Anda di halaman 1dari 22

REFERAT AGUSTUS 2017

CEREBRAL PALSY

NAMA : Farah Andini


STAMBUK : N 111 17 031
PEMBIMBING : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
BAB I

PENDAHULUAN

William Little, yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada


tahun 1843, menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat dari
prematuritas atau asfiksia neonatorum. Pada waktu itu, kelainan ini dikenal
sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah
Infantil Cerebral Paralysis, sedangkan Sir William Osler pertama kali
memperkenalkan istilah cerebral palsy. Nama lainnya adalah Static
encephalopathies of childhood.1

Angka kejadiannnya sekitar 1-5 per 1000 anak. Lebih banyak terjadi pada
laki-laki daripada perempuan. Palsi serebral sering terjadi ada anak pertama,
mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu
dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi paada bayi BBLR, dan anak kembar,
umur ibu lebih dari 40 tahun, pada multipara.2

Palsi serebral merupakan kelainan motoric yang banyak ditemukan pada


anak-anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUP Sanglah pada periode Januari-Juni
2011, tercatat 58,3 % anak dari penderita palsi serebral yang diteliti adalah laki-
laki 62,5% adalah anak pertama, umur ibu dibawah 30 tahun, 70,8% kasus disertai
retardasia mental dan 50% disertai gangguan bicara.1

Palsi serebral adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif, karena suatu kerusakan / gangguan pada sel-sel motorik di susunan
saraf pusat yang sedang tumbuh / belum selesai pertumbuhannya.Palsi serebral
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan kerusakan gerakan yang
terjadi. Palsi serebral spastik merupakan bentukan palsi serebral terbanyak (70-
80%) ditandai dengan otot mengalami kekakuan dan secara permanen menjadi
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat berjalan anak
akan tampak bergerak kaku dan lurus. Palsi serebral atetoid atau diskinetik
merupakan bentuk palsi serebral dengan karakteristik gerakan yang tidak
terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini dapat mengenai kaki, tangan,
lengan, atau tungkai dan beberapa kasus dapat mengenai otot wajah dan lidah
menyebabkan anak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Palsi serebral
ataksid merupakan tipe yang jarang dijumpai dimana mengenai keseimbangan dan
persepsi dalam. Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang
buruk, berjalan tidak stabil, meletakkan kedua kaki dengan posisi saling
berjauhan, serta adanya kesulitan dalam melakukan gerakan cepat.1

Pada saat yang sama, penelitian biomedis juga telah memulai penelitian
untuk lebih memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis
dan penanganan penderita. Faktor resiko yang sebelumnya tidak diketahui mulai
dapat diidentifikasi khususnya paparan intrauterine terhadap infeksi dan penyakit
koagulasi, dll. Identifikasi dini pada bayi akan memberikan kesempatan pada
penderita untuk mendapat penanganan optimal dalam upaya memperbaiki
kecatatan sensoris dan mencegah timbulnya kontraktur. Riset biomedis berhasil
dalam memperbaiki teknik diagnose timbulnya kontraktur. Riset biomedis
berhasil dalam memperbaiki teknik diagnose misalnya imaging cerebral canggih
dan analisis gait modern. Kondisi tertentu yang sudah diketahui menyebabkan CP,
misalnya rubella dan icterus, pada saat ini sudah diterapi dan dicegah. Terapi fisik,
psikologis dan perilaku yang optimal dengan metode khusus misalnya gerakan,
bicara membantu kematangan sosial dan emosional sangat penting untuk
mencapai kesuksesan. Terapi medikasi, pembedahan dan pemasangan braces
banyak membantu dalam hal perbaikan koordinasi saraf dan otot, sebagai terapi
penyakit yang berhubungan dengan CP, disamping mencegah atau mengoreksi
deformitas. 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Definisi yang dipakai secara luas adalah menurut konsensus


internasional 2006. Palsi serebral adalah suatu kelainan gerakan dan postur
tubuh yang tidak progresif, karena suatu kerusakan / gangguan pada sel-sel
motoric di susunan saraf pusat yang sedang tumbuh / belum selesai
pertumbuhannya.1

Hal yang masih kontroversi adalah sampai umur berapa otak


dikatakan sedang tumbuh itu. Ada penulis yang mengatakan bahwa otak
tumbuh sampai 5 tahun, dan ada juga yang mengatakan sampai 8 tahun.1

2.2 Etiologi

Etiologi yang pasti sulit diketahui, karena kadang-kadang terdapat


lebih dari satu etiologi. Karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan
yang teliti. Apabila ditemukan lebih dari satu anak dalam satu keluarga
yang menderita kelainan itu, kemungkinan besar penyebabnya adalah
genetic.

Selain itu diperhatikan faktor-faktor risiko terjadinya palsi serebral.


Zaldin dkk dan Kini RP (2009) mengatakan bahwa keadaan ini di bawah
ini diperkirakan merupakan faktor risiko terjadinya palsi serebral (Tabel
44.1)1

Tabel 44.1. Faktor Risiko Palsi Serebral1

1. Faktor Ibu
a. Siklus menstruasi yang panjang
b. Riwayat keguguran sebelumnya
c. Riwayat bayi lahir mati
d. Ibu dengan retardasi mental
e. Ibu dengan penyakit tiroid, terutama defisiensi yodium
f. Kejang pada ibu
g. Riwayat melahirkan anak dengan berat badan kurang dari 2000
gram.
2. Faktor prenatal
a. Polihidroamnion
b. Ibu dalam pengobatan hormone tiroid, estrogen atau progesterone
c. Ibu terpapar merkuri
d. Multiple / malformasi kongenital mayor pada bayi / kelainan
genetik
e. Bayi laki-laki / kehamilan kembar
f. Perdarahan pada trimester ketiga kehamilan
g. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine (IUGR)
h. Infeksi virus kongenital (HIV, TORCH)
i. Radiasi
j. Asfiksia intrauterine (abrupsio plasenta, plasenta previa, masalah
lain pada plasenta, anoksia maternal, kelainan umbilicus, ibu
hipertensi, toksemia gravidarum)
k. DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar
3. Faktor perinatal
a. Bayi prematur; umur kehamilan kurang dari 30 minggu
b. Berat badan lahir kurang dari 1500 g
c. Korioamnionitis
d. Bayi bukan letak kepala
e. Asfiksia perinatal berat
f. Keadaan hipoglikemia lama atau menetap
g. Kelainan jantung bawaan sianosis
4. Faktor pascanatal
a. Infeksi (meningitis, ensefalitis yang terjadi pada 6 bulan pertama
kehidupan
b. Perdarahan intracranial (pada bayi prematur, malformasi pembuluh
darah atau trauma kepala)
c. Leukomalasia periventricular
d. Hipoksik iskemik (pada aspirasi meconium), HIE (hipoksik
iskemik ensefalopati)
e. Kern icterus
f. Persistent fetal circulation atau persistent pulmonary hypertension
of the newborn
g. Penyakit metabolik
h. Racun : logam berat, gas CO

Kelainan kromosom atau pengaruh zat teratogen, yang terjadi pada 8


minggu pertama kehamilan, dapat berpengaruh pada proses embryogenesis
sehingga dapat menyebabkan kelainan yang berat. Pengaruh zat teratogen
setelah trimester pertama akan menggangu maturasi otak. Infeksi pada janin,
yang terjadi pada masa pertumbuhan janin, akan mengakibatkan kerusakan
pada otak. Kejadian hipoksik iskemik dapat mengakibatkan kelainan
mikroanatomi sekunder akibat dari gangguan migrasi neural crest.
Komplikasi perinatal tipe hipoksik iskemik dapat mengakibatkan iskemik
atau infark otak. Bayi prematur sangat rentan terhadap kemungkinan
terjadinya kondisi ini. Semakin canggih unit perawatan intensif neonatal,
semakin tinggi angka kejadian palsi serebral, sehingga dikatakan bawah palsi
serebral adalah produksi sampah dari suatu kemajuan unit perawatan intesif
neonatal. Penyebab pascanatal antara lain adalah infeksi,
meningoencephalitis, trauma kepala. Racun-racun yang berasal dari
lingkungan seperti gas CO atau logam berat dapat juga mengakibatkan palsi
serebral. 4
Patologi anatomi
Kelainan tergantung dari berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak.
Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemia
yang menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di
daerah paraventrikuler substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus
pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan tersebut dapat fokal
menyeluruh tergantung tempat terkena.4

Gambar 1. Bagian kerusakan pada palsi serebral

3.3. KLASIFIKASI

Terdapat bermacam-macam klasifikasi palsi serebral, tergantung pada


dasar klasifikasi tersebut dibuat.

A. Berdasarkan gejala klinis, palsi serebral dibagi menjadi


1. Spastik
- Monoparesis
- Hemiparesis
Terdiri atas : kongenital (3:10)
Pasca natal (1:10)
Diplegia (paraparesis)
Triplegia
Kuadriplegia (tetraplegia)
2. Atetoid (diskinetik, distonik)
3. Rigid
4. Ataksia
5. Tremor
6. Atonik / hipotonik
7. Campuran
- Spastik atetoid
- Rigid spastik
- Spastik ataksik
B. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, palsi serebral dibagi
menjadi :
1. Ringan
Penderita masih dapat melakukan pekerjaan / aktivitas sehari-hari,
sehingga hanya sedikit membutuhkan bantuan.
2. Sedang
Aktivitas sangat terbatas sekali. Penderita membutuhkan
bermacam-macam bantuan / pendidikan khusus agar dapat
mengurus dirinya sendiri, bergerak, atau berbicara, sehingga dapat
bergaul di tengah masyarakat dengan baik.
3. Berat
Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas fisik dan
tidak mungkin hidup tanpa pertolongan orang lain. Pendidikan /
latihan khusus sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya, penderita
seperti ini ditampung pada tempat perawatan khusus, terutama
bila disertai dengan retardasi mental atau yang diperkirakan akan
menimbulkan gangguan sosial-emosional, baik bagi keluarga
maupun lingkungannya.

Tabel 1. Gambaran umum tingkat kelompok umur 4-6 tahun


Tingkat 1 Penderita dapat berjalan tanpa batasan
Tingkat 2 Penderita dapat berjalan dengan batasan
Tingkat 3 Penderita dapat berjalan mengguankan alat bantu tongkat
Tingkat 4 Penderita dapat memobilisasi diri sendiri dengan batasan,
dapat mengguankan kursi roda otomatis
Tingkat 5 Penderita menggunakan kursi roda yang dikendalikan orang
lain

Tabel 2. Cara menulis Diagnosis Palsi Serebral


Fisiologi Topografi Etiologi Fungsional
Spastik Monoplegia Pranatal (contoh : infeksi, Tingkat I
metabolik, anoksia, toksin,
genetik) Tingkat II
Athetoid Paraplegia Perinatal (contoh : anoksia) Tingkat III
Rigid Hemiplegia Pascanatal (contoh : trauma, Tingkat IV
Ataksia Triplegia infeksi)
Tremoor Kuadriplegia
Atonik Diplegia
Campuran
Tidak bisa
diklasifikasi

Diagnosis Levine (1960) membagi kelainan motorik pada palsi serebral menjadi 6
kategori (dengan akronim POSTER) berikut:

Posturing / abnormal movements Penderita mengalami gangguan posisi


tubuh atau gangguan gerak
Oropharyngeal problems Penderita mengalami gangguan
orofaring, seperti gangguan menelan
dan fokus di lidah
Strabismus Kedudukan bola mata penderita tidak
sejajar
Tone Penderita mengalami kelainan tonus,
seperti hipertonus atau hipotonus
Evolutional maldevelopment Evolusi perkembangan penderita
terdapat reflex primitive yang menetap,
atau reflex protective equilibrium gagal
berkembang
Reflexes Terdapat peningkatan reflex tendon
(deep tendon reflexes) atau mentapnya
reflex Babinski

Diagnosa dapat ditegakkan apabila minimal terdapat 4 kelainan pada 6 kategori


motoric di atas dan disertai oleh proses penyakit yang tidak progresif. Pada anak
berisiko tinggi terkena palsi serebral harus diperhatikan beberapa penanda awal
yang dapat membantu menegakkan diagnosis sedini mungkin.

Sementara menurut Illingworth (1987) diagnosis palsi serebral ditegakkan dengan


cara sebagai berikut :1

1. Tipe spastik

Gambar 1. Tipe Spastik


a. Umur 3 bulan pertama
Pada masa neonatal, perhatikan gerakan bayi. Pada bayi yang spastik,
terdapat gerakan yang terbatas. Pada bayi spastik kuadriplegi, tampak
anggota gerak bawah dalam keadaan ekstensi dan lengan terletak kaku di
dekat badan. Pada bayi dengan hemiplegi, satu tangannya terletak erat di
dekat badan dan terdapat gerakan asimetris.
- Amati bentuk kepala, ekspersi wajah dan perhatian bayi terhadap
sekelilingnya. Lakukan pengukuran lingkar kepala, bila lingkar kepala
kecil berhubungan retardasi mental.
- Angkatlah bayi dalam posisi tengkurap dengan memegang bagian
lengan pasien. Akan tampak ekstensi pada kedua kaki, gerakan yang
asimetris, dan kedua kaki saling bersilangan.
- Angkatlah bayi dalam posisi terlentang, maka kepala akan tampak
terkulai tangan dan kaki tergantung bebas tanpa disertai fleksi pada
siku atau lutut. Gerakkan bayi ke kanan dan ke kiri, perhatikan
kemampuan mengontrol kepala. Dudukkan bayi dalam posisi condong
ke depan, maka bayi akan segera terjatuh ke belakang karena spasme
otot erector trunkus, gluteus dan hamstring.
- Periksa refleks-refleks primitive.
b. Usia 4-8 bulan
- Amati kualitas dan simetrisitas gerakan anak
- Berilah anak kubus / mainan. Perhatikan adanya kekakuan, ketika anak
meraih kubus tersebut.
- Angkatlah anak dengan memegangnya setinggi dada di bawah lengan,
maka kaki akan tampak ekstensi
- Letakkan anak pada posisi terlentang, lakukan tes knee jerk, abduksi
paha, dorso fleksi sendi kaki; periksa adanya klonus, tes Oppenheim
dan Gordon. Pada anak hemiplegi, akan tampak anggota gerak lebih
pendek dan lebih dingin pada perabaan.
- Perhatikan apakah terdapat tanda-tanda retardasi mental.
- Ukurlah lingkar kepala
- Lakukan tes pendengaran
c. Umur 9 bulan keatas
- Perhatikan gejala-gejala tersebut di atas
- Berilah anak mainan kubus, suruh anak membuat menara dari kubus
tersebut, perhatikan adanya tremor atau ataksia. Dapat pula anak diberi
benang dan manik-manik, suruh anak meronce misalnya membuat
kalung.
- Bila anak sedang berdiri atau berjalan, perhatikan apakah anak berjalan
dengan ujung jari kaki atau apakah ada kelainan cara berjalan anak.
- Berdirikan anak pada satu kaki, bila ada hemiplegi akan tampak jelas.
- Perhatikan adanya retardasi mental.1
2. Tipe atetoid
Palsi serebral tipe atetoid tidak mungkin didiagnosis sebelum gerakan atetosis
timbul. Bentuk khas kelainan ini adalah berupa ekstensi pada siku dan pronasi
pada pergelangan tangan. Tonus ekstensor meningkat, sehingga kepala
terkulai kalau anak didudukkan dari posisi tidur. Tipe ini sering disertai
kelusilatan mengisap dan menelan. Pada minggu-minggu pertama kehidupan,
biasanya terdapat keterlambatan gerakan motoric. Kadang-kadang disertai
bangkitan opistotonus.Gerakan atetotosis dapat diamati kapan saja setelah
anak berumur 6 bulan, tetapi tersering setelah 1 tahun. Adanya kelainan ini
dicurigai apabila terdapat ataksia ketika anak meraih benda. Setelah umur 1
tahun, pada umumnya terdapat kesulitan untuk pandangan vertrikal, serta
terdapat hypoplasia enamel gigi susu, dan tuli pada nada tinggi, Reaksi plantar
dan knee jerk normal, karena traktus piramidalis tidak terkena.1
Gambar 1. Tipe Atetoid

3. Tipe rigid
Ciri khas tipe ini adalah adanya rigidtas pada semua anggota gerak dan tidak
ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus piramidalis. Kelainan ini pada
umumnya disertai retardasi mental.1
4. Tipe ataksia
Pada tipe ini terdapat tanda-tanda ataksia ketika anak meraih benda, pada
waktu duduk atau ketika berjalan.1

Gambar 3 Tipe Ataksia

5. Tipe hipotonik
Tipe hipotonik merupakan bentuk palsi serebral yang jarang dijumpai dan
sering dikelirukan dengan dengan hipotonia. Hampir semua anak dengan
kelainan ini mengalami retardasi mental. Lingkar kepalanya kecil. Terdapat
gerakan-gerakan yang meningkat; fit terdapat pada sepertiga kasus. Reaksi
plantar adalah ekstensor dan knee jerk meningkat sehingga dapat
menyingkirkan hipotonia kongenital dan sindrom Werdnig-Hoffmann.
Untuk mendiagnosis palsi serebral, selain berdasarkan anamnesis yang teliti
dan gejala klinis, kalau perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lain seperti :1
- Pemeriksaan mata dan pendengaran
- Pemeriksaan serum antibody terhadap TORCH, dan HIV
- Foto X-Raay, CT-Scan atau MRI Kepala
- EEG, EMG, dan BERA
- Analisis kromosom
- Tes untuk mencari keumgkinan penyakit metabolik
- Penilaian psikologik
- Alogaritma evaluasi serebral palsi dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.4. DIAGNOSA BANDING


1. Mental subnormal
Sukar membedakan akan palsi serebral yang disertai retardasi mental
dengan anak yang hanya menderita retardasi mental. Kedua kelainan ini
pada umumnya saling menyertai. Karena itu, kalau ditemukan anak
dengan retardasi mental, harus dicari apakah ada tanda-tanda palsi
serebral, demikian pula sebaliknya.4,6
2. Retardasi motorik terbatas
Sukar dibedakan palsi serebral tipe diplegia yang ringan dan kelainan
motoric terbatas pada tungkai bawah. 4,6
3. Tahanan voluenter terhadap gerakan pasif
Anak mungkin didiagnosis sebagai palsi serebral tipe spastik, padahal
sebenarnya hanya menunjukkan tahanan terhadap gerakan pasif, biasanya
pada abduksi paha. 4,6
4. Kelainan persendian
Keterbatasan abduksi sendi paha dapat terjadi pada dislokasi kongenital.
Gerakan yang terbatas pada arthrogryposis multiplex congenital (AMC)
sering kali dikelirukan dengan palsi serebral tipe spastik.Pada anak dengan
mental subnormal atau hipotonia berat yang tidur pada satu sisi, dapat
terjadi kontraktur otot yang mengakibatkan gerakan abduksi paha yang
terbatas. 4,6
5. Cara berjalan yang belum stabil
Cara anak yang baru belajar berjalan, terutama pada mereka yang
terlambat berjalan, sering diduga palsi serebral. 4,6
6. Gerakan normal
Gerakan lengan dan kaki yang normal pada bayi sering dikelirukan dengan
palsi serebral tipe atetoid. Terutama pada bayi yang berisiko atetoid seperti
pada hiperbilirubinemia. Karena itu, diperlukan pemeriksaan yang teliti. 4,6

Menurut Bass N (1999) diagnosis palsi serebral dengan penyakit degeneratif


saraf adalah :
Diagnosis Ciri-ciri Tes diagnostic
Defisiensi arginase Tidak ada onset Pengukuran asam amino
neonatal, diplegia menunjukkan
spastik progresif peningkatan konsetrasi
demensia arginine dramatis,
peningkatan kadar
ammonia (interval 85
170 mcg per dl atau 50
100 mol per L)
Sindroma Lesch-Nyhan Gangguan metabolism Pemeriksaan enzim
purin X-Linked, hipoxantin guanine
koreatetosis, mutilasi fosforibotransferase
diri, asam urat atau
Kristal oranye pada
urin, retardasi mental
(IQ <60)
Sindroma Rett Terutama pada Diagnosa klinis
perempua, gejala
autistik; koreoatetosis;
spastisitas progresif,
hilangnya fungsi tangan
yang mengakibatkan
tangan yang
menggenggam terus/
gerakan seperti mencuci
tangan; progersi lambat

2.5. PENATALAKSANAAN

2.5.1. Terapi fisik, Perilaku dan Lainnya5

Terapi apakah untuk pergerakan, bicara atau kemampuan mengerjakan


tugas sederhana, merupakan tujuan dari terapi CP. Terapi CP ditujuan
pada perubahan kebutuhan penderita sesuai dengan perkembangan usia.
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan segera
setelah diagnosis ditegakkan.
Program fisik menggunakan gerakan spesifik mempunyai tujuan utama
yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila
berlanjut menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua
adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada
akhirnya menimbulkan posisi tubuh abnormal.4
Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan
perkembangan motorik anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut
dengan teknik Bobath. Dasar dari program tersebut adalah refleks
primitive akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan anak
untuk belajar mengontrol gerakan volunteer. Terapis akan berusaha untuk
menetralkan refleks tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang
berlawanan. Jadi, seabgai contoh anak normalnya selalu melakukan fleksi
pada lengannya, terpais seharusnya melakukan gerakan ekstensi berualng
kali pada lengan tesebut. Terapi fisik merupakan salah satu elemen
program perkembangan bayi selain juga meliputi usaha untuk
menyediakan satu lingkungan yang bervariasi dan dapat menstimulasi
perkembangan motorik anak, mempersiapkan sekolah dengan
meningkatkan kemampuan untuk duduk, bergerak leluasa atau dengan
kursi roda, atau melakukan tugas misalnya menulis. 4
Alat mekanik
Mulai dengan bentuk sederhana misalnya sepatu Velcro atau bentuk
yang canggih seperti alat komunikasi computer, mesin khusus dan alat
yang diletakkan di rumah, sekolah dan tempat kerja dapat membantu anak
atau dewasa dengan CP untuk menutupi keterbatasannya. 4
2.5.2 Terapi Medikamentosa
Untuk penderita CP yang disertai kejang dokter dapat memberi anti
kejang yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan.
Obat yang diberikan secara individual dipilih berdasarkan tipe kejang,
karena tidak ada satu obat yang dapat mengontrol semua tipe kejang.
1. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada usia
<6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada usia > 6 bulan
diberikan dengan dosis 0,12-0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi
dalam 6-8 jam dan tidak melebihi 10 mg/dosis.
2. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medulla
spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot.
Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah :
- 2-7 tahun :
Dosis 10-40 mg / hari per oral, diabgi dalam 3-4 dosis. Dosis
dimulai 2,5 -5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis
dinaikkan 5 -15 mg/hari, maksimal 40 mg/hari.
- 8-11 tahun
Dosis 10-60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis
dimulai 2,5 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis
dinaikkan 5 -15 mg/hari, maksimal 60 mg/hari
- >12 tahun
Dosis 20-80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis
dimulai dari 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis
dinaikkan 15 mg.hari, maksimal 80 mg/hari
3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot
sehingga kontraksi otot tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan
dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari.5
Obat-obat diatas menurunkan spastisitas untuk periode singkat,
tetapi untuk penggunaan jangka panjang belum sepenuhnya dapat
dijelaskan. Obat tersebut memiliki efek samping misalnya
mengantuk, dan efek jangka panjang pada sistem saraf pusat
namun belum jelas. 5
Penderita dengan CP atetoid kadang dapat diberikan obat yang
dapat membantu menurunkan gerakan abnormal, termasuk
golongan antikolinergik, bekerja dengan menurunkan aktivitas
acetilkoline yang merupakan bahan kimia messenger yang akan
menunjang hubungan antar sel otak dan mencetuskan terjadinya
kontrakasi otot. Obat antikolinergik meliputi trihexyphenidyl,
benztropine, dan procyclidine hydrochloride.5

2.5.2. Terapi Bedah

Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat


dan menyebabkan masalah pergerakan berat. Dokter bedah akan mengukur
panjang otot dan tendon, menentukan dengan tepat otot mana yang
bermasalah. Menentukan otot yang bermasalah merupakan hal yang sulit,
berjalan dengan cara yang benar, membutuhkan lebih dari 30 otot utama
yang bekerja secara tepat pada waktu yang tepat dengan kekuatan yang
tepat. 7

2.6. PROGNOSIS

Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik;


makin banyak gejala penyerta dan makin berat gejala motoriknya, makin
buruk prognosisnya. Kesembuhan dalam arti regenerasi dari otak yang
sesungguhnya, tidak bisa terjadi pada cerebral palsy. Tetapi akan terjadi
perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat sebagai
kompensasinya. Prognosis paling baik pada derajat fungsional ringan,
sedangkan bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan
kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.5
BAB III
PENUTUP
1. Palsi serebral adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif, karena suatu kerusakan / gangguan pada sel-sel motoric di susunan
saraf pusat yang sedang tumbuh / belum selesai pertumbuhannya.
2. Etiologi palsi serebral dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu pranatal, perinatal,
dan pascanatal.
3. Gangguan klinis yang dapat terjadi : spastisitas, tonus otot yang berubah,
koreoatetosis, ataksi, gangguan pendengaran, gangguan bicara, gangguan
mata.
4. Palsi serebral dapat diklasifikasikan menjadi: spastik, atetosis, ataksia dan
campuran.
5. Screening awal dilakukan untuk mengetahui adanya keterlambatan utamanya
sektor motorik.
6. Pemeriksaan khusus untuk mengetahui gejala penyerta lain, komplikasi dan
menyingkirkan diagnosis lainnya.
7. Penatalaksanaan dengan fisioterapi, pendidikan, pembedahan dan obat-
obatan.
8. Prognosis : semakin berat manifestasi motorik makin buruk prognosisnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Taslim, S. Buku ajar neurologi anak. 1999. IDAI : Jakarta


2. Short, JR. Sinopsis pediatri. 2002. Binarupa aksara : Jakarta
3. Moore, KL. Anatomi klinis dasar. 2002. Hipokrates : Jakarta
4. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. 1995. EGC : Jakarta
5. WHO. Promoting development of young children with cerebral palsy. 1993.
WHO : Jeneva
6. Krigger, KW. Cerebral palsy : an overview. American family physician.
2006. 73:91-101
7. Rethlefsen, SA. Classification system in cerebral palsy. Orthop clin N Am.
2010. 41: 457-468

Anda mungkin juga menyukai