Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di


luar kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi
penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin
pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu,
maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.1

Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau


kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini
mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara
faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam
rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan
pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an,
kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung
sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat. Sekurangnya 95 %
implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling
sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika,
infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi
yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.2

Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik


menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat
terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus
memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari
terapi medisinalis.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan dengan implantasi blastokista
tidak pada lapisan endometrium di kavum uterus. Kehamilan dapat terjadi di
tuba fallopi, kavum abdomen, ovarium, dan serviks. Patofisiologi terjadinya
kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam
perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah
berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh diluar
rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan
diri dengan besarnya embrio, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan
ektopik terganggu.1

2. EPIDEMIOLOGI
Kehamilan pada tuba terjadi pada hampir 95 % kehamilan, 70 % kasus
terjadi pada ampulla, 12 % kasus terjadi isthmus, 11 % kasus terjadi pada
fimbria, dan 5 % terjadi di kavum abdomen, ovarium, dan serviks.1

Gambar 1. Persentase lokasi kejadian KET2

2
Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun
secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens
dan prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangan alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik
yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.
Keberhasilan kontrasepsi seperti AKDR meningkatkan persentase kehamilan
ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi
tuba juga meningkatkan kejadian kehamilan ektopik. 2,3
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153
kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di
Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241
kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada
multigravida.2 Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%.1,2

3. FAKTOR RISIKO
Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan oleh segala hal yang
menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor risiko yang paling
kuat berhubungan dengan kejadian kehamilan ektopik termasuk di dalamnya
riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi tuba, paparan dietilsilbestrol
(DES) in utero. Riwayar infeksi organ genitalia atau infertilitas dan perokok
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Selain itu, penggunaan alat
kontrasepsi intrauterin (AKDR – alat kontrasepsi dalam rahim) juga dapat
meningkatkan risiko. Selain itu ada pula faktor-faktor fungsional, yaitu
perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor hormonal dan defek
fase luteal. Berikut tabel yang menunjukkan beberapa faktor yang berhubungan
dengan kejadian kehamilan ektopik.1,2

3
Tabel 1. Faktor risiko kehamilan ektopik2
Faktor Risiko Odds Rasio
Riwayat operasi tuba 21.0
Riwayat kehamilan ektopik 8.3
Paparan DES in utero 5.6
Riwayat infeksi genital 2.4 – 2.7
Infertilitas 2.0 – 2.5
Merokok 2.3
AKDR 1.6
*makin tinggi Odds rasio makin kuat pengaruh faktor risiko

4. PATOGENESIS
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama halnya di kavum uteri. Ovum yang telah dibuahi di tuba bernidasi secara
kolumner atau interkolumner. Pada kolumner, hasil konsepsi berimplantasi
pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan hasil konsepsi
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya hasil konsepsi
mati secara dini dan kemudian direabsorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
hasil konsepsi bernidasi antar 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup maka hasil konsepsi dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan
yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan
merusak jaringan dan pembuluh darah.1,2
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
gravidatum dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium
dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat pula ditemukan perubahan pada
endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella, dimana sel epitel membesar
dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur.
Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang dan kadang-kadang ditemukan mitosis.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenarasi dan kemudian

4
dikeluarkan berkeping-keping tetapi kadang-kadang dikeluarkan secara utuh.
Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari
uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua degeneratif.1,2
Kehamilan pada tuba dapat menyebabkan kerusakan pada tuba itu sendiri
terutama pada lapisan mukosa. Ovum yang sudah difertilisasi akan
berimplantasi pada epitel. Zigot kemudian berkembang di lapisan muskularis
yang kemudian menyebabkan proliferasi trofoblas. Biasanya kehamilan
ektopik merupakan kehamilan tanpa janin di dalam kantong gestasi ataupun
pertumbuhan terhambat.2
Kehamilan ektopik pada akhirnya akan menyebkan ruptur tuba (gambar
2), aborsi tuba, atau kegagalan kehamilan dengan resolusi. Dengan terjadinya
ruptur, hasil konsepsi akan keluar dan menyebabkan perdarahan di sekitarnya.
Pada beberapa kasus, bila ruptur tuba terjadi pada minggu awal, kehamilan
akan terjadi pada isthmus, dimana ampulla lebih dintensif.2

Gambar 2. Ruptur tuba pada minggu awal kehamilan2


5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis kehamilan ektopik terganggu yaitu ditemukannya gejala
klasik, trias gejala klinis hamil ektopik terganggu diuraiakan sebagai
berikut:2,4,5
a. Amenorea. Lamanya amenorea bervariasi dari beberapa hari sampai
beberapa bulan. Dengan amenorea dapat dijumpai tanda-tanda hamil

5
muda, yaitu morning sickness, mual atau muntah, terjadi perasaan
ngidam. Biasanya keluar darah berwarna gelap kecoklatan dan
keluarnya intermitten atapun kontinyu.
b. Nyeri abdomen. Nyeri abdomen disebabkan oleh kehamilan tuba yang
pecah. Timbunan darah menimbulkan iritasi dan manifestasi rasa
nyeri, darah dalam ruangan perut tidak berfungsi dan menyebabkan
pasien tampak pucat (anemia), TD turun sampai shock, bagian ujung-
ujung anggota badan terasa dingin, perut kembung karena darah.
Nyeri dapat menjalar keseluruh abdomen bergantung pada perdarahan
didalamnya. Bila rangsangan darah dalam abdomen mencapai
diafragma, dapat terjadi nyeri di daerah bahu. Bila darahnya
membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah kavum douglas akan
terjadi rasa nyeri di bagian bawah dan saat defekasi.
c. Perdarahan. Terjadinya abortus atau ruptur kehamilan tuba
menimbulkan perdarahan kedalam kavum abdomen dalam jumlah
yang bervariasi. Darah yang tertimbun dalam kavum abdomen tidak
berfungsi sehingga terjadi gangguan dalam sirkulasi umum yang
menyebabkan frekuensi nadi meningkat, tekanan darah menurun,
hingga shock. Hilangnya darah dari peredaran darah umum
mengakibatkan penderita tampak anemis, daerah ujung ekstremitas
dingin, berkeringat dingin, kesadaran menurun, dan pada abdomen
terdapat timbunan darah.

Gejala-gejala kehamilan ektopik lainnya: 2,4,5


a. Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks
digerakkan (Slinger Pijn), nyeri pada perabaan dan kavum douglas
menonjol karena ada bekuan darah.
b. Pleuritic chest pain, bisa terjadi akibat iritasi diafragma akibat
perdarahan

6
c. Perubahan uterus. Uterus dapat tumbuh membesar pada 3 bulan
pertama akibat hormon yang dilepaskan plasenta. Uterus dapat
terdesak ke sisi yang berlawanan dengan masa ektopik.
d. Tekanan darah menurun. Kecuali bila terjadi ruptur, perubahan yang
terjadi antara lain adanya peningkatan ringan, respon vasovagal
seperti bradikardi dan hipertensi ataupun penurunan tensi tajam
disertai peningkatan nadi bila perdarahan terus berlangsung dan
hipovolemia
e. Temperatur. Setelah perdarahan akut suhu tubuh dapat turun atau
meningkat > 38°C bila terjadi infeksi.

Tabel 2. Perbedaan KE intak dan KET

7
6. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Laboratorium1,2,3
a. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit serial tiap satu jam selama 3
kali berturut-turut menunjukkan penurunan kadar Hb akibat perdarahan.
b. Adanya lekositosis. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi
panggul, dapat diperhatikan jumlah leukositnya melebihi 20.000 biasanya
menunjukkan infeksi panggul.
c. Urinary Pregnancy Test, dengan metode inhibisi aglutinasi hanya
menunjukkan positif pada kehamilan ektopik sebesar 50-69%.
d. Serum β-hCG
2. Ultrasound Imaging
a. USG abdominal (gambar 3), kehamilan tuba sulit dideteksi dengan
metode ini.

Gambar 3. Sakus pseudogestasi pada kavum uteri2

b. USG vaginal (gambar 4), untuk mendeteksi letak gestational sac. Pada
usia kehamilan ≥6 minggu, bila tidak dijumpai gestational sac maka bisa
dicurigai kehamilan ektopik.

Gambar 4. Tampak kantong gestasi di daerah adneksa terpisah dari ovarium2

8
c. Color and Pulsed Doppler Ultrasound untuk mengidentifikasi
karakteristik warna vaskular, apakah terletak di intrauterine atau
ekstrauterine, tanda khas ring of fire (gambar 5).

Gambar 5. Tanda klasik ring of fire, pengingkatan vaskularisasi tipikal pada


kehamilan ektopik2

3. Kuldosentesis
Pada kehamilan ektopik terganggu dapat terjadi hemoperitoneum sehingga
dapat dilakukan pemeriksaan kuldosentesis untuk mengkonfirmasi adanya
hemoperitoneum.Teknik kuldosintesis dapat dilaksanakan dengan urutan
berikut:
- Penderita dibaringkan dalam posisi lithotomi
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
- Speculum dipasang dan bibir belakang portio dijepit dengan cunam
serviks, dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak
- Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam cavum douglas dengan semprit
10 ml, dilakukan pengisapan.
- Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan:
o Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk
o Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku
atau berupa bekuan yang kecil-kecil, darah ini menunjukkan
adanya hematokel retrouterina.

9
`Gambar 6. Kuldosentesis2

4. Kombinasi Serum β-hCG dan USG


Peningkatan serum hCG > 2000 mIU/mL disertai gestational sac
intrauterine yang tidak dapat diidentifikasi, kemungkinan adanya kehamilan
ekstrauterine sangat besar.
5. Laparoskopi
Sebagai alat diagnostic terakhir apabila hasil penilaian prosedur diagnostic
lainnya meragukan.

10
Gambar 7. Algoritma evaluasi wanita dengan kehamilan ektopik2

7. PENATALAKSANAAN
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah,
dapat ditangani dengan menggunakan kemoterapi, untuk menghindari tindakan
pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:6
- Kehamilan di pars ampularis tuba yang belum pecah
- Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm
- Perdarahan dalam rongga perut ≤ 100 ml
- Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan adalah metotrexat. Methotrexate adalah obat


sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit
trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-

11
sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga
menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Methotrexate dapat diberikan
dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan
adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan
adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-
7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam
regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan
pada hari ke-2, 4, 6 dan 8.1,3

Pada kehamilan pars interstisialis tuba, tindakan operasi yang dilakukan


adalah laparotomi, untuk membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan
sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan pada tempat ampulla
berada.2

Penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu terdiri atas konservatif


(tabel 2) dan pembedahan. Tindakan pembedahan yang dilakukan yaitu
salpingostomi atau salpingektomi.2

Tabel 3. Protokol terapi kehamilan ektopik terganggu2

8. PROGNOSIS

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu


turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai

12
keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga
mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain.1

Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai


resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang. Ruptur
dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih
10% mengalami kehamilan ektopik berulang.1

13

Anda mungkin juga menyukai