Oleh :
Pratiknyo Dipo Lestari, S.Ked 217041010044
Pembimbing :
1
KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------- 1
REFERENSI-------------------------------------------------------------------------- 37
2
BAB I
LATAR BELAKANG
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat
kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang
belum selesai pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak
progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat
maturasi serebral.(9,6)
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little
(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah Cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya
dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. (4,12)
Walaupun sulit, etiologi Cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.(12)
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam
penanganan penderita Cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru
sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan
masyarakat.(12)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Rata-rata 70 % ada pada tipe spastik. 15% tipi atetotic, 5% ataksia,
dan sisanya campuran. (2)
5
melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan
kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit).
i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan
yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang
kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–
kejang atau konvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia
pada kehamilan dengan kejadian cerebral palsy masih belum jelas.
Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan
kerusakan otak pada janin.
j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal
pada salah satu bayi kembar
b) Perinatal
1. Anoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah “brain
injury”. Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal
ini terdapat pada kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-
pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio
caesaria. (1)
2. Perdarahan otak
Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga
sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi
batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah
hingga terjadi anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid
akan menyebabkan pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan spatium subdural dapat menekan korteks
serebri sehingga timbul kelumuhan spaatis. (1)
3. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha
otak yang lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh
6
darah enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum
sempurna. (1,2)
4. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak yang permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal,
misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. (1)
5. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakiatkan gejala sisa berupa “Cerebral
palsy”. (1)
c) Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan
dapat menyebabkan “cerbral palsy”. (1)
1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.
2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,tromboplebitis,
ensefalomielitis.
3. Kern icterus
Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal
atau devisiensi enzim hati(5)
7
FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY
8
pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat akan
terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan
c. Triplegia
Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai
kedua lengan dan 1 kaki
d. Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia2
Mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat
9
3. Cereberal Palsy Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukan koordinasi yang buruk;
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan; kesulitan dalam
melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis mengancingkan
baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan
volunter misalnya buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada
bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama
dengan saat penderita akan menuju objek yang dikehendaki. Bentuk
ataksid ini mengenai 5-10% penderita Cerebral Palsy.
10
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.
Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi
mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional
baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
* Gangguan gerak
motorik kasar dan
halus, misalnya
clumpsy
11
* Perkembangan
refleks primitif
abnormal
* respon postular
terganggu
* Gangguan motorik<
misalnya tremor
* Gangguan koordinasi
12
• Gerakan ekstermitas terbatas
• Spastisitas dimulai dari tangan (tergenggam) dan kaki (fleksi plantar)
• Kesulitan makan, mengiler berlebihan
• Gagal tumbuh
• Refleks primitif menetap
• Refleks postural terlambat
• Ataksia, distonia, diskinetik sering baru muncul setelah gejala stabil, sulit
dinilai pada bayi kecil
13
leukomalacia periventricular (foci nekrosis coagulative pada white matter
berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-34 dan ke-40
dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal.(2)
Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai
faktor pada saat cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak,
efisiensi aliran darah otak dan regulasi aliran darah, dan respon biokimia
jaringan otak untuk oksigenasi menurun.(2)
Periventricular leukomalacia
Ketika lesi lebih besar menjangkau daerah saraf descenden dari
korteks motor untuk melibatkan centrum semiovale dan korona radiata,
baik ekstremitas bawah dan atas mungkin terlibat. Leukomalacia
periventricular umumnya simetris dan dianggap karena cedera iskemik
white matter pada bayi prematur. Cedera asimetris untuk white matter
periventricular dapat menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh
dari yang lain. Hasilnya meniru hemiplegia spastik tetapi lebih baik
dicirikan sebagai kejang diplegia asimetris. Matriks germinal kapiler di
14
daerah periventricular sangat rentan terhadap cedera hipoksia-iskemik
karena lokasi mereka di sebuah zona perbatasan vaskular antara zona akhir
arteri striate dan thalamic. Selain itu, karena mereka adalah otak kapiler,
mereka memiliki kebutuhan tinggi untuk metabolisme oksidatif.(2)
15
spastik quadriplegik. Ganglia basal juga dapat dipengaruhi, sehingga
cerebral palsy ekstrapiramidal atau dyskinetic.(2)
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya
neuron, dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrow gyrus, sulcus dan
berat otak rendah. Cerebral palsi digambarkan sebagai kekacauan
pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oeh cacat nonprogresif atau
trauma otak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu
kelainan dasar (Struktur otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal atau luka-
luka/ kerugian setelah melahirkan dalam kaitan dengan ketidak cukupan
vaskuler, toksin dan infeksi).
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural
tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan
induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap
gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital
seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa
gestasi bulan ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan
mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa
gestasi bulan 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd
berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan
sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd
berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri.
Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai
beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan
translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada
saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi
proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.
16
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan
ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat
kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis
daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan
intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi
dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh
tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus
batang otak; bisa menyebabkan Cerebral palsy tipe atetoid, gangguan
pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan
perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan
timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang
berhubungan dengan ventrikel.
Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan
sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi
ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel
hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan
bangkitan epilepsi (2)
17
c. Kaki dan Pergelangan
Kontraktur, torsi tibia
d. Punggung
Postur, skoliosis, asimetris
e. Exstermitas Atas
Posisi saat istirahat, gerak spontan, grip, koordinasi
motor halus
3. Pemeriksaan Refleks
a. Refleks tendon
b. Refleks Patologis/klonis
18
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain
retardasi mental
2.8.1. Anamnesis
19
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan.
4. Tertaplagia/tetraparesis/quadriplagia(1,2)
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
20
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama
tampak bayi flasid, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut.
Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot.
Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di
ganglia basal dan disebabkan oleh afiksia berat atau ikterus kern pada
masa neonatus. Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus “Cerebral
palsy”. (1)
d) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flasid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan
keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjaan sangat
lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak si
serebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus “Cerebral palsy”. (1)
e) Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10 % anak dengan “Cerebral palsy”. Gangguan berupa
gangguan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit
menagkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. (1)
f) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gengguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata
dan sering tampak beliur. (1)
g) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraksi. Pada kedaan afiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir
25%penderita “Cerebral palsy” menderita kelainan mata. (1)
21
Sentral paresis (hemiparesis, paraparesis, atau tetraparesis)
Spasticity (kekakuan)
Ataxia
Choreoathetosis
Retardasi mental
Epileptic seizures,
Gelisah
Sulit berkonsentrasi
Gangguan dalam penglihatan, pendengaran dan berbicara.
deformitas tulang dan sendi (talipes equinus, contracture, scoliosis, hip
dislocation)
Ischemia
Infection
Endocrine/metabolic (e.g.,
thyroid)
Malformations
Infection
Genetic/developmental
22
Motor Syndrome Neuropathology Major Causes
Periventricular
hemorrhagic infarction
Kernicterus
Mitochondrial
Genetic/metabolic
a) Proses degeneratif
b) Higroma subdural
23
c) Arterio-venosus yang pecah
d) Kerusakan medula spinalis
e) Tumor intrakranial
2.9 Penatalaksanaan Cerebral palsy
24
b) Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
melakukn pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan
tersebut. Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan
gerakan koreo-atetosis yang berlebihan. (1)
c) Pendidikan
Penderita “Cerebral palsy” dididik sesuai tingkat intelegensinya, di
sekolah luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama
dengan anak yang normal. Mereka sebaiknya diperlakukan sama dengan
anak yang normal, yaitu pulang ke rumah dengan kendaraan bersama-
sama, sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana
normal. Orang tua juga janganlah melindungi anak secara berlebihan dan
untuk ini pekerja sosial dapat membantu dirumah dengan nasehat
seperlunya. (1)
d) Obat-obatan
Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang
sesuai dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan
sebagainya. Pada keadaan tonus otot berlebihan, obat dari golongan
benzodiazepin dapat menolong, misalnya diazepam, klordiazepoksid
(librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan koreoatestosis diberikan
artan. Imipramin (tofranil) diberikan pada penderita dengan depresi. (1)
25
h. Gangguan mengontrol miksi (ngompol)
i. Gangguan konsentrasi
j. Gangguan emosi
k. Gangguan belajar
26
b. Adanya pola gerak dan postur yang abnormal akibat tonus postural yang
abnormal.
2. Filosofi NDT
a. Gerakannya dinamis dan berurutan
b. Arah gerakan chepalo-caudal,proksimal-distal
c. Gerakan otomatis disadari
d. Responsif dan adaptif
3. Teknik NDT
a. Inhibisi
Suatu upaya untuk menghambat atau menurunkan atau menghentikan
tonus otot yang berlebihan dengan tehnik RIP ( reflek Inhibitory pattern )
yaitu menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang normal
dengan merubah tonus dan pola gerakannya.
b. Fasilitasi
Suatu upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak
motorik yang benar dengan tehnik KPO ( Key Point of Control ).Tujuan
fasilitasi :
c. Stimulasi
Suatu upaya untk memperkuat & meningkatkan otot melalui propioseptik
dan taktil.Tujuannya :
1) meningkatkan reaksi anak untk
2) memelihara posisi & pola gerak yg
3) dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara
otomatis.
Jenis stimulasi :
a) Tapping grup otot antagonis.
b) Placcing & holding penempatan pegangan
c) Placcing Weight Bearingpenumpuan badan
27
Gambar 2.7
Sweap pada tangan stimulasi tangan membuka fasilitasi supporting reaction pada tangan
28
Gambar 2.8 Stimulasi berguling
29
Gambar 2.10 Fasilitasi reflek tegak pada kepala & supporting reaction ke depan
Gambar 2.11 Fasilitasi ekstensor vertebrae & supporting reaction pada lengan ke depan
30
Gambar 2.12 fasilitasi reaksi keseimbangan badan ke depan belakang
B. NS (NeuroStructure)
Neuro structure adalah metode stimulasi taktil yang bertujuan untuk
menstimulasi motorik reflek, dan gangguan sensoris
1. Gerakan
a. Pembukaan
Tujuan : untuk membuka seluruh sensoris tubuh sebagai pintu masuk
semua stimulus baik yang bersifat neurologis, psychologis dan fisiologis,
dengan memberikan usapan yang “firm” dari kepala, wajah s/ ke ujung kaki
dilakukan dengan gentle.
b. Pemanasan
Tujuan : mempersiapkan komponen psychomotorik diseluruh tubuhnya.
31
c. Gerakan utama
Tujuan : memunculkan :
- alertness
- awerness
- confidence
- personality
Bentuknya : aktivitas gravity, grounding, righting. Centering, balancing,
steady dan stability,righting exercises
2. Metode Stimulasi Sentuhan
Adalah Pemberian Sentuhan ringan mulai dari kepala sampai ujung kaki
berguna untuk rileksasi otot – otot yang mengalami penegangan/ spastic sehingga
menurunkan spastisitas ( pada kondisi CP dan stroke ), stimulasi pada otot – otot
flaccid ( kondisi hipotonus,seperti down syndrome )
Gerakannya : Usapan lembut dari kepala, wajah, leher hingga tangan lalu
badan anak dari dada sampai pelvic lanjutkan dari paha sampai ujung kaki.
a. Posisi Terlentang
1) Usapan lembut dengan penekanan pada sendi sendi dimulai dari arah
proksimal ke distal.
Dimulai dengan menyentuh area wajah, mata, telinga, kemudian leher lalu
shoulder, elbow, wrist kemudian kembali lagi keatas sampai menyentuh
bahu, dada, pelvic lalu menuju ke distal yakni paha, lutut kemudian ankle
diulangi sampai 3 x.
2). Usapan lembut ke arah midline tubuh
32
3. Stimulasi Gelombang
a. Berikan usapan pada sisi midline tubuh, sisi kanan dan sisi kiri, kemudian arah
pelvic dengan usapan berbentuk gelombang ( masing masing 3 x )
5. Contrac – Stretch
33
berikan “contrac” masing – masing sebanyak 3 kali ke arah dalam lalu
berikan strech ke arah luar masing – masing sebanyak 3 x.
b. Posisi Miring
Terapis disamping pasien dengan fiksasi scapula dan pelvic.
6. Mobilisasi Pelvic
rotasi
34
fiksasi : menggunakan palmar terapis, satu palmar memfiksasi
patella pasien dan satu palmar terapis lagi memfiksasi proksimal femur
C. Brain Gym
Brain gym adalah serangkaian gerakan sederhana guna stimulasi otak.
b.Silang
posisi pasien : dilakukan secara bersilangan, fleksikan knee,sedikit
ditarik ke arah adduksi hip lalu adduksi shoulder horizontal dan pertemukan
wrist dengan patella , dilakukan bergantian antara sisi kanan dan kiri.
D. Patterning dengan Mobilisasi
Mobilisasi merupakan salah satu kombinasi latihan prinsipnya adalah
membentuk “patterning” sesuai tahap perkembangan anak. Latihan yang
dilakukan juga mengajarkan anak tentang gerakan yang benar, dengan
pengulangan gerakan sebanyak mungkin dan sesering mungkin, sehingga anak
mudah melakukan asosiasi persepsi dan gerakan tersebut bisa tersimpan di
memori otak dengan baik. Programnya juga 24 hours treatment along life.
35
1. Patterning Merayap
a. Posisi pasien tengkurap
b. Dengan 2 terapis, Posisi terapis dibelakang dan didepan pasien.
c. Fiksasi pada terapis daerah ankle dan terapis yang lainnya memfiksasi
bagian wrist dari pasien.
d. Gerakan tangan dan kaki ditekuk (flexi elbow dan flexi knee kearah
samping badan pasien) dilakukan 7 kali pengulangan pada setiap gerakan.
2. Latihan Posisi Merangkak
a. Posisikan merangkak, kemudian setelah ada reaksi anak akan merangkak,
maka kita rangkakkan, bisa berpindah tempat
b. Aktivitas yang digunakan adalah aktivitas sehari-hari, misal latihan
merayap 30x, kalau capek istirahat, kemudian dilanjut lagi terus menerus
selama 24 jam,
c. Programnya selama 24 jam: misakan, saat tidur posisinya seperti apa, jika
dimandikan maka posisinya seperti apa, kemudian duduknya, makannya
seperti apa. Baru setelah itu program khusus patterning dan stretching dan
mobilisasi. (twenty four hours along life)
d. Latihan tidak boleh dilakukan sampai “over” training. Program dengan
force penuh 4-6 jam. Latihan yang terstruktur lebih baik hasilnya, begitu
juga dalam melatih anak membaca.
C. Lain-lain :
1. Pendidikan khusus
2. Penyuluhan psikologis
3. Rekreasi
36
2.10 Prognosis Cerebral palsy
Di negeri yang telah maju misalnya Ingris dan Scandinavia,
terdapat 20 -25% penderita “Cerebral palsy” mampu bekerja sebagai
buruh penuh dan 30-50% tinggal di “Institute Cerebral palsy” (1)
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah
baik; makin banyak gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan
kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran) dan makin berat
gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya. (1)
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak
2. Jakarta : Infomedika Jakarta ; 2007
2. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's
Pediatrics, 21st Ed. McGraw-Hill. USA. 2003
3. Kliegman R M, Behrman R E, Jenson H B, Stanton B F. Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th ed. Saunders, An Imprint of Elsevier. USA.
2007
4. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi
Neuropediatri Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: FK UNAIR/RS DR. Soetomo, 2006.
5. Ropper A H, Brown R H. Adams and Victor’s Principeples of Neurology,
18th ed. McGraw-Hill. USA. 2005
6. Saharso D. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana dalam Naskah Lengkap
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu
Kesehatan Anak VI. Surabaya: RS DR. Soetomo, 2006
7. Rohkamm R, Color Atlas of Neurology. New York: Thieme ; 2004. p 288
8. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 1999 : 116
9. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.
10. Moster D, Wilcox AJ, Vollset SE, Markestad T, Lie RT. Cerebral palsy
among term and postterm births.JAMA. Sep 1 2010;304(9):976-82.
11. Hankins GDV, Speer M. Defining the Pathogenesis and Pathophysiology of
Neonatal Encephalopathy and Cerebral Palsy. OBSTETRICS &
GYNECOLOGY 2003;102;628-636
12. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran 1995, No.104; 37-40
38