CEREBRAL PALSY
PENDAHULUAN
Angka kejadiannnya sekitar 1-5 per 1000 anak. Lebih banyak terjadi pada
laki-laki daripada perempuan. Palsi serebral sering terjadi ada anak pertama,
mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu
dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi paada bayi BBLR, dan anak kembar,
umur ibu lebih dari 40 tahun, pada multipara.2
Palsi serebral adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif, karena suatu kerusakan / gangguan pada sel-sel motorik di susunan
saraf pusat yang sedang tumbuh / belum selesai pertumbuhannya.Palsi serebral
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan kerusakan gerakan yang
terjadi. Palsi serebral spastik merupakan bentukan palsi serebral terbanyak (70-
80%) ditandai dengan otot mengalami kekakuan dan secara permanen menjadi
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat berjalan anak
akan tampak bergerak kaku dan lurus. Palsi serebral atetoid atau diskinetik
merupakan bentuk palsi serebral dengan karakteristik gerakan yang tidak
terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini dapat mengenai kaki, tangan,
lengan, atau tungkai dan beberapa kasus dapat mengenai otot wajah dan lidah
menyebabkan anak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Palsi serebral
ataksid merupakan tipe yang jarang dijumpai dimana mengenai keseimbangan dan
persepsi dalam. Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang
buruk, berjalan tidak stabil, meletakkan kedua kaki dengan posisi saling
berjauhan, serta adanya kesulitan dalam melakukan gerakan cepat.1
Pada saat yang sama, penelitian biomedis juga telah memulai penelitian
untuk lebih memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis
dan penanganan penderita. Faktor resiko yang sebelumnya tidak diketahui mulai
dapat diidentifikasi khususnya paparan intrauterine terhadap infeksi dan penyakit
koagulasi, dll. Identifikasi dini pada bayi akan memberikan kesempatan pada
penderita untuk mendapat penanganan optimal dalam upaya memperbaiki
kecatatan sensoris dan mencegah timbulnya kontraktur. Riset biomedis berhasil
dalam memperbaiki teknik diagnose timbulnya kontraktur. Riset biomedis
berhasil dalam memperbaiki teknik diagnose misalnya imaging cerebral canggih
dan analisis gait modern. Kondisi tertentu yang sudah diketahui menyebabkan CP,
misalnya rubella dan icterus, pada saat ini sudah diterapi dan dicegah. Terapi fisik,
psikologis dan perilaku yang optimal dengan metode khusus misalnya gerakan,
bicara membantu kematangan sosial dan emosional sangat penting untuk
mencapai kesuksesan. Terapi medikasi, pembedahan dan pemasangan braces
banyak membantu dalam hal perbaikan koordinasi saraf dan otot, sebagai terapi
penyakit yang berhubungan dengan CP, disamping mencegah atau mengoreksi
deformitas. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
1. Faktor Ibu
a. Siklus menstruasi yang panjang
b. Riwayat keguguran sebelumnya
c. Riwayat bayi lahir mati
d. Ibu dengan retardasi mental
e. Ibu dengan penyakit tiroid, terutama defisiensi yodium
f. Kejang pada ibu
g. Riwayat melahirkan anak dengan berat badan kurang dari 2000
gram.
2. Faktor prenatal
a. Polihidroamnion
b. Ibu dalam pengobatan hormone tiroid, estrogen atau progesterone
c. Ibu terpapar merkuri
d. Multiple / malformasi kongenital mayor pada bayi / kelainan
genetik
e. Bayi laki-laki / kehamilan kembar
f. Perdarahan pada trimester ketiga kehamilan
g. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine (IUGR)
h. Infeksi virus kongenital (HIV, TORCH)
i. Radiasi
j. Asfiksia intrauterine (abrupsio plasenta, plasenta previa, masalah
lain pada plasenta, anoksia maternal, kelainan umbilicus, ibu
hipertensi, toksemia gravidarum)
k. DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar
3. Faktor perinatal
a. Bayi prematur; umur kehamilan kurang dari 30 minggu
b. Berat badan lahir kurang dari 1500 g
c. Korioamnionitis
d. Bayi bukan letak kepala
e. Asfiksia perinatal berat
f. Keadaan hipoglikemia lama atau menetap
g. Kelainan jantung bawaan sianosis
4. Faktor pascanatal
a. Infeksi (meningitis, ensefalitis yang terjadi pada 6 bulan pertama
kehidupan
b. Perdarahan intracranial (pada bayi prematur, malformasi pembuluh
darah atau trauma kepala)
c. Leukomalasia periventricular
d. Hipoksik iskemik (pada aspirasi meconium), HIE (hipoksik
iskemik ensefalopati)
e. Kern icterus
f. Persistent fetal circulation atau persistent pulmonary hypertension
of the newborn
g. Penyakit metabolik
h. Racun : logam berat, gas CO
3.3. KLASIFIKASI
Diagnosis Levine (1960) membagi kelainan motorik pada palsi serebral menjadi 6
kategori (dengan akronim POSTER) berikut:
1. Tipe spastik
3. Tipe rigid
Ciri khas tipe ini adalah adanya rigidtas pada semua anggota gerak dan tidak
ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus piramidalis. Kelainan ini pada
umumnya disertai retardasi mental.1
4. Tipe ataksia
Pada tipe ini terdapat tanda-tanda ataksia ketika anak meraih benda, pada
waktu duduk atau ketika berjalan.1
5. Tipe hipotonik
Tipe hipotonik merupakan bentuk palsi serebral yang jarang dijumpai dan
sering dikelirukan dengan dengan hipotonia. Hampir semua anak dengan
kelainan ini mengalami retardasi mental. Lingkar kepalanya kecil. Terdapat
gerakan-gerakan yang meningkat; fit terdapat pada sepertiga kasus. Reaksi
plantar adalah ekstensor dan knee jerk meningkat sehingga dapat
menyingkirkan hipotonia kongenital dan sindrom Werdnig-Hoffmann.
Untuk mendiagnosis palsi serebral, selain berdasarkan anamnesis yang teliti
dan gejala klinis, kalau perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lain seperti :1
- Pemeriksaan mata dan pendengaran
- Pemeriksaan serum antibody terhadap TORCH, dan HIV
- Foto X-Raay, CT-Scan atau MRI Kepala
- EEG, EMG, dan BERA
- Analisis kromosom
- Tes untuk mencari keumgkinan penyakit metabolik
- Penilaian psikologik
- Alogaritma evaluasi serebral palsi dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.5. PENATALAKSANAAN
2.6. PROGNOSIS