetric tonic neck refleks


 Neck righting refleks
 Graps refleks
d. Refleks Protektif terlambat
 Parachute, dll

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah
diagnosis cerebral palsy
2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabbya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy, CSS
normal
3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak
4. Foto rongrnt kepala
5. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan

18
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain
retardasi mental

2.8 Diagnosis Cerebral palsy

2.8.1. Anamnesis

Pada Cerebral palsy dapat ditemukan gejala danggun motorik berupa


kelainan fungsi dan lokasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan
gambaran klinis “Cerebral palsy”. (1) Kelainan fungsi motirik terdiri dari :
a) Spastisitas
Terdapat peningkatan tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus
dan refleks babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap
dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peningkatan
tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu
tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur
misalnya lengan dalam adduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan
tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap adduksi, fleksi pada
sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar
ke dalam. (1)
“Tonic neck reflex” dan refleks neonatal menghilang pada waktunya.
Kerusakan biasanya terletak pada trkstu kortikospinalis. Golongan
spastisitas ini meliputi 2/3 – ¾ penderita “Cerebral palsy”. (1)
Banyak kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan, yaitu :
1. Monoplegia/monoparesis(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak pada stu sisi, tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2. Hemiplagia/hemiparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai di sisi yang sama.
3. Diplegia/diparesis

19
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan.
4. Tertaplagia/tetraparesis/quadriplagia(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

Gambar 1. Kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya


kerusakan(6)

b) Tonus otot yang berubah


Bayi pada golonggan ini pada usia bulan pertama tampak flasid dan
berbaring seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan
pada “lower motor neuron”. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi
perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarka berbaring
tampak flasid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila
dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis.
Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas
ialah refleks neonatal dan “tonic neck reflex” menetap. Kerusakan
biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal
atau ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus “Cerebral palsy”.
(1)

c) Koreo-atetosis(extrapiramidal Cerebral Palsy)

20
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama
tampak bayi flasid, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut.
Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot.
Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di
ganglia basal dan disebabkan oleh afiksia berat atau ikterus kern pada
masa neonatus. Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus “Cerebral
palsy”. (1)
d) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flasid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan
keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjaan sangat
lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak si
serebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus “Cerebral palsy”. (1)
e) Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10 % anak dengan “Cerebral palsy”. Gangguan berupa
gangguan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit
menagkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. (1)
f) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gengguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata
dan sering tampak beliur. (1)
g) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraksi. Pada kedaan afiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir
25%penderita “Cerebral palsy” menderita kelainan mata. (1)

Pasien dapat datang dengan keluhan(7) :


 Pola gerak abnormal
 Terlambat dalam perkembangan berdiri dan berjalan

21
 Sentral paresis (hemiparesis, paraparesis, atau tetraparesis)
 Spasticity (kekakuan)
 Ataxia
 Choreoathetosis
 Retardasi mental
 Epileptic seizures,
 Gelisah
 Sulit berkonsentrasi
 Gangguan dalam penglihatan, pendengaran dan berbicara.
 deformitas tulang dan sendi (talipes equinus, contracture, scoliosis, hip
dislocation)

Tabel 1. Klasifikasi Cerebral Palsy dan Penyebab Utamanya3,9

Motor Syndrome Neuropathology Major Causes

Spastic diplegia Periventricular leukomalacia Prematurity


(PVL)

Ischemia

Infection

Endocrine/metabolic (e.g.,
thyroid)

Spastic quadriplegia PVL Ischemia, infection

Multicystic encephalomalacia Endocrine/metabolic,


genetic/developmental

Malformations

Hemiplegia Stroke:in utero or neonatal Thrombophilic disorders

Infection

Genetic/developmental

22
Motor Syndrome Neuropathology Major Causes

Periventricular
hemorrhagic infarction

Extrapyramidal Pathology:putamen, globus Asphyxia


(athetoid, pallidus, thalamus, basal
dyskinetic) ganglia

Kernicterus

Mitochondrial

Genetic/metabolic

2.8.2 Pemeriksaan Khusus Cerebral palsy(1)


1. Pemeriksaan Refleks, tonus otot, postur dan koordinasi
2. Pemeriksaan mata dan pendengaran setelah dilakukan diagnosis
“Cerebral palsy” ditegakan.
3. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada “Cerebral palsy” CSS
normal.
4. Pemeriksaan EEG dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
5. Foto Rontgen kepala, MRI, CT-Scan, cranial ultrasounds umtuk
mendapatkan gambaran otak.
6. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan.
7. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi
mental.

Diagnosis Banding Cerebral palsy(1)

a) Proses degeneratif
b) Higroma subdural

23
c) Arterio-venosus yang pecah
d) Kerusakan medula spinalis
e) Tumor intrakranial
2.9 Penatalaksanaan Cerebral palsy

Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral palsy. Terapi bersifat


simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang
sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik.
Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk
menentukan ke- berhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan
Cerebral palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat
ringan, sedang dan berat. Tujuan terapi pasien Cerebral palsy adalah
membantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan
mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga
pendenta sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain, diharapkan
penderita bisa mandiri
Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu
team antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli
ortopedi, psikologi, fisioterapi, “occupational therapist”, pekerja sosial, guru
sekolah luar biasa dan orang tua penderita. (1)
a) Fisioterapi
Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga penanganan
psikolog atau psikiater untuk mengatasi perubahan tingkah laku pada
anak yang lebih besar.
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi
penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat
latihan. Fisioterapi ini diakukan sepanjang penderita hidup. (1)

24
b) Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
melakukn pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan
tersebut. Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan
gerakan koreo-atetosis yang berlebihan. (1)
c) Pendidikan
Penderita “Cerebral palsy” dididik sesuai tingkat intelegensinya, di
sekolah luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama
dengan anak yang normal. Mereka sebaiknya diperlakukan sama dengan
anak yang normal, yaitu pulang ke rumah dengan kendaraan bersama-
sama, sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana
normal. Orang tua juga janganlah melindungi anak secara berlebihan dan
untuk ini pekerja sosial dapat membantu dirumah dengan nasehat
seperlunya. (1)
d) Obat-obatan
Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang
sesuai dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan
sebagainya. Pada keadaan tonus otot berlebihan, obat dari golongan
benzodiazepin dapat menolong, misalnya diazepam, klordiazepoksid
(librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan koreoatestosis diberikan
artan. Imipramin (tofranil) diberikan pada penderita dengan depresi. (1)

Penderita Cerebral Palsy memerlukan tatalaksana terpadu/multi


disipliner mengingat masalah yang dihadapi sangat kompleks, yaitu: (4)
a. Gangguan motorik
b. Retardasi mental
c. Kejang
d. Gangguan pendengaran
e. Gangguan rasa raba
f. Gangguan bahasa dan bicara
g. Makan/gizi

25
h. Gangguan mengontrol miksi (ngompol)
i. Gangguan konsentrasi
j. Gangguan emosi
k. Gangguan belajar

Penatalaksanaan Cerebral Palsy meliputi: (4)


A. Medikamentosa, untuk mengatasi spastisitas :
1. Benzodiazepin :
• Usia < 6 bulan tidak direkomendasi
• Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak
lebih 10 mg/dosis)
2. Baclofen (Lioresal) : 3 x 10 mg PO (dapat dinaikkan sampai 40-80
mg/hari)
3. Dantrolene (Dantrium): dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan
sampai 40 mg/hari
4. Haloperidol : 0,03 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal (untuk
mengurangi gerakan involusi)
5. Botulinum toksin A :
 Usia < 12 tahun belum direkomendasikan
 Usia > 12 tahun : 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4 bulan)
 Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2x/tidak lebih
25 ml perkali atau 200 ml perbulan
B. Terapi Perkembangan Fisik (Rehabilitasi Medik)
A. NDT (Neuro Development Treatment)
NDT atau Bobath adalah pendekatan problem solving dalam pemeriksaan
dan treatment pada individu yang mengalami gangguan fungsi gerak, postur dan
control tubuh akibat gangguan CNS dan dapat diimplementasikan pada individu
dari semua golongan usia dan derajat ketidak mampuan fisik dan fungsi (raine
2006; IBITA 2007
1. Konsep dasar NDT
a. Gangguan normal maturation akibat lesi yang bisa mengakibatkan
keterlambatan bahkan berhentinya beberapa aspek perkembangan.

26
b. Adanya pola gerak dan postur yang abnormal akibat tonus postural yang
abnormal.
2. Filosofi NDT
a. Gerakannya dinamis dan berurutan
b. Arah gerakan chepalo-caudal,proksimal-distal
c. Gerakan otomatis  disadari
d. Responsif dan adaptif
3. Teknik NDT
a. Inhibisi
Suatu upaya untuk menghambat atau menurunkan atau menghentikan
tonus otot yang berlebihan dengan tehnik RIP ( reflek Inhibitory pattern )
yaitu menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang normal
dengan merubah tonus dan pola gerakannya.
b. Fasilitasi
Suatu upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak
motorik yang benar dengan tehnik KPO ( Key Point of Control ).Tujuan
fasilitasi :

1). memperbaiki tonus postural

2). memelihara & mengembalikan kualitas tonus


3). memudahkan gerakan yang disadari & diperlukan untuk aktifitas
sehari-hari.

c. Stimulasi
Suatu upaya untk memperkuat & meningkatkan otot melalui propioseptik
dan taktil.Tujuannya :
1) meningkatkan reaksi anak untk
2) memelihara posisi & pola gerak yg
3) dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara
otomatis.
Jenis stimulasi :
a) Tapping grup otot antagonis.
b) Placcing & holding penempatan pegangan
c) Placcing Weight Bearingpenumpuan badan

27
Gambar 2.7

Sweap pada tangan  stimulasi tangan membuka  fasilitasi supporting reaction pada tangan

28
Gambar 2.8 Stimulasi berguling

Gambar 2.9 fasilitasi duduk dari posisi tengkurap

29
Gambar 2.10 Fasilitasi reflek tegak pada kepala & supporting reaction ke depan

Gambar 2.11 Fasilitasi ekstensor vertebrae & supporting reaction pada lengan ke depan

30
Gambar 2.12 fasilitasi reaksi keseimbangan badan ke depan belakang

B. NS (NeuroStructure)
Neuro structure adalah metode stimulasi taktil yang bertujuan untuk
menstimulasi motorik reflek, dan gangguan sensoris
1. Gerakan
a. Pembukaan
Tujuan : untuk membuka seluruh sensoris tubuh sebagai pintu masuk
semua stimulus baik yang bersifat neurologis, psychologis dan fisiologis,
dengan memberikan usapan yang “firm” dari kepala, wajah s/ ke ujung kaki
dilakukan dengan gentle.

Sifatnya: Eksoreseptif, dari fisiologis ke psychologis.

b. Pemanasan
Tujuan : mempersiapkan komponen psychomotorik diseluruh tubuhnya.

Sifatnya : somatosensoris – proprioseptif

Bentuknya: usapan seluruh tubuh pada seluruh jaringan lunak dan


persendian, dilakukan secara gentle. Pada saat gerakan ini rasakan semua rasa
gerak pada jaringan dan sendi yang mendapatkan tekanan dan strech.

31
c. Gerakan utama
Tujuan : memunculkan :

- alertness
- awerness
- confidence
- personality
Bentuknya : aktivitas gravity, grounding, righting. Centering, balancing,
steady dan stability,righting exercises
2. Metode Stimulasi Sentuhan
Adalah Pemberian Sentuhan ringan mulai dari kepala sampai ujung kaki
berguna untuk rileksasi otot – otot yang mengalami penegangan/ spastic sehingga
menurunkan spastisitas ( pada kondisi CP dan stroke ), stimulasi pada otot – otot
flaccid ( kondisi hipotonus,seperti down syndrome )

Posisi pasien tidur terlentang , miring dan tengkurap.

Gerakannya : Usapan lembut dari kepala, wajah, leher hingga tangan lalu
badan anak dari dada sampai pelvic lanjutkan dari paha sampai ujung kaki.

a. Posisi Terlentang
1) Usapan lembut dengan penekanan pada sendi sendi dimulai dari arah
proksimal ke distal.
Dimulai dengan menyentuh area wajah, mata, telinga, kemudian leher lalu
shoulder, elbow, wrist kemudian kembali lagi keatas sampai menyentuh
bahu, dada, pelvic lalu menuju ke distal yakni paha, lutut kemudian ankle
diulangi sampai 3 x.
2). Usapan lembut ke arah midline tubuh

Letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus (center of gravity) lalu usapkan


hingga ke proksimal hingga menyentuh incisura jugularis (sebanyak 3 x usapan)

3). Usapan lembut ke arah menyilang ke kanan hingga menyentuh otot


pectoralis mayor ( sebanyak 3 x usapan)
4). Usapan lembut ke arah menyilang ke kiri hingga menyentuh otot
pectoralis mayor ( sebanyak 3 x usapan )
5). Usapan lembut ke arah pelvic kiri dan kanan ( sebanyak 3 x usapan )
6). Pertemukan kedua tangan hingga ke bagian posterior / lumbal.

32
3. Stimulasi Gelombang

a. Berikan usapan pada sisi midline tubuh, sisi kanan dan sisi kiri, kemudian arah
pelvic dengan usapan berbentuk gelombang ( masing masing 3 x )

b. Pertemukan kedua tangan terapis hingga ke bagian belakang ( vertebra


lumbal )
4. Stimulasi Angka Delapan

a. Letakkan satu tangan, 2 cm dibawah umbilicus lalu Berikan usapan dengan


arah usapan membentuk angka delapan dimulai dari sisi medial- lateral –
medial dan membentuk angka delapan pada area midline tubuh, sisi kanan,
sisi kiri kemudian pelvic ( masing masing 3 x )

b. Pertemukan kedua tangan hingga ke psoterior ( vertebra lumbal ).

5. Contrac – Stretch

Stimulasi berupa contrac stretch diberikan pada :

a. Posisi tidur terlentang


Pada sisi anterior ( dimulai dari midline tubuh, anterior dekstra dan antreior
sinistra ) letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di
proksimal dari sternum ( di incisura jugularis ) berikan “contrac” masing –
masing sebanyak 3 x ke arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing
– masing sebanyak 3 x

1). Arah menyilang ke kanan

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di otot


pectoralis mayor. berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 x ke
arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak
3 x.

Arah menyilang ke kiri

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di otot


pectoralis mayor. berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 x ke
arah dalam lalu berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak
3x

2). Arah menyilang ke pelvic kiri dan kanan

letakkan satu tangan 2 cm dibawah umbilicus lalu satu tangan di pelvic

33
berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 kali ke arah dalam lalu
berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x.

Pertemukan kedua tangan hingga ke posterior ( lumbal pasien )

b. Posisi Miring
Terapis disamping pasien dengan fiksasi scapula dan pelvic.

Gerakan “contrac” kearah dalam 3 x pengulangan dan “strech” kearah luar


3x pengulangan.

6. Mobilisasi Pelvic

Posisi tidur terlentang

posisi terapis : sedekat mungkin dengan pasien.

posisi pasien : semi fleksi knee

fiksasi : pada pelvic pasien

gerakan : pelvic pasien digerakkan ke

arah anterior, posterior, lateral dan medial serta

rotasi

7. Stimulasi Gerak pada AGA dan AGB

a. Pada AGA lengan atas

posisi pasien : tengkurap dan terlentang

posisi terapis : di samping pasien

fiksasi : menggunakan palmar terapis, satu palmar memfiksasi


distal dari humeri dan satu palmar terapis lagi memfiksasi proksimal humeri.

gerakan : bentuk packing up untuk menghasilkan muscle belly lalu


berikan contrac dan stretch masing - masing 3 x

b.Pada AGB tungkai atas dan bawah

posisi pasien : tengkurap dan terlentang

posisi terapis : di samping pasien

34
fiksasi : menggunakan palmar terapis, satu palmar memfiksasi
patella pasien dan satu palmar terapis lagi memfiksasi proksimal femur

Gerakan : bentuk packing up untuk menghasilkan muscle belly lalu


berikan contrac dan stretch masing - masing 3 x

C. Brain Gym
Brain gym adalah serangkaian gerakan sederhana guna stimulasi otak.

Metode delapan diberikan pada :

1. Posisi terlentang dan tengkurap


2. Sisi anterior tubuh ( midline tubuh,sisi kanan, sisi kiri,pelvic )
3. AGA dan AGB
a. Contrac

posisi pasien : tidur terlentang

posisi terapis : didekat tungkai dan tangan

fiksasi : diankle dan di wrist pasien

gerakan : lakukan stretch ke arah fleksi

shoulder dan ekstensi hip.

b.Silang
posisi pasien : dilakukan secara bersilangan, fleksikan knee,sedikit
ditarik ke arah adduksi hip lalu adduksi shoulder horizontal dan pertemukan
wrist dengan patella , dilakukan bergantian antara sisi kanan dan kiri.
D. Patterning dengan Mobilisasi
Mobilisasi merupakan salah satu kombinasi latihan prinsipnya adalah
membentuk “patterning” sesuai tahap perkembangan anak. Latihan yang
dilakukan juga mengajarkan anak tentang gerakan yang benar, dengan
pengulangan gerakan sebanyak mungkin dan sesering mungkin, sehingga anak
mudah melakukan asosiasi persepsi dan gerakan tersebut bisa tersimpan di
memori otak dengan baik. Programnya juga 24 hours treatment along life.

35
1. Patterning Merayap
a. Posisi pasien tengkurap
b. Dengan 2 terapis, Posisi terapis dibelakang dan didepan pasien.
c. Fiksasi pada terapis daerah ankle dan terapis yang lainnya memfiksasi
bagian wrist dari pasien.
d. Gerakan tangan dan kaki ditekuk (flexi elbow dan flexi knee kearah
samping badan pasien) dilakukan 7 kali pengulangan pada setiap gerakan.
2. Latihan Posisi Merangkak
a. Posisikan merangkak, kemudian setelah ada reaksi anak akan merangkak,
maka kita rangkakkan, bisa berpindah tempat
b. Aktivitas yang digunakan adalah aktivitas sehari-hari, misal latihan
merayap 30x, kalau capek istirahat, kemudian dilanjut lagi terus menerus
selama 24 jam,
c. Programnya selama 24 jam: misakan, saat tidur posisinya seperti apa, jika
dimandikan maka posisinya seperti apa, kemudian duduknya, makannya
seperti apa. Baru setelah itu program khusus patterning dan stretching dan
mobilisasi. (twenty four hours along life)
d. Latihan tidak boleh dilakukan sampai “over” training. Program dengan
force penuh 4-6 jam. Latihan yang terstruktur lebih baik hasilnya, begitu
juga dalam melatih anak membaca.

C. Lain-lain :
1. Pendidikan khusus
2. Penyuluhan psikologis
3. Rekreasi

36
2.10 Prognosis Cerebral palsy
Di negeri yang telah maju misalnya Ingris dan Scandinavia,
terdapat 20 -25% penderita “Cerebral palsy” mampu bekerja sebagai
buruh penuh dan 30-50% tinggal di “Institute Cerebral palsy” (1)
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah
baik; makin banyak gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan
kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran) dan makin berat
gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya. (1)

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak
2. Jakarta : Infomedika Jakarta ; 2007
2. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's
Pediatrics, 21st Ed. McGraw-Hill. USA. 2003
3. Kliegman R M, Behrman R E, Jenson H B, Stanton B F. Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th ed. Saunders, An Imprint of Elsevier. USA.
2007
4. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi
Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: FK UNAIR/RS DR. Soetomo, 2006.
5. Ropper A H, Brown R H. Adams and Victor’s Principeples of Neurology,
18th ed. McGraw-Hill. USA. 2005
6. Saharso D. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana dalam Naskah Lengkap
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu
Kesehatan Anak VI. Surabaya: RS DR. Soetomo, 2006
7. Rohkamm R, Color Atlas of Neurology. New York: Thieme ; 2004. p 288
8. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 1999 : 116
9. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.
10. Moster D, Wilcox AJ, Vollset SE, Markestad T, Lie RT. Cerebral palsy
among term and postterm births.JAMA. Sep 1 2010;304(9):976-82.
11. Hankins GDV, Speer M. Defining the Pathogenesis and Pathophysiology of
Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy. OBSTETRICS &
GYNECOLOGY 2003;102;628-636
12. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran 1995, No.104; 37-40

38

Anda mungkin juga menyukai