Divisi Neurologi
CEREBRAL PALSY
OLEH :
Johan Gautama
PEMBIMBING :
dr. Hadia Angriani Sp.A (K), MARS
Pendahuluan
Cerebral Palsy atau palsi serebral adalah disabilitas perkembangan umum
yang pertama kali dideskripsikan oleh William Little pada tahun 1840. Kondisi ini
memiliki tantangan dalam hal diagnostik dan terapi dengan derajat disabilitas ringan
sampai berat serta beberapa kondisi komorbid. 4
Anak dengan palsi serebral memiliki beberapa masalah dan potensi disabilitas
yang memerlukan penyediaan layanaan kesehatan yang berpusat pada keluarga
sehingga dapat membuat perbedaan dalam kehidupan keluarga dan anak dengan
palsi serebral. Tujuan dari baca pustaka ini adalah untuk memberikan ulasan kembali
mengenai palsi serebral dan tatalaksana yang dapat dilakukan. 6
Definisi
Palsi serebral adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap
dan tidak progresif, meskipun gambaran klinisnya dapat berubah selama hidup; terjadi
pada usia dini dan merintangi perkembangan otak normal dengan menunjukan
kelainan posisi dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa gangguan korteks
serebri, ganglia basalis dan serebelum. Pada saat diagnosis ditegakkan, penyakit
susunan saraf pusat yang aktif sudah tidak ada lagi. 1
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai usia terjadinya gangguan
fungsi otak yang menyebabkan palsi serebral. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
dipergunakan batasan usia 1 tahun, karena pada usia tersebut multiplikasi sel
neuronal sudah selesai. 1
Epidemiologi
Palsi serebral adalah bentuk dari disabilitas motorik kronik yang paling sering
dan dimulai pada masa anak – anak; data dari Center for Disease Control and
Prevention menyebutkan bahwa insiden dari palsi serebral adalah 3,6 per 1000 anak
dengan perbandingan pria dibanding wanita 1,4:1. Penelitian kolaboratif perinatal,
melibatkan kurang lebih 45.000 anak yang dimonitor secara reguler sejak dalam
kandungan sampai usia 7 tahun, menujukan bahwa mayoritas anak dengan palsi
serebral lahir dari kelahiran cukup bulan tanpa komplikasi. Pada 80% kasus palsi
serebral diidentifikasi adanya keterlibatan faktor antenatal yang menyebabkan
perkembangan otak yang abnormal. Banyak anak dengan palsi serebral mempunyai
kelainan kongenital diluar sistem saraf pusat. Kurang dari 10% anak dengan palsi
serebral mempunyai bukti adanya asfiksia intrapartum. Paparan intrauterin terhadap
infeksi ibu dikaitkan dengan meningkatan resiko palsi serebral yang signifikan pada
anak dengan berat lahir normal. 2
Prevalsensi serebral palsi meningkat seiring dengan peningkatan keselamatan
bayi prematur < 1000 gram, dimana kurang lebih 15 per 100 anak akan berkembang
menjadi palsi serebral. Lesi mayor yang berkontribusi untuk palsi serebral pada anak
prematur adalah perdarahan intraserebral dan periventricular leukomalacia (PVL).
Meskipun insidensi perdarahan intraserebral menurun secara signifikan, PVL masih
menjadi masalah utama. PVL menggambarkan kelemahan oliodendroglioma imatur
pada bayi prematur terhadap stres oksitdatif yang disebabkan oleh iskemia atau
infeksi / inflamasi. Abnormalitas white matter yang terlihat pada Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada usia gestasi 40 minggu pada bayi prematur adalah suatu prediktor
untuk terjadinya palsi serebral dikemudian hari. 2
b. Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi
anoksia. Perdarahan dapat terjadi diruang subaraknoid akan menyebabkan
penyumbatan cairan serebrospinal (CSS) sehingga mengakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri
sehingga timbul kelumpuhan spastik.
c. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak
lebih banyak dibanding bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim,
faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
d. Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyababkan kerusakan jaringan otak
yang permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.
e. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan palsi serebral. Misalnya trauma kapitis, meningitis, ensefalitis
dan luka parut pada otak pasca bedah.
Klasifikasi
Palsi serebral dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe motorik, distribusi
topografik dan kemampuan fungsional motorik. 3
1. Tipe motorik
a. Palsi serebral spastik
Merupakan tipe palsi serebral tersering. Spastisitas adalah resistensi
terhadap pergerakan untuk meregangkan otot. Tipe ini memiliki karakteristik
kekakuan berlebih pada otot ketika anak mencoba untuk bergerak atau
menjaga postur untuk melawan gravitasi. Spastisitas bergantung pada
tingkat kesadaran anak, emosi, akitivitas, postur atau tingkat nyeri.
b. Palsi serebral dikinetik
Ditandai dengan tonus yang abnormal dan berbagai kelainan gerakan
termasuk distonia dan athetosis. Distonia ditandai dengan kontraksi otot
intermiten atau menetap yang menyebabkan gerakan repetitif atau
memutar. Athetosis ditandai dengan pergerakan tidak terkontrol yang
lambat dan menggeliat.
c. Palsi serebral ataksik
Merupakan kelainan motorik yang terjarang. Tipe ini ditandai dengan
gerakan gemetar dan mempengaruhi koordinasi dan keseimbangan
d. Palsi serebral campuran
Bila terdapat lebih dari satu kelainan motorik yang didapatkan, seperti
spastisitas dan distonia. Biasanya terdapat satu tipe yang lebih dominan
Gambar 2. Tipe palsi serebral dan area otak yang terlibat
2. Distribusi topografik
a. Unilateral
- Monoplegia
Digunakan sebagai deskripsi ketika satu dari ekstrimitas atas atau
bawah yang terpengaruh. Hal ini amat sangat jarang.
- Hemiplegia
Digunakan sebagai deskripsi ketika ekstrimitas atas dan bawah pada
satu sisi badan terpengaruh
b. Bilateral
- Diplegia
Kelainan dominan pada ekstremitas bawah akan tetapi biasanya juga
terdapat pada ekstremitas atas. Pada diplegia asimetris, satu sisi lebih
terpengaruh dari sisi yang lain
- Quadriplegia
Kepala, badan, ekstrimitas atas dan bawah terpengaruh (juga disebut
tetraplegia). Derajat dari tiap ektremitas yang terkena dapat bervariasi.
Gambar 3. Tipe palsi serebral berdasarkan distribusi topografik
Gambaran klinis
Gangguan motor berupa kelainan fungsi dan lokasi serta kelainan bukan motor
yang menyulitkan gambaran klinis palsi serebral. 1
Kelainan fungsi motor terdiri dari: 1
1. Spastisitas
Terdapat peningkatan tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus
dan refleks Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap
dan tidak hilang meskipun pasien dalam keadaan tidur. Peninggian tonus
ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak
sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan
dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi
serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak
tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki
dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya
terletak pada traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas meliputi 2/3-3/4
pasien palsi serebral. Bentuk kelumpuhan spastistik tergantung kepada
letak dan luasnya kerusakan, yaitu: hemiplegia / hemiparesis kelumpuhan
pada lengan dan tungkai sisi yang sama; monoplegia /monoparesis
kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih
hebat dari lainnya. Diplegia / diparesis kelumpuhan keempat anggota gerak
tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan. Tetraplegia / teteraparesis
kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibanding tungkai.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasid dan
berbaring seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai
diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastik. Refleks otot yang normal
dan refleks Babinski negatif, tetapi khas ialah refleks neonatal dan tonic
neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan
disebabkan oleh asfiksia perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10-
20% dari kasus palsi serebral.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama
tampak bayi flaksid, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut.
Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat
timbul juga manifestasi spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di
ganglia basal dan disebabkan oleh asfiksisa berat atau ikterus kern pada
masa neonatal. Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus palsi serebral.
4. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flaksid dan menunjukan perkembangan motor yang terlambat. Kehilangan
keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat
lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di
serebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus palsi serebral.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan palsi serebral. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-
kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata,
sering tampak anak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refleks. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir
25% pasien dengan palsi serebral menderita kelainan mata.
Pemeriksaan khusus 1
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
serebral ditengakkan
2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada palsi serebral, CSS normal.
3. Pemeriksaan elektroensefalografi dilakukan pada pasien kejang atau pada
golongan hepiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
4. Foto rontgen kepala / pemeriksaan pencitraan kepala.
5. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi
mental
Pengobatan
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simptomatik. Pada keadaan ini perlu kerja
sama yang baik dan merupakan suatu tim yang terdiri atas dokter anak, neurolog,
psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational
therapist, pekerja social, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien. 1
Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu
program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien
pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara
tinggal di pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup. 1
Pembedahan
Bila terjadi hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotaktik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreo-atetosis yang
berlebihan. 1
Pendidikan
Pasien palsi serebral dididik sesuai dengan tingkat intelegensinya, di sekolah
luar biasa atau di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Mereka
sebaiknya diperlakukan sama seperti anak normal, yaitu pulang ke rumah dengan
kendaran bersama-sama, sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup dalam
suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk
ini pekerja social dapat membantu di rumah dengan nasehat seperlunya. 1
Obat-obatan
Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang sesuai
dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, fenitoin dan sebagainya. Pada
keadaan tonus otot yang berlebihan, obat dari golongan benzodiazepine dapat
menolong, misalnya diazepam, klordiazepoksid (librum), nitrazepam (mogadon).
Pada keadaan koreoatetosis diberikan artan. Imipramine (tofranil) diberikan kepada
pasien dengan depresi. 1
Obat – obatan untuk mengatasi spastisitas meliputi: 5
1. Benzodiazepin :
• Usia < 6 bulan tidak direkomendasi
• Usia > 6 bulan: 0,12-0,8 mg/KgBB/hari PO dibagi 6-8 jam (tidak lebih
10 mg/dosis)
2. Baclofen (Lioresal) : 3 x 10 mg PO (dapat dinaikkan sampai 40-80
mg/hari)
3. Dantrolene (Dantrium): dimulai dari 25 mg/hari, dapat dinaikkan sampai
40 mg/hari
4. Haloperidol : 0,03 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal (untuk mengurangi
gerakan involusi)
5. Botulinum toksin A :
Usia < 12 tahun belum direkomendasikan
Usia > 12 tahun : 1,25-2,5 ml (0,05-0,1 ml tiap 3-4 bulan)
Apabila belum berhasil dosis berikutnya dinaikkan 2x/tidak lebih 25 ml
perkali atau 200 ml perbulan
Prognosis
Di negara yang telah maju misalnya Inggris dan Skandinavia, terdapat 20-25%
pasen palsi serebral sebagai buruh penuh dan 30-35% tinggal di institusi palsi
serebral. Progonis pasien dengan manifestasi motor yang ringan baik, makin banyak
manifestasi penyertanya dan makin berat manifestasi motornya, makin buruk
prognosisnya 1
DAFTAR PUSTAKA