Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
UGD
RSUD SULTAN SURIANSYAH

Preseptor Klinik : Supiati, S.Kep., Ns.


Preseptor Akademik : Novia Heriani, Ns., M.Kep.

Disusun Oleh:
Erma Safitri S.Kep
NPM. 2114901210113

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAM DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
I. PENGERTIAN

Kejang atau convulsion adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan


suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-
klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 1995).

II. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan
Whaley and Wong (1995: 1929)
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.
6. Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk
tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis,
gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan
metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral.
Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).

1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra
ventricular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge,
Sindrom Smith – Lemli – Opitz.
2) Ekstra cranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,
gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,
ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

III. KLASIFIKASI

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan


dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang,
klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

1. Kejang Tonik

Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa
pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk
kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi
selaput otak atau kernikterus

1. Kejang Klonik

Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan


pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis
kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolik.
1. Kejang Mioklonik

Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan
atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan
tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda
kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada
kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2


golongan yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)

2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

IV. MANIFESTASI KLINIS

FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah


dimanifestasikan dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis
kejang demam sederhana, yaitu :

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4


kali

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu


normal tidak menunjukkan kelainan.

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan


berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau
parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi
sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau
bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi
yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)

Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan


suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o
C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik
lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15
menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik
selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan
dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.

V. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan
Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya
berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :

1. Kerusakan otak

Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu


kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D
Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.

2. Retardasi mental

Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah


rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.

2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,


amonia dan analisis gas darah.

3) Pungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan,


pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan
harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan
adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi
lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung
yang diisi cairan serebro spinal

4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia

5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG


juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi
yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang
tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik.
Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya
mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG
dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada
bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.

Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan


diagnosis yang pasti yaitu mencakup :

a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic

b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,


citomegalovirus dan virus herpes.

c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih
besar dari aturan baku

d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,


pervertikular, dan vertikular

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Umum terdiri dari:

a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati

b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung

c. Usahakan suhu tetap stabil


d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain

e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera


dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan
dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan
dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena.
Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung
karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan
peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan
larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum
susu.

Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam


bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan
2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia
sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.

Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik


seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan
pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi
kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki
sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan
anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam
2 dosis selama 20 menit.
VIII. POHON MASALAH
IX. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah :


a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri /
orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

d. Makanan dan cairan


Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.

e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat
trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat,
peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL DAN


INTERVENSI
1. Hipertermi sehubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem
termogulasi)
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neoromuskular.
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh.
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan.
5. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penderita selama
kejang sehubungan dengan kurangnya informasi.

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Hipertermi Setelah diberikan a. Berikan cairan a.Diharapkan cairan
sehubungan askep 2x 24 jam elektrolit sesuai tubuh terpenuhi.
dengan proses diharapkan rasa dengan
penyakit nyaman terpenuhi kebutuhan.
(terganggunya dengan criteria hasil
sistem sebagai berikut: b. Dapat menambah
termogulasi)  Cairan tubuh tetap b. Beri minum yang cairan yang hilang
seimbang antara banyak. akibat suhu badan
intake dan output. yang tinggi.
 Membran mukosa
basah. c. Kolaborasi c. Diharapkan dapat
 Turgor kulit baik. dengan tim medis memenuhi

 Klien tidak merasa (dokter) dalam kebutuhan cairan

haus. pemberian cairan dan elektrolit.


infus.
 Tanda-tanda vital
normal.
2. Resiko terjadinya Setelah diberikan a. Berikan kompres a.Dengan kompres
kejang berulang tindakan keperawatan basah pada daerah basah pada
sehubungan selama 2x 24 jam axilla dan lipatan daerah axilla dan
dengan adanya diharapkan tidak paha lipatan paha
peningkatan suhu terjadi kejang berulang dapat
tubuh. -   dengan kriteria hasil menurunkan
sebagai berikut: suhu tubuh,
 Tidak kejang karena daerah
 Suhu tubuh tersebut terdapat
normal pembuluh darah
 Tanda-tanda besar sehingga
vital kembali mempercepat
normal penguapan.
b. Berikan baju tipis. b. Dengan
Baju tipis
diharapkan akan
mengetahui
perubahan dan
perkembangan
c. Berikan sedini mungkin.
penjelasan kepada c.Dengan
klien dan diberikan
keluarga. penjelasan
diharapkan akan
menambah
pengetahuan
klien tentang
d. Kolaborasi penyakit.
dengan tim medis d. Dengan obat
(dokter) dalam anti piretik
pemberian obat diharapkan dapat
antipiretik menurunkan pan
3. Kurangnya Setelah diberikan a.Beri informasi a. Diharapkan
pengetahuan askep 2x 24 jam keluarga tentang keluarga
keluarga tentang diharapkan keluarga kejadian kejang dan mengetahui cara
penanganan mengerti maksud dan dampak masalah, perawatan dan
penderita selama tujuan dilakukan serta beritahukan pengobatan yang
kejang tindakan perawatan cara perawatan dan benar.
sehubungan selama kejang dengan pengobatan yang
dengan kurangnya kriteria hasil sebagai benar.
informasi. berikut:
 Keluarga mengerti b. Informasikan juga b. Diharapkan
cara penanganan tentang bahaya yang keluarga
kejang. dapat terjadi akibat mengerti akibat
 Keluarga tanggap pertolongan yang dari pertolongan
dan dapat salah. yang salah.
melaksanakan
peawatan kejang. c. Ajarkan kepada c. Diharapkan
 Keluarga mengerti keluarga untuk keluarga
penyebab tanda memantau mengerti bahaya
yang dapat perkembangan yang dari kejang.
menimbulkan terjadi akibat kejang
kejang.
d. Kaji kemampuan
d. Dengan
keluarga terhadap
mengkaji pada
penanganan kejang
keluarga
diharapkan
mampu
menangani
gejala-gejala
yang
menyebabkan
kejang.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.

Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.

Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
Anak.Jakarta: Percetakan Info Medika Jakarta.

Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.

Banjarmasin , 11 November 2022

Ners Muda

(Erma Safitri, S.Kep)

Mengetahui:

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Novia Heriani, Ns., M.Kep) (Supiati, S.Kep.,Ns)

Anda mungkin juga menyukai