Anda di halaman 1dari 29

REFLEKSI KASUS Januari 2019

“APPENDISITIS AKUT PERFORASI”

Disusun Oleh:

FARAH ANDINI J. JURAEJO

N 111 17 032

Pembimbing Klinik:

dr. Ibrahim Kamarullah., Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm


(kisaran 3- 15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu.1
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi
lateral colon ascendens.2
Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan
a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus. Pendarahan
apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan
mengalami gangren.1,2
Apendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi lumen
yang berlanjut kerusakan dinding apendiks dan pembentukan abses3
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan ultrasonography (USG). Pemeriksaan suhu tubuh
termasuk dalam salah satu kriteria pada skor alvarado untuk penegakkan diagnosis
apendisitis. Suhu tubuh apendisitis akut dapat mencapai 10.000-18.000 sel/mm3 dan
jika >18.000 sel/mm3 maka umumnya terjadi peritonitis akibat perforasi.3
Penanganan standar apendisitis di dunia adalah operasi pengangkatan apendiks
yang disebut apendektomi dan dilakukan laparotomi jika sudah terjadi perforasi.
Angka mortalitas pada pasien yang dilakukan apendektomi mencapai 0,07-0,7% dan

1
0,5-2,4% pada pasien dengan atau tanpa perforasi. Walaupun mortalitas apendisitis
akut rendah tetapi angka morbiditasnya cukup tinggi3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI APPENDIX

Gambar 1. Anatomi Appedix

Apendiks vermiformis adalah struktur tubular yang ditemukan melekat


pada ceacum dalam tubuh manusia. Beberapa menganggap apendix sebagai
peninggalan organ pada manusia sementara yang lain mengatakan appendix
adalah organ limfoid tetapi dapat menyebabkan peradangan yaitu apendisitis
akut yang memerlukan pembedahan dalam keadaan darurat. Usus buntu adalah
keadaan darurat yang paling umum dilakukan di seluruh dunia. Tingkat
kematian setinggi 67% pada tahun 1886 tetapi sekarang dilaporkan kurang dari
1%. Apendiks panjangnya bisa dari 1 cm hingga 30 cm tetapi biasanya
berukuran 6 hingga 9 panjangnya cm. Posisi apendiks dapat berupa retrocecal,
Pelvic, Subcecal, Paracecal, Preileal atau Postileal, yang dapat menghasilkan
gambaran bervariasi dalam presentasi klinis.4

3
B. FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan
aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut
associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh1

C. APPENDISITIS AKUT
Apendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi
lumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks dan pembentukan abses3
Apendisitis akut merupakan peradangan yang terjadi di apendiks vermiformis
dan merupakan penyebab tersering nyeri akut abdomen serta menghasilkan jenis
operasi yang paling sering dilakukan di dunia. Apendisitis akut mampu
berkembang menjadi perforasi apendiks yang nantinya dapat mengakibatkan
67% kematian pada kasus-kasus apendisitis akut. Apendektomi yang dini telah
lama direkomendasikan sebagai pengobatan apendisitis akut dikarenakan risiko
progresivitas apendisitis menuju pada perforasi. Perforasi apendiks akan
menyebabkan sepsis yang tidak terkontrol (akibat peritonitis), abses intra-
abdomen atau septikemia gram negatif 5
Alvarado skor adalah alat penilaian yang paling umum digunakan untuk
mendiagnosis radang usus buntu akut. Ultrasonografi dan CT-Scan perut dapat
membantu dalam diagnosis. Posisi berbeda dari lampiran dapat menghasilkan
beberapa gambar yang membingungkan. Seperti apendiks panggul bisa
mengiritasi ureter dan dapat muncul seperti infeksi saluran kemih atau itu dapat
menyebabkan diare jika mengiritasi dubur. Hiperekstensi dari sendi pinggul
dapat memperburuk rasa sakit pada apendisitis retrocecal. Namun kelembutan

4
dan kekakuan yang khas mungkin tidak ada fossa iliaka kanan. Apendiks post
ileum dapat disertai dengan rasa sakit saja di sebelah kanan umblicus sedangkan
fossa iliaka kanan khas rasa sakit mungkin tidak ada.5
Pada anak-anak radang usus buntu mungkin bingung dengan
gastroenteritis, divertikulitis atau intususepsi meckel. Diagnosis dapat ditunda
karena itu anak-anak dan bayi dapat hadir dengan peritonitis. Sulit untuk
mendapatkan kelembutan pasien obesitas. Para pasien lanjut usia dapat datang
dengan gangren lampiran. Pada wanita hamil gejalanya dapat dirujuk kehamilan
dan keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan keguguran janin. Lain
Diagnosis banding pada wanita bisa berupa radang panggul penyakit, torsi
ovarium, kehamilan ektopik yang pecah dan Mittelschmerz. Penyebab paling
umum dari radang usus buntu akut adalah obstruksi yang disebabkan oleh
fecolith. Penyebab lain bisa jadi limfoid hiperplasia, tumor, cacing, atau biji.4

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab appendisitis adalah terjadinya sebuah obstruksi atau penyumbatan,
dari lumen apendiks. Lendir di dalam lumen apendiks, menyebabkan bakteri
yang biasanya hidup di dalamnya dapat berkembang biak. Akibatnya, lumen
membengkak dan menjadi terinfeksi.
Sumber penyumbatan meliputi :
 Tinja, parasit, atau pertumbuhan yang menyumbat lumen usus buntu
 Jaringan getah bening membesar di dinding appendix, yang
disebabkan oleh infeksi pada Saluran GI atau tempat lain di tubuh
 Penyakit radang usus (IBD), termasuk penyakit Crohn dankolitis
ulserativa, gangguan jangka panjang yang menyebabkan iritasi dan
bisul di Saluran GI
 Trauma pada perut Apendiks yang meradang kemungkinan akan
pecah jika tidak ditangani.6

Patologi apendisitisndapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan


seluruh lapisan dinding apendix dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya

5
pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk
massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat
apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang
dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat2
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai
mengalami eksaserbasi akut.2

E. GAMBARAN KLINIS
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
terjadinya perdangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsangan peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan
ini sering disertaui mual dan muntah. Umunya, nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah kedaerah kanan bawah titik McBurney.
Disini, nyeri somatik setempat yang dirasa lebih tajam dan lebih jelas. Bila
apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan bawah
tidak begitu jelas dan tidak ada tanda peradangan karena apendiks terlindungi
oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat
berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.2
Radang pada apendiks yang terletak di rongga peritoneum sehingga perelvis
dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristaltik meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat
serta berulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing2

6
Apendisitis yang tidak tertangani segera akan meningkatkan risiko
terjadinya perforasi dan pembentukan massa peri apendikular. Perforasi
dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke dalam rongga abdomen, lalu
memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis.
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik7
Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri
biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun demikian,
keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi
pada anak dengan appendicitis1. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya
demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan
terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang
pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan
Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun
bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak
dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung
untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan. Anak
yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali
pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat
perangsangan ureter.1

F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara
klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik. Rovsing’s sign: dikatakan posiif
jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di
sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi
tidak spesifik. Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi
sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini

7
menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal
dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess.5
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang
terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada
saat dilakukan manuver ini. Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien
terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial.
Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga
pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan
lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi. Dasar anatomis
terjadinya Obturator sign, Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di
LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ). Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ
di segitiga Scherren menurun. Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan
ditekuk. Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak
Appendix. Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga
abdomen atau Appendix letak pelvis. Nyeri pada pemeriksaan rectal
tooucher. Dunphy sign: nyeri ketika batuk.5

8
- Lebih dari 10 : Appendisitis Akut
- -7 – 10 : Tindakan “Pengamatan”
- Kurang dari -7 : Bukan Apendisitis Akut9

9
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan adalah jumlah leukosit
darah. Jumlah leukosit darah biasanya meningkat pada kasus apendisitis.
Hitung jumlah leukosit darah merupakan pemeriksaan yang mudah
dilakukan dan memiliki standar pemeriksaan terbaik. Pada kebanyakan
kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi berupa
perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY menyatakan bahwa
peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi merupakan indikator yang
dapat menentukan derajat keparahan apendisitis. Tetapi, penyakit
inflamasi pelvik terutama pada wanita akan memberikan gambaran
laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut.
Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding apendiks1
- Urinalisis
Urinalisis Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau
menyingkirkan penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut.
Meskipun proses inflamasi apendisitis akut dapat menyebabkan piuria,
hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada
urinalisis yang melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah leukosit
yang melebihi 20 sel per lapangan pandang menunjukkan terdapatnya
gangguan saluran kemih.1
- Radiografi konvensional
Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai bagian dari
pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut, jarang membantu
dalam mendiagnosis apendisitis akut. Pasien dengan apendisitis akut,
sering terdapat gambaran gas usus abnormal yang non spesifik.
Pemeriksaan tambahan radiografi lainnya yaitu pemeriksaan barium
enema dan scan leukosit berlabel radioaktif. Jika barium enema mengisi
pada apendiks vermiformis, diagnosis apendisitis ditiadakan.1
- Ultrasonografi

10
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab nyeri
abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa ovarium.
Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis apendisitis
perforasi dengan adanya abses. Apendisitis akut ditandai dengan (1)
adanya perbedaan 20 densitas pada lapisan apendiks vermiformis /
hilangnya lapisan normal (target sign); (2) penebalan dinding apendiks
vermiformis; (3) hilangnya kompresibilitas dari apendiks vermiformis ;
(4) peningkatan ekogenitas lemak sekitar (5) adanya penimbunan cairan.7
Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1) tebal
dinding apendiks vermiformis yang asimetris ; (2) cairan bebas
intraperitonial, dan (3) abses tunggal atau multipel7

Potongan transerval teknik kompressi bertahap pada apendicitis akut :


tampak penebalan dinding appendix (diameter lebih 6 mm) dengan
kumpulan cairan yang terlokulasi dalam lumen appendix B.Potongan
longitudinal : tampak struktur tubular, non compressible, non peristaltik
dengan diameter dinding appendix lebih 6 mm. Tampak tepi seperti
cincin pada cairan periappendiceal.8

11
H. DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding2 :
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Rasa
nyeri lebih ringan dan tidak berbatas tegas Sering dijumpai adanya
hiperperistaltis. Panas dan lekositosis kurang menonjol dibandingkan
apendisitis akut.
2. Demam Dengue
Dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis. Pada penyakit ini,
didapatkan hasil tes positif untuk rumpel leeds, trombositopenia dan
peningkatan hematokrit
3. Limfadenitis Mesenterika
Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh gastroenteritis atau
enteritis, ditandai nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta
perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut
sebelah kanan
4. Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah
perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
dan infeksi urin.
5. Kehamilan diluar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah
pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina,
didapatkan nyeri dan penonjolan kavum douglas dan pada kuldositensis
didapatkan darah.
6. Endometriosis Ekstrana

12
Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di dalam tempat
itu.
7. Urolithiais Pielum
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal
kanan merupakan gambaran khasnya.
8. Penyakit Saluran Cerna Lainnya
Penyakit lain yang perlu dipertimbangkan adalah peradangan di perut,
seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung,
kolesistitis akut, pankreatitis, obstruksi awal usus, demam tifoid
abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks.2

I. TATA LAKSANA
Bila diagnosis secara klinis sudah jelas, tindakan paling utama dan
merupakan salah satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada
apendistits tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan
tidak bedah sambil meberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi.2
Pada kasus usus buntu yang sudah pecah/ mengalami perforasi
sayatan luka operasi biasanya agak cukup lebar (bisa di samping/kanan
bawah perut atau di bagian tengah perut-tegak lurus) dan umumnya disertai
pemasangan drain (selang) di perut kanan bawah. Drain/selang ini fungsinya
adalah untuk mengeluarkan/mengalirkan sisa bekuan darah/nanah yang
berasal dari rongga perut7

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perbandingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan lekuk usus halus.2

13
Massa periapendikular. Massa apendiks terjadi bila apendisitis
gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan
atau lekuk usus halus. Pada massa apendikular dengan pembentukan dinding
yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.2
Apendisitis perforata akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang
ditandai demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskular terjadi pada
seluruh perut, peristaltik usus dapat menurun atau menghilang akibat adanya
ileus paralitik. 2

14
BAB III

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.MR Pekerjaan : Mahasiswa
Umur : 21 tahun Tanggal masuk : 24/12/2018
JK :laki-laki Ruangan : Eboni
Rumah Sakit: Anuntaloko Parigi

II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri perut kanan bawah
Anamnesis terpimpin :
Pasien laki-laki umur 21 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu, nyeri seperti tertusuk-tusuk
yang dirasakan terus menerus, nyeri yang dirasakan kemudian menjalar sampai
ke perut bagian kiri. Mual (+), muntah (+) 1 kali berisi makanan dan cairan.
Demam(+) naik turun, nyeri kepala (-), pusing(+), BAK (+) biasa, BAB (-) 2
hari.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Kesadaran : Composmentis
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 RR : 20 x/menit

15
 Temperature : 37 oC

Kepala : Normocepal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tyroid (-)

Thorax :
Paru-paru
 Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-/-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus kanan sama dengan kiri.
 Perkusi : Sonor +/+, batas paru hepar SIC VI midclavicula dextra
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-) wheezing (-/-).

Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
 Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak
Batas jantung atas SIC II parasternal sinistra
Batas jantung bawah SIC V midclavicula sinistra
Batas jantung kanan SIC IV parasternal dextra
 Auskultasi : BJ I/II murni reguler

Abdomen:
 Inspeks : Kesan datar, ikut gerak napas
 Auskultasi : Peristaltik (+), kesan meningkat
 Perkusi : Timpani seluruh abdomen
 Palpasi : Nyeri tekan suprapubik (+) nyeri tekan Mcburney (+),
Rovsing sign (+), Psoas sign(+)

16
Ekstremitas:
 Superior : akral hangat, sianosis (-),edema (-).
 Inferior : akral hangat, sianosis (-),edema (-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Rutinn Kimia Darah : (24/12/2018)
Result Normal Range
WBC : 14,74 x 103/ul L (3.8 -10.6)
RBC : 5,11x 106/ul L (4.4 – 5.9)
Hb : 15,1 g/dl L (13,2 – 17,3)
HCT : 49.8% L (40 – 52 )
PLT : 322x 103/ul 150- 400
LED : mm/jam L <10
GDS : 115 mg/dl
Kreatinin : 0,95 < 1,3
SGOT : 28,0 <35
SGPT : 13,1 < 45
Ureum : 15,4 mg,dl 10 – 50

Urinalisis : (24/12/2018)

Hasil Nilai Normal


PH : 5.5
Berat Jenis : 1.020
Glukosa : (-) Negatif
Lekosit : (-) Negatif
Eritrosit : (-) Negatif
Protein : (+4) Negatif
Sedimen :

17
Lekosit : 25 0 – 2 /LPB
Eritrosit : 20 0 – 1 / LPB
Selinder : ( - ) (-)
Epitel :(+) (+)
Crystal : ( +) (-)

IV. RESUME
Pasien laki-laki umur 21 tahun MRS dengan abdominal pain kuadran kanan
bawah sejak 2 hari yang lalu, nyeri tertusuk-tusuk dan dirasakan terus menerus,
nyeri yang dirasakan menjalar sampi ke bagian suprapubik. Nausea (+),
Vomiting(+), febris(+), BAK(+) , BAB(-) 2 hari. Pemeriksaan fisik kesadaran
komposmentis, TD = 120/80 mmHg, N= 80 x.menit, S = 38 celcius,
pemeriksaan abdomen inskpeksi tampak cembung, peristaltik (+) kesan
menurun, hipertimpani (+), nyeri tekan suprapubik (+), nyeri tekanMcburney
(+), Rovsing sign(+), Pasoas sign (+). Pemeriksaan laboratorium di dapatkan
WBc=14,74 ul, hb = 15,7 mg/dl, PLT = 322 ul.

V. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Primer: Appendisitis Akut
2. Diagnosis Sekunder: Abdominal Pain
3. Diagnosis Komplikasi: Apendisitis Perforasi

VI. PENATALAKSANAAN
MEDIKA MENTOSA
 IVFD RL 500 ml 20 tpm
 Ambacim 1 gr/12jam
 Paracetamol Infus 1000 mg/ 8 jam
 Ranitidin 50 mg/12 jam

18
Operatif

Pro Laparatomi appendectomy

Laporan Operasi

1. Pasien baring dalam posisi supinasi di bawah pengaruh spinal anestasi


2. Desinfeksi dengan prosedur aseptik
3. Identifikasi insisi midline suprapubik perdalam insisi peritoneum
4. Buka peritoneum (Tampak pus ± 100 cc)
5. Identifikasi caecum tampak appendix kesan perforasi
6. Lakukan pemotangan appendix, lanjut jahit tabac sac
7. Bebaskan appendix
8. Kontrol perdarahan dan cuci rongga abdomen
9. Jahit luka operasi lapis demi lapis
10. Operasi selesai

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia
Ad sanationam : Dubia
Ad functionam : Dubia

VIII. Follow Up
1. Tanggal 25 Desember 2018
S: Nyeri perut bekas operasi (+), flatus (+), demam (-), nyeri kepala (-),
pusing (+), mual (-), muntah (-).
O:
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 37,4 ºC
Drain : ±30 cc
A: Post Op Apendisitis Perforasi H+1

19
P: IVFD RL = dextrose 5 % + Valamin
Ketorolak 30 mg/8 jam/iv
Metronidazole 500 mg/8 jam/iv
Ranitidin 50 mg/ 12 jam/iv
Rawat Luka

2. Tanggal 26 Desember 2018


S: Nyeri perut bekas operasi (+),demam (-), nyeri kepala (-), pusing (-),
mual (-), muntah (-).
O:
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 38 ºC
Drain : ±10 cc
A: Post Op Apendisitis Perforasi H+2
P: IVFD RL 20 tpm
Ambacim 1 gr/12 jam/iv
Antrais amp/ 8 jam
Ketorolak 30 mg/8 jam /iv
Metronidazole 500 mg/8 jam/iv
Ranitidin 50 mg/ 12 jam/iv
Paracetomol infus/8 jam/iv
Rawat luka
Mobilisasi Jalan
Diet Lunak

3. Tanggal 27 Desember 2018


S: Nyeri perut bekas operasi (+),demam (-), nyeri kepala (-), pusing (-),
mual (-), muntah (-).

20
O:
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,9 ºC
Drain : ±10 cc
Luka : Keadaan luka tampak basah (+)
A: Post Op Apendisitis Perforasi H+3
P: IVFD RL 20 tpm
Ambacim 1 gr/12 jam/iv
Antrais amp/ 8 jam
Ketorolak 30 mg/8 jam /iv
Metronidazole 500 mg/8 jam/iv
Ranitidin 50 mg/ 12 jam/iv
Rawat Luka

4. Tanggal 28 Desember 2018


S: Nyeri perut bekas operasi (+),demam (-), nyeri kepala (-), pusing (-),
mual (-), muntah (-), BAB (+).
O:
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Luka : Keadaan luka tampak basah (+)
A: Post Op Apendisitis Perforasi H+4
P: IVFD RL 20 tpm
Ambacim 1 gr/12 jam/iv
Antrais amp/ 8 jam
Ketorolak 30 mg/8 jam /iv
Ranitidin 50 mg/ 12 jam/iv

21
Rawat Luka

5. Tanggal 29 Desember 2018


S: Nyeri perut bekas operasi (+),demam (-), nyeri kepala (-), pusing (-),
mual (-), muntah (-).
O:
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8 ºC
Luka : Keadaan luka tampak basah (+), Aff hecting setengah
A: Post Op Apendisitis Perforasi H+5
P: IVFD RL 20 tpm
Ambacim 1 gr/12 jam/iv
Antrais amp/ 8 jam
Ketorolak 30 mg/8 jam /iv
Metronidazole 500 mg/8 jam/iv
Ranitidin 50 mg/ 12 jam/iv
Rawat Luka

6. Tanggal 30 Desember 2018


S: S: Nyeri perut bekas operasi (+),demam (-), nyeri kepala (-), pusing (-),
mual (-), muntah (-), BAB (+).
O:
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Luka : Keadaan luka tampak basah (+)
A: Post Op Apendisitis Perforasi H+6

22
P: IVFD RL 20 tpm
Ambacim 1 gr/12 jam/iv
Antrais amp/ 8 jam
Ketorolak 30 mg/8 jam /iv
Ranitidin 50 mg/ 12 jam/iv
Rawat Luka

7. Tanggal 25 Desember 2018


S: Nyeri perut bekas operasi (+),demam (-), nyeri kepala (-), pusing (-),
mual (-), muntah (-).
O:
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 74 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37,5 ºC
Luka : Keadaan luka tampak basah (+)
A: Post Op Apendisitis Perforasi H+7
P: Boleh pulang
Rawat Luka
Cefixime 100 mg 2 x 1 tab
Ibuprofen 400 mg 3 x 1 tab

23
BAB IV
DISKUSI

Pasien laki-laki umur 21 tahun MRS dengan abdominal pain kuadran kanan
bawah sejak 2 hari yang lalu, nyeri tertusuk-tusuk dan dirasakan terus menerus, nyeri
yang dirasakan menjalar sampi ke bagian suprapubik. Nausea (+), Vomiting(+),
febris(+), BAK(+) , BAB(-) 2 hari. Pemeriksaan fisik kesadaran komposmentis, TD
= 120/80 mmHg, N= 80 x.menit, S = 38 celcius, pemeriksaan abdomen inskpeksi
tampak cembung, peristaltik (+) kesan menurun, hipertimpani (+), nyeri tekan
suprapubik (+), nyeri tekanMcburney (+), Rovsing sign(+), Pasoas sign (+).
Pemeriksaan laboratorium di dapatkan WBc=14,74 ul, hb = 15,7 mg/dl, PLT = 322
ul.
Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertaui mual dan muntah. Umunya, nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah kedaerah kanan bawah titik McBurney. Disini, nyeri
somatik setempat yang dirasa lebih tajam dan lebih jelas.
Apendisitis akut mampu berkembang menjadi perforasi apendiks yang
nantinya dapat mengakibatkan 67% kematian pada kasus-kasus apendisitis akut.
Apendektomi yang dini telah lama direkomendasikan sebagai pengobatan apendisitis
akut dikarenakan risiko progresivitas apendisitis menuju pada perforasi. Perforasi
apendiks akan menyebabkan sepsis yang tidak terkontrol (akibat peritonitis), abses
intra-abdomen atau septikemia gram negatif.
Apendisitis yang tidak tertangani segera akan meningkatkan risiko terjadinya
perforasi dan pembentukan massa peri apendikular. Perforasi dengan cairan
inflamasi dan bakteri masuk ke dalam rongga abdomen, lalu memberikan respons
inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apendisitis perforasi adalah
pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam
rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak
daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

24
Alvarado skor adalah alat penilaian yang paling umum digunakan untuk
mendiagnosis radang usus buntu akut. Ultrasonografi dan CT-Scan perut dapat
membantu dalam diagnosis.

25
- Lebih dari 10 : Appendisitis Akut
- -7 – 10 : Tindakan “Pengamatan”
- Kurang dari -7 : Bukan Apendisitis Akut
Bila diagnosis secara klinis sudah jelas, tindakan paling utama dan
merupakan salah satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada
apendistits tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tidak bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perbandingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus
halus.
Apendisitis perforata akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang
dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskular terjadi pada seluruh perut, peristaltik
usus dapat menurun atau menghilang akibat adanya ileus paralitik.
Pada kasus usus buntu yang sudah pecah/ mengalami perforasi sayatan luka
operasi biasanya agak cukup lebar (bisa di samping/kanan bawah perut atau di
bagian tengah perut-tegak lurus) dan umumnya disertai pemasangan drain (selang) di
perut kanan bawah. Drain/selang ini fungsinya adalah untuk
mengeluarkan/mengalirkan sisa bekuan darah/nanah yang berasal dari rongga perut.

26
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai kasus ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai


berikut.
1. Apendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi
lumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks dan pembentukan abses
2. Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan ultrasonography (USG).
3. Pemeriksaan suhu tubuh termasuk dalam salah satu kriteria pada skor alvarado
untuk penegakkan diagnosis apendisitis. Suhu tubuh apendisitis akut dapat
mencapai 10.000-18.000 sel/mm3 dan jika >18.000 sel/mm3 maka umumnya
terjadi peritonitis akibat perforasi.
4. Penanganan standar apendisitis di dunia adalah operasi pengangkatan apendiks
yang disebut apendektomi dan dilakukan laparotomi jika sudah terjadi perforasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahan Ajar DR.dr. Warsinggih, Sp.B-Kbd .Appendisitis Akut.


2016.Http:://Med.Unhas.Ac.Id/Kedokteran/Wpcontent/Uploads/2016/10/App
edisitis-Akut.Pdf. Diakses 05 Januari 2019
2. Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta. 2005
3. Tiara & Umbas, Pemeriksaan Rapid Urinary Bladder Cancer Antigen untuk
Deteksi Karsinoma sel Transisional buli pada Populasi indonesia (Penelitian
Awal), Bagian Urologi Rumah sakit Cipto Mangunkusomo Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Indonesian journal of cancer vol 7 No.2
2013. Diakses 23 Oktober 2018.
4. Cheung dkk, Jurnal Urologi: Klasifikasi dan Diagnosis Kanker Buli,
perkembangn terbaru diagnosis dan penatalaksanaan kanker buli,
Http//www.jasajurnal.com. 2018. Diakses 23 Oktober 2018
5. Fajar Awalia Yulianto, R. Kince Sakinah, M. Insan Kamil, Tri Yunis Miko
Wahono. 2017. Faktor Prediksi Perforasi Apendiks pada Penderita
Apendisitis Akut Dewasa di RS Al-Ihsan Kabupaten Bandung Periode 2013–
2014. Universitas Islam Bandung .Di akses 11 Januari 2018.
6. National Digestive Diseases Information Clearinghouse. Appendicitis. Spirt
MJ. Complicated intra-abdominal infections: a focus on appendicitis and
diverticulitis. Postgraduate Medicine. 2010;122(1):39–51.
7. Rahmadi Indra, Ida Bagus B.S.A, Untung Alfianto. 2017. Perbedaan
Penggunaan Drain DanTanpa Penggunaan Drain Intra Abdomen Terhadap
Lama Perawatan Pascaoperasi Laparotomi Apendisitis Perforasi
8. Ana Majdawati. 2015. Peningkatan Visualisasi Appendix dengan Kombinasi
Adjuvant Teknik Pemeriksaan Ultrasonografi pada Kasus
Appendicitis.https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/gmhc/article/viewFile/18
44/pdf
9. Silvia N. 2014. Laporan Kausus Appenditis Akut. Universitas Samratulagi.
Manado

28

Anda mungkin juga menyukai