Neonatal Seizure
OLEH:
FANJI HELVI PERMANA, S.Kep
A. PENGERTIAN
Neonatal seizure atau kejang neonatal merupakan tingkah laku
paroksismal/sementara yang disebabkan oleh pelepasan hipersinkronisasi dari
sekelompok neuron. Kejang neonatal merupakan manifestasi lahir terbanyak dari
disfungsi neurologis pada bayi yang baru lahir. Kebanyakan kejang neonatal terjadi
hanya selama beberapa hari, dan kurang dari setengah jumlah bayi yang mengalami
akan timbul kejang di masa kehidupan berikutnya. Kejang neonatal dapat dianggap
sebagai reaktif akut(simtomatik akut), dengan demikian istilah “epilepsi neonatal”
tidak digunakan untuk mendeskripsikan kejang neonatal.
Kejang pada neonatal relatif sering terjadi, dengan berbagai manifestasi klinis.
Kemunculannya seringkali merupakan tanda pertama disfungsi neurologis, dan
menjadi prediktor kuat dari gangguan kognitif jangka panjang dan perkembangan.
Kejang pada neonatal biasanya lebih sering disertai demam. Kejang demam atau
febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995).
B. ETIOLOGI
Kejang dapat disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat,
yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis
media akut, bronchitis, dll. Nilai ambang untuk kejang demam ini berbeda untuk tiap
anak dan insiden kejang demam pada suhu dibawah 39˚C sebesar 6,3 % sedangkan
pada suhu diatas 39˚C sebesar 19%. Sehingga dari hal tersebut diatas bisa dikatakan
bahwa semakin tinggi suhu semakin besar kemungkinan untuk kejang. Akan tetapi
secara fisiologis belum diketahui dengan pasti pengaruh suhu ini dan faktor yang
berperan dalam kejang demam pada saat infeksi.
1. Ensefalopati Hipoksik-Iskemik
Dalam hari – hari pertama postnatal, bayi baru lahir normal mungkin dapat
mengalami progress menjadi ensefalopati moderat dengan tingkat kesaddaran yang
berubah (letargi atau stupor dengan reaktifitas) dan hipotonia. Kejang yang mungkin
dapat terjadi pada tahap ini harus dibedakan dengan gerakan abnormal lain, seperti
myoklonus spontan, refleks regang tendon hiperaktif dengan klonus, dan klonus
rahang.
2. Infeksi
1) Meningitis
2) Ensefalitis
Beberapa virus, seperti herpes simpleks virus (HSV) serta enterovirus, dapat
menyebabkan ensefalitis akut dan kejang. Infeksi kongenital, seperti toksoplasmosis
dan infeksi cytomegalovirus, dapat menyebabkan kejang, namuan kejang yang seperti
itu cenderung tejadi terlambat pada periode neonatal dari masa kecil (infancy) awal.
3. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan kejang neonatal pada bayi yang
normal. Hal ini seringkali terjadi dalam konteks kelahiran vagina dari bayi yang di sisi
lain terlihat sehat. Kejang seringkali dimulai selama hari kedua setelah kelahiran.
Computed tomography(CT) dan magnetic resonance imaging(MRI) dapat
menunjukkan darah subarakhnoid pada fossa posterior, di atas konveksitas serebral,
atau keduanya. Pengumpulan darah juga dapat terjadi di sepanjang tentorium. Kejang
tersebut juga biasanya sembuh dengan sendirinya dan memiliki prognosis baik.
4. Infark Serebrovaskular(Stroke)
Perlukaan kortikal dapat terjadi karena oklusi arteri yang menyebabkan
nekrosis semua elemen seluler di sepanjang distribusi dari satu pembuluh darah. Arteri
serebri media merupakan yang paling sering terlibat. Kebanyakan perlukaan dipercaya
disebabkan karena proses embolik atau trombotik. Walaupun penyebab sebenarnya
tidak sering ditemukan, koagulopati, penyakit jantung kongenital, dan trauma
merupakan kelainan terkait yang umum. Saat infark berkembang, parenkim otak
terurai(dissolve) dan terbentuk kavitas/rongga(kista porensefalik). Jika banyak
pembuluh terlibat, ensefalomalasia multikistik atau hidranensefali dapat terjadi.
Tanda-tanda klinis dapat dipahami bervariasi, karena waktu infark dan lokasi
merupakan penentu primer dari temuan klinis
5. Malformasi Serebral
Malformasi serebral merupakan penyebab yang mudah dikenali selama masa
kecil dan waktu bayi baru lahir. Hal ini yang khususnya muncul pada periode neonatal
yang didiskusikan disini. Dengan holoprosensefali, terdapat kegagalan pemisahan
sempurna dari hemisfer serebri dan nuklei abu-abu/nigra, seringkali diasosiasikan
dengan kista dorsal yang terisi cairan. Kejang terjadi Pada kira – kira 50% pasien yang
mengalami holoprosensefali, dan epilepsi yang lebih parah terjadi pada yang
mengalami abnormalitas kortikal displastik tambahan.. (16) Rekaman EEG dari regio
kulit kepala/scalp memperlihatkan (overlying) telensefalon abnormal sering terlihat
benar – benar abnormal., menampakkan spike dan polyspikes ; terus berjalan sebagai
aktivitas alfa, teta, atau delta yang ritmik; asinkron; dan aktivitas beta yang cepat yang
kemugkinan merepresentasikan kejang subklinis.
6. Kelainan Metabolik Sementara
1) Hipoglikemia
Kejang karena hipoglokemia terjadi umumnya pada bayi dengan ibu yang
diabetes atau bayi yang kecil untuk untuk usia gestasionalnya. Kejang dapat fokal dan
sering dimulai pada hari kedua setelah kelahiran. Hipoglikemia dapat terjadi karena
kondisi lain, seperti ensefalopati hipoksik-iskemik atau infeksi . Koreksi hipoglikemia
meredakan kejang dan gejala neurologis yang menyertai seperti kedipan, hipotonia,
dan letargi. Dalam kasus hipoglikemia persisten, evaluasi metabolik dan
endokrinologis harus dilakukan.
2) Hipokalsemia
Cacat metabolisme bawaan pada bayi baru lahir sering berasosiasi dengan
ensefalopati dan kejang. Berbagai macam kelainan seperti itu dapat menyebabkan
kejang neonatal, termasuk defek siklus urea, asiduria organik, dan aminoasidopati.
Hiperamonemia dan asidosis metabolik merupakan tanda dari kelainan serupa.
Penyebab yang jarang termasuk kelainan metabolisme biotin, kelainan peroksisomal,
defisiensi kofaktor molibdenum, defisiensi sulfit oksidase, dan kelainan metabolisme
fruktosa. (21) Kelainan – kelainan tersebut harus dicurigai saat ensefalopati terjadi
pada bayi sehat yang memburuk setelah asupan makanan pertama. Tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi problem metabolik dan mengoreksi defek yang mendasari
kapanpun memungkinkan sembari memberikan antikonvulsan.
Etiologi
Biasanya demam
10-15%
hypertermia
Thermoregulasi tdk
efektif
hipoglikemi hipertensi evaporesis takikardi Gangg. saraf otonom
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PK kejang berulang.
2. Risiko trauma.
3. Hipertermia.
4. Kurang pengetahuan keluarga.
I. PERENCANAAN
1. Diagnosa Keperawatan : PK; kejang berulang.
Tujuan: Perawat mampu mengontrol dan mencegah terjadinya kejang.
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
b. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak).
c. Nadi 110 - 120 x/menit (bayi), 100 - 110 x/menit (anak).
d. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 – 28 x/menit (anak).
e. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional :Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak
menyerap keringat.
2) Berikan kompres dingin.
Rasional: Perpindahan panas secara konduksi
3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll).
Rasional: Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam.
Rasional: Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5) Batasi aktivitas selama anak panas.
Rasional: Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6) Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional: Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
Price & Wilson,1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC. Jakarta.
Wilkinson, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC dan NOC, EGC. Jakarta.