Anda di halaman 1dari 28

Nama : Wira Veronica

Kelas : Alpha 2017


NIM : 04011181722150

Cerebral Palsy

I. Definisi
Cerebral Palsy adalah gangguan gerakan dan postur tubuh yang muncul saat kanak-
kanak atau awal masa bayi menyangkut kerusakan fungsi motorik yang terjadi pada masa
awal kanak-kanak dan ditandai dengan perubahan sifat otot yang biasanya berupa
spastisitas, gerakan involunter, ataksia, atau kombinasi. [ CITATION Mun17 \l 1033 ]
Menurut Konsensus Internasional 2006, Palsi serebral adalah suatu kelainan gerakan dan
postur tubuh yang tidak progresif, karena suatu kerusakan/ gangguan pada sel-sel motorik
di susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/ belum selesai pertumbuhannya. [ CITATION
Soe13 \l 1033 ]

II. Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi yang pasti sulit diketahui, karena kadang-kadang terdapat lebih dari satu etiologi,
karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan yang teliti. Cerebral palsy dapat
disebabkan oleh faktor genetik ataupun faktor lainnya.
1. Prenatal : Penyebab 70 -80% kasus CP; faktor genetik, keracunan, terkena radiasi,
infeksi TORCH, dll.
2. Perinatal : hyperbilirubinemia (jaundice selama periode neonatal dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen dengan cerebral palsy akibat masuknya bilirubin ke ganglia
basal), prematuritas (bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita
perdarahan otak lebih banyak di bandingkan bayi cukup bulan karena pembuluh
darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna), trauma
kelahiran, asfiksia, dll.
3. Postnatal : trauma kepala, tenggelam, infeksi pada 6 bulan kelahiran, malnutrisi, dll.
Menurut Zeldin dkk (2011) dan Kini RP (2009) menyatakan faktor risiko cerebral palsy
sebagai berikut.
1. Faktor ibu
a. Siklus menstruasi yang panjang
b. Riwayat keguguran sebelumnya
c. Riwayat bayi lahir mati
d. Ibu dengan retardasi mental
e. Ibu dengan penyakit tiroid, terutama defisiensi yodium
f. Kejang pada ibu
g. Riwayat melahirkan anak dengan berat badan kurang dari 200 gram
h. Riwayat melahirkan anak dengan defisit motorik, retardasi mental, atau defisit
sensori.
2. Faktor Pranatal
a. Polihidramnion
b. Ibu dalam pengobatan hormon tiroid, estrogen, atau progesterone
c. Ibu dengan proteinuria atau hipertensi
d. Ibu terpapar merkuri
e. Multiple/ malformasi kongenital mayor pada bayi/ kelainan genetik
f. Bayi laki-laki/ kehamilan kembar
g. Perdarahan pada trimester ketiga kehamilan
h. Bayi dengan retardari pertumbuhan intrauterine (IUGR)
i. Infeksi virus kongenital (HIV, TORCH)
j. Radiasi
k. Asfiksia intrauterine (abrupsio plasenta, plasenta previa, masalah pada plasenta,
anoksia maternal, kelainan umbilicus, ibu hipertensi, toksemia gravidarum)
l. DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar
3. Faktor Perinatal
a. Bayi premature; umur kurang dari 30 minggu
b. Berat badan bayi kurang dari 1500 gram
c. Korioamnionitis
d. Bayi lahir bukan letak kepala
e. Asfiksia perinatal hebat
f. Keadaan hipoglikemia lama atau menetap
g. Kelainan jantung bawaan sianosis
4. Faktor Pascanatal
a. Infeksi (meningitis, ensefalitis, yang terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan)
b. Perdarahan intracranial (pada bayi premature, malformasi pembuluh darah atau
trauma kepala)
c. Leukomalasi periventricular
d. Hipoksik-iskemik (pada aspirasi mekonium), HIE (Hipoxic Ischemic
Ensefalopati)
e. Kern-icterus
f. Persisten fetal circulation atau persistent pulmonary hypertension of the newborn
g. Penyakit metabolic
h. Racun : logam berat, gas CO

III. Patogenesis - Patofisiologi


Dalam banyak kasus, penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi hampir sebagian
besar kasus disebabkan oleh multifaktor. Selama periode prenatal, pertumbuhan yang
abnormal dapat terjadi kapan saja (dapat karena abnormal yang bersifat genetik, toksik,
infeksi, atau insufisiensi vaskular. Menurut Volpe, dalam perkembangan otak manusia
terdapat beberapa waktu penting, sebagai berikut.
 Primary neurulation – terjadi pada 3-4 minggu kehamilan.
 Proencephalic development – terjadi pada 2-3 minggu kehamilan.
 Neuronal proliferation – penambahan maksimal jumlah neuron terjadi pada bulan
ke 3-4 kehamilan.
 Organization – pembentukan cabang, mengadakan sinaps, kematian sel, eliminasi
selektif, proliferasi dan diferensiasi sel glia terjadi bulan ke 5 kehamilan sampai
beberapa tahun setelah kelahiran.
 Myelination – penyempurnaan sel-sel neuron yang terjadi sejak kelahiran sampai
beberapa tahun setelah kelahiran.
Cerebral palsy dapat terjadi karena kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan
vaskular regional dan faktor metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan
pembentukan sinaps.
Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,
menyebabkan otak sebagai subjek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral ischemia yang
terjadi sebelum minggu ke-20 kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal,
antara minggu ke-24 sampai ke-34 menyebabkan periventricular leucomalacia (PVL)
dan antara minggu ke-34 sampai ke-40 menyebabkan focal atau multifocal cerebral
injury.
Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung berbagai faktor saat terjadinya
cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak dan sistem
peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan oksigenasi.
(Boosara,2004) Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi di otak.
Pada keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multiple atau iskemik yang
menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah
paraventricular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea
korteks serebri. Kelainan dapat fokal atau menyeluruh tegantung tempat yang terkena.
Stress fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran premature seperti
imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan
mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadapa kejadian CP.
Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi
terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventricular white matter. Hipoperfusi dapat
menyebabkan haemorrhage pada matriks germinal atau PVL, yang berhubungan dengan
kejadian diplegia spastik. Pada saat sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi
otak dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas air korteks (zona akhir dari
arteri cerebral mayor), yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia.
Ganglia basal juga dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan
terjadinya efek ekstrapiramidal (seperti koreoatheoid atau distonik). Kerusakan vaskular
yang terjadi pada saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi arteri cerebral media
yang menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia.
Tidak ada hal-hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi, dan
kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak janin.
Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif terhadap asfiksia
perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan cerebral hyperemia. Terjadi
kerusakan yang meluas diduga berhubungan dengan vaskular regional dan faktor
metabolik, serta distribusi regional dari rangsangan pembentukan sinaps.
Pada waktu minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa kehamilan, area
periventricular white matter yang dekat dengan lateral ventricles sangat rentan terhadap
cedera. Apabila area ini membawa fiber yang bertanggungjawab terhadap kontrol
motorik dan tonus otot pada kaki, cedera dapat menyebabkan spastik diplegia (yaitu
spastisitas utama dan kelemahan pada kaki, dengan atau tanpa keterlibatan lengan dengan
derajat agak ringan). Saat lesi yang lebih besar menyebar sebelum area fiber berkurang
dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan centrum semiovale dan corona radiata,
yang dapat menyebabkan spastisitas pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.
Tabel 1. Patogenesis cerebral palsy pada bayi prematur

Sumber : [ CITATION Soe13 \l 1033 ]

IV. Klasifikasi
1. Berdasarkan gejala klinis dapat dibagi menjadi:
a. Spastik (50%) : lokasi lesi terutama pada traktus kortikospinal. Pada spastisitas
terjadi peningkatan konstan pada tonus otot , peningkatan reflex otot kadang di
sertai klonus (reflex peregangan otot yang meningkat) dan tanda Babinski positif.
Tonic neck reflex muncul lebih lama dari normal namun jarang terlihat jelas, dan
reflex neonatus lainnya menghilang pada waktunya. Hipertonik permanen dan
tidak hilang selama tidur. Peningkatan tonus otot tidak sama pada sesuatu
gabungan otot. Lengan adduksi, siku dan pergelangan tangan flexi, tangan
pronasi, jari flexi dengan jempol melintang di telapak tangan. kaki adduksi,
panggul dan lutut flexi, kaki plantar-flexi dengan tapak kaki berputar ke dalam.
i. Monoparesis (jarang) : kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
ii. Hemiparesis/ hemiplegia (5:10) : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak
yang sama.
- Kongenital (3:10)
- Pascanatal (1:10)
iii. Diplegia/ paraparesis (2:10) : kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi
tungkai lebih hebat daripada tangan.
iv. Triplegia (jarang) : kelumpuhan pada tiga anggota gerak.
v. Kuadriplegia/ tetraplegia (3:10) : kelumpuhan keempat anggota gerak ,tetapi
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
b. Atheoid/ diskinetik, distonik (20%) : lokasi lesi utama yang menyebabkan
kelainan ini adalah ganglia basalis. 5-25% anak dengan cerebral palsy
menunjukkan choreoathethosis. Anak dengan choreoathetosis memiliki gangguan
pergerakan dengan karakteristik pergerakan yang tidak disadari dan sikap yang
abnormal. Pasien biasanya flaccid pada 6 bulan pertama lahir dan kadang di salah
diagnosiskan dengan gangguan motor unit. Gerakan yang tidak disadari dan
kelainan sikap biasanya berkembang selama pertengahan tahun kedua. Reflex
neonatus kadang tampak, spastisitas dan ataxia bisa ditemukan. Kecacatan
motorik kadang berat, kelainan postur mengganggu fungsi normal eksremitas.
c. Rigid/flaksid (4%) : lokasi lesi yang menyebabkan ketidaknormalan tonus otot
terutama pada brain stem. Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama
tampak flaksid dan berbaring dengan posisi seperti katak terlentang dan mudah di
kelirukan dengan bayi dengan kelainan motor neuron menjelang umur 1 tahun
barulah terjadi perubahan tonus otot daari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan
berbaring tampak flaksid dan sikap seperti katak terlentang namun bila dirangsang
atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis .reflex otot normal
atau sedikit meningkat dan klonus jarang ditemukan. Tanda Babinski bisa positif
maupun tidak. Karakteristik dari cerebral palsy tipe ini adalah reflex neonatus dan
tonic neck reflex menetap, kadang terbawa hingga masa kanak-kanak. Reflex
tonus otot dan reflex moro sangat jelas. Sindrom dari perubahan tonus otot dapat
disertai dengan choreoathetosis dan ataxia. Sekitar 10-25 persen anak dengan
cerebral palsy mengalami sindrom ini.
d. Ataksia (1%) : lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah
cerebellum. 1-15% anak dengan cerebral palsy menunjukkan ataxia. Pasien
dengan kondisi ini biasanya flaccid ketika bayi dan menunjukkan perkembangan
retardasi motorik. Menjelang akhir tahun pertama ketika mereka memulai
menjangkau suatu objek dan mencoba berdiri, itu mulai tampak dan mereka tidak
seimbang. Ketidaknormalan akibat rendahnya tonus otot menetap hingga kanak-
kanak. Reflex otot normal dan reflex neonatus hilang sesua[ CITATION Has07 \l
1033 ]i umur normal.
e. Tremor (jarang)
f. Atonik/hipotonik (jarang)
g. Campuran (25%)
i. Spastik-atheoid (2:3)
ii. Rigid-spastik (1:3)
iii. Spastik-ataksik (jarang)
2. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, dibagi menjadi:
a. Ringan : penderita masih dapat melakukan pekerjaan/ aktivitas sehari-hari,
sehingga hanya sedikit membutuhkan bantuan.
b. Sedang : aktivitas sangat terbatas sekali. Penderita membutuhkan bermacam-
macam bantuan/pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, bergerak,
atau berbicara, sehingga dapat bergaul di tengah masyarakat dengan baik.
c. Berat : penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas fisik dan tidak
mungkin hidup tanpa pertolongan orang lain. Pendidikan/ latihan khusus sangat
sedikit hasilnya. Sebaiknya pasien seperti ini ditampung pada tempat perawatan
khusus, terutama bila disertai dengan retardasi mental atau yang diperkirakan
akan menimbulkan gangguan sosal-emosional, baik bagi keluarga maupun
lingkungannya.
Palisano dkk, 2007 juga membagi berdasarkan derajat kemampuan fungsional
cerebral palsy seperti berikut.
a. Tingkat I : Penderita dapat berjalan tanpa batasan
b. Tingkat II : Penderita dapat berjalan dengan batasan
c. Tingkat III : Penderita dapat berjalan menggunakan alat bantu tongkat
d. Tingkat IV : Penderita dapat memobilisasi diri sendiri dengan batasan, dapat
menggunakan kursi roda otomatis
e. Tingkat V : Penderita menggunakan kursi roda dikendalikan orang lain

V. Manifestasi Klinis dan Algoritma Penegakan Diagnosis


Tabel 2. Algoritma klasifikasi palsi serebral pada anak umur kurang dari 2 tahun

Sumber : [ CITATION Soe13 \l 1033 ]


Tabel 3. Algoritma klasifikasi palsi serebral pada anak di atas umur 2 tahun
Sumber : [ CITATION Soe13 \l 1033 ]

Pemeriksaan perkembangan motorik, sensorik, dan mental perlu dilakukan


secermat mungkin. Walaupun, pada palsi serebral, kelainan gerakan motorik dan postur
merupakan ciri utama, tidak boleh dilupakan bahwa penyakit ini sering juga disertai oleh
gangguan bukan motorik, seperti retardasi mental, kejang-kejang, gangguan psikologik,
dan lainnya. Manifestasi gangguan motorik atau postur tubuh dapat berupa spastisitas,
rigiditas, ataksia, tremor, atonik/hipotonik, tidak adanya reflex primitive (pada fase awal)
atau reflex primitive yang menetap (pada fase lanjut), serta dyskinesia (sulit melakukan
gerakan volunter). Gejala-gejala itu dapat timbul sendiri-sendiri atau merupakan
kombinasi gejala. Pada umumnya, diagnosis pada anak dibawah umur 6 bulan sulit
ditegakkan karena pada umur dibawah 6 bulan, tidak banyak milestone perkembangan
yang bisa dinilai. Padahal dengan diagnosis dini dan penangan dini pula, prognosis jauh
lebih baik.
Karena itu untuk memudahkan diagnosis, Levine (1960) membagi kelainan motorik pada
palsi serebral menjadi 6 kategori (dengan akronim POSTER) berikut.
Diagnosis Palsi Serebral Berdasarkan Kriteria Levine (POSTER)
Posturing/ abnormal movements Penderita mengalami gangguan posisi tubuh atau
gangguan bergerak
Oropharyngeal problems Penderita mengalami gangguan orofaring, seperti
gangguan menelan dan fokus di lidah
Strabismus kedudukan bola mata penderita tidak sejajar
Tone Penderita mengalami kelainan tonus, seperti
hipertonus atau hipotonus
Evolutional maldevelopment Evolusi perkembangan penderita terganggu,
terdapat reflex primitive yang menetap, atau reflex
protective equilibrium gagal berkembang
Reflexes Terdapat peningkatan reflex tendon dalam (deep
tendon reflexes) atau menetapnya reflex Babinski.

Diagnosis dapat ditegakkan, apabila minimal terdapat 4 kelainan pada 6 kategori


motorik diatas dan disertai oleh proses penyakit yang tidak progresif. Pada anak yang
berisiko tinggi terkena palsi serebral, harus diperhatikan beberapa penanda awal yang
dapat membantu penegakan diagnosis sedini mungkin seperti tabel berikut :
Tabel 4. Penanda Awal Palsi Serebral pada Bayi yan Mempunyai Faktor Risiko

1. Episode-episode tangisan histeris, gerakan mengunyah, bibir mengatup,


sensitivitas berlebihan terhadap cahaya dan suara, dan reflex Moro spontan.
2. Postur tonik leher yang persisten lebih dari 4 minggu.
3. Tangan mengepal dengan ibu jari aduksi dan fleksi lebih dari 8 minggu.
4. Tidak ada gerakan agitasi tungkai selama 6-12 minggu
5. Abnormalitas tonus (umumnya hipertonus, tapi terkadang hipotonus) yang dinilai
dari scarf sign dan sudut yang bervariasi
6. Persistensi reflex primitive/ automatis selama lebih dari 4-5 bulan (reflex Moro,
reflex menggenggam, reflex leher tonik asimetris
7. Asimetri persisten dari postur, tonus, gerakan, dan reflex
8. Perkembangan kepala lambat

Sementara itu, menurut Illingworth (1987), diagnosis palsi serebral ditegakkan


dengan cara sebagai berikut:
1. Tipe Spastik
a. Umur 3 bulan pertama
- Pada masa neonatal, perhatikan gerakan bayi. Pada bayi spastik, terdapat
gerakan yang terbatas. Pada bayi spastik kuadriplegia, tampak anggota gerak
bawah dalam keadaan ekstensi dan lengan terletak kaku di dekat badan. Pada
bayi dengan hemiplegi, satu tangannya terletak erat di dekat badan dan terdapat
gerak asimetris.
- Amati bentuk kepala, ekspresi wajah, dan perhatian bayi, terhadap
sekelilingnya, lakukan pengukuran lingkar kepala, bila lingkaran kepala kecil
berkaitan dengan retardasi mental.
- Angkatlah bayi dalam posisi telentang, maka kepala bayi akan terkulai; tangan
dan kaki tergantung bebas tanpa disertai fleksi pada siku atau lutut. Kemudian,
ubah posisi bayi dengan posisi duduk, maka tampak leher terkulai. Gerakkan
bayi ke kanan dan ke kiri, perhatikan kemampuan mengontrol kepala.
Dudukkan bayi dalam posisi condong ke depan, maka bayi akan segera terjatuh
ke belakang karena spasme otot erektor trunkus, gluteus, hamstring.
- Periksa refleks-refleks primitif.
b. Usia 4-8 bulan
- Amati kualitas dan simetrisitas gerakan anak
- Berilah anak kubus / mainan. Perhatikan adanya kekakuan, ketika anak meraih
kubus tersebut.
- Angkatlah anak dengan memegangnya pada setinggi dada di bawah lengan,
maka kaki akan tampak ekstensi.
- Letakkan anak pada posisi terlentang, lakukan tes knee jerk, abduksi paha,
dorso fleksi sendi kaki; periksa adanya klonus. Pada anak dengan hemiplegi,
akan tampak anggota gerak lebih pendek dan lebih dingin pada perabaan.
- Perhatikan apakah terdapat tanda-tanda retardasi mental.
- Ukurlah lingkaran kepala
- Lakukan tes pendengaran
c. Umur 9 bulan ke atas
- Perhatikan gejala-gejala tersebut di atas.
- Berilah anak mainan kubus, suruh anak membuat menara dari kubus tersebut,
perhatikan adanya tremor atau ataksia. Dapat pula anak diberi benang dan
manik-manik; suruh anak meronce, misalnya membuat kalung.
- Bila anak sedang berdiri atau berjalan, perhatikan apakah anak berjalan dengan
ujung jari kaki atau apakah ada kelainan cara berjalan anak.
- Berdirikan anak pada satu kaki, bila ada hemiplegi akan tampak jelas.
- Perhatikan adanya retardasi mental.
2. Tipe atheoid
Palsi serebral tipe athetoid tidak mungkin didiagnosis sebelum gerakan athetosis
timbul. Bentuk khas kelainan ini adalah berupa ekstensi pada siku dan pronasi pada
pergelangan tangan. Tonus ekstensor meningkat, sehingga kepala terkulai kalau anak
didudukkan dari posisi tidur. Tipe ini sering disertai kesulitan mengisap dan menelan.
Pada minggu-minggu pertama kehidupan, biasanya terdapat keterlambatan gerakan
motorik; kadang-kadang disertai bangkitan opistotonus. Gerakan athetosis dapat
diamati kapan saja setelah anak berumur 6 bulan, tetapi tersering setelah 1 tahun.
Adanya kelainan ini dicurigai apabila terdapat ataksia ketika anak meraih benda.
Setelah umur satu tahun, pada umumnya terdapat kesulitan untuk pandangan vertikal,
serta terdapat hypoplasia enamel gigi susu, dan tuli pada nada tinggi. Reaksi plantar
dan knee jerk normal, karena traktus piramidalis tidak terkena
3. Tipe rigid
Ciri khas tipe ini adalah rigiditas pada semua ekstremitas dan tidak ditemukan tanda-
tanda traktus piramidalis. Kelainan ini biasanya disertai retardasi mental.
4. Tipe ataksia
Pada tipe ini, terdapat tanda-tanda ataksia ketika anak meraih benda, pada waktu
duduk atau ketika berjalan
5. Tipe hipotonik
Merupakan bentuk palsi serebral yang jarang dijumpai dam sering dikelirukan dengan
hipotonia. Hampir semua anak dengan kelainan ini mengalami retardasi mental.
Lingkar kepalanya kecil. Terdapat gerakan-gerakan yang meningkat; fit terdapat pada
sepertiga kasus. Reaksi plantar adalah ekstensor dan knee jerk meningkat sehingga
dapat menyingkirkan hipotonia kongenital dan sindrom WerdnigHoffmann.

VI. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan mata dan pendengaran
2. Pemeriksaan serum antibodi terhadap TORCH, dan HIV
3. Foto X-ray, CT Scan atau MRI kepala
4. EEG, EMG, dan BERA
5. Analisis kromosom
6. Tes untuk mencari kemungkinan penyakit metabolik
7. Penilaian psikologik
8. Algoritma evaluasi serebral palsi

VII. Diagnosis Banding


Tabel 5. Diagnosis Banding Palsi Serebral dengan Penyakit Degeneratif Susunan Saraf

Diagnosis Ciri-ciri Tes diagnostik


Defisiensi arginase Tidak ada onset neonatal; diplegia Pengukuran asam
spastik progresif; demensia amino menunjukkan
peningkatan konsentrasi
arginine dramatis;
peningkatan kadar
ammonia (interval : 85-
170 mcg per dl atau 50-
100μmol per L)
Asiduria glutaric Distonia progresif; koreoatetosis; Pemeriksaan serum atau
tipe 1 gangguan pergerakan progresif selama urin untuk melihat
1 atau 2 tahun pertama adanya glutamate
Juvenile neuronal Onset setelah 5 tahun, kemunduran Karakteristik pada
ceroidipofuscinosi progresif kemampuan kognitif; gejala fibroblast kulit atau
s (VogtSpielmeyer ekstrapiramidal progresif (kekakuan, limfosit darah
disease) kejang, gangguan penglihatan)
Juvenile variant of Penuruanan performa di sekolah, Enzim sulfatase
metachromatic paraparesis progresif lambat lisosomal
leukodystophy
Sindroma Lesch- Gangguan metabolism purin X-linked; Pemeriksaan enzim
Nyhan koreoatetosis; mutilasi diri; asam urat hipoxantin-guanin
atau Kristal oranye pada urin; retardasi fosforibosiltransferase
mental (IQ< 60)
Gangguan Ataksia; neuropati; retinitis Mutilasi titik DNa
mitokondrial pigmentosa mitokondrial pada
lokasi 8933
Penyakit Niemann- Gangguan metabolisme kolesterol Gangguan esterifikasi
Pick Tipe C intraseluler resesif autosomal; 70% kolesterol pada
onset awal remaja; hilangnya gerakan fibroblast kulit; gen
mata vertikal; koreoatetosis; tremor pada kromosom 18
Penyakit Klasifikasi leukodistrofi; campuran Defisiensi protein
Pelizaeus- gejala piramidal dan ekstrapiramidal; proteolipid (protein
Merzbacher x-linked; progresif lambat; nystagmus myelin primer)
pendular; koreoatetosis; mikrosefali;
kuadriparesis spastik
Sindroma Rett Terutama pada perempuan; gejala Diagnosis Klinis
autistic; koreoatetosis; spastisitas
progresif; hilangnya fungsi tangan
yang mengakibatkan tangan yang
menggenggam terus/gerakan seperti
mencuci tangan; progresi lambat

VIII. Tata Laksana


Perlu ditekankan pada orangtua bahwa tujuan pengobatan palsi bukan membuat anak
inenjadi seperti anak normal lainnya, melainkan mengembangkan sisa kemampuan yang
ada pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan
aktivitas schari-hari tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan. Dengan demikian, dalam
menangani anak dengan palsi serebral, harus diperhatikan berbagai aspek dan diperlukan
kerjasama multidisiplin seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah ortopedi, bedah
saraf, psikologi, rehabilitasi medis, terapis (fisio, okupasi, wicara), pekerja sosial, dan
guru sekolah luar biasa. Selain itu, juga harus disertakan peranan orangtua dan
masyarakat.
Secara garis besar, penatalaksanaan anak dengan palsi serebral adalah sebagai berikut:
1. Aspek medis
a. Aspek medis umum:
- Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita palsi serebral,
karena anak sering mengalami kelainan pada gigi, kesulitan menelan, dan anak
sukar untuk menyarakan keinginan untuk makan. Pemantauan rutin kenaikan
berat badan anak sangat perlu.
- Perawatan kesehatan rutin perlu dilaksanakan, seperti imunisasi, pengobatan
kalau sakit, menjaga kebersihan personal, dan lainnya. Konstipasi sering terjadi
pada anak ini. Dekubitus dapat terjadi pada penderita yang posisinya jarang
diubah-ubah.
b. Terapi dengan obat-obatan.
Terapi dengan obat-obatan ditujukan untuk mengatasi spastisitas umum,
seperti pada tabel berikut.
Golongan Obat Nama Obat Cara Kerja
Muscle relaxants Baclofen dan trolene Analog GABA menghambat
influx Ca dan menghambat
pelepasan neurotransmitter
Benzodiazepins Diazepam Menekan SSP dengan terikat
pada reseptor GABA
Anticholergic Trihexyphenyldyl Menghambat aktivitas
agents kolinergik pusat, sehingga
dapat mengatasi tremor
Dopamine Levodopa Memblok impuls saraf
prodrugs kolinergik yang berfungsi
langsung pada otot
Anticonvulsant Levitaracetam, Terminasi kejang secara
agents oxycarbazepine, valproac klinis dan elektrik serta
acid, phenobarbital mencegah berulangnya
kejang
Alpha 2 adrenergic Tizanidine Inhibisi glisin, menurunkan
agonist agents eksitasi asam amino dan
substansi P
Farmakoterapi untuk pengobatan spastisitas pada palsi serebral diberikan
dengan tujuan terapi lokal dan umum. Spastisitas lokal diterapi dengan cara
menyuntikkan toksin botulinum tipe A (botox A). Cara kerja botox A adalah
berikatan dengan reseptor terminal di saraf motorik yang kemudian menghambat
pelepasan asetilkolin, sehingga menghambat transmisi impuls pada jaringan
neuromuskular. Penyuntikan botox A pada ekstremitas atas terbukti dapat
mengurangi spastisitas selama1 sampai 3 bulan, sedangkan pada ekstremitas
bawah dibutuhkan dosis botox A yang lebih besar. Penyuntikan dilakukan pada
otot yang spastis dan sedekat mungkin dengan motor endplate. Efek samping
terapi ini adalah nyeri pada lokasi penyuntikan, kelemahan yang berlebihan,
ketidakstabilan dan juga bisa terjadi inkontinensia urin dan disfagi.
Pada anak palsi serebral dengan spastisitas umum, dapat diberikan
farmakoterapi. anrara lain obat golongan antiparkinson, antispastisitas,
antikonvulsan, antidopamin, dan antidepresan. Baclofen oral-walaupun masih
kontroversial dalam mengurangi spastisitas-telah digunakan oleh para klinisi.
Efek samping baclofen antara lain adala sakit kepala, muntah, disorientasi, agitasi,
dan irritabilitas.
Diazepam diberi peroral. Perbaikan setelah 3 minggu pemberian.
Pemberian jangka panjang memberikan efek samping mengantuk, hipersalivasi,
dan kelemahan secara umum. Diazepam direkomendasikan untuk pengobatan
jangka pendek karena tidak didapatkan cukup bukti bahwa pemakaian diazepam
jangka panjang dapat memperbaiki spastisitas.
c. Terapu melalui pembedahan ortopedi
Tindakan ortopedi dapat membantu banyak hal, misalnya tendon yang memendek
akibat kekakuan/ spastisitas otot, rasa sakit yang terlalu mengganggu dan tidak
dapat diatasi dengan fisioterapi. Tujuan tindakan bedah adalah stabilitas,
melemahkan otot yang terlalu kuat, atau memperbaiki fungsi.
d. Fisioterapi
Fisioterapi adalah terapi yang dilakukan dengan prinsip dasar memberikan
stimulais secara terus-menerus pada sel saraf yang masih ada agar membentuk
sinapsdan selubung myelin selama pertumbuhan otak yg tersisa. Tindakan
tersebut bertujuan agar sel-sel saraf yang tersisa dapat menggantikan fungsi sel
saraf yang telah rusak. Beberapa literature menjelaskan bahwa fisioterapi
mempunyai efek positif untuk memperbaiki spastisitas pada anak palsi serebral.
Fisioterapi merupakan terapi yang membutuhkan ketekunan orang tua, bukan
hanya ketekunan terapis. Fisioterapi dikatakan memberikan hasil yang baik,
kemungkinan karena adanya respon reorganisasi pada korteks melalui eksitasi
kortikospinal.
- Teknik tradisional
Latihan ini meliputi latihan rentang gerak sendi, stretching, latihan
penguatan, dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan
berdiri, latihan berpindah, dan latihan jalan. Contoh : teknik dari Deaver
- Motor function training dengan menggunakan sistem khusus yang
umumnya dikelompokkan sebagai neuromuscular facilitation exercise.
Pada latihan ini, digunakan pengetahuan neurofisiologi dan
neuropatologi dari reflex, untuk mencapai postur dan gerak yang
dikehendaki. Secara umum, konsep latihan ini berdasarkan pada prinsip
bahwa, dengan beberapa bentuk stimulasi, akan ditimbulkan reaksi otot
yang dikehendaki, yang kemudian bilaini dilakukan berulang-ulang akan
berintegrasi ke dalam pola gerak motorik yang bersangkutan. Contoh :
teknik dari Phelps, Fay-Doman, Bobath, Brunnstorm, Kabat-Knott-Vos
e. Terapi okupasi
Terapi ini terutama untuk latihan melakukan aktivitas sehari-hari, evaluasi
penggunaan alat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktivitas bimanual.
Latihan bimanual ini dimaksudkan agar menghasilkan pola dominan pada salah
satu sisi hemisfer otak.
f. Ortotik
Digunakan brace dan bidai, tongkat ketiak, tripod, walker, kursi roda, dan
lainnya. Masih ada pro dan kontra untuk program bracing ini. Secara umum,
program bracing ini bertujuan untuk :
- Menstabilkan, terutama bracing untuk tungkai dan tubuh
- Mencegah kontraktur
- Mencegah kembalinya deformitas setelah operasi
- Membuat tangan lebih berfungsi.
g. Terapi wicara
Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini diperkirakan berkisar antara
30%-70%. Gangguan bicara di sini dapat berupa disfonia, disritmia, disartria,
disfasia, dan bentuk campuran, Terapi wicara dilakukan oleh ahli terapi wicara.
2. Aspek nonmedis
a. Pendidikan
Mengingat, selain kecacatan motorik, palsi serebral juga sering disertai kecacatan
mental, pada umumnya pendidikan anak memerlukan pendidikan khusus (SLB
D).
b. Pekerjaan
Tujuan ideal suatu usaha rehabilitasi adalah penderita dapat bekerja secara
produktif, schingga dapat berpenghasilan untuk membiayai hidupnya. Mengingat
kecacatannya, sering kali tujuan tersebut sulit dicapai. Namun, meskipun dari segi
ekonomis tidak menguntungkan, pemberian kesempatan kerja tetap diperlukan,
agar dapat membangkitkan harga diri bagi penderita yang bersangkutan.
c. Problem sosial
Bila terdapat masalah sosial, diperlukan pekerja sosial untuk membantu
menyelesaikannya.
d. Lain-lain
Hal-hal lain, seperti rekreasi, olahraga, kesenian dan aktivitas-aktivitas
kemasyarakatan perlu juga dilaksanakan oleh penderita palsi serebral.
3. Terapi alternatif
Saat ini modalitas terapi yang sedang berkembang adalah terapi sel punca (stem
cell). Uji klinis dengan hewan coba memperlihatkan hasil yang sangat menjanjikan.
Pada prinsipnya, kerusakan sel saraf akan mengakibatkan terjadinya leukodistrofi
yang membuat fungsi mielinisasi menghilang. Terapi sel punca diharapkan dapat
menggantikan sel-sel mielogenik secara langsung dengan memberikan sel
oligodendrosit dan sel sel saraf lain vang dapat menunjang kehidupan sel tersebut,
terutama untuk memproduksi enzim dan membuat suasana yang kondusif. Sel punca
yang diberikan dapat berasal dari darah tali pusat anak itu sendiri. Beberapa laporan
kasus mengatakan bahwa hasil pemberian sel punca pada anak palsi serebral
memberikan perbaikan fungsional, perilaku, dan bersifat neuroprotektif.
Terapi alternatif lain yang saat ini sedang diteliti adalah memberikan tatalaksana
hiperbarik pada awal proses palsi sercbral. Terapi ini diharapkan dapat memperbaiki
otak yang rusak akibat terjadinya edem jaringan akibat proses hipoksia. Pada
prinsipnya, terapi Ini memberikan kadar oksigen yang terlarut menjadi lebih tinggi.
Terapi hiperbarik masih banyak diteliti dan hasil yang didapatkan belum konsisten.

IX. Prognosis
Prognosis pada penderita cerebral palsy tergantung pada tipe dan komplikasinya
a. Tipe tetraplegi : ad vitam dan ad functionam malam
b. Tipe hemiparesis/diparesis ringan : ad bonam
Menurut Lundy dkk (2009) prognosis anak palsi serebral bergantung pada umur dan
tingkat kemampuan pasien pada saat diagnosis ditegakkan. Anak tidak dapat duduk
sampai umur 4 tahun , maka hampir 99% dapat dipastikan anak tidak akan dapat berdiri
atau berjalan. Anak tidak dapat mengontrol kepala sampai umur 1 tahun, biasanya tidak
akan dapat berdiri atau berjalan dengan sempurna. Anak dapat duduk pada umur 2 tahun,
maka hampir 100% anak akan dapat duduk dan berjalan nantinya. Prognosis paling baik
pada derajat fungsional ringan. Prognosis bertambah berat apabila diseriai retardasi
mental, bangkitan kejang gangguan penglihatan dan pendengaran.
Kesembuhan-dalam arti regenerasi otak yang sesungguhnya-tidak pernah terjadi
pada palsi serebral. Namun, akan terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak
yang sehat sebagai kompensasinya. Pada pengamatan jangka panjang terdapat tendensi
perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik mengikuti bertambahnya umur anak yang
mendapat stimulasi dengan baik.
Prognosis anak palsi serebral juga dapat dinilai berdasarkan keberhasilan terapi.
Pengukuran keberhasilan terapi palsi serebral dapat dinilai dengan menurunnya tingkat
keparahan penyakit berdasarkan GMFCS RE.

X. Kompetensi Dokter Umum


Gambar 1. Kompetensi Cerebral Palsy

Sumber : [ CITATION Div12 \l 1033 ]


Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

A. PERTUMBUHAN
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran, jumlah sel, dan jaringan
pembentuk tubuh lainnya sehingga ukuran fisik dan bentuk tubuh bertambah sebagian atau
keseluruhan.
Pertumbuhan dapat dinilai dengan mengukur
1. Tinggi badan/panjang badan
2. Berat badan
3. Lingkar kepala.
4. Lingkar lengan atas

Ciri-ciri pertumbuhan
1. Perubahan ukuran (BB, TB, LK, organ-organ tubuh)
2. Perubahan proporsi (Kepala, titik pusat tubuh)

3. Hilangnya ciri-ciri lama (kel. Timus, gigi susu, rf. Primitif)


4. Timbulnya ciri baru (gigi tetap, seks sekunder)
Acuan yang digunakan untuk pertumbuhan tiap kelompok usia dapat berbeda. Saat ini
Indonesia menggunakan kurva pertumbuhan milik Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk
anakusia 0-5 tahun dan kurva dari Center for Disease Control Prevention (CDC,2000) untuk
anak usis 5-20 tahun. Indikator yang umum digunakan di Indonesia adalah berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB), meski ada juga indikator lain seperti tinggi badan menurut
usia (TB/U), dan berat badan menurut usia (BB/U).
KURVA WHO
KURVA CDC
B. PERKEMBANGAN
Kembang/perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh
menjadi  lebih kompleks, contohnya kemampuan bayi bertambah dari berguling menjadi
duduk, berdiri, dan berjalan. Kemampuan ini harus sesuai dengan umurnya, 
disebut tonggak perkembangan anak.
Perkembangan merupakan hasil kematangan dari hubungan berbagai sistem tubuh.
Untuk dapat berbicara, misalnya, dibutuhkan kematangan hubungan antara sistem saraf
pusat dengan pita suara, otot- otot daerah mulut dan lidah, serta kemampuan untuk
memproses kata –kata dan memahaminya.  Perkembangan dimulai dari yang paling
sederhana hingga makin kompleks. Anak awalnya akan mengoceh tanpa arti, kemudian
mulai mengucap satu kata, serta akhirnya mulai memahami kata –kata lain dan bisa
berbicara satu kalimat penuh.
Ada beberapa tahapan perkembangan yang biasanya mudah diingat orang tua.
Contohnya, untuk gerak kasar adalah kemampuan bayi tengkurap, duduk, berdiri, kemudian
berjalan. Untuk gerak halus adalah kemampuan mata bayi mengikuti gerak benda,
kemampuan memegang dan menggenggam, menjimpit hingga kemampuan menulis dan
menggambar.
Kemampuan bicara dan bahasa daoat dilihat dari jumlah suku kata yang sudah diketahui
anak. Secara kasar, pada usia 9-12 bulan, seorang anak bisa menyebut 2-3 suku kata
berulang tanpa arti. Pada usia dua tahun telah mampu merangkai kalimat yang terdiri atas
dua kata. Kemudian, kemampuan sosialiasi, dan kemandirian seorang anak dapat dilihat dari
apakah ia mengenali anggota keluarganya, takut atau menangis bila melihat orang yang tidak
dikenal, hingga mulai belajar untuk makan dan minum sedikit.
Imunisasi
DAFTAR PUSTAKA

Divisi Standar Pendidikan Profesi Konsil Kedokteran - KKI , 2012. Standar Kompetensi Dokter
Indonesia. Jakarta: Indonesian Medical Council .
Hasan, R. & Alatas, H., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. 3 ed. Jakarta: Infomedika.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Pentingnya Memantau Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak Bagian 1. (diakses: http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/pentingnya-
memantau-pertu mbuhan-dan-perkembangan-anak-bagian-1, 23 Mareth 2020)
Munir, B., 2017. Nerulogi Dasar. 2 ed. Jakarta: Sagung Seto.
Onigbanjo, Mutiat T. dan Susan Feigel. 2020. Nelson Textbook of Pediatrics 21st edition,
Chapter 22. Canada: Elsevier Inc.
Soetjiningsih & Ranuh, I. G., 2013. Tumbuh Kembang Anak. 2 ed. Jakarta: EGC.
Jawaban Anmal :
1. Apa kemungkinan penyebab dari anak usia 20 bulan belum bisa duduk, berbicara dan
tidak menoleh saat dipanggil, belum dapat memegang benda, serta memasukkan makanan
ke mulut dan bertepuk tangan?
Etiologi yang pasti sulit diketahui, karena kadang-kadang terdapat lebih dari satu etiologi,
karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan yang teliti. Cerebral palsy dapat
disebabkan oleh faktor genetik ataupun faktor lainnya.
a. Prenatal : Penyebab 70 -80% kasus CP; faktor genetik, keracunan, terkena radiasi,
infeksi TORCH, dll.
b. Perinatal : hyperbilirubinemia (jaundice selama periode neonatal dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen dengan cerebral palsy akibat masuknya
bilirubin ke ganglia basal), prematuritas (bayi kurang bulan mempunyai
kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak di bandingkan bayi cukup
bulan karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih
belum sempurna), trauma kelahiran, asfiksia, dll.
c. Postnatal : trauma kepala, tenggelam, infeksi pada 6 bulan kelahiran, malnutrisi,
dll.
Menurut Zeldin dkk (2011) dan Kini RP (2009) menyatakan faktor risiko cerebral palsy
sebagai berikut.
1. Faktor ibu
a. Siklus menstruasi yang panjang
b. Riwayat keguguran sebelumnya
c. Riwayat bayi lahir mati
d. Ibu dengan retardasi mental
e. Ibu dengan penyakit tiroid, terutama defisiensi yodium
f. Kejang pada ibu
g. Riwayat melahirkan anak dengan berat badan kurang dari 200 gram
h. Riwayat melahirkan anak dengan defisit motorik, retardasi mental, atau defisit
sensori.
2. Faktor Pranatal
a. Polihidramnion
b. Ibu dalam pengobatan hormon tiroid, estrogen, atau progesterone
c. Ibu dengan proteinuria atau hipertensi
d. Ibu terpapar merkuri
e. Multiple/ malformasi kongenital mayor pada bayi/ kelainan genetik
f. Bayi laki-laki/ kehamilan kembar
g. Perdarahan pada trimester ketiga kehamilan
h. Bayi dengan retardari pertumbuhan intrauterine (IUGR)
i. Infeksi virus kongenital (HIV, TORCH)
j. Radiasi
k. Asfiksia intrauterine (abrupsio plasenta, plasenta previa, masalah pada
plasenta, anoksia maternal, kelainan umbilicus, ibu hipertensi, toksemia
gravidarum)
l. DIC oleh karena kematian prenatal pada salah satu bayi kembar
3. Faktor Perinatal
a. Bayi premature; umur kurang dari 30 minggu (bayi kurang bulan mempunyai
kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak di bandingkan bayi
cukup bulan karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan
lain-lain masih belum sempurna)
b. Berat badan bayi kurang dari 1500 gram
c. Korioamnionitis
d. Bayi lahir bukan letak kepala
e. Asfiksia perinatal hebat
f. Keadaan hipoglikemia lama atau menetap
g. Kelainan jantung bawaan sianosis
4. Faktor Pascanatal
a. Infeksi (meningitis, ensefalitis, yang terjadi pada 6 bulan pertama kehidupan)
b. Perdarahan intracranial (pada bayi premature, malformasi pembuluh darah
atau trauma kepala)
c. Leukomalasi periventricular
d. Hipoksik-iskemik (pada aspirasi mekonium), HIE (Hipoxic Ischemic
Ensefalopati)
e. Kern-icterus (jaundice selama periode neonatal dapat menyebabkan kerusakan
otak permanen dengan cerebral palsy akibat masuknya bilirubin ke ganglia
basal)
f. Persisten fetal circulation atau persistent pulmonary hypertension of the
newborn
g. Penyakit metabolic
h. Racun : logam berat, gas CO

2. Apa dampak pemberian susu formula sejak usia 2 bulan selang seling dengan ASI?

Dampak negatif dari pemberian MP-ASI dini menurut riset yang dilakukan oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan diketahui, bayi ASI parsial lebih banyak
yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas daripada bayi ASI predominan. Hal ini akan
berdampak terhadap kejadian infeksi yang tinggi, seperti diare, infeksi saluran napas, alergi,
hingga gangguan pertumbuhan. Asupan nutrisi yang tidak tepat juga akan menyebabkan anak
mengalami malnutrisi yang akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Sumber
: [ CITATION Fit13 \l 1033 ]
Fitriana, E., Anzar, J., Nazir, H. & Theodorus, 2013. Dampak Usia Pertama Pemberian Makanan
Pendamping ASI Terhadap Status Gizi Bayi Usia 8-12 Bulan di Kecamatan Seberang Ulu I Palembang. Sari
Pediatri, 15(4), pp. 249-253.

Anda mungkin juga menyukai