Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

Neonatal Seizure

OLEH:
FANJI HELVI PERMANA, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2010
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN NEONATAL SEIZURE

A. PENGERTIAN
Neonatal seizure atau kejang neonatal merupakan tingkah laku
paroksismal/sementara yang disebabkan oleh pelepasan hipersinkronisasi dari
sekelompok neuron. Kejang neonatal merupakan manifestasi lahir terbanyak dari
disfungsi neurologis pada bayi yang baru lahir. Kebanyakan kejang neonatal terjadi
hanya selama beberapa hari, dan kurang dari setengah jumlah bayi yang mengalami
akan timbul kejang di masa kehidupan berikutnya. Kejang neonatal dapat dianggap
sebagai reaktif akut(simtomatik akut), dengan demikian  istilah “epilepsi neonatal”
tidak digunakan untuk mendeskripsikan kejang neonatal.
Kejang pada neonatal relatif sering terjadi, dengan berbagai manifestasi klinis.
Kemunculannya seringkali merupakan tanda pertama disfungsi neurologis, dan
menjadi prediktor kuat dari gangguan kognitif jangka panjang dan perkembangan.
Kejang pada neonatal biasanya lebih sering disertai demam. Kejang demam atau
febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995).
B. ETIOLOGI
Kejang dapat disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat,
yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis
media akut, bronchitis, dll. Nilai ambang untuk kejang demam ini berbeda untuk tiap
anak dan insiden kejang demam pada suhu dibawah 39˚C sebesar 6,3 % sedangkan
pada suhu diatas 39˚C sebesar 19%. Sehingga dari hal tersebut diatas bisa dikatakan
bahwa semakin tinggi suhu semakin besar kemungkinan untuk kejang. Akan tetapi
secara fisiologis belum diketahui dengan pasti pengaruh suhu ini dan faktor yang
berperan dalam kejang demam pada saat infeksi.
1. Ensefalopati Hipoksik-Iskemik
Dalam hari – hari pertama postnatal, bayi baru lahir normal mungkin dapat
mengalami progress menjadi ensefalopati moderat dengan tingkat kesaddaran yang
berubah (letargi atau stupor dengan reaktifitas) dan hipotonia.  Kejang yang mungkin
dapat terjadi pada tahap ini harus dibedakan dengan gerakan abnormal lain, seperti
myoklonus spontan, refleks regang tendon hiperaktif dengan klonus, dan klonus
rahang.
2. Infeksi
1) Meningitis

Meningitis bakterial dapat menyebabkan kejang yang biasanya terjadi pada


masa-masa akhir minggu pertama postnatal. (3) Patogen bakterial tersering adalah
Streptokokus Grup B, Eschericia coli, dan batang (rods) Gram-negatif lain.
Diperkirakan 25% neonatus yang mengalami sepsis bakterial mengalami meningitis.
(4) Pungsi lumbar untuk analisis dan kultur cairan serebrospinal dilakukan saat
dicurigai meningitis. Derajat abnormalitas latarbelakang EEG, adanya kejang yang
didokumentasikan oleh EEG, dan tingkat kesadaran merupakan prediktor kuat untuk
hasil.

2) Ensefalitis

Beberapa virus, seperti herpes simpleks virus (HSV) serta enterovirus, dapat
menyebabkan ensefalitis akut dan kejang. Infeksi kongenital, seperti toksoplasmosis
dan infeksi cytomegalovirus, dapat menyebabkan kejang, namuan kejang yang seperti
itu cenderung tejadi terlambat pada periode neonatal dari masa kecil (infancy) awal.

3. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan kejang neonatal pada bayi yang
normal. Hal ini seringkali terjadi dalam konteks kelahiran vagina dari bayi yang di sisi
lain terlihat sehat. Kejang seringkali dimulai selama hari kedua setelah kelahiran.
Computed tomography(CT) dan magnetic resonance imaging(MRI) dapat
menunjukkan darah subarakhnoid pada fossa posterior, di atas konveksitas serebral,
atau keduanya. Pengumpulan darah juga dapat terjadi di sepanjang tentorium. Kejang
tersebut juga biasanya sembuh dengan sendirinya dan memiliki prognosis baik.
4. Infark Serebrovaskular(Stroke)
Perlukaan kortikal dapat terjadi karena oklusi arteri yang menyebabkan
nekrosis semua elemen seluler di sepanjang distribusi dari satu pembuluh darah. Arteri
serebri media merupakan yang paling sering terlibat. Kebanyakan perlukaan dipercaya
disebabkan karena proses embolik atau trombotik. Walaupun penyebab sebenarnya
tidak sering ditemukan, koagulopati, penyakit jantung kongenital, dan  trauma
merupakan kelainan terkait yang umum. Saat infark berkembang, parenkim otak
terurai(dissolve) dan terbentuk kavitas/rongga(kista porensefalik). Jika banyak
pembuluh terlibat, ensefalomalasia multikistik atau hidranensefali dapat terjadi.
Tanda-tanda klinis dapat dipahami bervariasi, karena waktu infark dan lokasi
merupakan penentu primer dari temuan klinis

5. Malformasi Serebral
Malformasi serebral merupakan penyebab yang mudah dikenali selama masa
kecil dan waktu bayi baru lahir. Hal ini yang khususnya muncul pada periode neonatal
yang didiskusikan disini. Dengan holoprosensefali, terdapat kegagalan pemisahan
sempurna dari hemisfer serebri dan nuklei abu-abu/nigra, seringkali diasosiasikan
dengan kista dorsal yang terisi cairan. Kejang terjadi Pada kira – kira 50% pasien yang
mengalami holoprosensefali, dan epilepsi yang lebih parah terjadi pada yang
mengalami abnormalitas kortikal displastik tambahan.. (16) Rekaman EEG dari regio
kulit kepala/scalp memperlihatkan (overlying) telensefalon abnormal sering terlihat
benar – benar abnormal., menampakkan spike dan polyspikes ; terus berjalan sebagai
aktivitas alfa, teta, atau delta yang ritmik; asinkron; dan aktivitas beta yang cepat yang
kemugkinan merepresentasikan kejang subklinis.
6. Kelainan Metabolik Sementara
1) Hipoglikemia

Kejang karena hipoglokemia terjadi umumnya pada bayi dengan  ibu yang
diabetes atau bayi yang kecil untuk untuk usia gestasionalnya. Kejang dapat fokal dan
sering dimulai pada hari kedua setelah kelahiran. Hipoglikemia dapat terjadi karena
kondisi lain, seperti ensefalopati hipoksik-iskemik atau infeksi . Koreksi hipoglikemia
meredakan kejang dan gejala neurologis yang menyertai seperti kedipan, hipotonia,
dan letargi. Dalam kasus hipoglikemia persisten, evaluasi metabolik dan
endokrinologis harus dilakukan.
2) Hipokalsemia

Hipokalsemia merupakan penyebab yang umum dilaporkan dari kejang di masa


lalu, merupakan 20% dari 34% kejang neonatal pada 1960-an dan awal 1970. (19)
Kebanyakan bayi yang terkena menunjukkan awitan (onset) kejang hipokalsemik yang
terlambat (usia 4 hingga 14 hari) yang disebabkan karena tingginya kandungan fosfat
formula susu sapi. Problem nutrisi ini menjadi jarang saat perhatian benar – benar
dilakukan pada kalsium : rasio fosfor di formula bayi. Hari ini, kejang hipokalsemia
tidak sering terjadi. (kira – kira merupakan 3% dari total) dan merupakan onset/awitan
awal( 3 hari pertama). (20) Penyebab hipokalsemia juga telah berubah, dengan sekitar
50% kasus berasosiasi dengan defek jantung kongenital. (19) Prematuritas dan
disfungsi endokrin(hiperparatiroidisme maternal atau hipoparatiroidisme idiopatik)
yang merupakan sedikit dari penyebab hipokalsemia. Hipomagnesemia sering
diasosiasikan dengan hipokalsemia, namun ini tidak nampak menyebabkan kejang
dalam isolasi tanpa hipokalsemia.
7. Kelainan Metabolik Persisten/Menetap
1) Cacat Metabolisme Bawaan/Inborn Errors of Metabolism

Cacat metabolisme bawaan pada bayi baru lahir sering berasosiasi dengan
ensefalopati dan kejang. Berbagai macam kelainan seperti itu dapat menyebabkan
kejang neonatal, termasuk defek siklus urea, asiduria organik, dan aminoasidopati.
Hiperamonemia dan asidosis metabolik merupakan tanda dari kelainan serupa.
Penyebab yang jarang termasuk kelainan metabolisme biotin, kelainan peroksisomal,
defisiensi kofaktor molibdenum, defisiensi sulfit oksidase, dan kelainan metabolisme
fruktosa. (21) Kelainan – kelainan tersebut harus dicurigai saat ensefalopati terjadi
pada bayi sehat yang memburuk setelah asupan makanan pertama. Tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi problem metabolik dan mengoreksi defek yang mendasari
kapanpun memungkinkan sembari memberikan antikonvulsan.

2) Epilepsi Tergantung Piridoksin

Epilepsi tegantung piridoksin/pyridoxine-dependent epilepsy(PDE) disebabkan


oleh abnormalitas bawaan pada sintesis yang bergantung piridoksin dari
neurotransmiter inhibitor GABA. Ini merupakan kelainan resesif. Anak yang nampak
dengan kejang frekuen atau status epileptikus pada saat baru lahir atau masa bayi
awal. Kejang susah disembuhkan dengan antikonvulsan konbensional. Kejang dapat
berkembang di dalam janin. Kejang dikontrol hanya dengan pemberian piridoksin
(vitamin B6) dosis tinggi. Di antara kejang, bayi hipotonik, agitasi, dan iritabel.
Mereka mengalami respon mengagetkan(startle) yang parah(exaggerated). Kejang
seringkali parsial dalam awitan(onset)dan generalisasi secara sekunder. Kejang
myoklonik dan spasme infantil juga dapat terjadi. EEG interiktal menunjukkan pola
supresi ledakan dan gelombang perlahan ritmik generalisata.

C. TANDA DAN GEJALA


Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik,
fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai
pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.
D. KOMPLIKASI
1. Kejang berulang.
2. Epilepsi.
3. Hemiparese.
4. Gangguan mental dan belajar.
E. DATA SISTEM PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
 Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali.
 Adakah dispersi bentuk kepala.
 Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum
b. Rambut
 Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
c. Muka/wajah
 Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
 Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus.
 Apakah ada gangguan nervus cranial.
d. Mata
 Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan.
 Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e. Telinga
 Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
 Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas.
 Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.
g. Mulut
 Adakah tanda-tanda sardonicus.
 Adakah cynosis.
 Bagaimana keadaan lidah.
 Adakah stomatitis.
 Berapa jumlah gigi yang tumbuh.
 Apakah ada caries gigi.
h. Tenggorokan
 Adakah tanda-tanda peradangan tonsil.
 Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat.
i. Leher
 Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid.
 Adakah pembesaran vena jugulans
j. Thorax
 Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale.
 Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
k. Jantung
 Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya.
 Adakah bunyi tambahan.
 Adakah bradicardi atau tachycardia.
l. Abdomen
 Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen.
 Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus.
 Adakah tanda meteorismus.
 Adakah pembesaran lien dan hepar.
m. Kulit
 Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya.
 Apakah terdapat oedema, hemangioma.
 Bagaimana keadaan turgor kulit.
n. Ekstremitas
 Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang.
 Bagaimana suhunya pada daerah akral.
o. Genetalia
 Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
b. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
c. Skull Rayi : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang
dan adanya lesi
d. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap
dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
e. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas
kejang, hasil biasanya normal.
f. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma,
cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau
tanpa kontras.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu :
Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam intravena : dosis rata-rata 0,3 mg/kg
Atau
diazepam rectal dosis : 10 kg : 5 mg
bila kejang tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg
tunggu 15 menit

dapat diulang dengan cara/dosis yang sama


kejang berhenti

berikan dosis awal fenobarbital


dosis : neonatus : 30 mg I.M
1 bulan – 1 tahun : 50 mg I.M
 1 tahun : 75 mg I.M
2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital
dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama,
kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media
akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada
pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal,
kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak,
EEG, ensefalografi, dll.
G. PATHWAY/WEB OF CAUTION
Pathway Kejang Demam Pada Anak

Etiologi

Biasanya demam

Metabolisme basal meningkat Kebutuhan O2 meningkat sampai 20%

10-15%

Perubahan difusi K+ & Na+

Perubahan beda potensial mambran sel neuron

Pelepasan muatan listrik neuron otak

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke seluruh sel maupun


membran sel sekitarnya dgn bantuan neurotransiter

Kejang Resiko Trauma

Singkat (<15 mnt) > 15 mnt

Hipoksemia hiperkapnia Kontraksi otot Asidosis laktat Denyut jantung

Demam Metabolisme otak Kerusakan neuron otak

hypertermia
Thermoregulasi tdk
efektif
hipoglikemi hipertensi evaporesis takikardi Gangg. saraf otonom

hipotensi Resiko tinggi terhadap


trauma

syok Jalan nafas tidak efektif

Perfusi jaringan tidak efektif

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PK kejang berulang.
2. Risiko trauma.
3. Hipertermia.
4. Kurang pengetahuan keluarga.

I. PERENCANAAN
1. Diagnosa Keperawatan : PK; kejang berulang.
Tujuan: Perawat mampu mengontrol dan mencegah terjadinya kejang.
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
b. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak).
c. Nadi 110 - 120 x/menit (bayi), 100 - 110 x/menit (anak).
d. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 – 28 x/menit (anak).
e. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional :Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak
menyerap keringat.
2) Berikan kompres dingin.
Rasional: Perpindahan panas secara konduksi
3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll).
Rasional: Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam.
Rasional: Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5) Batasi aktivitas selama anak panas.
Rasional: Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6) Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional: Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis

2. Diagnosa Keperawatan : Risiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya


koordinasi otot/kejang
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawaratan selama ……x24 jam klien
menunjukan Risk Detection.
Kriteria Hasil:
a. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
b. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
c. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
d. Pengetahuan tentang risiko.
e. Memonitor faktor risiko dari lingkungan
Rencana Tindakan : NIC : Pencegahan jatuh
1) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang
rendah.
Rasional: meminimalkan injuri saat kejang
2) Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional: meningkatkan keamanan klien.
3) Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional: menurunkan resiko trauma pada mulut.
4) Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional: membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika
kontrol otot volunter berkurang.
5) Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional: membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6) Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional: mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
3. Diagnosa Keperawatan / Masalah : Hipertermia berhubungan dengan proses
infeksi
Tujuan : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal.
b. Nadi dan RR dalam rentang normal.
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
1) Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional: Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2) Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3) Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional: Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4) Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional: Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5) Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak
dapat menyerap keringat.
6) Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional: Penyediaan udara bersih.
7) Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8) Batasi aktivitas fisik
Rasional: Aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.

4. Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan


keterbataaan informasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan ….x24 jam klien mampu
menunjukan : Pengetahuan: Proses penyakit
Kriteria:
a. Familiar dengan nama penyakit.
b. Mendeskripsikan proses penyakit.
c. Mendeskripsikan faktor penyebab.
d. Mendeskripsikan faktor resiko.
Rencana Tindakan : NIC : Ajarkan proses penyakit
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional: Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan
kebenaran informasi yang didapat.
2) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional: Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah
wawasan keluarga
3) Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4) Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah
kejang demam, antara lain :
 Jangan panik saat kejang.
 Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
 Kepala dimiringkan.
 Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
 Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu
sampai keadaan tenang.
 Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak
minum.
 Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional: Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5) Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak
panas.
Rasional: Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
6) Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga
tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional: Sebagai upaya preventif serangan ulang
7) Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita
kejang demam.
Rasional: Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat
menyebabkan kejang demam
DAFTAR PUSTAKA

Nanda, 2001. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002. Philadelphia.

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit, EGC. Jakarta.

Price & Wilson,1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC. Jakarta.

Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak, EGC. Jakarta.

Wilkinson, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC dan NOC, EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai