PENDAHULUAN
A. Konsep medis
1. Definisi Kejang pada Neonatus
Kejang adalah serangkaian spasme otot involunter yang menyebabkan tubuh sering
kaku. Kejang disebabkan oleh impuls listri abnormal di otak yang biasanya disertai
kehilangan kesadaran atau konfusi sementara (Paula Kelly, 2010)
Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28
hari sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak dalam Maryunani & Puspita Sari, 2013).
Menurut Johnston (2007), kejang pada neonatus adalah kejang yang terjadi dalam 4
minggu pertama kehidupan dan paling sering terjadi pada 10 hari pertama kehidupan.
Kejang tersebut berbeda dengan kejang yang terjadi pada anak atau orang dewasa karena
kejang tonik-klonik umum cenderng tidak terjadi pada bulan pertama kehidupan.
Kejang pada neonatus bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari
gangguan saraf pusat, lokal atau sistemik. Kejang ini merupakan gejala gangguan syaraf
dan tanda penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang
dapat mengakibatkan gejala sisa yang menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut
diketahui harus segera di obati. Hal yang paling penting dari kejang pada bayi baru lahir
adalah mengenal
Perdarahan intrakranial yang terjadi pada bayi prematur dan berat badan lahir
rendah akan menimbulkan gejala dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam
sebagai gangguan respirasi, kejang tonik umum, pupil terfiksasi, kuadriparesis flaksid,
deserebrasi, dan stupor atau koma dalam.
b. Asfiksia
Asfiksia perinatal menyebabkan terjadinya ensefalopati hipoksik-iskemik dan
merupakan masalah neurologis yang penting pada masa neonatal, dan menimbulkan
gejala sisa neurologis di kemudian hari. Kejang yang terjadi akibat ensefalopati hipoksik-
iskemik biasanya terjadi dalam 24 jam pertama (Sudarti&Afroh, 2013). Asfiksia
intrauterin adalah penyebab terbanyak ensefalopati hipoksik-iskemik. Hal ini karena
terjadi hipoksemia, kurangnya kadar oksigen ke jaringan otak. Kedua keadaan tersebut
dapat terjadi secara bersama-sama, yang satu dapat lebih dominan tetapi faktor iskemia
merupakan faktor yang paling penting dibandingkan hipoksemia. Ensefalopatik hipoksik-
iskemik adalah terminologi yang digunakan untuk menggambarkan kelainan
neuropatologik dan klinis yang terjadi pada bayi baru lahir akibat asfiksia.
c. Trauma dan Perdarahan Intrakranial
Trauma dan perdarahan intrakranial biasanya terjadi pada bayi yang besar yang
dilahirkan oleh ibu dengan kehamilan primipara. Hal ini terjadi pada partus lama,
persalinan yang sulit disebabkan oleh kelainan kedudukan janin dalam rahim atau
kelahiran presipitatus sebelum serviks uteri membuka cukup lebar. Pada bayi berat lahir
rendah dengan berat badan <1500 gram biasanya perdarahan terjadi didahului oleh
keadaan asfiksia. Selain itu perdarahan juga bias terjadi akibat persalinan dengan tindakan
(vacuum ekstraksi dan forcep). Perdarahan intracranial terdiri dari :
d. Infeksi
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan,
atau
segera sesudah lahir. Infeksi dalam rahim terjadi karena infeksi primer dari ibu
seperti toxoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, dan herpes. Selama persalinan atau
segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi oleh virus herpes simpleks, virus
Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B yang dapat menyebabkan ensefalitis dan
meningitis. Selain itu infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan alat-alat selama
prses persalinan tidak steril.
f. Gangguan Metabolik
Gangguan metabolik yang menyebabkan kejang pada bayi baru lahir adalah
gangguan metabolisme glukosa, kalsium, magnenisum, elektrolit, dan asam amino.
Gangguan metabolik ini terdapat pada 73% bayi baru lahir dengan kerusakan
otak. Berkurangnya level glukosa dari nilai normal merupakan keadaan tersering
penyebab gangguan metabolik pada bayi baru lahir. Berbagai keadaan gangguan
metabolik yang berhubungan dengan kejang pada neonatus adalah:
1) Hipoglikemia
Bayi dengan kadar glukosa darah < 45 mg/dL disebut hipoglikemia. Kadar
glukosa darah normal pada bayi adalah 45-60 mg/dl. Hipoglikemia yang
berkepanjangan dan berulang dapat mengakibatkan dampak yang menetap pada
Sistem Syaraf Pusat. Bayi baru lahir yang mempunyai risiko tinggi untuk menjadinya
hipoglikemia adalah bayi kecil untuk masa kehamilan, bayi besar untuk masa
kehamilan dan bayi dari ibu dengan Diabetes Melitus atau bayi dengan penyakit berat
seperti asfiksia dan sepsis. Hipoglikemia dapat mnejadi penyebab dasar pada kejang
bayi baru lahir dengan gejala neurologis seperti apnea, letargi, hipotoni, sianosis,
reflek hisap bayi lemah dan jiternes.
2) Hipokalsemia
Hipokalsemia jarang menjadi penyebab tunggal kejang pada neonatus.
biasanya hipokalsemia disertai dengan gangguan lain, misalnya hipoglikemia,
hipomagnersemia, atau hipofosfatemia. Hipomagnesemia dan hipokalsemia sering
terdapat bersamaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia dan bayi dari ibu dengan
Diabetes Melitus. Hipokalsemia didefinisikan kadar kalsium < 7,5 mg/dL, biasanya
asimptomatis. Sering berhubungan dengan prematuritas atau kesulitan persalinan dan
asfiksia. Bila kejang pada bayi berat lahir rendah yang disebabkan oleh hipokalsemia
diberikan Kalsium glukonat kejang masih belum berhenti harus dipikirkan adanya
hipomagnesemia. Hipokalsemia terjadi pada masa dini dijumpai pada bayi berat lahir
rendah, ensefalopati hipoksik-iskemik, bayi dari ibu dengan diabetes melitus, bayi
yang lahir akibat komplikasi berat terutama karena asfiksia.
3) Gangguan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit terutama natrium menyebabkan
hiponatremia ataupun hipernatremia yang kedua-duanya merupakan penyebab
kejang. Hiponatremia
dapat terjadi bila ada gangguan sekresi dari anti diuretik hormon (ADH) yang tidak
sempurna. Hal ini sering terjadi bersamaan dengan meningitis, meningoensefalitis,
sepsis, dan perdarahan intrakranial. Hiponatremia dapat terjadi pada diare akibat
pengeluaran natrium berlebihan, kesalahan pemberian cairan pada bayi, dan akibat
pengeluaran keringat berlebihan. Hipernatremia terjadi bila pemberian natrium
bikarbonat berlebihan pada koreksi asidosis dengan dehidrasi.
g. Pengaruh Pemberhentian Obat (Drug withdrawal)
Kecanduan metadon pada ibu hamil sering dikaitkan dengan kejang bayi
baru lahir karena efek putus obat dari kecanduan heroin. Ibu yang ketagihan dengan
obat narkotik selama hamil, bayi yang dilahirkan dalam 24 jam pertama terdapat
gejala gelisah dan kejang.
ke otak meningitis
edema dan kalsium dlm penurunan
hematom hipocsic ischemic darah energi ke
ensefalopathy menurun otak
(HIE)
menekan risiko ketidakseimbangan kadar glukosa
jaringan otak darah
Problem Kolaboratif Kejang
7. Penatalaksanaan
a. Manajemen Terapi
Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir gangguan
fisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini melibatkan
bantuan ventilasi dan perfusi, jika dibutuhkan, dan koreksi keadaan hipoglikemia,
hipokalcemia atau gangguan metabolik lainnya.
Kebanyakan bayi diterapi dan dimonitor hanya berdasarkan pada diagnosis
klinis saja, tanpa melibatkan penggunaan EEG. Penggunaan EEG yang kontinyu
menunjukkan bahwa masalah pada kejang elektrografik adalah sering menetapnya
kejang walaupun setelah dimulainya terapi anti konvulsi.
Manajemen kejang pada neonatus meliputi :
1) Phenobarbital
Penggunaan fenobarbital telah lama dianggap sebagai yang utama untuk
menangani kejang pada neonatus. Pemberian secara intravena dapat dilakukan
secepatnya setelah jalur infus telah terpasang. Konsentarsi serum dapat
ditentukan dengan sangat cepat dan dosis yang lebih jauh lagi dapat diberikan
apabila diperlukan. Absorbsi secara enteral termasuk baik, jadi memudahkan
pemindahan antara administrasi intravena ke pemberian secara oral.
Fenobarbital dimetabolismekan di hepar, sehingga dosis rumatan biasanya harus
dinaikkan 5-8 mg/kg6 karena pada beberapa kasus asfiksia, bayi harus
memulihkan diri dari disfungsi hepar akut. Hipotermia juga menurunkan
metabolisme phenobarbital.
2) Fenitoin
Fenitoin memiliki efektivitas yang sama dengan phenobarbital sebagai
terapi awal kejang neonatus. Namun dikarenakan sulitnya mempertahankan
dosis terapi fenitoin, phenobarbital lebih sering digunakan sebagai terapi awal,
terutama pada kasus akut. Kekurangan lain pada fenitoin adalah tingginya
potensi interaksi dengan obat-obatan yang berikatan dengan protein. Namun,
dosis awal dari fenitoin lebih rendah resikonya untuk menyebabkan efek sedasi
dibandingkan fenobarbital. Fenitoin bercampur kurang baik pada PH netral dan
juga menyebabkan presipitat jika digunakan bersama dextrose, jadi harus
diberikan dengan jalur intravena bebas dextrose. Fenitoin menggunakan jalur
anti kejang yang berbeda dengan phenobarbital, fenitoin menghalangi kanal
natrium sehingga mencegah tembakan neuron berulang. Sedangkan
phenobarbital meningkatkan kemampuan inhibisi.
1. Konsep Dasar Askep
a. Pengkajian
Data Subyektif
1) Identitas pasien meliputi meliputi : nama, no RM, umur, jenis kelamin, alamat, nama
orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan.
2) Keluhan utama
3) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkaji ini dilakukan untuk memperoleh data riwayat kesehatan pasien dari sejak
muncul gejala sampai pasien di rawat.
4) Riwayat kesehatan Lalu
Pengkajian ini sangat diperlukan untuk mencari kemungkinan penyebab atau faktor
pencetus dari kejang. Hal-hal yang perlu dikaji dalam riwayat kesehatan masa lalu
terdiri dari :
Riwayat Prenatal
Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan. Pengkajian ini meliputi:
hamil ke berapa, umur kehamilan, ANC, HPL, HPHT dan kebiasaan ibu selama
kehamilan serta obat-obat yang dikonsumsi ibu selama kehamilan.
Riwayat Intranatal
Untuk mengetahui keadaan bayi saat lahir, penolong, tempat, cara pesalinan,
komplikasi persalinan dan keadaan bayi saat lahir.
Riwayat Post Natal
Untuk mengetahui bagaimana keadaan umum bayi setelah lahir, apakah bayi mampu
beradaptasi atau perlu resusitasi. Selain itu penting diketahui apakah terdapat
kelainan atau trauma akibat proses persalinan.
Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan menurun. selain
itu perlu dikaji apakah anak sebelumnya menderita kejang atau tidak.
Riwayat Sosial Ekonomi
Untuk mengetahui sosial ekonomi keluarga terkait kesanggupan membiayai
perawatan bayinya. Ini merupakan hal yang sangat sensitive karena merupakan salah
satu hal yang meningkatkan kecemasan ibu selain kondisi bayinya.
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
Untuk mengetahi keaadan umum bayi meliputi kesadaraan (sadar penuh,
apatis, gelisah, koma) gerakan yang ekstrem dan ketegangan otot.
c) Suhu
Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak. Nilai batas normal 36,5-37,5 oC.
d) Nadi
Untuk mengetahui nadi lebih cepat atau tidak. Nilai batas normal
120-160x/menit.
e) Respirasi
Untuk mengetahui pola pernafasan. Nilai batas normal 40-60x/menit.
f) Apgar Score
Pemeriksaan khusus apgar score yang dinilai antara lain:
0 1 2
Appariance Sianosis seluruh Sianosis pada Kemerahan
(Warna Kulit) tubuh ekstrimitas
Pulse Tidak ada <100 >100
(Nadi)
Grimace Tidak ada Sedikit perubahan Menangis
(Menyeringai) mimik
Activity Tidak ada Fleksi /sedikit Aktif
(Tonus Otot) angkat tangan
Respon Tidak ada Sedikit nangis Menangis kuat
g) Pemeriksaan sistematis
Kepala
Observasi adanya cepal hematoma dan caput succedaneum sebagai tanda adanya
perdarahan ataupun trauma pada kepala. Selain itu perhatikan bentuk adanya kelaian
pada kepala seperti adanya microchepali dan hidrosefalus yang biasanya dapat
menyebabkan kejang.
Kulit
Observasi turgor dan warna kulit. Perhatikan adanya adanya sianosi dan icterus.
Kejng biasanya juga dapat terjadi pada bayi dengan kadar bilirubin yang meningkat.
Mata
Observasi bentuk mata, perhatikan adanya gerakan yang tidak normal seperti deviasi
bola mata horisontal, dan pergerakan bola mata yang cepat (nystagmus). Selain itu
perhatikan konjungtiva mata.
Hidung
Observasi kondisi hidung secara umum seperti bentuk, jadanya pengeluaran secret
ataupun penumpukan kotoran hidung yang dapat menyebakan sumbatan, perhatikan
juga adanya pernafasan cuping hidung.
Telinga
observasi kebersihan dan bentuk telinga.
Mulut
Observasi kebersihan mulut, lihat adanya hipersaliva atau penumpukan secret yang
dapat menyebabkan sumbatan pada jalan nafas. bservasi adanya kelainan seperti
labioschizis, labiopalatoschizis ataupun labiogenatopalatoschizis. Bila memungkinkan
observasi reflek hisap bayi.
Leher
Observasi adanya pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening dan bendungan
vena jugularis.
Dada
Observasi bentuk dada, RR bayi (normal 40-60 x/menit), pergerakan dada dekstra dan
sisistra. Dengarkan suara pada kedua lapang paru. Dengarkan suara jantung. Catat
adanya suara paru yang tidak normal dan suara jantung tambahan.
Abdomen
Observasi adanya distensi, kondisi tali pusat tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
Genetalia
perhatikan jenis kelamin bayi, bila berjenis kelamin laki-laki perhatikan apakah testis
sudah turun atau belum, terdapat rugae atau tidak. Bila perempuan perhatkan apakah
labia mayor sudah menutupi labia minor.
Ekstrimitas
Observasi jumlah ekstrimitas atas dan bawah lihat adanya polidaktili atau sindaktili,
cyanosis dan clubbing finger. Perhatikan CRT (normal CRT ≤ 3 detik)
Neurologi/Reflek Fisiologis pada Bayi (Wong, Dona L, 2004).
- Reflek Moro
Bayi akan terkejut ketika mendengarkan suara yang keras
- Reflek menggenggam atau reflek gaspin
Bayi reflek menggenggam jari perawat saat diletakan di telapak tangannya.
- Reflek menghisap atau reflek suckhing
Bayi normal yang cukup bulan akan berupaya unuk menghisap setiap benda yang
menyentuk bibirnya.
- Reflek mencari atau reflek rooting
Apabila pipi bayi disentuh ia akan menolehkan kepalanya kesisi yang disentuh.
h) Data Penunjang
Pemeriksaan Darah
- Glukosa Darah (glukosa darah norma pada bayi 45-60 mg/dL
- Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
- Elektrolit (K, Na) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
Kadar normal Kalium 136-145 mmol/L dan kadar Natrium normal 3.50-5.10
mmol/L