Anda di halaman 1dari 18

A.

KONSEP DASAR

1. Pengertian

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang


mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang
bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wongs edisi III,1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia
A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan


kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.

2. Patofisiologi

a. Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor


otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan
elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia,
overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan
idiopati (tidak diketahui etiologinya).

1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik

Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra


ventrikular

Infeksi : Bakteri, virus, parasit

Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom


Smith Lemli Opitz.

2) Ekstra kranial

Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,


gangguan elektrolit (Na dan K)

Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.

Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,


ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.

3) Idiopatik

Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

b. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan
keotak melalui system kardiovaskuler.

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi,
dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida.

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis
dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang
disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri
karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+
maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.

Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.

Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

c. Manifestasi klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.

Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin


timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak
menderita epilepsy.

untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2
golongan yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)

2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana, yaitu :

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

3. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang
tonik dan kejang mioklonik.

a. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan
masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat.
Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan
tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik
yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan
oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

b. Kejang Klonik

Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 3
detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

c. Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek
moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

4. Diagnosa banding kejang pada anak

Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan
mioklonus nokturnal benigna.
a. Gemetar

Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan
terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal
dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas
neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah
gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang
bentuk gerakannya menyerupai klonik .

b. Apnea

Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan


henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 15 detik.
Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung,
tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut
pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 15 detik terdapat
pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.

Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada


BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan
batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan
Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk
serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.

c. Mioklonus Nokturnal Benigna

Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua


orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa
pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang.
Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan
sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal
benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya
selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal.
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan

5. Penatalaksanaan

Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang


merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang
memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.

Penatalaksanaan Umum terdiri dari :

a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati

b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung

c. Usahakan suhu tetap stabil

d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain

e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera


dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2
4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan
larutan glukosa 10 % sebanyak 60 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca
glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat
menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai
kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10
% sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.

Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk
larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg
SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala
hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik
seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan
utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang,
mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak
sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital
dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.

Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas


kejang pada BBL dengan alasan

a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya

b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat


pernafasan

c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat


menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.

6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan


neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan
seperti berikut :

1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang
multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya
menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan


hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang
dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural.
Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau
bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan


kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex
serebri.

5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina


atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma
subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis,
infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan
pelebaran vena yang berkelok kelok di retina terlihat pada sindom
hiperviskositas.

6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan


cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau
hidrosefalus.

7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis


dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

b. Pemeriksaan laboratorium

Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa


pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna
untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis
bakterilisasi.

Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu


1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin
secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.

2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,


amonia dan analisis gas darah.

3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan


kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar,
dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya
xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal
dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi
cairan serebro spinal

4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia

5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga


diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi
yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat
gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk
isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %
diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal.
Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya
pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat
meramalkan prognosis.

6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan


diagnosis yang pasti yaitu mencakup :

a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic

b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.

c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku

d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan
intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak

e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila


transluminasi positif dengan ubun ubun besar tegang,
membenjol dan kepala membesar.

7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 3 tahu

1. Fisik

f. Ubun-ubun anterior tertutup.

g. Physiologis dapat mengontrol spinkter

2. Motorik kasar

a. Berlari dengan tidak mantap

b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan

c. Menarik dan mendorong mainan

d. Melompat ditempat dengan kedua kaki

e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk

f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh

3. Motorik halus

a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan

b. Melepaskan dan meraih dengan baik

c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu


d. Menggambar dengan membuat tiruan

4. Vokal atau suara

a. Mengatakan 10 kata atau lebih

b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian
tubuh

5. Sosialisasi atau kognitif

a. Meniru

b. Menggunakan sendok dengan baik

c. Menggunakan sarung tangan

d. Watak pemarah mungkin lebih jelas

e. Mulai sadar dengan barang miliknya

8. Dampak hospitalisasi

Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan
hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara
verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak
saat berinteraksi.

Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :

a) Rasa takut

1) Memandang penyakit dan hospitalisasi

2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal

3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit


4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan

5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap


jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.

b. Ansietas

1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal

2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)

3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru


tidak berminat

4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit

5) Tidak berdaya

6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan

7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan
yang memberi pengobatan atau perawatan

8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol

9) Protes dan Ansietas karena restrain

c. Gangguan citra diri

1) Sedih dengan perubahan citra diri

2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)

3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian

Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi
kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai
karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti
pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan
termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.

Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi


faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan
kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.

1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus /


kekuatan otot. Gerakan involunter

2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi
dengan penurunan nadi dan pernafasan

3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan


keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.

4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan


tonus spinkter

5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang


berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi

6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi


serebra

7. Riwayat jatuh / trauma

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.

2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan


neoromuskular

3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

3. INTERVENSI

Diagnosa 1

Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan


koordinasi otot.

Tujuan

Cidera / trauma tidak terjadi

Kriteria hasil

Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan


keamanan lingkungan

Intervensi

Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan


umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan
beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah
kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
therapi anti compulsan

Diagnosa 2

Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan


neuromuskular

Tujuan

Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi

Kriteria hasil

Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada,
RR dalam batas normal

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.
Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi

Diagnosa 3

Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

Tujuan

Aktivitas kejang tidak berulang

Kriteria hasil

Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal

Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada
klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres
dingin pda daerah dahi dan ketiak.

Diagnosa 4

Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan

Tujuan

Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

Kriteria hasil

Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi

Intervensi

Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien
dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan
klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.

Diagnosa 5

Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi

Tujuan

Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil

Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak
bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.

Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri
kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti.
Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

6. EVALUASI

1. Cidera / trauma tidak terjadi

2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi

3. Aktivitas kejang tidak berulang

4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

5. Pengetahuan keluarga meningkat

Anda mungkin juga menyukai